Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KERACUNAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat

Disusun oleh:

Ahmad Sidik
J2214901041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022/2023
A. PENGERTIAN
Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui
saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang
menimbulkan gejala klinis.
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap, diabsorpsi,
menempel pada kulit, atau dialirkan didalam tubuh dalam jumlah yang
relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Reaksi kimia racun mengganggu sistem kardiovaskular, pernapasan sistem
saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013).
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai
untuk membunuh serangga. Organofosfat adalah insektisida yang paling
toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan
pada manusia (Arisman, 2008).

B. PATOFISIOLOGI
Organofosfat adalah persenyawaan yang tergolong antikholinesterase.
Dampak organofosfat terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung
dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase.
Enzim kholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan
asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung
syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS)
dan akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh
otak. Apabila tubuh terpapar organofosfat, maka mekanisme kerja enzim
kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem
syaraf. Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau
hewan, pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena
kholinesterase tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf
mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat dari
otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot
pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh juga akan
menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi
akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas
akan menyebabkan gangguan sistem syaraf, baik sistem saraf pusat, sistem
saraf simpatis dan parasimpatis yang berupa aktifitas kolinergik secara
terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini
selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan
(Prijanto, 2009).

C. PATH-WAY

Masuknya insektisida Intoksikasi


organofosfat ke insektisida
gastrointestinal organofosfat

Respon Psikologis Hambatan aktivikasi Penurunan asupan


enzim asetilkolinesterase makanan
(Ache)
Koping individu tidak efektif
kecemasan Ketidakseimbangan
pemenuhan informasi Akumulasi asetilkolin nutrisi kurang dari
pada ujung saraf kebutuhan tubuh

Efek stimulasi Efek stimulasi nikotinik


muskarinik pada saraf Efek stimulasi nikotinik muskarinik pada sistem
parasimpatis pada sistem saraf saraf pusat
simpatis

Bronkospasme, hipotensi, Agitasi, gagal nafas,


bradikardi, miosis, muntah, Takikardi, Hipertensi, penurunan tingkat
berkeringat, diare, sering Midriasis kesadaran dan koma
kencing dan hipersaliva.

Ketidakefektifan pola nafas


Penurunan aliran udara, Resiko ketidakefektifan perfusi
hipoksia, penurunan aliran jaringan otak
darah sistemik, peningkatan
hilangnya cairan tubuh
Gangguan tidak dapat
dikoreksi
Gangguan pertukaran gas
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer Gagal kardiorespirasi
Ketidakseimbangan elektrolit

Kematian
Efek akumulasi asetilkolin
Kelelahan, Kelemahan Intoleransi Aktivitas
pada neuromuskular
fisik, fasikulasi
junction

D. KEMUNGKINAN DATA FOKUS


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi
hipersaliva
2) (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas
cepat dan dalam
3) (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif
maka percernaan akan mengalami perdarahan dalam terutama
lambung.
4) (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang
kesadaran apabila keracunan dalam dosis yang banyak.
5) (Eksposure) : Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan,
pernafasan cepat, kejang, hipertensi, aritmia, pucat,
hipersaliva
6) (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri
kateter diperlukan untuk pengeluaran urin
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual
muntah, perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan
rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2) Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan
racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah
keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan
sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
c. Focus Pengkajian fisik
1) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi
dan perdarahan saluran pencernaan
2) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,
disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
3) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan
berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic
dalam jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan
ketosis.
5) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
trombositopenia.
6) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia,
hipokalsemia atau hipokalsemia

