Anda di halaman 1dari 20

Nama : irwanto ana kaka

Nim :2018610035

Kelas : A

LP DAN ASKEP KEJANG DEMAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus keturunan,

anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua

yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya mengalami kejang demam

seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.

Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5 Tahun

(ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun begitu, walaupun

terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat mencemaskan, menakutkan dan

terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang sebenarnya.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai

pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5%

anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di

jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, mendapatkan angka

9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.

(Maeda DKK, 2016)


Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa

Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir

ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang

berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung

lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif

Manajer, 2000)

Selama melakukan praktek klinik dalam stase keperawatan anak tanggal 24 april s/d 19 mei

2018 didapati kasus kejang demam sebanyak 31 anak yang dirawat di ruang rawat anak BLUD

Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga,

campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan

oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika

kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan

agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama.

Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko

terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan

obstruksi pada jalan nafas.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.

Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat

yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu

memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien

sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.

Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturunkan melalui

upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan

perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah

sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut,

keluarga, kelompok maupun masyarakat.

B. Tujuan

1. Tujuan umum:Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.

2. Tujuan khusus:

Untuk mengetahui;

a.       Definisi penyakit kejang demam pada anak.

b.      Etiologi penyakit kejang demam pada anak

c.       Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

d.      Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

e.       Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

f.       Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

g.      Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

h.      Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.
BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 oC. Yang

disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial.

Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid

dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan

demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai

pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah

usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada

anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun.

(Dona L.Wong, 2008)

B. Etiologi Kejang Demam

1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam
6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan

permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,

kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi

Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang

disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan

sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi

otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya

15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran

sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya

sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari

15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk

kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas

otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.


D. Nursing Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.


Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit
perubahan konsentrasi ion
Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler
Resiko Infeksi
Proses demam
Ketidakseimbangan kelainan neurologis
Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal
ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera
Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit


15 menit
perubahan suplay
Tidak menimbulkan Darah ke otak
gejala sisa

resiko kerusakan sel


Neuron otak
Gangguan Perfusi jaringan cerebral
E. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai

berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

b. Kejang umum tonik dan atau klonik

c. Umumnya berhenti sendiri

d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis

sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Klasifikasi Kejang Demam

A. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik


6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas

perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

B. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan

bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan

tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda

A.Sowden, 2002)

G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang

berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang

demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada

pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis
tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan

dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3. Darah

a.  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro

toksik akibat dari pemberian obat.

c.  Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

5.  Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di

bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

H. Penaktalaksanaan Medis

1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang

diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).


Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20

menit.

b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun

demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang

dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang

demam berlangsung lama. 

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan

profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis

intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.

e. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah

5)

2. Pencegahan
a.  Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan

antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :

Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Diazepam : (indikasi khusus


ASKEP KEJANG DEMAM

A. Identitas

1. Identitas Klien

Nama : An. B

Umur : 19 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jl. Pemuda No.1 Kebumen

No.RM : 20605

Tanggal masuk RS : 11 November 2019 pukul 09.30 WIB

Dx. Medis : Asma

2. Identitas Penanggung jawab

Nama : Ny.N

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Pemuda No.1 Kebumen

Hubungan dengan klien : Ibu


B. Riwayat kesehatan

1. Keluhan Utama : Demam tinggi

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu klien mengatakan An. Z (19 bulan) demam sejak 2 hari. Klien kejang di rumah 2 kali selama
5 menit setiap kejang, kemudian oleh ibunya diperiksakan di bidan, menurut hasil dari
pemeriksaan, klien harus menjalani penanganan segera dan bidan menganjurkan agar klien
dibawa ke RS Hidayah. Pada tanggal 11 November 2015 pukul 09.30 WIB oleh keluarga klien
dibawa ke IGD RS Hidayah. Ibu klien mengatakan klien demam dan kejang. Klien demam sejak
2 hari sebelum masuk RS. Klien kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap kejang.Di IGD
TTV ; TD : 90/70 mmHg, Nadi : 100 x/menit, Suhu : 40˚C, dan RR : 26 x/menit. Terapi :
oksigen 5 liter/menit sungkup muka, inf RL 20 tpm. Saat dikaji pada tanggal 11 November 2019
pukul 11.00 WIB Klien mengalami kejang 1 kali, Saat kejang otot-otot seluruh tubuhnya tampak
kaku, lidah tergigit dan gigi tampak terkatup tutup, klien tampak mengantuk, lemah, kulit teraba
panas dan tampak kebiruan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien belum pernah dirawat di RS dan tidak ada riwayat penyakit kronis.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. Dan keluarga tidak
ada yang mengalami penyakit seperti TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius lainnya.

