Abstrak
Trakeoesofageal fistula (TEF) merupakan kelainan esofagus yang bersifat kongenital ditandai dengan
fistula antara trakea dan esofagus yang merupakan koneksi abnormal yang dapat disertai putusnya antara
distal dan proksimal esofagus. Mortalitas pasien TEF tergolong tinggi meskipun telah dilakukan operasi.
Insidensi TEF kongenital mencapai 1:2.400‒4.500 kelahiran hidup. Tujuan penelitian ini mengetahui angka
mortalitas dan faktor yang memengaruhi pada pasien TEF yang menjalani operasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 2010–2015. Metode penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan secara retrospektif
terhadap 35 rekam medik pasien TEF yang menjalani operasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada
tahun 2010‒2015. Hasil penelitian ini menunjukkan angka mortalitas pascaoperasi pasien TEF sebesar 19
dari 34 dan mortalitas tertinggi terjadi pada perempuan 7 dari 12, bayi lahir lahir prematur 5 dari 5, berat
badan lahir kurang dari 1.500 gram 1 dari 1, TEF tipe C 19 dari 32, riwayat persalinan di bidan/Puskesmas 9
dari 11, disertai kelainan kongenital penyerta selain kelainan anorektal, usia saat operasi lebih dari 7 hari 15
dari 17, penyulit preoperatif lebih dari satu, lama operasi lebih dari 3 jam, tidak dilakukan ekstubasi 15 dari
20, kenaikan berat badan lebih dari 10% 14 dari 18, leakage pascaoperasi dan faktor penyulit pascaoperasi
lebih dari satu. Simpulan Angka mortalitas pasien TEF yang menjalani operasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 2010–2015 sebanyak 54,3%.
Tracheoesophageal fistula (TEF) is a disorder of the esophagus that is characterized by congenital fistula
between the trachea and esophagus creating an abnormal connection that can be accompanied by a break
between distal and proximal esophagus. TEF patient mortality is high despite surgery. The incidence of
congenital TEF reaches 1:2,400‒4,500 live births. The purpose of this study was to determine the mortality
rate and factors affecting mortality in TEF patients in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung during
the period of 2010‒2015. This was a descriptive retrospective study on 35 the medical records of patients
undergone TEF surgery in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in 2010‒2015. Results of this
study showed a mortality rate of 19 out of 34 among TEF postoperative patients with the highest mortality
seen among females, 7 of 12; premature babies, 5 of 5; babies with birth weight less than 1,500 g, 1 of 1;
patients with type C TEF, 19 of 36; history of delivery with midwife/Public Health Center, 9 of 11; babies wih
congenital abnormalities other than anorectal disease; age at surgery of more than 7 days, 15 of 17; patients
with more than one preoperative complication; surgery time of more than 3 hours; no extubation, 15 of 20;
patients with weight gain more than 10%, 14 of 18; patients with postoperative leakage; and more than one
postoperative complication. In conclusion, the mortality rate of tracheoesophageal fistula (TEF) patients
undergone surgery in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in 2010–2015 is 54.3%.
Tabel 4 Mortalitas Subjek Penelitian berdasar atas Faktor Preoperatif, Intraoperatif, dan
Pascaoperasi
Kelompok Jumlah
Variabel
Hidup Mati (n=35)
Luaran pascaoperasi 16 19 35
Faktor preoperatif
Tanpa penyakit preoperatif 11 1 12
Pneumonia 2 2 4
Sepsis 3 1 4
Pneumonia dan sepsis 0 9 9
Pneumonia dan kelainan jantung 0 2 2
Pneumonia dan kebutuhan ventilator 0 1 1
Pneumonia, sepsis, dan kelainan 0 1 1
jantung
Pneumonia, sepsis, kelainan jantung, 0 1 2
dan kebutuhan ventilator
Faktor intraoperatif
Lama operasi (jam)
<3 16 13 29
>3 0 6 6
Ekstubasi
Dilakukan 11 4 15
Tidak dilakukan 5 15 20
Kenaikan berat badan
<10% 12 5 17
>10% 4 14 18
Faktor pascaoperasi
Tanpa penyulit 11 0 11
Pneumonia 1 0 1
Sepsis 1 0 1
Leakage 0 1 1
Kebutuhan ventilator 3 0 3
Pneumonia, sepsis, dan leakage 0 2 2
Pneumonia, sepsis, dan kebutuhan 0 12 12
ventilator
Pneumonia, sepsis, leakage, dan 0 3 3
kebutuhan ventilator
Sepsis dan leakage 0 1 1
mempunyai usia kehamilan matur sebanyak riwayat persalinan sebagian besar lahir di
30 dari 35 subjek, dengan BBL terbanyak RSU/swasta sebanyak 24 dari 35 subjek.
