Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan ibu dan bayi merupakan masalah yang banyak disoroti dalam
dunia kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan adanya tujuan pembangunan
millennium (Millenium DevelopmentGoals/MDGs) untuk menurunkan tiga
perempat angka kematian ibu dalam kurun waktu 1990-2015. Pada tahun 2015 di
Indonesia diharapkan hanya terdapat 102 kematian dari 390 kematian per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1991. Dari hasil yang diharapkan tersebut sampai
tahun 2007 angka kematian turun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 2010 terdapat 3,6% angka kematian ibu di Sumatera Utara yakni berjumlah
11.534 kematian ibu.1 Sementara itu tujuan pembangunan millennium (Millenium
DevelopmentGoals/MDGs) untuk angka kematian bayi adalah menurunkan hingga
dua pertiga angka kematian dalam kurun waktu 1990-2015. Pada tahun 2012
angka kematian bayi sudah menurun dari12,4 juta pada tahun 1990 menjadi 6,6
juta angka kematian bayi.
Pada tahun 2013 ratio kematian ibu dinegara berkembang adalah 230 per
100.000 kelahiran hidup. Kematian ini disebabkan oleh komplikasi selama masa
kehamilan dan saat melahirkan. Kebanyakan komplikasi yang terjadi timbul
selama masa kehamilan. Komplikasi yang paling umum sekitar 80% meninggal
karena perdarahan hebat, infeksi, hipertensi pada masa kehamilan, dan aborsi
yang tidak aman.2 Angka kematian ini di Indonesia sendiri masih tinggi karena
perawatan persalinan yang ditangani oleh petugas non medik, etiologi yang
belum jelas, dan sistem rujukan yang belum sempurna.3
Preeklampsia mencakup 50% manifestasi hipertensi dalam kehamilan.
Insidensinya 5-15% dari seluruh kehamilan.4 Preeklampsia merupakan penyebab
kedua kematian ibu di dunia setelah pendarahan. Berdasarkan data World
Health Organization (WHO), angka kejadian preeklampsia diseluruh dunia
berkisar 0,51%-38,4%. Di negara maju, angka kejadian preeklampsia berkisar
5%6%,frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhi. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar

1
3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5%.2,5
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia(SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas)
sekitar 359/100.000 kelahiran hidup angka ini meningkat dibandingkan dengan
tahun 2007 yaitu sekitar 228/100.000 kelahiran hidup. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2014, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan
oleh hipertensi dalam kehamilan (HDK).5,6,7
Di Sumatera Utara, dilaporkan kasus preeklampsia terjadi sebanyak
3.560 kasus dari 251.449 kehamilan selama tahun 2010, sedangkan di Rumah
Sakit Umum dr.Pirngadi Medan dilaporkan angka kematian ibu penderita
preeklampsia tahun 2007-2008 adalah 3,45%, pada tahun 2008-2009 sebanyak
2,1%, dan pada tahun 2009-2010 adalah 4,65%.8
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.5,9-10
Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur
atau mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan
besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam
kehamilan merupakan penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas
perinatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan
janin terhambat juga memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa.11-14
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di
antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada
teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas15,16, namun
juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Preeklampsia adalah sindrom klinis padamasa kehamilan (setelah


kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (140/90
mmHg) dan proteinuria (300 mg/hari) pada wanita yang tekanan darahnya
normal padausia kehamilan sebelum 20 minggu. Dalam hal ini seorang pasien
dikatakan proteinuria jika terdapat 300 mg atau lebih protein dalam urin per24
jam atau hasil disptik test menunjukan angka+1 secara menetap pada sampel
acak urin.3 Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai
oleh hipertensi, tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah,
disfungsi endotel difus, proteinuria, dan koagulopati..3
Pada 20% wanita preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan
hemolisis, peningkatan enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar
dansistem koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000
kehamilan. Sekitar 20% sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler
diseminata, yang memperburuk prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia
merupakan jenis preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang, terjadi
pada 3% dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia
disebabkan oleh edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi
menyerupai ensefalopati hipertensi.Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke
danperdarahan serebri, merupakan penyebab kematian terbesar pada eklampsia.3

2.2 EPIDEMIOLOGI
Preeklampsia merupakan kelainan spesifik akibat kehamilan yang diderita
3-5% ibu hamil seluruh dunia. Kurang lebih 70% wanita yang didiagnosis
hipertensi dalam kehamilan merupakan preeklampsia. WHO memperkirakan
kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di