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (urin, gula
darah, cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas
serum, elektrolit, urea, kreatinin, glukosa, transaminase hati). EKG, untuk
melihat dan memantau kerja dari jantung, Foto toraks/abdomen, untuk
melihat apakah terjadi perubahan pada organ pernafasan dan organ
pencernaan, Tes toksikologi kuantitatif (Boswick, 1997).
1. Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak
membantu.
2. Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat
membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di
bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar
barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan
barbiturate.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala :
a. Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
b. Gangguan sistem susunan saraf pusat :
1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
2) Odem otak : beri manitol atau dexametason
c. Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata
miosis, kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi, depresi
pernafasan dan kejang.
Tindakan : Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar.
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada
reseptor muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek nikotinik.
Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05
mg/kgBB, IV perlahan dilanjutkan dengan 0,02-0,05mg/kgBB
setiap 5-20 menit sampai atropinisasi sudah adekuat atau
dihentikan bila :
1) Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
2) Pupil dilatasi (melebar)
3) Mukosa mulut kering
4) Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan
disesuaikan dengan respon penderita. Pengobatan
maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita,
atropin diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara
bertahap. Meskipun atropin sudah diberikan masih bisa
terjadi gagal nafas karena atropin tidak mempunyai pengaruh
terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot) organofosfat
2. Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.
Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine
yang menghambat reseptor serotonin di Susunan Syaraf Pusat (SSP)
dan saluran cerna. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan post-
operasi, dan gejala mual dan muntah akibat keracunan. Beberapa
contoh obat yang termasuk golongan ini adalah : Domperidon,
Ondansentron, Dolasetron (Boswick, 1997).
3. Pengobatan Supportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap dan untuk
mencegah serta mengobati komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus
dekubitus, edema otak & paru, pneumonia, rhabdomiolisis (kumpulan
gejala yang ditimbulkan karena gangguan dalam sel-sel otot), gagal
ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau
syok berkepanjangan. Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-1g /kgBB
IV, Kejang : diazepam 0,2-0,3mg /kgBB IV (Boswick, 1997).
4. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam)
dengan cara
a. Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan
reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian air garam atau
sirup ipekak. Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan
pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah,
bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
b. Bilas lambung :
1) Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
2) Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium
bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %.
3) Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
4) Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang (Arisman,
2009).
G. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif : Intoksikasi intektisida
organofosfat Pola Nafas Tidak
1. Klien menyatakan sulit
Efektif
untuk bernafas
Hambatan aktivasi enzim
2. Klien menyatakan merasa
asetilkolinesterase
seperti tercekik

Akumulasi asetilkolin pada


Data Objektif : ujung saraf
1. Perubahan kedalaman
pernafasan Efek stimulasi nikotinik
muskarinik pada sistem saraf
2. Takipnea
pusat
3. Suara nafas abnormal
4. Penggunaan otot bantu
Agitasi, gagal nafas.
nafas
5. Pernafasan cuping hidung
6. Pernafasaan pursed lip
Data Subjektif : Intoksikasi intektisida
organofosfat Gangguan Pertukaran
1. Klien mengatakan
Gas
penglihatanya kabur
Hambatan aktivasi enzim
asetilkolinesterase
Data Objektif :
1. pH darah arteri abnormal
Akumulasi asetilkolin pada
2. Dispnea ujung saraf
3. Hipoksia
4. Takikardi Efek stimulasi nikotinik
muskarinik pada sistem saraf
5. Somnolen
simpatis

Takikardi, Hipertensi, Midriasis


Data Subjektif : Masuknya insektisida
organofosfat ke GI Ansietas
1. Klien menyatakan kawatir
karena perubahan dalam
Intoksikasi insektisida
peristiwa hidup.
organofosfat

Respon psikologis
Data Objektif :
1. Perilaku : gelisah, agitasi
2. Affektive: ketakutan,
3. Fisiologis: suara
bergetar, gemetar,
peningkatan keringat,
4. Respirasi meningkat, nadi
meningkat, tekanan darah
meningkat

Data Subjektif : Intoksikasi insektisida


organofosfat Intoleran aktivitas
1. Klien menyatakan merasa
letih,
Efek akumulasi asetilkolin pada
2. Klien menyatakan mersa
neuromuskular junction
lemah,