5. Riwayat kehamilan

Anak laki laki dari ibu G1 P1 A0. Selama kehamilan klien, ibu klien mengatakan tidak
mempunyai masalah khusus, paling hanya mual-mual. Ibu klien selalu memeriksakan
kehamilannya ke bidan secara teratur.

6. Riwayat Persalinan

Ibu klien mengatakan klien lahir secara normal dan spontan, tidak ada kelainan bawaan dan tidak
mempunyai gangguan selama proses persalinan. Klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu,
presentasi bawah kepala, ketuban berwarna jernih, setelah lahir klien langsung menangis, BBL :
3500 gram.

7. Riwayat imunisasi

Klien sudah mendapat imunisasi lengkap : BCG, Polio I, II, III, ; DPT I, II, III

8. Riwayat tumbuh kembang


Ibu klien mengatakan klien tidak mengalami keterlambatan dalm proses tumbuh kembang.

Perkembangan motorik : klien mampu duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit
terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri. melangkah dan berjalan dengan tegak

Perkembangan sosial : klien mulai mampu bertepuk tangan, menyatakan keinginan, mulai
minum dengan cangkir, meniruan kegiatan orla, main-main bola

9. Kebutuhan cairan

Kebutuhan cairan klien = 100 cc/ kgBB/ hari

= 100 x 11

= 1100 ml

Kenaikan suhu IWL = 200 x ( suhu badan sekarang – 36,8 )

= 200 x ( 40 -36,8)

= 200 x 3,2

= 640

Jadi keb cairan = 1100 + 640

= 1750 / 12

= 145 ml / 2 jam

10. Kebutuhan kalori

Kebutuha kalori klien = 1000 kalori + (100 x usia dalam tahun)

= 1000 + (100 x 1,4)

= 1000 + 140

= 1140 kalori/hari

C. Pola Pengkajian Menurut Gordon

1. Pola Persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan

Sebelum sakit : Ibu klien megatakan kesehatan memang penting dan klien bila sakit mudah
kerjasama untuk proses penyembuhan dirinya misalnya teratur minum obat, dan hindari
pantangan.
Saat sakit : Ibu klien mengatakan bahwa dirinyasaat ini cemas dan ibu klien bagaimana
penanganan dirumah jika klien tiba tiba kejang lagi.

2. Pola Nutrisi / Metabolik

Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan pasien susah makan, makan 3x sehari porsi sedikit
lengkap nasi, sayur, dan lauk. Minum 2 gelas susu formula per hari dan 4 gelas air putih per hari.
BB : 11,5 kg.

Saat dikaji : Klien makan 2x /sehari sesuai diit dari RS tetapi tidak habis. Minum 1 gelas susu
formula per hari dan 4 gelas air putih per hari. BB: 11 kg.

3. Pola Eliminasi

Sebelum sakit : BAB 1x sehari warna kuning konsistensi lembek berbau khas, BAK 4-5x
perhari warna kuning jernih berbau khas.

Saat dikaji : Klien BAB 1 kali sejak dirawat di RS, BAK 3x/ hari, warna kuning berbau khas.

4. Pola aktivitas / latihan

Sebelum sakit : Klien melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.

Saat dikaji : Klien dibantu oleh ibunya dalam melakukan aktivitasnya, seperti mandi, makan,
ganti baju, dan pasien hanya terlihat berbaring ditempat tidur.

5. Pola Istirahat / tidur

Sebelum sakit : Klien tidur 9 jam sehari, tidur siang kurang lebih 2 jam.

Saat dikaji : Klien susah tidur dan sering terbangun pada malam hari. Lama tidur 8 jam sehari.

6. Pola perseptif kognitif

Sebelum sakit : Klien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan jelas, dalam
pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik.

Saat dikaji : Klien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan jelas, dalam
pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik.

7. Pola koping/toleransi stres

Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien adalah klien anak periang.

Saat dikaji : Klien hanya tiduran dan apabila klien kesakitan klien menangis dan rewel.

8. Pola Konsep diri


Tidak terkaji

9. Pola Seksual dan Reproduksi

Klien berjenis kelamin laki-laki, dan tidak ada masalah dalam sistem reproduksi klien.

10. Pola peran / hubungan

Sebelum sakit : Klien mampu berkomunikasi dengan kata-kata sederhana. Hubungan klien
dengan orangtua dan keluarga baik.

Saat dikaji : Klien lebih nyaman ditemani oleh ibunya.

