Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya

pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah

kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

Organization “kematian maternal ialah kematian seorang wanita saat hamil

atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,

terlepas dari kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri

kehamilan” (Saifuddin, 2014).

Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

melihat derajat kesehatan perempuan. Secara global, AKI telah mengalami

penurunan yang signifikan dari 400 per 100.000 Kelahiran Hidup pada

tahun 1990 menjadi 210 per kelahiran hidup pada tahun 2010 (WHO, 2012).

Sementara itu menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

menyatakan bahwa AKI di Indonesia mengalami peningkatan yang

signifikan dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi

359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013 (Profil Kesehatan

Indonesia, 2013).

Preeklamsi merupakan sumber utama morbiditas dan mortalitas di

seluruh dunia dan merupakan penyulit 3% - 8% dari kehamilan di negara –

negara barat (Carty et al., 2010; Duley et al., 2009). Secara global, 10% -

15% kematian maternal secara langsung berhubungan dengan preeklamsi

dan eklamsi. Preeklamsi di Amerika secara signifikan mempengaruhi 5% -

1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
8% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyebab utama ketiga dari

kematian ibu setelah emboli dan perdarahan (Duley et al., 2009). Angka

kejadian preeklamsi dan eklamsi di Indonesia berkisar antara 6% - 8% pada

seluruh wanita hamil (Roeshadi, 2006) dan di Rumah Sakit Dr. M. Djamil

Padang, angka kejadian preeklamsi terus mengalami peningkatan.

Dilaporkan pada tahun 2011 angka kejadian preeklamsi ditemukan sebanyak

137 kasus dari 1432 persalinan. Pada tahun 2012 angka kejadian preeklamsi

ditemukan sebanyak 158 kasus dari 1681 persalinan. Sedangkan pada tahun

2013 kejadian preeklamsi meningkat menjadi 211 kasus dari 1710

persalinan (Rekam Medik Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, 2013).

Preeklamsi ialah penyakit yang ditandai dengan tekanan darah

≥140/90 mmHg dan protein urin ≥300mg/24 jam atau +1 pada pemeriksaan

carik celup, peningkatan tekanan darah dan protein urin ini terjadi setelah

kehamilan 20 minggu. Pada kondisi preeklamsi berat dapat menjadi eklamsi

dengan penambahan kejang (Cunningham et al., 2014).

Penyebab preeklamsi sampai sekarang masih belum diketahui secara

pasti. Preeklamsi sering juga disebut dengan disease of theory. Menurut

Sibai, teori yang banyak dianut adalah : (1) teori kelainan vaskularisasi

plasenta; (2) teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel; (3)

teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin; (4) teori adaptasi

kardiovaskuler; (5) teori defisiensi gizi; (6) genetik; (7) teori stimulus

inflamasi.

Preeklamsi dimulai dari kegagalan invasi trofoblas pada arteri spiralis

maternal yang kemudian berlanjut pada timbulnya sindroma klinis berupa

2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
hipertensi dan proteinurin. Pada suatu implantasi yang normal, proses invasi

arteri spiralis uterus oleh trofoblas berlanjut pada proses remodeling. Sel –

sel trofoblas menggantikan batas endotel dan lapisan otot pembuluh darah

sehingga menyebabkan diameter pembuluh darah akan menjadi besar. Pada

preeklamsi terjadi proses invasi trofoblas yang tidak sempurna seperti invasi

trofoblas yang dangkal sehingga arteriol miometrium yang lebih dalam tidak

kehilangan lapisan endotel dan jaringan muskuloelastisnya dan pelebaran

pembuluh darah hanya terjadi setengah bila dibandingkan dengan pelebaran

diameter pada pembuluh darah yg normal (Cunningham et al., 2014).

Proses implantasi dan invasi trofoblas sangat kompleks sehingga

sampai saat ini mekanisme selulernya belum dapat dimengerti seluruhnya.

Berbagai macam faktor yang berperan dalam proses tersebut antara lain

faktor pertumbuhan, hormon peptida, hormon steroid, sitokin dan faktor

imunologi. Salah satu faktor pertumbuhan adalah Inhibin A. Inhibin A

merupakan suatu glikoprotein dimerik yang berasal dari transforming

growth factor β superfamily, terdiri dari αβA (Inhibin A) dan αβB (Inhibin

B), dihasilkan oleh sel granulosa. Pada kehamilan awal dihasilkan oleh

korpus luteum dan selanjutnya dihasilkan oleh plasenta terutama oleh sel

sitotrofoblas. Inhibin A dikenali sebagai regulator pelepas hormon FSH,

tetapi dari bukti – bukti saat ini menunjukkan bahwa ada aksi lokal yang

penting dari Inhibin A terutama sebagai regulator parakrin pada fungsi

reproduksi. Faktor pertumbuhan lain yang juga masih masuk kedalam

transforming growth factor β superfamily adalah Aktivin. Aktivin memiliki

peran dalam memodulasi proliferasi seluler, diferensiasi, apoptosis

3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
remodeling jaringan dan inflamasi. Fungsi lokal dari Inhibin A tidak terlalu

banyak diketahui dan sintesis dari subunit α terbatas pada organ endokrin

(Jones et al., 2002).