lebih dari 2.500 gram. Sebagian besar adalah Pasien dengan kelainan kongenital sebanyak
TEF tipe C sebanyak 32 dari 35 subjek dengan 9 dari 35 dengan kelainan jantung merupakan
kelainan kongenital terbanyak, yaitu 4 dari tinggi, yaitu sebanyak 14 dari 18 serta pasien
35. Sebagian besar operasi dilakukan pada dengan penyulit pascaoperasi ≥2 (pneumonia,
saat usia antara 2–7 hari sebanyak 18 dari 35 sepsis, kebutuhan ventilator dan leakage)
(Tabel 1). mempunyai angka mortalitas lebih tinggi yaitu
Pasien TEF yang mejalani operasi sebagian semua meninggal (Tabel 4).
besar disertai penyulit preoperatif sebanyak
23 dari 35, dengan penyulit preoperatif yang Pembahasan
paling banyak adalah pneumonia dan sepsis
sebanyak 9 dari 35. Berdasar atas lama Trakeoesofageal fistula (TEF) dan atresia
operasi pada umumnya memerlukan waktu esofagus (AE) merupakan kelainan esofagus
operasi kurang dari 3 jam, dan sebagian besar yang bersifat kongenital yang ditandai dengan
tidak dilakukan ekstubasi dengan kenaikan BB fistula antara trakea dan esofagus yang
lebih dari 10% sebanyak 18 dari 35. Setelah merupakan koneksi abnormal yang dapat
operasi sebagian besar mengalami penyulit disertai putusnya antara distal dan proksimal
pascaoperasi sebanyak 24 dari 35 dengan esofagus.1,2 Meskipun angka kejadian TEF
penyulit terbanyak pasien dengan kebutuhan termasuk langka, morbiditas dan mortalitas
ventilator sebanyak 18 dari 15 terdiri atas 15 akibat TEF perlu perhatian yang serius.3
pasien dengan peneumonia dan 3 pasien tanpa Pada penelitian ini didapatkan mortalitas
pneumonia (Tabel 2). pasien TEF yang menjalani operasi di RSUP
Pasien TEF yang menjalani operasi sebanyak Dr. Hasan Sadikin Bandung dari tahun 2010–
35 pasien dengan mortalitas sebanyak 19 2015 sebanyak 54,3%. Morbiditas pasien
dengan usia saat masuk rumah sakit rata- TEF disebabkan oleh aspirasi berulang yang
rata 3,31±3,27 dengan rentang usia 1–13 berisiko menyebabkan pneumonia.4 Prognosis
hari. Jenis kelamin perempuan mengalami pasien TEF berhubungan dengan kelainan
mortalitas terbanyak dibanding dengan kongenital penyerta, pneumonia, sepsis, BBL,
laki-laki. Neonatus prematur mempunyai usia kehamilan, dan kebutuhan ventilator
mortalitas lebih tinggi, yaitu sebanyak 5 dari mekanik.5 Kelainan kongenital utama yang
5 dan yang mempunyai BBL kurang dari 1.500 berkaitan dengan mortalitas pasien TEF adalah
gram mempunyai angka mortalitas sebanyak 1 kelainan jantung. Selain itu, lama operasi dan
dari 1. Pasien TEF tipe C mortalitasnya lebih usia saat operasi memengaruhi luaran pasien
tinggi, yaitu sebanyak 19 dari 35. Sebagian TEF.6
besar pasien TEF yang disertai lebih dari Penelitian di India yang dilakukan selama
satu kelainan kongenital penyerta (kelainan 3 tahun menyatakan bahwa angka mortalitas
jantung) mempunyai angka mortalitas sebesar 40%. Penelitian di Saudi Arabia yang
lebih tinggi dan yang dilahirkan di bidan/ dilakukan selama 20 tahun menyatakan bahwa
puskesmas mortalitas lebih tinggi, yaitu 9 dari mortalitas pasien TEF yang dilakukan operasi