3
negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju 1,3-6%, sedangkan di
negara berkembang adalah 1,8-18%. Hal ini mungkin disebabkan oleh akses
terhadap pelayanan kesehatan yang masih sulit dijangkau di negara berkembang.
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar
5,3%.17
Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya
kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan
riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal.
Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya
adalah usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa,
polihidramnion dan diabetes.17

2.3 ETIOLOGI
Penyebab terjadinya preeklampsia sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun terdapat beberapa teori yang menerangkan penyebab terjadinya
preeklampsia yaitu:3
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata yang akan bercabang
menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis dan bercabang menjadi arteri spiralis. Dengan sebab yang belum jelas,
terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
dilatasi. Vasodilatasi arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskulae dan peningkatan aliran darah
uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi

4
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses tersebut dinamakan Remodeling Arteri Spiralis.

Gambar 1. Invasi trofoblastik abnormal (Sumber: Buku Obstetri Williams


Edisi 23)

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas


pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras, sehingga lumen arteri spiralis
tidak memungkinkan terjadi vasodilatasi. Akibatnya terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis, sehingga terjadi hipoksia dan iskemi plasenta.

2. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin


Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam medulasi respon
imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas dari lisis oleh sel Natural Killer (NK)
ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G
di desidua daerah plasenta, sehingga menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua dan mengurangi proteksi trofoblas dari lisis oleh sel NK
ibu.. Faktor-faktor yang berperan terhadap reaksi radang yang dipacu
secara imunologis ini dirangsang oleh mikropartikel plasenta dan adiposit.

5
3. Teori Adaptasi Kardiovaskular Genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berati pembuluh darah tidak peka terhadap bahan
vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih besar untuk
menimbulkan respon vasokontriksi. Hal ini terjadi karena adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasokontriktor dan terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor. Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu atau terjadi pada trimester I
kehamilan.Perubahan inflamatorik diduga merupakan kelanjutan dari
plasentasi yang abnormal. Iskemik yang diakibatkan karena kecacatan
dalam plasentasi mencetuskan respon dilepaskannya faktor-faktor plasenta
yang menyebabkan timbulnya sindrom preeklampsia.

4. Teori Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial dibandingkan dengan genotipe janin. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsia.
Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan akibat interaksi
gen-gen yang diwariskan orang tua yang mengendalikan sejumlah besar
fungsi metabolik dan enzimatik di setiap sistem organ.

2.4 PATOGENESIS
1. Vasospasme
Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh darah
sehingga timbul hipertensi. Pada saat bersamaan, kerusakan sel endotel

6
menyebabkan kebocoran interstitial tempat lewatnya komponenkomponen
darah, termasuk trombosit dan fibrinogen, yang kemudian tertimbun di
subendotel. Berkurangnya aliran darah akibat maldistribusi, iskemia pada
jaringan sekitar akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan gangguan
end-organ lain yang khas untuk sindrom preeklampsia.

2. Aktivasi Sel Endotel


Endotel memiliki sifat antikoagulan dimana sel endotel dapat
menumpulkan respons otot polos pembuluh darah terhadap agonis dengan
cara melepaskan nitrat oksida. Sedangkan sel endotel yang rusak atau
teraktivasi dapat menghasilkan lebih sedikit nitrat oksida dan
menyekresikan substansi yang memacu koagulasi, serta meningkatkan
sensitivitas terhadap vasopresor dan meningkatkan respons presor.

3. Prostaglandin
Pada kehamilan normal, terjadi penumpulan respons terhadap presor yang
disebabkan oleh penurunan responsivitas vaskular yang dipengaruhi oleh
sintesis prostaglandin endotel. Pada kehamilan dengan preeklampsia,
terjadi penurunan produksi prostaglandin endotel (PGI2). Efek ini
dimediasi oleh fosfolipase A2. Pada saat yang sama, sekresi tromboksan
A2 oleh trombosit meningkat, dan rasio prostasiklin: tromboksan A2
menurun. Akibatnya, cenderung meningkatkan sensitivitas terhadap
angiotensin II yang diinfuskan sehingga terjadi vasokontriksi.

