Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


PADA PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM

DI SUSUN OLEH

KADEK DWI DHARMA PRADNYANI

(P07120216003)

TINGKAT 4.A SEMESTER VII PRODI S.Tr KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019

KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM


A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang
disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

B. Etiologi Kejang Demam


1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi Kejang Demam


Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat

D. Nursing Pathway
Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel


Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan perifer

E. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam


Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Klasifikasi Kejang Demam


A. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
B. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang
pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.
(Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam


1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

H. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
5)
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan
antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM


1. Pengkajian

a. Pengkajian Primer
a) Airway
Mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control
servikal jika dicurigai adanya fraktur servical atau basis cranii. Ukur frekuensi
nafas pasien dan dengarkan jika ada nafas tambahan.
b) Breathing
Mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi
adekuat. Jika pasien merasa sesak segera berikan terapi oksigen sesuai
indikasi.
c) Circulation
Mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
d) Disability
1. Kaji status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek GCS dan cek
reflek pupil.
2. Curigai adanya kelemahan otot
e) Exposure
Kaji ulang status pasien. Kaji tanda vital pasien.

b. Pengkajian Sekunder

a. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis kelamin.
2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi
kesehatan saat ini.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi :
d. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
e. Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya
f. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
g. Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, atau mencubit kulit
untuk mengamati turgor.
h. Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal
i. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
j. Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
k. Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada
kontraksi dinding perut atau tidak
l. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada
untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung
janin.
m. (Johnson & Taylor, 2005 : 39) Pemeriksaan laboratorium : Darah dan urine
serta pemeriksaan penunjang : rontgen.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan Perfusi jaringan perifer
b. Hipertermia
3. resiko cedera
4. Intervensi
Terlampir
5. Implementasi
Implementasi keperawatan yang diberikan, sesuikan dengan intervensi yang
ditulis.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang digunakan sebagai
alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini
berlangsung terus menerus dan diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica
Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi :10.EGC


,Jakarta

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018. https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-


Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM

DI SUSUN OLEH

KADEK DWI DHARMA PRADNYANI

(P07120216003)

TINGKAT 4.A SEMESTER VII PRODI S.Tr KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019


2 Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tindakan keperawatan Observasi
Definisi: selama ... x ... menit  Periksa sirkulasi
Penurunan sirkulasi darah pada diharapkan Perfusi perifer (mis. nadi
level kapiler yang dapat Perifer Meningkat perifer, edema,
mengganggu metabolisme tubuh. dengan kriteria hasil : pengisian kapiler,
 Kekuatan nadi warna, suhu,
Penyebab perifer meningkat ankle-brachial
 Hiperglikemia (5) index)
 Penurunan konsentrsai  Penyembuhan  Identifikasi faktor
hemoglobin luka meningkat risiko gangguan
 Peningkatan tekanan darah (5) sirkulasi (mis.
 Kekurangan volume cairan  Sensasi diabetes, perokok,
 Penurunan aliran arteri meningkat orang tua,
dan/atau vena  Warna kulit pucat hipertensi dan

 Kurang terpapar informasi menurun (5) kadar kolesterol

tentang factor pemberat (mis.  Edema perifer tinggi)

Merokok, gaya hidup menurun (5)  Monitor panas,


monoton, trauma, obesitas,  Nyeri ekstremitas kemerahan, nyeri
asupan garam, imobilitas) menurun (5) atau bengkak pada

 Kurang terpapar informasi  Pasastesia ekstremitas

tentang proses penyakit (mis. menurun (5) Terapeutik

Diabetes mellitus,  Kelemahan otot  Hindari


hyperlipidemia) menurun (5) pemasangan infus

 Kurang aktivitas fisik  Kram otot atau pengambilan

menurun (5) darah di area

 Bruit femoralis keterbatasan


Gejala dan Tanda Mayor
menurun (5) perfusi
Subjektif
 Nekrosis  Hindari
-
menurun (5) pengukuran
Objektif
 Pengisian kapiler tekanan darah
 Pengisian kapiler >3 detik
pada ekstremitas
 Nadi perifer menurun atau membaik (5)
dengan
tidak teraba  Akral membaik
 Akral teraba dingin (5) keterbatasan
 Warna kulit pucat  Trugor kulit perfusi
 Turgor kulit menurun membaik (5)  Hindari penekanan
 Tekanan darah dan pemasangan
Gejala dan Tanda Minor sistolik membaik tourniquet pada
Subjektif (5) area yang cedera
 Parastesia  Tekanan darah  Lakukan
 Nyeri ekstremitas (klaudikasi diastolik mebaik pencegahan infeksi
intermiten) (5)  Lakukan
Objektif:  Tekanan arteri perawatan kaki
 Edema rata-rata membaik dna kuku

 Penyembuhan luka lambat (5)  Lakukan hidrasi

 Indeks ankle-brachial<0,90  Indeks ankle- Edukasi

 Bruit femoral brachial membaik  Anjurkan berhenti


(5) merokok
 Anjurkan
berolahraga rutin
Kondisi Klinis Terkait
 Anjurkan
 Tromboflebitis
mengecek air
 Diabetes mellitus
mandi untuk
 Anemia menghindari kulit
 Gagal jantung kongestif terbakar
 Kelainan jantung kongenital  Anjurkan minum
 Thrombosis arteri obat pengontrol
 Varises tekanan darah
 Thrombosis vena dalam secara teratur
 Sindrom kompartemen  Anjurkan
menggunakan obat
penurn tekanan
darah,
antikoagulan, dan
penurun kolesterol,
jika perlu
 Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
 Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat (mis.
melembabkan
kulitkering pada
kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi
vaskular
 Anjurkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis.
rendah lemak
jenuh, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan
tanda dan gejala
darurat yang harus
dilaporkan (mis.
rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka
tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi
Perifer
Observasi
 Identifikasi
penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi
penggunaan alat
pengikat, prostesis,
sepatu dan
pakaian
 Periksa perbedaan
sensasi tajam atau
tumpul
 Periksa perbedaan
sensasi panas atau
dingin
 Periksa
kemampuan
mengidentifikasi
lokasi dan tekstur
benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika
perlu
 Monitor
perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli
vena
Terapeutik
 Hindari
pemakaian benda-
benda yang
berlebihan
suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan
penggunaan
termometer untuk
menguji suhu air
 Anjurkan
penggunaan
sarung tangan
termal saat
memasak
 Anjurkan
memakai sepatu
lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgesik, jika
perlu
 Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid,
jika perlu
6 Hipertermia Setelah dilakukan Regulasi Temperatur
Definisi intervensi Observasi :
Suhu tubuh meningkat di atas keperawatan selama  Monitor suhu
rentang normal tubuh ....x... jam, tubuh sampai
Penyebab : makaTermoregulasi stabil
 Dehidrasi membaik dengan  Monitor suhu
 Terpapar lingkungan panas kriteria hasil : tubuh anak tiap
 Proses penyakit (mis:  Menggigil dua jam, jika
infeksi, kanker) menurun (5) perlu
 Ketidaksesuaian pakaian  Kulit  Monitor tekanan
dengan suhu lingkungan kemerahan darah, frekuensi
 Peningkatan laju menurun (5) pernafasan dan
metabolisme  Kejang nadi
 Respon trauma menurun (5)  Monitor warna

 Aktivitas berlebihan  Pucat dan suhu kulit

 Penggunaan incubator menurun (5)  Monitor dan

Gejala dan Tanda Mayor :  Takikardi catat tanda dan

Subjektif menurun (5) gejala

-  Takipnea hipertermia

Objektif menurun (5) Terapeutik :

 Suhu tubuh diatas nilai  Bradikardi  Pasang alat

normal menurun (5) pemantauan suhu

Gejalan dan Tanda Minor :  Suhu tubuh kontinu, jika

Subjektif membaik (5) perlu

-  Suhu kulit  Tingkatkan

Objektif membaik (5) asupan cairan

 Kulit merah  Tekanan dan nutrisi yang

 Kejang darah adekuat

 Takikardi membaik (5)


Kolaborasi :
 Takipnea
 Kolaborasi
 Kulit terasa hangat
pemberian
Kondisi Klinis Terkait
antipiretik, jika
 Proses infeksi
perlu
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prameturitas
23 Risiko Cedera Setelah dilakukan Label: Pencegahan
tindakan keperawatan Cedera
Definisi: selama … x … menit Observasi
Berisiko mengalami bahaya atau diharapkan dapat  Identifikasi area
kerusakan fisik pada ibu selama mengatasi risiko lingkungan yang
masa kehamilan sampai dengan cedera pada berpotensi
proses persalinan. ibudengan kriteria menyebabkan
hasil: cedera
Factor Risiko: Label: Tingkat  Identifikasi obat
 Besarnya ukuran janin Cedera yang berpotensi
 Malposisi janin (posisi  Toleransi menyebabkan
posterior) aktivitan cedera
 Induksi persalinan meningkat (5)  Identifikasi
 Persalinan lama kala I, II kesesuaian alas
 Nafsu makan
dan III kaki atau stoking
meningkat (5)
 Disfungsi uterus elastis pada
 Efek metode/intervensi  Toleransi ekstremitas bawah
bedah selama persalinan makanan Terapeutik