11. Neonatus dengan usia saat operasi lebih sebanyak 20,9%. Data ini menunjukkan bahwa
dari 7 hari mortalitasnya lebih tinggi, yaitu angka mortalitas di Indonesia dan India masih
sebanyak 15 dari 17(Tabel 3). tinggi, hal ini dipengaruhi oleh prognosis pasien
Pasien TEF dengan penyulit preoperatif TEF seperti kelainan kongenital penyerta,
≥2 (pneumonia dan sepsis) mempunyai pneumonia, sepsis, BBL, usia kehamilan, dan
angka mortalitas lebih tinggi yaitu 100% kebutuhan ventilator mekanik. Selain itu,
dan yang dilakukan operasi lebih dari 3 jam terdapat perbedaan jumlah sampel dan lama
mempunyai angka mortalitas lebih tinggi, waktu yang diteliti sehingga memengaruhi
yaitu sebanyak 6 dari 6 subjek. Pasien yang luaran angka mortalitas tersebut.4,7
tidak dilakukan ekstubasi mempunyai angka Pasien TEF pada penelitian ini terdiri
mortalitas lebih tinggi, yaitu sebanyak 15 dari atas laki-laki sebanyak 23 dari 35. Penelitian
20, dan yang mengalami kenaikan BB lebih sebelumnya mengungkapkan bahwa jenis
dari 10% mempunyai angka mortalitas lebih kelamin dan ras tidak berhubungan dengan
kejadian TEF. Penelitian di India tahun seperti mudah terjadi hipotermia karena
2003 menemukan bahwa kasus TEF dan EA kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang
sebagian besar laki-laki. Penelitian tersebut disebabkan oleh penguapan yang bertambah
mendapatkan 50 kasus TEF dan AE, sebanyak akibat jaringan lemak di bawah kulit kurang,
92% pasien laki-laki.7 permukaan tubuh yang relatif luas dibanding
Mortalitas pasien TEF pada penelitian dengan berat badan, dan pusat pengaturan
ini terbanyak pada perempuan, yaitu 7 suhu yang belum berfungsi sebagaimana
dari 12. Penelitian di Saudi Arabia tahun mestinya. Jaringan lemak yang kurang juga
2005 mendeskripsikan bahwa mortalitas memudahkan terjadi hipoglikemia. Selain
pascaoperasi pasien TEF perempuan sebesar itu, sering terjadi gangguan pernapasan
54,8%, lebih besar dibanding dengan laki-laki karena pertumbuhan dan perkembangan
45,2%.7 Namun, penelitian di India tahun 2010 paru yang belum sempurna, seperti penyakit
mendeskripsikan bahwa tidak ada perbedaan membran hialin. Komplikasi lain hipoksia,
signifikan mortalitas pascaoperasi pasien TEF gangguan pencernaan, hiperbilirubinemia,
antara laki-laki dan perempuan.8 dan defisiensi vitamin K; ginjal yang imatur
Jumlah neonatus TEF prematur pada menyebabkan gangguan elektrolit; pembuluh
penelitian ini sebanyak 5 dari 30 semua darah yang rapuh menyebabkan mudah
meninggal, sedangkan mortalitas neonatus terjadi perdarahan serta gangguan daya tahan
TEF matur 14 dari 30. Usia kehamilan dan BBL tubuh yang memudahkan terjadi infeksi. Hal
berhubungan dengan mortalitas pada pasien ini berpengaruh terhadap pasien TEF yang
TEF.6 Banyak masalah medis pada neonatus dilakukan operasi sehingga meningkatkan
prematur yang disebabkan oleh sistem organ mortalitas.13
tubuh belum matang. Komplikasi pada paru Penelitian ini sudah sesuai dengan
menyebabkan distres pernapasan yang penelitian di New Zealand tahun 2012 yang