4. Nitrat Oksida
Vasodilator poten ini disintesis dari L-arginin oleh sel endotel. Inhibisi
sintesis nitrat oksida meningkatkan tekanan arteri rerata, menurunkan laju
jantung, dan membalikkan ketidaksensitifan terhadap vasopressor yang
diinduksi kehamilan. Nitrat oksida merupakan senyawa yang
mempertahankan kondisi normal pembuluh darah berdilatasi dan
bertekanan rendah yang khas untuk perfusi fetoplasenta. Zat ini juga

7
dihasilkan oleh endotel janin dan kadarnya meningkat sebagai respons
terhadap preeklampsia, diabetes, dan infeksi.

5. Endotelin
Peptida 21-asam amino ini merupakan vasokonstriktor poten dan
endotelin-1 (ET-1) merupakan isoform utama yang dihasilkan oleh endotel
manusia.

6. Ketidakseimbangan Angiogenik
Terdapat jumlah berlebih dari faktor angiogenik yang diduga dirangsang
oleh hipoksia yang memburuk pada permukaan kontak uteroplasenta. Pada
preeklampsia, jaringan trofoblastik menghasilkan sedikitnya dua peptide
antiangiogenik secara berlebihan yang selanjutnya memasuki sirkulasi
maternal.18

2.5 FAKTOR RESIKO19


a. Usia
Banyak sumber yang mengaitkan hubungan antara usia dan
preeklampsia. Namun masih ada perbedaan pendapat mengenai hal ini.
Ada penelitian yang menyatakan adanya hubungan usia dengan
preeklampsia khususnya pada usia yang lebih tua, yakni diatas 35 tahun,
sedangkan kelompok penelitian lain menyatakan adanya hubungan pada
usia yang lebih muda.

b. Paritas
Sama halnya dengan usia faktor risiko paritas ini pun masih memiliki
perdebatan. Adanya hubungan paritas dengan preeklampsia yaitu wanita
yang primigravida memiliki risiko lebih besar dari pada wanita
multigravida. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan
bahwa wanita yang nullipara memili kirisiko 2,91 kali dibandingkan
dengan yang multipara.

8
c. Riwayat preeklampsiapadakehamilan sebelumnya
Wanita dengan kehamilan pertama mengalami preeklampsia maka wanita
tersebut memiliki risiko tujuh kali lebih tinggi mengalami preeklampsia
pada kehamilan kedua. Sama halnya jika preklampsia tersebut terjadi pada
kehamilan kedua, risiko berulang pada kehamilan ketiga juga tinggi yakni
tujuh kali.

d. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuanRiwayat


preeklampsia pada keluarga dikaitkan dengan empat kali lipat peningkatan
risiko preeklamsia berat. Genetik merupakan faktor penting dalam
terjadinya preeklampsia.

e. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko pada kebanyakan penyakit. Sama
halnya pada keadaan preeklampsia obesitas juga memicu timbulnya
keadaan ini. Hal ini ditunjukan oleh beberapa penelitian Marviel tahun
2008 dan Bodnar tahun 2005 bahwa obesitas memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian preeklampsia.

2.6 KLASIFIKASI
Preeklampsia dibedakan menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat dengan kriteria sebagai berikut:20
1. Preeklampsia ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu.
Ekskresi protein dalam urin 300 mg/24 jam atau +1 dipstik, rasio
protein:kreatinin 30 mg/mmol.

2. Preeklampsia berat
Tekanan darah 160/110 mmHg.
Proteinuria 5 g/24 jam atau +2 dipstik.
Ada keterlibatan organ lain:

9
a. Hematologi: trombositopenia (<100.000/ul), hemolisis
mikroangiopati.
b. Hepar: peningkatan SGOT (serum glutamic oxaloacetic
transaminase) dan SGPT (serum glutamic pyruvic
transaminase), nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas.
c. Neurologis: sakit kepala persisten, skotoma penglihatan.
d. Janin: pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.
e. Paru: edema paru dan gagal jantung kongestif.
f. Ginjal: oliguria ( 500 ml/24 jam), kreatinin 1,2 mg/dL

Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and


Gynecologists(ACOG)tahun 2013, yaitu:3
1. Preeklampsia ringan sudah tidak digunakan lagi.
2. Preeklampsia berat diganti menjadi preeklampsia tanpa gejala berat
dan preeklampsia dengan gejala berat, bila disertai keadaan sebagai
berikut:
Tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg atau
diastolik lebih tinggi atau sama dengan 110 mmHg pada dua kali
pengukuran pada minimal jarak pengukuran 4 jam saat pasien berada
di tempat tidur (kecuali diberi terapi antihipertensi sebelumnya).
Thrombositopenia (hitung platelet kurang dari 100.000/mikroliter).
Gangguan fungsi hati diindikasikan dengan peningkatan enzim hati
(dua kali normal), nyeri hebat kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium yang tidak berespon dengan pengobatan dan tidak dapat
diberikan penjelasan dengan alternatif diagnosis atau keduanya.
Renal insufisiensi progresif (Konsentrasi serum kreatinin lebih besar
dari 1,1 mg/dl atau keraguan konsentrasi serum kreatinin pada tidak
ditemukannya kelainan ginjal).
Edema paru
Gangguan serebral atau visual.

10
2.7 MANIFESTASI KLINIS
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosapenyakit
preeklampsia. Dimana didapatkan tekanan darah 140/90 mmHgyang
terjadi setelah kehamilan 20 minggu.Kelainan dasar pada preeklampsia
adalah vasospasme arteriolsehingga tanda peringatan awal muncul adalah
peningkatan tekanan darah. 20,21

2. Edema
Timbulnya edema yang didahului oleh penambahan berat badanyang
berlebihan. Penambahan berat setengah Kg seminggu pada wanitahamil
dianggap normal, tetapi jika mencapai satu Kg seminggu atau tigaKg
dalam sebulan, kemungkinan timbulnya preeklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama
disebabkanoleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul
gejala edema non dependent yang terlihat jelas, seperti edema kelopak
mata, kedua lengan, atau tungkai yangmembesar.Namun dalam hal ini,
edema tidak termasuk sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.20,21

3. Proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam
24 jam atau tes urin dipstik positif 1, dalam 2 kali pemeriksaan berjarak
4-6 jam. Proteinuria berat adalah adanya protein dalam urin 5 g/24 jam.
Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat
dalam memperkirakan kadar proteinuria, sehingga untuk mengurangi
kesalahan penilaian proteinuria harus dilakukan konfirmasi hasil tes positif
1 dipstik dengan menggunakan pemeriksaan urin tampung 24 jam atau
menggunakan rasio protein : kreatinin.20,21

11
4. Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada preeklampsia yaitu:
a. Sakit kepala karena vasospasme atau edema otak.Gejala ini jarang
ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakinsering terjadi pada
kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada
daerahfrontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian
analgesik biasa.
b. Sakit di ulu hati karena regangan kapsula hepar akibat edema atau
perdarahan.
c. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan
kadang-kadang pasien buta. Keadaan ini disebabkan oleh
vasospasme, iskemia,dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.
Perubahan ini dapat dilihat denganoftalmoskop.20,21

2.8 DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik menurut American College of obstetricians and


Gynecologists (ACOG) (2013) untuk diagnostik kriteria preeklampsia ialah:3

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik untuk Preeklampsia


Tekanan Darah Sistolik lebih tinggi atau sama dengan 140 mmHg
atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan 90
mmHg pada dua kali pengukuran pada minimal jarak
pengukuran 4 jam setelah kehamilan 20 minggu pada
wanita dengan tekanan darah sebelumnya normal.
Sistolik lebih tinggi atau sama dengan 160 mmHg
atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan 110
mmHg, hipertensi dapat dikonfirmasi dengan interval
waktu yang singkat (menit) dengan pemberian terapi
hipertensi.
Dan

12
Proteinuria Lebih besar atau sama dengan 300 mg per urine 24
jam atau
Protein/creatinine ratio lebih besar atau sama dengan
0,3*
Pembacaan dipstick 1+ (jika metode yang lain tidak
tersedia)
Dan
Jika proteinuria tidak ditemukan maka digunakan onset baru hipertensi dengan
hal berikut:
Thrombositopenia Hitung platelet kurang dari 100.000/mikroliter
Renal Insufisiensi Konsentrasi serum kreatinin lebih besar dari 1,1 mg/dl
atau keraguan konsentarsi serum kreatinin pada tidak
ditemukannya kelainan ginjal.
Gangguan fungsi Meningkat konsentrasi liver transaminase dua kali
hati normal
Edema Paru
Simptom cerebral atau visual
*setiap penghitungan dalam mg/dl