 Kurangnya dukungan menigkat (5)  Sediakan


keluarga dan orang tua pencahayaan yang
 Kejadian cedera
 Kurang adekuatnya menurun (5)
memadai

observasi dan antisipasi  Sosialisasikan

 Keterlambatan pengambilan  Luka/lecet pasien dan

keputusan dan manajemen menurun (5) keluarga dengan

 Skrining dan perawatan lingkungan ruat


 Ketegangan otot
prenatal yang tidak adekuat rawat (mis.
menurun (5)
 Kecemasan berlebihan pada Penggunaan

proses persalinan  Fraktur menurun telepon, tempat


(5) tidur, penerangan
 Riwayat cedera pada pada
ruangan dan lokasi
persalinan sebelumnya  Perdarahan
kamar mandi)
 Usia ibu (<15 tahun atau >35 menurun (5)
 Pastikan bel
tahun)
 Ekspresi wajah panggilan atau
 Paritas banyak
kesakitan telepon mudah
 Perubahan hormonal
menurun (5) dijangkau
 Perubahan postur tubuh
 Pastikan barang-
 Ketuban pecah  Agitas menurun barang pribadi
 Proses infeksi (5) mudah dijangkau
 Penyakit penyerta  Patikan roda
 Iritabilitas
 Masalah kontraksi tempat tidur atau
menurun (5)
kursi roda dalam
Kondisi Klinis Terkait  Gangguan kondisi
1. Posisi tubuh lordosis mobilitas  Gunakan
2. Kelelahan menurun (5) pengaman tempat
3. Ketuban pecah tidur sesuai dengan
 Gangguan
4. Penurunan kadar kebijakan fasilitas
kognitif menurun
hemoglobin pelayanan
(5)
kesehatan
 Tekanan darah  Diskusikan
membaik (5) mengenai latihan
terapi fisik yang
 Frekuensi nadi
diperlukan
membaik (5)
 Diskusikan
 Frekuensi napas mengenai alat
membaik (5) bantu mobilitas
yang sesuai (mis.
 Pola
Tongkat atau alat
istirahat/tidur
bantu jalan)
membaik (5)
 Diskusikan
Bersama anggota
keluarga yang
dapat
mendampingi
pasien
Edukasi
 Jelaskan alas an
intervensi
pencegahan
jatuh ke pasien
dan keluarga
 Anjurkan
berganti posisi
secara perlahan
dan duduk
selama
beberapa menit
sebelum berdiri
Label: Perawatan
Persalinan Resiko
Tinggi
Observasi
 Identifikasi
kondisi umum
pasien
 Monitor tanda-
tanda vital
 Monitor
kelainan tanda
vital pada ibu
dan janin
 Monitor tanda-
tanda
persalinan
 Monitor denyut
jantung janin
 Identifikasi
posisi janin
dengan USG
 Identifikasi
pendarahan
pascapersalinan
Terapeutik
 Siapkan
peralatan,
termasuk
monitor janin,
ultrasound,
mesin anestesi,
persediaan
resusitasi
neonatal.
Forceps, dan
penghangat
bayi ektra
 Dukung orang
terdekat
mendampingi
pasien
 Gunakan
tindakan
pencegahan
universal
 Lakukan
perineal scrub
 Motivasi
interaksi orang
tua dengan bayi
baru lahir
segera setelah
persalinan
Edukasi
 Jelaskan
prosedur
tindakan yang
akan dilakukan
 Jelaskan
karakteristik
bayi baru lahir
yang terkait
dengan
kelahiran
berisiko tinggi
Kolaborasi
 Koordinasi
dengan tim
untuk standby
(mis.
Neonatologi,
perawat intensif
neonatal,
anestesiologi)
 Kolaborasi
pemberian
anestesi
maternal
Label: Perawatan
Kehamilan Risiko
Tinggi
Observasi
 Identifikasi
factor risiko
kehamila (mis.
Diabetes,
hipertensi,
lupus
eritmatosus,
herpes,
hepatitis, HIV,
epilepsy)
 Identifikasi
riwayat
obstetric
Terapeutik
 Damping ibu
saat merasa
cemas
 Diskusikan
seksualitas
aman selama
hamil
 Diskusikan
ketidaknyaman
an selama hamil
 Diskusikan
persiapan
persalinan dan
kelahiran
Edukasi
 Jelaskan risiko
janin
mengalami
kelahiran
premature
 Anjurkan
melakukan
perawatan diri
untuk
meningkatkan
kesehatan
 Anjurkaan ibu
untuk
beraktivitas dan
beristirahat
yang cukup
 Ajarkan cara
menghitung
gerakan janin
 Ajarkan
aktivitas yang
aman selama
hamil
Kolaborasi
 Kolaborasi
dengan spesialis
jika ditemukan
tanda dan
bahaya
kehamilan

Anda mungkin juga menyukai