disebabkan oleh sintesis surfaktan di alveoli mendapatkan mortalitas neonatus TEF dengan
masih kurang.9 Hal ini akan mengganggu BBL kurang dari 1.500 gram lebih tinggi, yaitu
fungsi paru sehingga menyebabkan hipoksia 100% dibanding dengan neonatus BBL lebih
dan meningkatkan kebutuhan ventilator dari 1.500 gram sebanyak 33,3%.12
mekanik.10 Selain itu, neonatus prematur Pada penelitian ini, pasien TEF yang
mudah terkena infeksi, hipotermia, perdarahan menjalani operasi sebagian besar adalah TEF
intrakranial, dan kernicterus.11 tipe C sebanyak 32 dari 35, sedangkan pasien
Penelitian ini sesuai dengan penelitian di TEF tipe A adalah sisanya 3 subjek. Pasien TEF
Korea tahun 2010 yang mendapatkan bahwa tipe C mempunyai angka mortalitas lebih tinggi
neonatus prematur lebih sedikit dibanding dibanding dengan pasien TEF tipe A yang tidak
dengan neonatus matur, yaitu sebanyak mengalami mortalitas. Hal ini karena secara
32%.11 Begitu juga dengan penelitian di New anatomi pada TEF tipe C mempunyai kelainan
Zealand tahun 2012 mendapatkan bahwa yang lebih rumit dibanding dengan TEF tipe A
jumlah neonatus prematur lebih sedikit sehingga proses operasi mempunyai tingkat
dibanding dengan neonatus matur sebanyak kesulitan lebih tinggi. Selain itu, cedera operasi
42%, namun mortalitas lebih tinggi dibanding yang ditimbulkan lebih besar, stres operasi
dengan neonatus matur sebanyak 83,3%.12 dan pembiusan juga lebih besar, dan waktu
Pada penelitian ini mortalitas pascaoperasi operasi yang dibutuhkan juga lebih lama
pasien TEF dengan BBL kurang dari 1.500 gram sehingga akan memengaruhi fungsi tubuh
hanya paling tinggi, semua meninggal dan yang normal.14 Penelitian ini sudah sesuai
BBL 1.500–2.500 gram 12 dari 13. Sementara dengan penelitian di Korea tahun 2010 yang
mortalitas pasien TEF dengan BBL lebih dari mendapatkan bahwa sebanyak 91,0% subjek
2.500 gram paling rendah, yaitu 6 dari 21. penelitian menderita TEF tipe C dan TEF tipe
Berbagai komplikasi langsung yang dapat A sebanyak 2%. Penelitian di Romania tahun
terjadi pada bayi berat badan lahir rendah 2015 juga mendeskripsikan bahwa 96,4%
subjek penelitian menderita TEF tipe C.5 Penundaan operasi dapat meningkatkan risiko
Pada penelitian ini mortalitas pasien TEF aspirasi dan refluks yang dapat menyebabkan
tanpa kelainan kongenital mempunyai angka pneumonia.
mortalitas lebih rendah, yaitu 11 dari 26 subjek Mortalitas lebih banyak terjadi pada pasien
dibanding dengan pasien TEF yang disertai TEF yang terlambat dioperasi.5 Neonatus
lebih dari satu kelainan kongenital mempunyai dengan usia saat operasi yang mempunyai
angka mortalitas lebih tinggi, yaitu semua postconceptional age (PCA) kurang dari 50
meninggal. Pasien TEF yang hanya disertai minggu, jika dilakukan tindakan anestesi
satu kelainan kongenital, yaitu dua subjek umum akan terjadi komplikasi berupa periode
kelainan anorektal, seorang subjek meninggal apnea pascaoperasi sehingga keadaan ini ikut
(1 dari 2 subjek). Kelainan kongenital penyerta menambah risiko mortalitas dan morbiditas.
