Anda di halaman 1dari 10

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. A
Usia : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Medani, RT 004/RW 003
Status : Belum Menikah
No.RM :
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
1.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan Utama
Kejang
1.2.2 Riayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Puskesmas Cluwak dengan keluhan kejang. Kejang seluruh
badan dengan durasi kurang dari 5 menit. Saat kejang pasien tidak sadar. Setelah
kejang pasien menangis. Ini merupakan serangan kejang pertama pasien. Sebelum
terjadi kejang pasien sebelumnya mengalami demam disertai dengan sejak tadi
pagi. Keluhan belum diobati dan pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

1.2.3 Riwayat Penyakiit Terdahulu


(-)
1.2.4 Riwayat Keluarga
(-)
1.2.5 Riwayat Pengobatan
(-)
1.2.6 Obat-obat yang Sedang Dikonsmsi
(-)
1.3 Pemeriksaan Fisik
Kondisi Umum : tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : -
HR : 110 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 36
1.4 Assesment
Kejang Demam
1.5 Tatalaksana
- Paracetamol syr 120mg/5ml 3x11/2cth
- Amoksisilin syrup 125mg/5ml 3x1cth
- Stesolite Rectal 5mg/2,5ml 1x1
- Parasetamol supp 1x250mg
1.6 Edukasi
1.7 Prognosis
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- Ad Sanam : Dubia ad bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38 C) akibat suatu proses ekstra kranial. Menurut
O (1)

consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi
atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
(2)

2.2 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertamanya yang penting adalah demam. Ada
riwayat kejang keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak akan mengalami tiga
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperaturnya yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Fakor resiko menjadi
epilepsy adalah:
1. Kelainan neurologis
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung 5

2.3 Klasifikasi

Menurut ILAE, Commision on Epidemiology and prognosis. (3)

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


 Berlangsung singkat (< 15 menit)
 Umumnya akan berhenti sendiri
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
 Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
 Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam

2. Kejang demam komplek (complex fibrile seizure)


 Kejang lama > 15 menit
 Kejang fokal satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
 Berulang atau lebih dari 1 x dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam. (4)

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului
kejang parsial. Kejang berulang dalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam
Perbedaan kejang demam dengan kejang disertai demam (Proses intrakranial)
Kejang demam Kejang disertai demam
Faktor predisposisi genetik Besar Kecil / tidak bermakna
Lama kejang 1-3 min, jarang > 10 mnt
kejang lama
Manifestasi klinis pada saat Pada saat demam, Infeksi SSP
kejang sebagian besar krn (ensefalitis,meningitis)
ISPA
Kelainan patologi yang Tidak ada Perubahan vaskular dan
mendasari edema
Status neurologi Post-iktal Jarang Sering
(paralisis Todds)

Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi Livingston.
Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul pertanyaan, dapatkah
diramalkan dari sifay dan gejala mana yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menderita epilepsi. Livingston membagi kejang demam atas 2 golongan:
 Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
 Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)

Modifikasi Livingston diatas dibuat utuk diagnosis kejang demam sederhana


adalah:
 Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 5 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Permeriksaan saraf sebelumnya dan sesudah kejang normal
 Pemeriksan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
 Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

2.4 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energy yang didapat dari metabolism. Bahan buku untuk metabolism otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO dan air.
2
5

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elekrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran ini dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energy dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. 5

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:


1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan. 5

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kanaikan


metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terhadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neuretransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38˚C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
demam yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang. 5,6

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhann oksigen dan energi
untuk kontraksi oto skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan metabolism anaerobik, hipotensi aterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolism otak meningkat. Rangkaian terjadi di atas adalah
faktor peyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. 5,6

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan


kejang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsy yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy. 5,6

2.5 Gejala Klinis

Tejadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akuta, bronchitis, flurunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak member
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberpa detik atau menit anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. 5,6

Gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
 Suhu tubuh mencapai 39 Co

 Anak sering hilang kesadaran saat kejang


 Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai
kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang bergantung pada jenis
kejang
 Kulit pucat dan mungkin menjadi biru
 Serangan terjadi beberapa menit setelah itu anak sadar
5,6

2.6 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, tapi dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer, elektrolit dan
gula darah.
- Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi >18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
- Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulang
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
- Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT atau MRI jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan atas indikasi, seperti
a. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. parese nervus VI
c. papiledema

2.7 Penatalaksanaan

1. Saat Kejang
Dalam keadaan kejang obat yang paling cepat dalam menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosisnya adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan
dosis maksimal 20 mg. diazepam dalam bentuk rectal dapat diberikan di rumah saat
kejang. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk di atas usia 3 tahun. Kejang yang belum berhenti dengan
diazepam rektal dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dalam interval
waktu 5 menit. 7
Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang dianjurkan ke rumah sakit
dan dapat diberikan diazepam intravena dosis 0,3-0,5 mg.kg. 7

Bila kerja masih belum berhenti diberikan fenitoin intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12
jam setelah dosis awal. Bila dengan telah berhenti pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor resikonya. 7

2. Saat demam
Pemberian obat saat demam dapat digunakan antipiretik dan anti konvulsan.
Antipiretik sangat dianjurkan walaupun tidak ada bukti bahwa penggunaannya dapat
mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dapat diberikan asetamenofen berkisar
10-15 mg/kg/kali diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen
5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. 7

Pemekainan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang, dapat juga diberikan diazepam rektal 0,5
mg/kbgg setiap 8 jam pada suhu >38,5˚C. Fenobarbital, karbamazepin, denitoin pada
saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. 7

- RUMATAN

Pengobatan rumatan yang diberikan bila kejang demam menunjukkan cirri sebagai
berikut:
 Kejang lama > 15 menit
 Adanyan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, cerebral palsy, retradasi mental, hidrosefalus.
 Kejang fokal
 Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam dalam ≥ 4 kali pertahun. 7

Obat pilihan untuk rumatan adalah asam valporoat dengan dosis 15-40 mg/kgbb/hari
2-3 dosis. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang lalu dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan. 7

2.8 Komplikasi

 Kejang demam berulang


Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang demam
sejak kejang demam pertama. 8

 Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut:


 Usia muda pada saat kejang demam pertama
 Relatif rendah demam pada saat kejang pertama
 Keluarga riwayat kejang demam
 Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal
 Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama
 Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan
kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20%
kemungkinan kekambuhan. 8

 Epilepsi

Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:


 Kejang demam kompleks
 Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum kejang demam
pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental)
 Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan
 Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara kandung
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja.
8

2.9 Prognosis

Edukasi pada Orang Tua


- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis yang baik
- Memberitahukan cara penanganan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat. 7,8

2.10
2.11
BAB III
INTERVENSI TERAPI

Terapi Pengkajian Terapi


stesolit

Anda mungkin juga menyukai