Menurut American College of Obstetrics andGynecology, diagnosis dibuat


jika tekanandarah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran disertai proteinuria
>300 mg/ hari. Edema, yang merupakan gambaran klasik preeklampsia, tidak lagi
digunakan sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas maupun spesifisitasnya
rendah. Pada 20% kasus tidak ditemukan proteinuria atau-pun hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan protein urin, dan
kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan target organ,
tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.20

13
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Manajemen ekspektatif atau aktif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah
untukmemperbaiki luaran perinatal dengan memperpanjang usia
kehamilantanpa membahayakan ibu serta mengurangi morbiditas neonatal.
Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal
seperti gagal ginjal, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme,low
platelets), angka seksio sesarea, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat
memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas perinatal
akibat seperti penyakit membran hialin dan necrotizingenterocolitis. Berat
lahir bayi rata-rata lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden
pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid
pada manajemen ekspektatif adalah untuk mengurangi morbiditas
(sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikulardan infeksi) serta
mortalitas perinatal. Manajemen ekspektatif dapat dipertimbangkan pada
kasus preeklampsia pada usia kehamilan 26-34 minggu yang bertujuan
untuk memperbaiki luaran perinatal.

a. Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia tanpa Gejala Berat


1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan evaluasi maternal dan janin yang lebihketat
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat.
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh
pasien
Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala
(dianjurkan 2 kali dalam seminggu)

14
Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan dopplervelocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.

b. Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat


1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inapselama melakukan perawatan ekspektatif

15
Bagan 2.1. Managemen Ekspetatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat

16
Bagan 2.2. Managemen Ekspetatif Preeklampsia Berat

Preeklampsia dengan gejala berat


Evaluasi di kamar bersalin dalam 24 48 jam
Kortikosteroid untuk pematangan paru, Magnesium
sulfat profilaksis, antihipertensi
USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan
pemeriksaan laboratorium

perawatan HT berat, tidak terkontrol


Kontraindikasi
kop
ekspektatif : Gawat janin Iya Lakukan
Eklampsia Solusio plasenta Persalinan
Edema paru IUFD setelah stabil
DIC Janin tidak viabel

Komplikasi perawatan terhambat Pemberian


ekspektatif : Severe olygohydramnion Iya Kortikosteroid
Gejala persisten Reversed end diastolic flow pematangan paru
Sindrom HELLP KPP atau inpartu Persalinan
Pertumbuhan janin Gangguan renal berat setelah 48 jam

Preeklampsia dengan gejala berat


Perawatan ekspektatif:
Tersedia fasilitas perawatan maternal dan
neonatalintensif
Usia kehamilan : janin viabel 34 minggu
Rawat inap
Stop magnesium sulfat dalam 24 jam
Evaluasi Ibu dan janin setiap hari

Usia kehamilan34 minggu


KPP atau inpartu Iya
Perburukan maternal - fetal Lakukan
persalinan
Adanya salah satu gejala kontraindikasi perawatan
ekspektatif

17
Tabel 2.2 Kriteria teriminasi kehamilan pada preeklampsia berat

Terminasi kehamilan
Data maternal Data janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak berkurang
(nyerikepala, pandangan kabur, dsbnya) Pertumbuhan janin terhambat
Penuruan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau HELLP
Syndrome Profil biofisik < 4
Edema paru Deselerasi variabel dan lambat pada NST
Doppler a. umbilikalis: reversed end
Eklampsia diastolic flow
Solusio Plasenta Kematian janin
Persalinan atau ketuban pecah

2. Pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang


Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada
preeklampsiaadalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian
eklampsia, sertamengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta
perinatal. Salah satumekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi
vaskular melaluirelaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer
dan uterus,sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga
bergunasebagai antihipertensi dan tokolitik.20
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat
sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia.22
Pedoman RCOG (Royal College of Obstetrics and Gynaecology)
untuk penatalaksanaan preeklampsia berat merekomendasikan dosis

18
loading magnesium sulfat 4 gram selama 5-10 menit, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 1-2 gram/jam selama 24 jam postpartum atau setelah
kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan
pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks patella,
frekuensi napas, dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan
magnesium sulfat. Pemberian ulang 2 gram bolus dapat dilakukan apabila
terjadi kejang.20

Cara pemberian MgSO4


Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10
cc) selama 15 menit
Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6
jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4


Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan IV 3
menit
Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress
nafas.