Data Objektif : Kelelahan, kelemahan fisik


1. Respon terkanan darah
abnormal terhadap
aktivitas,
2. Respon frekuensi jantung
abnormal terhadap
aktivitas,
H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
ditandai dengan penggunaan otot bantu nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler
(atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar edema paru / efusi, sekresi
berlebihan / pendarahan aktif)
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
merasa bingung, tampak gelisah.
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Mengeluh Lelah, Frekuensi
jantung meningkat, Tekanan darah berubah
I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Efektif keperawatan selama x24 jam Observasi
diharapkan pola napas membaik 1. Monitor frek,irama, kedalaman, dan upaya napas
dengan kriteria hasil; 2. Monitor pola napas (takipnea)
1. Dyspnea menurun dengan skala 3. Monitor kemampuan batuk efektif
(5)
4. Monitor adanya produksi sputum
2. Ortopnea menurun dengan
skala (5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Pernapasan pursed lip menurun 6. Auskultasi bunyi napas
dengan skala (5) Terapeutik
4. Pernapasan cuping hidung 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
menurun dengan skala (5) pasien
5. Frekuensi napas membaik 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
dengan skala (5) Edukasi
6. Kedalaman napas membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
dengan skala (5) 2. Informasikan hasil pemantauan
7. Retraksi dinding dada membaik
dengan skala (5)
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan karbon dioksida pada 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
membran alveolus/ kapiler dalam batas 2. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafs
normal. 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
dengan kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran meningkat Terapeutik
2. Dyspnea menurun Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
3. Bunyi napas tambahan menurun
4. Takikardia menurun Edukasi
5. Pusing membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
6. Penglihatan kabur menurun 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
7. Diaphoresis menurun Terapi oksigen
8. Gelisah menurun
Observasi
9. Napas cuping hidung menurun
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
10. PCO2
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
11. PO2
3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan
12. pH arteri
fraksi yang diberikan cukup
13. Sianosis membaik
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri,
14. Pola napas membaik
Analisa gas darah)
15. Warna kulit membaik
5. Monitor kemampuan melepaska oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelectasis
8. Monitor kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukos hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan
5. Tetap berika oksigen saat pasien di transportasi
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi;
diharapkan tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
dengan kriteria hasil : (mis.kondisi,waktu,stressor )
1. Verbalisasi kebingungan cukup 2. Indentifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun 3. Identfikasi tanda-tanda ansietas (verbal dan
2. Verbalisasi khawatir akibat Nonverbal)
kondisi yang dihadapi cukup Terapeutik;
menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
3. Perilaku gelisah dan tegang kepercayaan
cukup menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
4. Keluhan pusing cukup menurun memungkinkan
5. Anoreksia cukup menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
6. Frekuensi napas cukup 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
menurun, 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
7. Frekuensi nadi cukup menurun 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
8. Tekanan darah cukup menurun kenyamanan
9. Tremor menurun 7. Motivasi yang mengidentifikasi yang memicu
10. Pucat cukup menurun kecemasan
11. Konsentrasi cukup membaik 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
12. Pola tidur ckup membaik yang akan datang
13. Perasaan keberdayaan cukup Edukasi ;
membaik 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jka
perlu
3. Anjurkan melakukan kegiatan yang kompetitif, sesuai
kebutuhan
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
6. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
7. Latih teknik relaksasi
Teknik menenangkan
Observasi;
1. Identifikasi masalah yang dialami
Terapeutik ;
1. Buat kontrak dengan pasien
2. Ciptakan ruangan yang tenang dan nyaman
Edukasi;
1. Anjurkan mendengarkan musik yang lembut atau
musik yang disukai
2. Anjurkan berdoa, berzikir, membaca kitab suci, ibadah
sesuai agama yang dianut
3. Anjurkan melakukan teknik menenangkan hingga
perasaan menjadi tenang.
4. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gngguan fungsi tubuh yang
meningkat. mengakibatkan kelelahan
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Kemudahan dalammelakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari hari meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanana selama
 Kekuatan tubuh bagian atas dan melakukan aktivitas
bawah meningkat Terapeutik
 Keluhan lelah menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
 Dispnea saat aktivitas menurun (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan pelatihan rentang gerak pasif atau aktif
3. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2008. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta


Boswick, J. 1997. Perawatan Gawat Darurat. EGC. Jakarta
Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnose Definition &
Clasification, 2012-2014. Oxford. Wiley-Blackwell
Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Yogyakarta.
Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat
Pada Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten
Magelang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Semarang.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Schmacer (2013) skema diagnosa dan penatalaksanaan gawat darurat, Jakarta.
EGC

Anda mungkin juga menyukai