Pada kehamilan normal Inhibin A dihasilkan oleh sel granulosa.

Inhibin A terutama berperan dalam persiapan untuk implantasi dan

desidualisasi stroma endometrium. Pada saat proses invasi desidua oleh

trofoblas maka peranan Inhibin A, Aktivin dan hormon – hormon

pertumbuhan lainnya pada kehamilan normal terdeteksi pada hari ke 7-8

usia kehamilan. Aktivin dan Inhibin A memiliki kerja yang berlawanan,

Aktivin mendukung proses invasi trofoblas, sementara Inhibin A dan

macrophage inhibitory cytokine-1 (MIC-1) menghambat proses invasi

trofoblas. Adanya kegagalan invasi oleh trofoblas pada preeklamsi akan

menyebabkan terjadinya hipoksia permukaan lapisan sinsitiotrofoblas. Hal

ini menimbulkan respon perbaikan yang dilakukan oleh sel – sel

sitotrofoblas dengan merangsang pengeluaran faktor – faktor pertumbuhan

pembuluh darah berupa protein angiogenik seperti Vascular Endothelial

growth factor (VEGF). Placental growth factor (PLGF) dan transforming

growth factor β (TGF-β) yang salah satunya adalah Inhibin A. Peningkatan

Inhibin A serum preeklamsi akan terdeteksi mulai dari usia kehamilan 10

minggu melebihi kadarnya pada kehamilan normal (Rohra et al., 2005;

Jones et al., 2006; Reddy et al., 2009; Manjula et al., 2015).

Penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam bidang

preeklamsi masih mendapati hasil yang kontroversi mengenai kadar Inhibin

A serum yang dihubungkan dengan adanya gangguan invasi trovoblas

4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
sebagai etiologi preeklamsi. Phupong et al (2008), Muttukhrisna et al

(2004), dan Palwattananupant et al (2008) menjelaskan bahwa dalam

penelitian mereka terdapat hubungan positif antara kadar Inhibin A serum

dengan adanya gangguan invasi trofoblas pada preeklamsi. Pada penelitian

lain yang dilakukan Raty et al (1999) dan Emma et al (2003) mendapatkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar Inhibin A serum dengan adanya

gangguan invasi trofoblas pada preeklamsi.

Menurut Saifuddin (2014), faktor predisposisi terjadinya preeklamsi

terbagi menjadi faktor predisposisi eksternal dan internal. Faktor

predisposisi eksternal, antara lain: riwayat preeklamsi pada keluarga dan

status sosial ekonomi, sedangkan faktor predisposisi internal, antara lain :

umur, paritas, riwayat hipertensi, kehamilan ganda, preeklamsi pada

kehamilan sebelumnya, obesitas dan adanya penyakit kronis. Dari berbagai

faktor predisposisi tersebut, maka preeklamsi dapat mengakibatkan berbagai

macam komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi pada ibu, antara lain :

eklamsi, HELLP syndrom, trombositopenia, DIC dan gagal ginjal akut,

sedangkan komplikasi pada janin, antara lain: IUGR, gawat janin,

prematuritas, BBLR dan IUFD.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut faktor risiko preeklamsi.

1.2 Rumusan Masalah

"Apakah terdapat perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut faktor risiko preeklamsi?"

5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut faktor risiko preeklamsi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut umur ibu hamil.

2. Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut paritas ibu hamil.

3. Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut riwayat hipertensi ibu hamil.

4. Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut riwayat preeklamsi pada kehamilan sebelumnya.

5. Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut riwayat preeklamsi pada keluarga ibu hamil.

6. Untuk mengetahui perbedaan kadar Inhibin A serum pada penderita

preeklamsi menurut status sosial ekonomi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Akademik

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan kadar Inhibin

A serum pada penderita preeklamsi menurut faktor risiko.

6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1.4.2 Bagi Aplikasi Klinis

Dapat dijadikan sebagai salah satu parameter dalam membantu

menegakkan diagnosis dini terhadap kasus preeklamsi dan dasar untuk

melakukan deteksi dini pada penanganan preeklamsi.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk

penelitian selanjutnya.

7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai