Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KERACUNAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat

Disusun oleh:

Rivan Fadlur Rohman


J2214901023

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022/2023
A. PENGERTIAN
Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik
melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau
mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap, diabsorpsi,
menempel pada kulit, atau dialirkan didalam tubuh dalam jumlah
yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya
reaksi kimia. Reaksi kimia racun mengganggu sistem kardiovaskular,
pernapasan sistem saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal
(Nurarif & Kusuma, 2013).
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang
dipakai untuk membunuh serangga. Organofosfat adalah insektisida
yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada manusia (Arisman, 2008).

B. PATOFISIOLOGI
Organofosfat adalah persenyawaan yang tergolong
antikholinesterase. Dampak organofosfat terhadap kesehatan
bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas
pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia
diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase
berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat.
Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf
berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS) dan
akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh
otak. Apabila tubuh terpapar organofosfat, maka mekanisme kerja
enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada
sistem syaraf. Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia
atau hewan, pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena
kholinesterase tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf
mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat
dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat
otot-otot pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh juga
akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga
terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan
tersebut diatas akan menyebabkan gangguan sistem syaraf, baik
sistem saraf pusat, sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang
berupa aktifitas kolinergik secara terus menerus akibat asetilkholin
yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini selanjutnya akan dikenal sebagai
tanda-tanda atau gejala keracunan (Prijanto, 2009).

C. PATH-WAY

Masuknya insektisida Intoksikasi


organofosfat ke insektisida
gastrointestinal organofosfat

Respon Psikologis Hambatan aktivikasi Penurunan asupan


enzim asetilkolinesterase makanan
(Ache)
Koping individu tidak efektif
kecemasan
Ketidakseimbangan
pemenuhan informasi Akumulasi asetilkolin nutrisi kurang dari
pada ujung saraf kebutuhan tubuh

Efek stimulasi Efek stimulasi nikotinik


muskarinik pada saraf Efek stimulasi nikotinik muskarinik pada sistem
parasimpatis pada sistem saraf saraf pusat
simpatis

Bronkospasme, hipotensi, Agitasi, gagal nafas,


bradikardi, miosis, muntah, Takikardi, Hipertensi, penurunan tingkat
berkeringat, diare, sering Midriasis kesadaran dan koma
kencing dan hipersaliva.

Ketidakefektifan pola nafas


Resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
Penurunan aliran udara,
hipoksia, penurunan aliran
darah sistemik, peningkatan
hilangnya cairan tubuh
Gangguan tidak dapat
dikoreksi
Gangguan pertukaran gas
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Gagal kardiorespirasi
Ketidakseimbangan elektrolit

Kematian
Efek akumulasi asetilkolin
Kelelahan, Kelemahan Intoleransi Aktivitas
pada neuromuskular
fisik, fasikulasi
junction

D. KEMUNGKINAN DATA FOKUS


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) (Airway): Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi
hipersaliva
2) (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas
cepat dan dalam
3) (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat
korosif maka percernaan akan mengalami perdarahan
dalam terutama lambung.
4) (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang
kesadaran apabila keracunan dalam dosis yang banyak.
5) (Eksposure) : Nyeri perut, perdarahan saluran
pencernaan, pernafasan cepat, kejang, hipertensi, aritmia,
pucat, hipersaliva
6) (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri
kateter diperlukan untuk pengeluaran urin
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual
muntah, perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva,
dan rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2) Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan,
bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui
setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus
keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan
kapan terjadinya.
c. Focus Pengkajian fisik
1) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut,
dehidrasi dan perdarahan saluran pencernaan
2) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam
tinnitus, disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
3) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan
berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam
organic dalam jumlah besar, hipoglikemi atau
hiperglikemi dan ketosis.
5) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
trombositopenia.
6) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia,
hipokalsemia atau hipokalsemia

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (urin,
gula darah, cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap,
osmolalitas serum, elektrolit, urea, kreatinin, glukosa, transaminase
hati). EKG, untuk melihat dan memantau kerja dari jantung, Foto
toraks/abdomen, untuk melihat apakah terjadi perubahan pada organ
pernafasan dan organ pencernaan, Tes toksikologi kuantitatif
(Boswick, 1997).
1. Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak
membantu.

2. Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma


sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya
menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah :
keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk
penentuan derajat keracunan barbiturate.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala :
a. Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
b. Gangguan sistem susunan saraf pusat :
1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
2) Odem otak : beri manitol atau dexametason
c. Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala,
mata miosis, kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi,
depresi pernafasan dan kejang.
Tindakan : Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar.
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada
reseptor muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek
nikotinik.
Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan dengan dosis
0,05 mg/kgBB, IV perlahan dilanjutkan dengan
0,02-0,05mg/kgBB setiap 5-20 menit sampai atropinisasi
sudah adekuat atau dihentikan bila :
1) Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
2) Pupil dilatasi (melebar)
3) Mukosa mulut kering
4) Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan
disesuaikan dengan respon penderita. Pengobatan
maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita,
atropin diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan
secara bertahap. Meskipun atropin sudah diberikan masih
bisa terjadi gagal nafas karena atropin tidak mempunyai
pengaruh terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot)
organofosfat
2. Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat
muntah.
Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-
tryptamine yang menghambat reseptor serotonin di Susunan
Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna. Obat ini dapat digunakan
untuk pengobatan post-operasi, dan gejala mual dan muntah
akibat keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk golongan
ini adalah : Domperidon, Ondansentron, Dolasetron (Boswick,
1997).
3. Pengobatan Supportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap dan
untuk mencegah serta mengobati komplikasi sekunder seperti
aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia,
rhabdomiolisis (kumpulan gejala yang ditimbulkan karena
gangguan dalam sel-sel otot), gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi
organ menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan.
Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-1g /kgBB IV, Kejang :
diazepam 0,2-0,3mg /kgBB IV (Boswick, 1997).
4. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4
jam) dengan cara
a. Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik
(menekan reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian
air garam atau sirup ipekak. Kontraindikasi : cara ini tidak
boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa
kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan
penderita kejang.
b. Bilas lambung :
1) Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
2) Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit,
Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %.
3) Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
4) Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang
(Arisman, 2009).

G. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif : Intoksikasi intektisida
organofosfat Pola Nafas Tidak
1. Klien menyatakan sulit
Efektif
untuk bernafas
Hambatan aktivasi enzim
2. Klien menyatakan merasa
asetilkolinesterase
seperti tercekik

Akumulasi asetilkolin pada


Data Objektif : ujung saraf
1. Perubahan kedalaman
pernafasan Efek stimulasi nikotinik
muskarinik pada sistem saraf
2. Takipnea
pusat
3. Suara nafas abnormal
Agitasi, gagal nafas.
4. Penggunaan otot bantu
nafas
5. Pernafasan cuping hidung
6. Pernafasaan pursed lip
Data Subjektif : Intoksikasi intektisida
organofosfat Gangguan Pertukaran
1. Klien mengatakan
Gas
penglihatanya kabur
Hambatan aktivasi enzim
asetilkolinesterase
Data Objektif :
1. pH darah arteri abnormal
Akumulasi asetilkolin pada
2. Dispnea ujung saraf
3. Hipoksia
4. Takikardi Efek stimulasi nikotinik
muskarinik pada sistem saraf
5. Somnolen
simpatis

Takikardi, Hipertensi,
Midriasis
Data Subjektif : Masuknya insektisida
organofosfat ke GI Ansietas
1. Klien menyatakan
kawatir karena
Intoksikasi insektisida
perubahan dalam
organofosfat
peristiwa hidup.

Respon psikologis

Data Objektif :
1. Perilaku : gelisah, agitasi
2. Affektive: ketakutan,
3. Fisiologis: suara
bergetar, gemetar,
peningkatan keringat,
4. Respirasi meningkat,
nadi meningkat, tekanan
darah meningkat

Data Subjektif : Intoksikasi insektisida


organofosfat Intoleran aktivitas
1. Klien menyatakan
merasa letih,
Efek akumulasi asetilkolin
2. Klien menyatakan mersa
pada neuromuskular junction
lemah,

Data Objektif : Kelelahan, kelemahan fisik


1. Respon terkanan darah
abnormal terhadap
aktivitas,
2. Respon frekuensi jantung
abnormal terhadap
aktivitas,

H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
ditandai dengan penggunaan otot bantu nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-
kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar edema paru / efusi,
sekresi berlebihan / pendarahan aktif)
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan merasa bingung, tampak gelisah.
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Mengeluh Lelah,
Frekuensi jantung meningkat, Tekanan darah berubah
I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Efektif keperawatan selama x24 jam Observasi
diharapkan pola napas membaik 1. Monitor frek,irama, kedalaman, dan upaya napas
dengan kriteria hasil; 2. Monitor pola napas (takipnea)
1. Dyspnea menurun dengan 3. Monitor kemampuan batuk efektif
skala (5)
4. Monitor adanya produksi sputum
2. Ortopnea menurun dengan
skala (5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Pernapasan pursed lip 6. Auskultasi bunyi napas
menurun dengan skala (5) Terapeutik
4. Pernapasan cuping hidung 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
menurun dengan skala (5) pasien
5. Frekuensi napas membaik 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
dengan skala (5) Edukasi
6. Kedalaman napas membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
dengan skala (5) 2. Informasikan hasil pemantauan
7. Retraksi dinding dada
membaik dengan skala (5)
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan karbon dioksida pada 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
membran alveolus/ kapiler dalam 2. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya
batas normal. nafs
dengan kriteria hasil : 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Dyspnea menurun Terapeutik
3. Bunyi napas tambahan Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
menurun Edukasi
4. Takikardia menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. Pusing membaik 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
6. Penglihatan kabur menurun Terapi oksigen
7. Diaphoresis menurun
8. Gelisah menurun Observasi
9. Napas cuping hidung 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
menurun 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
10. PCO2 3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan
11. PO2 pastikan fraksi yang diberikan cukup
12. pH arteri 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri,
13. Sianosis membaik Analisa gas darah)
14. Pola napas membaik 5. Monitor kemampuan melepaska oksigen saat
15. Warna kulit membaik makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelectasis
8. Monitor kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukos hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan
5. Tetap berika oksigen saat pasien di transportasi
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi;
diharapkan tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
menurun dengan kriteria hasil : (mis.kondisi,waktu,stressor )
1. Verbalisasi kebingungan 2. Indentifikasi kemampuan mengambil keputusan
cukup menurun 3. Identfikasi tanda-tanda ansietas (verbal dan
2. Verbalisasi khawatir akibat Nonverbal)
kondisi yang dihadapi cukup Terapeutik;
menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
3. Perilaku gelisah dan tegang kepercayaan
cukup menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
4. Keluhan pusing cukup memungkinkan
menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
5. Anoreksia cukup menurun 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
6. Frekuensi napas cukup 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
menurun, menyakinkan
7. Frekuensi nadi cukup 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
menurun kenyamanan
8. Tekanan darah cukup 7. Motivasi yang mengidentifikasi yang memicu
menurun kecemasan
9. Tremor menurun 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
10. Pucat cukup menurun yang akan datang
11. Konsentrasi cukup membaik Edukasi ;
12. Pola tidur ckup membaik 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin
13. Perasaan keberdayaan cukup dialami
membaik 2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jka
perlu
3. Anjurkan melakukan kegiatan yang kompetitif,
sesuai kebutuhan
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
6. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
7. Latih teknik relaksasi
Teknik menenangkan
Observasi;
1. Identifikasi masalah yang dialami
Terapeutik ;
1. Buat kontrak dengan pasien
2. Ciptakan ruangan yang tenang dan nyaman
Edukasi;
1. Anjurkan mendengarkan musik yang lembut atau
musik yang disukai
2. Anjurkan berdoa, berzikir, membaca kitab suci,
ibadah sesuai agama yang dianut
3. Anjurkan melakukan teknik menenangkan hingga
perasaan menjadi tenang.
4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Tindakan
Aktivitas keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gngguan fungsi tubuh yang
meningkat. mengakibatkan kelelahan
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Kemudahan dalammelakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari hari 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanana selama
meningkat melakukan aktivitas
 Kekuatan tubuh bagian atas Terapeutik
dan bawah meningkat 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
 Keluhan lelah menurun (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
 Dispnea saat aktivitas 2. Lakukan pelatihan rentang gerak pasif atau aktif
menurun 3. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajurkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2008. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta


Boswick, J. 1997. Perawatan Gawat Darurat. EGC. Jakarta
Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnose Definition &
Clasification, 2012-2014. Oxford. Wiley-Blackwell
Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Yogyakarta.
Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat
Pada Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang. Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang. Semarang.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Schmacer (2013) skema diagnosa dan penatalaksanaan gawat darurat,
Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai