Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Temperatur tubuh normal adalah antara 36,0–37,7°C di axilla. Peningkatan temperatur


tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus sebagai respons terhadap perubahan
tertentu. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh menjadi >38,0°C.
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi karena rangsangan demam, tanpa adanya
proses infeksi intrakranial; terjadi pada sekitar 2-4% anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun.
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak menyebabkan
menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat berulang yang kadang
menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga. Saat pasien datang dengan kejang disertai
demam, dipikirkan tiga kemungkinan, yaitu: (1) kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol
dengan demam sebagai pemicu kejang epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat
atau gangguan elektrolit akibat dehidrasi.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam, tidak
memenuhi kriteria kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan, misalnya infeksi
SSP/Sistem Saraf Pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama dengan demam.

1
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi
pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.

Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang Demam plus adalah kejang yang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau di atas
usia 6 tahun, sekitar 2-10 % anak yang mengalami kejang demam dapat mengalami kejang
demam berulang saat usia di atas 6 tahun.
Kejang Demam Plus (Febrile Seizure Plus)
 Kejang demam yang ada > umur 6 tahun

2
 Kejang demam bersamaan dengan Epilepsi
 Serangan kejang yang sering > 13x/thn
 Phenotype Kejang Demam
 Mutasi pada channel sodium dan GABA
(Baulac et.al.1999, Greeberg and Holmes 2002)
Anamnesis

Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis yaitu menanyakan


pada penjaga atau ibu bapak anak hal-hal berkaitan dengan keluhan anaknya. Anamnesis anak
dengan kejang demam biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga
lainnya (ayah,ibu atau saudara kandung).

 Identitas penderita:
Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin,status sosial ekonomi keluarga
serta lingkungan tempat tinggal.
 Riwayat penyakit sekarang:
 Apakah keluhan utama pasien datang berobat?
 Adakah terjadi kejang? Kapan pertama kejang?Berapa lama kejang? Jenis kejang?
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi kejang?
 Demam sejak kapan? Penyebab demam adakah di luar susunan saraf pusat?
 Kesadaran anak sebelum/setelah kejang?
 Kejang tonik,klonik,fokal,generalisata?
 Riwayat penyakit dahulu:
 Adakah pernah menderita kejang demam sebelumnya? Jika ada di usia berapa?
Frekuensi kejang?
 Adakah ada riwayat penyakit neurologis yang lain seperti meningitis?
 Adakah ada sebarang kelainan pada organ atau sistem tubuh yang lain?
 Riwayat pengobatan:
 Adakah pernah berjumpa dokter lain untuk mendapatkan perawatan?
 Adakah ada mangkonsumsi obat-obat yang diresep oleh dokter atau dibeli di
apotek sebelumnya?

3
 Riwayat kehamilan:
 Kesehatan ibu saat kehamilan
 Pernah sakit panas?
 Pernah tetanus toxoid?
 Riwayat kelahiran:
 Tanggal lahir
 Tempat lahir
 Ditolong oleh siapa
 Cara kelahiran
 Kehamilan ganda
 Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan
 Masa kehamilan
 Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan,
kurang atau besar)
 Riwayat penyakit keluarga:
 Adakah ada riwayat kejang demam dalam keluarga?
 Adakah ada riwayat epilepsi dalam keluarga?
 Adakah ada riwayat penyakit neurologis lain dalam keluarga?
 Riwayat pertumbuhan Kurva berat badan terhadap umur

Pemeriksaan Fisik

Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat
dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut
nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh. Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan
apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat
berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi
atas: a) Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan b) Delirium : gaduh gelisah, kacau,
disorientasi c ) Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri d) Stupor: dapat

4
dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun lagi e) Koma : tanpa gerakan
sama sekali. Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale.

Gambar 1 . Tabel Glasgow Coma Scale

Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang
tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang
meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan
tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda
Brudzinsky.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kadar elektrolit,


glukosa serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai. Adanya pemeriksaan
ini bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam namun juga untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang membangkitkan serangan kejang.
Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan hiperfosfatemia.
Selain itu didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia. Analisa cairan serebrospinal

5
tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada kecurigaan
adanya meningitis pada bayi dan anak. Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang
demam sederhana karena umumnya gambarannya hanya akan membuktikan bentuk normal dan
tidak akan mengubah manajemen. EEG hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun
anak yang beresiko berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan yang
mencolok sering dialami pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan anak normal.
EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan mengalami kejang
demam berulang atau yang mengalami epilepsi.

Diagnosa Kerja

Kejang demam sederhana merupakan suatu gambaran kejang yang berlangsung kurang
dari 15 menit, tidak menunjukkan adanya gambaran fokal yang signifikan, tidak berlangsung
dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit serta serangan hanya terjadi
satu kali dalam sehari. Modifikasi kriteria Livingstone dapat digunakan untuk menegakkan
kejang demam sederhana, yaitu:

 Umur ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.


 Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
 Kejang bersifat umum.
 Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
 Pemeriksaan EEG yang dibaut sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan adanya kelainan.
 Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kendala yang ditemukan dalam penggunaan kriteria Livingstone yaitu sulitnya menganamnesis
berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang.

6
Diagnosa Banding

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu kejang yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. Lalu, kejang demam juga harus dibedakan dengan meningitis
dimana dari pemeriksaan kaku kuduk dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosa tersebut.
Selain itu, definisi dari kejang demam itu sendiri menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh
penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat.

Kejang Demam Kompleks / Atipikal

Merupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama (lebih dari 15
menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks dapat terjadi lebih dari
satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks harus diwaspadai karena dapat
merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta dapat menyebabkan komplikasi berupa
timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan kejang demam
kompleks dan sederhana ialah lama berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang
terjadi.4

Epilepsi

Epilepsi adalah salah satu penyakit akibat adanya kelainan pada otak, dimana pada otak
dapat ditemukan beberapa lokasi yang abnormal yang diyakini sebagai pemicu kejang. Epilepsi
memiliki beberapa tipe yaitu grandma, petitmal. Dll. Kejang pada epilepsy mirip dengan kejang
pada demam, namun ada beberapa hal yang membedakan yaitu onset serangan, kesadaran,
gerakan ekstrimitas, dan tahanan kejang. Pada epilespsi inset serangan biasanya gradual,
kesadaran pasca serangan adalah baik, gerakan ekstrimitas saat kejang tidak beraturan, dan
gerakan kejang bila mendapat tahanan dapat dihentikan. Pada epilepsy pun jika dilakukan
pemeriksaan EEG maka akan menunjukan adanya gambaran EEG abnormal, yaitu banyak
terdapat spike.

Meningitis

7
Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi ini dapat
disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia, Eschericia coli, dan Haemophilus
influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari
meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu dapat
dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik ini, maka sulit untuk
menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang. Pada anak biasanya terlihat irritabel dan
kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan fontanella. Adanya
pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan adanya meningitis.

Ensefalitis

Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya disebabkan oleh
virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit,
saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing
kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai demam, tidak
nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat diikuti dengan adanya meningitis.
Analisa cairan otak dapat menunjukkan peningkatan kadar protein dan sel darah putih,
sedangkan kadar glukosa darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti
pada analisa cairan serebrospinal.

Etiologi

Pencetus terjadinya kejang ialah adanya demam yang disebabkan oleh adanya infeksi
pada bayi dan anak. Bentuk infeksi yang mungkin ditemukan adalah infeksi saluran pernapasan
atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Perlu diperhatikan untuk
menyingkirkan infeksi sistem saraf pusat sebagai penyebab kejang, baru memikirkan
kemungkinan adanya kejang demam. Pada banyak pasien kejang demam sering ditemukan
riwayat kejang demam pada keluarganya, oleh karena itu dicurigai adanya kecenderungan
genetik pada penyakit ini meskipun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya terjadi
pada usia 14-18 bulan. Sangat jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia diatas

8
6 tahun. Pada saudara kandung insidensinya berkisar 9–17%. Angka kejadian pada kembar
monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara kandung juga
meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi komplikasi berupa epilepsi
berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa riwayat keluarga epilepsi positif
dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar 1%.

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari hasil
metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses metabolisme ini juga
membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel syaraf,
seperti sel lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan
permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih
tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam
sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase. Keseimbangan potensial membrane ini
dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang
mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.

Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan metabolisme


basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada seorang anak yang
berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan orang dewasa yang
hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan
kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis
neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang
bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan
penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati (misalnya oleh karena adanya glioma
tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi arterivenosus) juga dapat meningkatkan
perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju
motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.4 Setiap

9
anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang kejang rendah,
dapat timbul kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
dapat timbul kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang
berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan
selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema
otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.

Manifestasi Klinik

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang
berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit.
Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang
berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun
untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis.. Biasanya,
kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif
(irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.Kejang demam yang berlangsung
lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh
parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.

10
Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.

Penatalaksanaan Non Medika Mentosa

Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan
napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam.5

 Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang
diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.
 Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat
rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan O2 jika tersedia.
 Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan
dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang
sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.
 Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
 Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian
antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan
gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.

Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam biasanya
didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan kalsium serta penurunan
kadar glukosa darah.6 Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang
akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak. Oleh karena
itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 – L5 untuk mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini
kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat. 5,6
Namun, analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang demam
melainkan hanya dilakukan pada: a) Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun b) Kejang yang
berulang dan c) Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya defisit
neurologis pasca kejang

Penatalaksanaan Medika Mentosa

11
Pengobatan pada anak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu (1) fungsi ginjal dan
hati yang belum sesempurna orang dewasa, (2) dosis harus ditentukan menurut berat badan,
umur, atau luas permukaan tubuh untuk menjamin tidak terjadi kelebihan dosis obat, dan (3)
untuk antimikroba harus memperhatikan dosis karena keadaan tubuh anak-anak adalah lebih
bnyak cairan dan lebih sedikit protein globulin dalam peredaran, sehingga harus
memperhitungkan fraksi obat yang akan aktif dalam tubuh.
Pada saat kejang yang pertama perlu dilakukan adalah pembebasan jalan nafas dan
memiringkan posisi tubuh untuk mencegah aspirasi. Untuk pengobatan secara farmakologis,
dapat diberikan diazepam (5mg untuk BB<10kg dan 10mg untuk BB> 10kg) secara rectal.
Tunggu selama 5 menit, bila belum berhenti lakukan kembali dengan dosis yang sama. Bila
masih gagal juga berikan diazepam i.v. dengan dosis 0.3-0.5 mg/kgBB. Bila masih gagal juga
segera berikan fenitoin 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit. Setelah kejang
berhenti berikan dosis 4-8mg/kgBB/hari 12 jam setelah dosis awal. Bila cara-cara diatas masih
tidak dapat mengatasi kejang, segera larikan pasien ke ICU.
Bila pasien datang sudah tidak dalam keadaan kejang, turunkan suhu tubuh pasien
dengan pemberian antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB/kali (maksimal 5 kali/hari) dan
antikonvulsan (oral 0.3 mg/kg tiap 8 jam atau rectal 0.5 mg/kg tiap 8 jam pada suhu 38.5 oC)
untuk mencegah terjadinya kejang ulangan.
Pemberian obat rumatan boleh diberikan bila pasien menunjukan 1 dari ciri-ciri, yaitu (1)
kejang >15 menit, (2) adanya kelainan neurologis pra dan pasca kejang, (3) kejang fokal, (4) bila
terjadi kejang yang berulang dalam waktu 24 jam, (5) kejang demam pada usia <12 bulan, dan
(6) kejang demam >4kali per tahun. Pengobatan rumat dilakukan dengan asam valproat atau
fenobarbital. Usahakan jangan memberikan obat anti kejang berupa fenobarbital/luminal, karena
obat tersebut menyebabkan efek samping yang cukup mengganggu yaitu anak menjadi
hiperaktif, gangguan belajar, dan agresif. Obat ini baru boleh digunakan jika tidak ada obat lain
yang efektif.7

Komplikasi

Epilepsi

Anak yang menderita kejang demam beresiko lebih besar mengalami epilepsi
dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor, namun yang

12
terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum kejang, timbulnya kejang demam yang
kompleks dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal yang mengalami
kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan populasi kontrol. Apabila
kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko dapat meningkat hingga 5 kali
lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat
mencapai 10% dalam kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal,
berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50% kemungkinan
menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.

Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara
25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria
33%.
 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston (1954)
mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari
golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor :

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.


2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

13
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja.

Pencegahan

Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh anak tidak terlalu
tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang. Hal yang dapat dilakukan ialah:

 Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.


 Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
 Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.

14
KESIMPULAN

Kejang demam sederhana merupakan kejang akibat peningkatan suhu tubuh yang
umumnya terjadi bayi dan anak berusia 9 bulan – 5 tahun, dalam kurun waktu yang singkat
(kurang dari 15 menit) dan hanya terjadi satu kali dalam waktu 24 jam. Kejang Demam Plus atau
Febrile Seizure Plus adalah Kejang demam yang ada > umur 6 tahun. Kejang ini memiliki faktor
genetik dan akan berhenti sendiri meskipun dibutuhkan pengobatan untuk mencegah rekurensi.
Keadaan kejang ini dapat dicegah dengan mengusahakan agar suhu tubuh anak tidak terlalu
tinggi. Umumnya kasus ini berprognosis baik dengan angka mortalitas yang sangat rendah.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health; 2009.
2. Santoso M.,Kurniadhi D.,Tendean M.,Oktavia E.,Ciulianto R. Kejang demam. Panduan
Kepaniteraan Klinik Pendidikan Dokter. Fakultas Kedokteran Ukrida:2009. p831-3.
3. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume 3. Edisi 20.
Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.
4. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta:
EGC; 2004.h.2059-60.
5. Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures after
febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493.
6. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.
7. Mangunatmadja I. Kejang pada anak. In: Trihono PP, Purnamawati, Syarif DR, Hegar B,
Gunardi H, Oswari H, et al. Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2002. 245-59.

16

Anda mungkin juga menyukai