merupakan semua kelainan yang ditemukan Begitu juga neonatus yang lahir prematur
ketika bayi dilahirkan. Kelainan kongenital TEF mempunyai masalah berupa sistem organ
sering disertai dengan kelainan kongenital lain tubuh yang belum matang. Komplikiasi yang
berupa kelainan vertebre, anorektal, jantung, sering terjadi adalah pada sistem pernapasan
trakea, esofagus, renal, limb anomalies yang seperti hyalin membran disease dan
disebut VACTERL. Kelainan jantung kongenital bronkopulmonar displasia. Komplikasi lain
merupakan kelaian kongenital penyerta akibat produksi surfaktan paru masih sedikit
pada TEF yang paling umum terjadi. Defek yang akan berakibat respiratory distress
kongenital jantung mayor meningkatkan risiko syndrom (RDS).10
mortalitas pada pasien TEF.15 Penelitian di Penelitian di Iran tahun 2012 menyatakan
Korea tahun 2009 menemukan bahwa pasien bahwa operasi pasien TEF usia lebih dari 2
TEF dengan kelainan penyerta VACTERL hari memiliki mortalitas lebih tinggi (49,1%)
memiliki mortalitas lebih tinggi dibanding dibanding dengan pasien yang dioperasi
dengan pasien TEF tanpa kelainan VACTERL.11 pada usia kurang dari 2 hari (33,1%). Dengan
Pada penelitian ini mortalitas pasien TEF demikian, dapat dikatakan bahwa semakin
yang lahir di bidan/Puskesmas lebih tinggi lama dilakukan penundaan operasi maka
9 dari 11 subjek dibanding dengan pasien angka mortalitas akan semakin tinggi.3
yang lahir di RSU/swasta sebanyak 10 dari Pada penelitian ini mortalitas pasien TEF
24 subjek. Hal ini terjadi karena fasilitas yang disertai dengan penyulit preoperatif
kesehatan yang ada di bidan/Puskesmas ≥2, mempunyai angka mortalitas semua
belum tersedia lengkap dan tidak ada tenaga meninggal dan penyebab terbanyak adalah
dokter spesialis, sedangkan pasien yang lahir pneumonia dan sepsis, sedangkan pasien TEF
di RS mendapatkan fasilitas alat yang lengkap yang disertai hanya satu penyulit preoperatif
serta tersedia tenaga dokter spesialis sehingga mempunyai angka mortalitas lebih kecil.
pasien cepat didiagnosis dan dilakukan Pasien TEF tanpa disertai penyulit preoperatif
tindakan. 12 dari 35 dan hanya seorang yang meninggal
Pada penelitian ini mortalitas pasien disebabkan oleh komplikasi pascaoperasi
TEF dengan usia saat operasi lebih dari 7 berupa leakage, pneumonia, dan sepsis.
hari lebih tinggi, yaitu 15 dari 17 dibanding Sepsis neonatorum berhubungan dengan
dengan pasien TEF dengan usia saat operasi faktor perinatal (misalnya ruptur membran
2–7 hari, yaitu sebanyak 4 dari 18. Hal ini prematur), maternal, faktor neonatus
terjadi karena komplikasi berupa pneumonia (misalnya gangguan imunologi), atau
dan sepsis sehingga memerlukan perbaikan keterlambatan diagnosis. Sepsis juga dapat
keadaan umum sebelum operasi. Usia saat merupakan komplikasi pneumonia akibat
operasi berhubungan dengan faktor komorbid aspirasi pada pasien TEF. Sepsis preoperatif
preoperatif. Tindakan operasi sebaiknya menyebabkan penundaan tindakan operasi
dilakukan pada usia neonatus 24−72 dan berhubungan dengan mortalitas.12
jam pada neonatus dengan kondisi stabil. Pada pneumonia terjadi gangguan proses
pertukaran oksigen di paru sehingga oksigen Ekstubasi dapat dilakukan terhadap semua
yang sampai ke jaringan berkurang akibatnya pasien yang sudah memenuhi kriteria
terjadi hipoksia sehingga mengganggu fungsi ekstubasi seperti tidal volume yang cukup,
tubuh secara normal. Berdasar atas klasifikasi frekuensi napas dalam batas normal, tidak ada
Montreal, risiko mortalitas pascaoperasi masalah pernapasan sebelumnya, dan tidak
semakin tinggi apabila terdapat kelainan ada kelainan jantung penyerta. Ekstubasi
