KANKER SERVIKS
Oleh:
OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
KANKER SERVIKS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas
antara epitel yang melipasi ekotoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
seviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ)
(Wiknosastro,Hanifa.2005)
Kanker Serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian
squamo-columnar junction (SCJ) serviks. (Price,Sylvia.2002). Kanker
seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang
disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab
utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang
40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe
HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang
lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko
rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada
umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus
HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah
tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin
masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan
bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18.
Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV risiko rendah
adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada
HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang (Gastout et
al, 1996).
Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50%
kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki
resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim sebesar 5%. Dinyatakan
pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas terjadinya kanker serviks
pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan tetapi sifat onkogenik HPV-
18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana
transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-
16.
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahuipasti, namun ada
beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang menonjolyaitu:
a. Umur
Umur pertama kali melakukan hubungan seksual. penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksual maka semakin besar kemungkinan mendapat kanker servik.
Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
b. Jumlah Kehamilan dan Partus
Kanker servik dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat kanker servik
c. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang sangat besar terhadap kanker
serviks
d. Infeksi Virus
HPV adalah virus penyebab kutil genitalis yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16,
18, 45, dan 46. Penyebab lainnya yaitu terdapatnya virus Virus herpes
simplex Sito megalo virus
e. Sosial ekonomi
Kanker servik banyak dijumpai pada golongan social ekonomi rendah.
Mungkin faktor social ekonomi erat kaitannnya dengan gizi,
imunitas, dan kebersihan perorangan. Pada golongan sosial ekonomi
rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang. Hal ini
mempengaruhi imunitas tubuh.
f. Hygine danSirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi hal ini karena pada pria non
sirkumsisi higine penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-
kumpulansmegma.
Ca Cerviks
Psikologis
- Hipovolemi Eksternal radiasi Bau busuk
- Anemia
Kurang
pengetahuan Bau busuk Nyeri
Kelelahan
Intoleransi Gangguan
Ansietas Citra Tubuh
aktivitas
Resiko Hb
kerusakan
integritas kulit Anemia
Sel kurang O2
Gastrointestin kurang O2
Nutrisi kurang
STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis
secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau
secara mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel
basal dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar
ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi
tidak sampai ke dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas
dari infiltrat tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi
belum sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium
sampai dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai
ke dinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding
panggul, atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah
ada gangguan faal ginjal atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis
keluar panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh
5. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dini kanker serviks kebanyakan tidak menimbulkan
gejala. Akan tetapi, dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala
seperti:
a. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan yang terjadi diluar senggama (tingkat II dan III)
c. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%)
d. Perdarahan spontan saat defekasi
e. Perdarahan spontan pervaginam
Pada tahap lanjut keluhan berupa:
a. Cairan pervaginam berbau busuk
b. Nyeri panggul
c. Nyeri pinggang dan pinggul
d. Sering berkemih
e. Buang air kecil atau besar yang sakit
f. Gejala penyakit yang redidif
g. Anemi akibat perdarahan berulang
h. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous (tes PAP)
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat
ketelitiannyamelebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi
adalah cara Skriningsel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa
gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis
secara histologik.
b. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan
kolposkopi,suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah
mikroskop bertenagarendah dengan sumber cahaya didalamnya (
pembesaran 6 - 40 kali ).Kalau pemeriksaan sitologi menilai
perubahan morfologi sel - sel yangmengalami eksfoliasi, maka
kolposkopi menilai perubahan pola epiteldan vascular serviks yang
mencerminkan perubahan biokimia danperubahan metabolik yang
terjadi di jaringan serviks.
c. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat)
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak
terlihatseluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam
kanalisserviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil
secarakonisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy
harustajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
d. Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan
servikssedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut
( konus ),dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuandiagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan
kuretase. Batasjaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan kolposkopi.Jika karena suatu hal pemeriksaan
kolposkopi tidak dapat dilakukan,dapat dilakukan tes Schiller. Pada
tes ini digunakan pewarnaan denganlarutan lugol ( yodium 5g,
kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisidilakukan diluar daerah
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarnaoleh larutan lugol ).
Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan -keadaan sebagai
berikut :
1) Proses dicurigai berada di endoserviks.
2) Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3) Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4) Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
e. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel
epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel
serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang
tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).
f. Radiologi
1) Pelvik limphangiografiya
dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau
peroartik limfe.
2) Pemeriksaan intravena urografi
Dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram
intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis
digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau
terkenanya nodus limpa regional.
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang
matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan
lanjutan(tim kanker/tim onkologi), (Wiknjosastro, 1997).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung
pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum
berdasarkan stadium kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
0 Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul
dan evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat
metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
IVa, IVb Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi
8. Komplikasi
Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat
menurun yang berhubungan dengan peningkatan teknik-teknik
pembedahan tersebut. Komplikasi tersebut meliputi: fistula uretra,
disfungsi kandung kemih, emboli pulmonal, limfosit, infeksi pelvis,
obstruksi usus besar dan fistula rektovaginal.