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau


setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan
didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa
panas).22

3. Pemberian antihipertensi

19
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi
ringan-sedang (tekanan darah 140169 mmHg/90109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC)guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik
140mmHg atau diastolik 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi
gestasional (dengan atau tanpaproteinuria), hipertensi kronik superimposed,
hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala ataukerusakan organ subklinis
pada usia kehamilan berapa pun.Antihipertensi direkomendasikan pada
preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanandarah sistolik 160 mmHg
atau diastolik 110 mmHg. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik <
160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg.20
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine danlabetalol parenteral. Alternatif pemberian antihipertensi
yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol.20
a. Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi denganmenghambat masuknya kalsium ke dalam
sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberiancalcium channel blocker
dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena
hanyaminimal. Pemberian calcium channel blocker dapat memberikan efek
samping maternal, diantaranyatakikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan
edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta retensi cairan.
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah
digunakan sejak dekadeterakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis)
dan sebagai antihipertensi. BerdasarkanRCT, penggunaan nifedipin oral
menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan labetalolintravena,
kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai
vasodilatorarteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan
meningkatkan produksi urin.Dibandingkan dengan labetalol yang tidak
berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipinmeningkatkan indeks kardiak yang
berguna pada preeklampsia berat. Regimen yangdirekomendasikan adalah 10

20
mg kapsul oral, diulang tiap 15 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg.
Penggunaan berlebihan calcium channel blockerdilaporkan dapat
menyebabkan hipoksia janindan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi
relatif setelah pemberian calcium channel blocker.20

b. Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor
P1dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, terutama padadigunakan untuk jangka waktu yang lama selama
kehamilan atau diberikan pada trimesterpertama, sehingga penggunaannya
dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnyatidak efektif.20

c. Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensiyang paling sering digunakan untuk wanita hamil
dengan hipertensi kronis. Digunakan sejaktahun 1960, metildopa mempunyai
safety margin yang luas (paling aman). Walaupunmetildopa bekerja terutama
pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek periferyang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac
output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada
ibu antara lainletargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural,
anemia hemolitik dandrug-induced hepatitis.20
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3
kali sehari, dengandosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai
4-6 jam setelah obat masuk danmenetap selama 10-12 jam sebelum
diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaanmetildopa adalah intra
vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untukkrisis
hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan
disekresikan diASI.20

2.10 KOMPLIKASI

21
Komplikasi pada preeklampsia dapat dibagi berdasarkan dampaknya
terhadap ibu dan janin.3,22
1. Komplikasi pada ibu
Eklampsia, adalah kejang grand mal akibat spasme
serebrovaskular. Kematian disebabkan oleh hipoksia dan
komplikasi penyakit berat yang menyertai.
Perdarahan serebrovaskular, terjadi karena kegagalan autoregulasi
aliran darah otak pada MAP diatas 140 mmHg
Sindrom HELLP
Gagal ginjal, sehingga perlu hemodialisa pada kasus yang berat
Edema paru
Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul
secara bersamaan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan
berapapun umur gestasi.

2. Komplikasi pada janin


a. Prematuritas
Sekitar 25% dari seluruh kelahiran prematur diindikasikan secara
medis dan sisanya 75% adalah terjadi spontan. Etiologi prematur
paling banyak disebabkan oleh preeklampsia (40%), IUGR (Intra-
Uterine Fetal Death) (10%), solusio plasenta (7%), dan kematian janin
(7%). Aliran darah ke plasenta yang menurun akan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
janin. Akibat dari kurangnya suplai oksigen maka dapat
mengakibatkan gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering
terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.

b. Retardasi pertumbuhan intrauterin

22
Teori implantasi plasenta yang abnormal akan menghambat invasi
trofoblas sehingga nutrisi yang disalurkan kepada janin dapat
berkurang dan mengakibatkan retardasi pertumbuhan intrauterin.

c. Kematian intrauterin
Menurut penelitian Harmon et al tahun 2015, terdapat risiko kematian
janin intrauterin pada kehamilan dengan preeklamsia yaitu 11,6 per
1000 diminggu 26, lalu 4,6 per 1000 diminggu 28, dan 2,5 per 1000
diminggu 32.