kongenital lain dan kebutuhan ventilator tidak dilakukan apabila pasien mengalami
mekanik preoperatif. Penelitian di Pakistan distres pernapasan, kelainan jantung,
tahun 2009 menyatakan bahwa kebutuhan atau ditemukan tekanan tinggi pada area
ventilator mekanik berpengaruh terhadap anastomosis.10 Penelitian di New Zealland
mortalitas pasien TEF. Hal ini dikarenakan tahun 2012 menemukan bahwa pertimbangan
neonatus yang membutuhkan ventilator untuk ekstubasi pada pasien TEF didasarkan
mekanik memiliki status fisiologi yang kurang atas kondisi fisiologi jalan napas dan anomali
baik.6 Penelitian di Iran tahun 2012 mengenai kongenital yang menyertai. Ekstubasi
faktor risiko mortalitas pada pasien TEF dan menurunkan risiko infeksi akibat paparan
EA menyatakan bahwa jumlah penderita pipa endotrakeal yang berisiko menyebabkan
pneumonia preoperatif sebanyak 21,4%. pneumonia.12
Angka mortalitas pascaoperasi pasien TEF Pada penelitian ini sebagian besar pasien
dengan pneumonia sebanyak 89,2%.3 TEF yang menjalani operasi mengalami
Faktor intraoperatif pada penelitian ini kenaikan BB lebih dari 10% sebanyak 18
terdiri atas lama operasi, ekstubasi, dan dari 35 subjek dengan angka mortalitas lebih
kenaikan BB. Pada penelitian ini pasien tinggi, yaitu sebanyak 14 dari 18 dibanding
TEF yang menjalani operasi pada umumnya dengan pasien yang mengalami kenaikan BB
memerlukan waktu operasi kurang dari 3 jam kurang dari 10%. Peningkatan berat badan
dengan angka mortalitas 13 dari 29 dan hanya (BB) pascaoperasi biasanya disebabkan oleh
6 subjek yang memerlukan waktu operasi lebih pemberian cairan yang berlebihan. Kelebihan
dari 3 jam semuanya meninggal. Lama operasi cairan pascaoperasi dapat mengakibatkan
berhubungan dengan teknik pembedahan edema dalam jaringan dan interstitial yang
yang digunakan dan kemampuan dokter menyebabkan gangguan difusi oksigen dan
bedah itu sendiri. Lama operasi secara tidak gangguan metabolisme, gangguan di jaringan
langsung menyebabkan penggunaan obat- dengan obstruksi sistem aliran darah kapiler
obat anestesi lebih lama, cedera dan stres yang dan drainase sistem limfatik, serta gangguan
ditimbulkan juga lebih besar akibatnya akan interaksi antara sel-sel. Peningkatan BB lebih
memengaruhi fungsi normal tubuh sehingga dari 10% meningkatkan morbiditas khususnya
lama operasi merupakan salah satu faktor peningkatan kebutuhan oksigen, peningkatan
yang berpengaruh terhadap mortalitas pasien kebutuhan ventilator mekanik, gagal ginjal
TEF. Penelitian di Saudi Arabia tahun 2008 akut, dan peningkatan lama perawatan
menemukan bahwa waktu operasi rata-rata pascaoperasi. Komplikasi ini terjadi karena
pasien TEF menggunakan teknik konvensional terganggunya fisiologis neonatus yang masih
maupun torakoskopi memakan waktu lebih belum sempurna. Penelitian di Afrika tahun
dari 120 menit, yaitu 149,4 menit pada teknik 2014 menyimpulkan bahwa peningkatan
konvensional dan 179 menit pada torakoskopi. BB lebih dari 10% pascaresusitasi cairan
Mortalitas yang terjadi disebabkan oleh meningkatkan morbiditas dan mortalitas
kelainan kongenital bawaan terutama kelainan pasien pediatrik sebanyak 10%.17
jantung, syok sepsis, dan kolaps paru.16 Pada penelitian ini, pasien TEF tanpa
Pada penelitian ini pasien yang dilakukan penyulit pascaoperasi tidak mengalami
ekstubasi 15 dari 35 dengan angka mortalitas mortalitas. Sebagian besar pasien TEF yang
lebih rendah, yaitu 4 dari 15 dibanding hanya mempunyai satu penyulit pascaoperasi
dengan pasien yang tidak dilakukan ekstubasi. tidak mengalami mortalitas kecuali terdapat