11. Pola nilai / kepercayaan

Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien belum beribadah.

Saat dikaji : Ibu klien mengatakan klien belum melakukan ibadah.

D. Pemeriksaan Fisik

1. TTV :

TD : 90/70 mmHg

Nadi : 124 x/menit

Suhu : 40 ˚C

RR : 30 x/menit

2. Antropometri :

Lingkar Kepala : 48 cm

Lingkar Lengan atas : 16 cm

BB : 11 Kg

TB : 80 cm

3. Kepala : mesosepal

4. Mata : konjungtiva anemis, sklera Anikterik, tampak mengantuk

5. Hidung : tidak ada polip, tidak terlihat pernafasan cuping hidung

6. Mulut : bibir terlihat pucat


7. Telinga : normal, tidak ada sekret dan darah

8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe

9. Dada :

- Paru

Inspeksi : pergerakan dada cepat, terdapat tarikan dinding dada ke dalam

Palpasi : retraksi dinding dada sama kanan dan kiri, terdapat vocal fomitus kanan kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi : terdapat bunyi vesikuler

- Jantung :

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : tidak terdapat pembesaran jantung

Perkusi : pekak

Auskultasi : S1 dan S2 bunyi reguler

- Abdomen :

Inspeksi : bentuk datar

Auskultasi : bising usus 20 x/menit

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : timpani

10. Genetalia : laki laki, tidak terpasang DC

11. Anus : tidak ada lesi

12. Ekstremitas : atas : akral hangat, CRT < 3 detik, terpasang infus RL 20 tpm, dan tidak
ada gangguan gerak

bawah : tidak ada gangguan gerak.

13. Kulit : kulit kebiruan, tidak ada oedema.


2.ANALISA DATA

No Data focus problem Etiologi


1 DS : Hipertermi Efek dari sirkulasi
- Ibu klien mengatakan klien endotoksin pd
badannya panas hipotalamus
- Klien demam sejak 2 hari
sebelum masuk RS
- Klien kejang di rumah 2 kali
selama 5 menit setiap kejang
DO :
- S: 40˚C
- Kulitnya teraba panas
2 DS : Perfusi jaringan cerebral Reduksi aliran darah
DO : tidak efektif ke otak
- Klien tampak mengantuk
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi : 124 x/menit
- Suhu : 40 ˚C
- RR : 30 x/menit
- Kulit tampak kebiruan
3 DS : Risiko cidera Aktivitas kejang
- Saat dikaji klien mengalami
kejang 1 kali
- Klien demam sejak 2 hari
sebelum masuk RS
- Klien kejang di rumah 2 kali
selama 5 menit setiap kejang
DO :
- Saat kejang otot-otot seluruh
tubuhnya tampak kaku, lidah
tergigit dan gigi tampak terkatup
tutup.

3.Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b.d efek dari sirkulasi endotoksin pd hipotalamus

2. Perfusi jaringan tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak

3. Risiko cidera b.d aktivitas kejang

4.INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam 1. Monitor suhu minimal
diharapkan klien mampu : -suhu tubuh dalam rentang tiap 2 jam
normal 2. Kompres klien dengan
- nadi dan RR normal air hangat
- tidak ada perubahan warna kulit 3. Monitor tanda tanda
hipertensi
4. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
5. Monitor nadi dan RR
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam 1 Monitor TD, Nadi,
diharapkan klien mampu: -TD sistolik dan diastolik dalam suhu, RR
batas normal 2 Catat adanya
- Nadi dalam batas normal peningkatan TD
3 Monitor jumlah dan
irama jantung
4 Monitor tingkat
kesadaran
5 Monitor GCS
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam 1. Identifikasi faktor kognitif
diharapkan klien dan keluarga mampu: Pengetahuan atau psikis dari klien yang
tentang resiko dapat menjadikan potensial
- Monitor lingkungan yang menjadi resiko jatuh dalam setiap keadaan
2. Identifikasi karakteristik
dari lingkungan ynag dapat
menjadikan potensial jatuh
3. Monitor cara berjalan,
keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan ambulasi
4.Anjurkan klien untuk
memanggil perawat atau
keluarga kalau mau bergerak

5.EVALUASI

S:ibu klien mengatakan An.B panasnya sudah menurun

O:keadaan umumnya lemah,mukosa bibir sedikit kering dan kelopak matanya tidak cekung.

A:masalah teratasi sebagian

P:lanjutkan intervensi

1. Pantau TTV/8 jam


2. Berikan kompres bila suhu anak tinggi

Anda mungkin juga menyukai