Komplikasi yang dialami segera saat terapi radiasi adalah reaksi
kulit, sistitis radiasi dan enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemoterapi
tergantung pada kombinasi obat yang digunakan. Masalah efek samping
yang sering terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah
karena penggunaan kemoterapi yang mengandung sisplatin. (Gale
Danielle,2000)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN CARSINOMA SERVIKS (CA SERVIKS)
Manajemen Nyeri
Aktivitas :
1. Lakukan
pengkajian nyeri
koprehensif yang
meliputi lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
dan faktor
pencetus
2. Berikan informasi
mengenai nyeri
seperti penyebab,
dan antisipasi
nyeri.
3. Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri.
6. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan:
volume cairan b/d tindakan keperawatan Jaga intake/asupan
kehilangan cairan selama …x24 jam volume yang akurat dan catat
aktif cairan pasien seimbang output (pasien)
Monitor status hidrasi
Kriteria Hasil : (misalnya, membrane
1. Tekanan darah normal mukosa lembab,
2. Denyut nadi normal denyut nadi adekuat,
3. Keseimbangan intake dan tekanan darah
dan output dalam 24 ortostatik)
jam Monitor tanda-tanda
4. Turgor kulit normal vital pasien
5. Kelembapan Ditribusikan asupan
membrane mukosa cairan selama 24 jam
Persiapkan pemberian
produk-produk darah
(misalnya, cek darah
dan mempersiapkan
pemasangan infus)
Monitor cairan:
Tentukan jumlah dan
jenis intake/asupan
cairan serta kebiasaan
eliminasi
Periksa turgor kulit
dengan memegang
jaringan sekitar tulang
seperti tangan atau
tulang kering,
mencubit kulit dengan
lembut, pegang dengan
kedua tangan dan
lepaskan (dimana kulit
akan turun kembali
dengan cepat jika
pasien terhidrasi
dengan baik)
Monitor membran
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus
Pastikan bahwa semua
IV dan asupan enteral
berjalan dengan benar,
terutama jika tidak
diatur oleh pompa
infus
7. Gangguan Citra Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu pasien untuk
Tubuh berhubungan keperawatan selama….x mendiskusiakn
dengan Penyakit 24 jam diharapkan pasien perubahan-perubahan
terbebas dari gangguan yang disebabkan oleh
kehamilan normal
Kriteria Hasil : dengan cara yang tepat
1. Penyesuaian 2. Tentukan perubahan
terhadap fisik saat ini apakah
perubahan fungsi berkontribusi pada
tubuh citra diri pasien
2. Penyesuaian 3. Bantu pasien untuk
terhadap mendiskusikan
perubahan status perubahan-perubahan
kesehatan bagiaan tubuh yang
3. Penyesuaian disebabkan adanya
terhadap penyakit atau
perubuahan status pembedahan, dengan
kesehatan cara yang tepat
4. Perubahan 4. Bantu pasien untuk
terhadap mendiskusikan sressor
perubahan tubuh yang mempengaruhi
akibat cidera citra diri terkait dengan
kondisi kongenital,
cedera, penyakit atau
pembedahan
5.Monitor apakah pasien
bisa melihat bagian
tubuh mana yang
berubah
8. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan
berhubungan intervensi keperawatan
dengan gaya hidup selama … x 24 kegiatan 1. Terapi aktifitas.
kurang gerak aktivitas menjadi normal 2. Peningkatan
mekanisme tubuh
Kriteria Hasil : 3. Peningkatan latihan:
1. Outcome untuk latihan kekuatan,
mengukur peregangan
penyelesaian dari 4. Terapi latihan:
diagnosa ambulansi, pererakan
Toleransi aktifitas sendi, kontrol otot
2. Outcome tambahan 5. Manajemen
untuk mengukur pengobatan
batasan karateristik 6. Menajemen nyeri
- Tingkat 7. Manajemen berat
ketidaknyamanan badan
- Peraatan diri:
aktifitas sehari-
hari
3. Otcome yangberkaitan
dengan faktor yang
berhubungan atau
otucome menengah
- Ambulansi
- Ambulansi: kursi
roda
- rilaku patuh:
aktifitas yang
disarankan
- Konsekuensi
imobilitas:
fisiologi
- Pergerakan
- Kebugaran fisik
DAFTAR PUSTAKA
Wiknosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi ke 2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6 Volume 2. Jakarta : EGC.
Nurarif, Huda Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:Mediaction
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta:EGC
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global
Rights.
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.
Denpasar, 3 maret 2017
…………………………………… …………………………………….
NIP NIM
Pembimbing Akademik / CT
…………………………………………
NIP.