2.11 PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan
preeklampsia tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah
seutuhnya, namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi dengan
pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.23
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan
istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti
berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari
dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan
rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensi
merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang
baik.23

BAB IV

23
KESIMPULAN

Preeklampsia adalah sindrom klinis padamasa kehamilan (setelah


kehamilan 20minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140/90
mmHg) dan proteinuria (300 mg/hari) pada wanita yang tekanan darahnya
normal pada usia kehamilan sebelum 20 minggu. Etiologi dari preeklampsia
belum diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan penyebab dan bagaimana terjadinya preeklampsia. Walaupun
etiologinya belum diketahui tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan preeklampsia yaitu usia, nulipara, multipara dengan riwayat
preeklampsia sebelumnya, multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun
atau lebih, riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, obesitas
sebelum hamil. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi
preeklamsia dan preeklamsia berat. Penatalaksanaan preeklampsia meliputi
managemen ekspektatif atau aktif yang bertujuan untuk memperbaiki luaran
perinataldengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakanibu. Pemberian magnesium sulfat untuk
mencegah terjadinya kejang serta perlu diberikan antihipertensi untuk
keselamatanibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan seperti risiko penyakit kardiometabolik
dan komplikasi lainnya serta dapat memberikan dampak jangka panjang juga
untuk bayinya seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat. Untuk itu setiap tenaga kesehatan
memerlukan pengetahuan dan ketercapaian kompetensi dalam manajemen
preeklampsia. Selain itu tenaga kesehatan juga ditekankan dalam pencegahan
yang dapat dilakukan mulai dari antenatal care.

24
LAPORAN KASUS OBSTETRI

STATUS KEBIDANAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur :31 Tahun
Agama :Islam
Pekerjaan :Karyawan Swasta
Pendidikan : DIII
Alamat : Jl. Bersama 09 Rahmatan No. 22 Medan Tembung
Tanggal Masuk : 07 Agustus 2017
Pukul : 04.00 WIB

IDENTITAS SUAMI
Nama :Tn. HS
Umur :30tahun
Agama :Islam
Pekerjaan :PNS
Pendidikan : SI
Alamat : Jl. Bersama 09 Rahmatan No. 22 Medan Tembung

II. ANAMNESA
Ny. W, 31 tahun ,G1P0A0, Batak, Islam, DIII, Karyawan swasta, i/dTn. HS, 44
tahun, Mandailing, Islam, SMA, PNS, datang ke Poli Klinik Kebidanan RS
Haji Medan dibawa oleh keluarhanya pada tanggal 7 Agustus 2017, pukul
04.00 WIB dengan :
Keluhan Utama : Tekanan darah tinggi
Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 minggu ini, nyeri kepala (+),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (+), riwayat keluar
lendir darah (-), riwayat keluar air-air dari kemaluan (-),
riwayat terjatuh (-), riwayat perut diurut (-), riwayat minum

25
jamu (-), riwayat demam pada kehamilan (-), riwayat
mules-mules mau melahirkan (-), BAB (+) normal, BAK
(+) normal.
RPT : (-)
RPO : (-)

a. Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 11-11-2016
TTP : 18-08-2017
ANC : Bidan 1x
Sp.OG 5x

b. Riwayat Persalinan
1. Hamil ini

c. Tanda-tanda Keracunan hamil


Edema :- Vertigo :-
Pening :+ Gangguan Visus :-
Mual :- Kejang-kejang :-
Muntah :- Koma :-
Nyeri ulu hati :+ Ikterus
Icterus : -:

III. PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Anemia :-
Hipertensi :-
Peny. Ginjal :-
Diabetes Melitus :-
Tuberculosis :-

IV. HASIL PEMERIKSAAN UMUM


Berat Badan :76 Kg

26
Tinggi badan : 160 cm Anemis : -/-
Kesadaran : Compos Mentis Ikterus : -/-
Tekanan Darah : 180/110 mmHg Edema :-
Nadi :100 x/i Sianosis :-
Pernapasan : 24 x/i Dispnea :-
Suhu : 36,7 C

V. STATUS LOKALIS
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi Fundus Uteri : 3 Jari dibawah proccesus xyphoideus
Teregang : Kiri
Bagian terbawah : Kepala
S.B.R : DBN
DJJ : 138 x/mnt
Formula Johnson : (34 cm 13) x 155
TBJ : 3.225 gr
Gerakan : (+)
HIS : (-)

VI. PEMERIKSAAN DALAM (VT)


Tanggal : 07 Agustus 2017
Jam : 04.45 WIB
Dokter : PPDS
Indikasi : Memantau kemajuan persalinan
Pembukaan : (-)
Cervix : Sakral
Effacement : 20%
Bagian terbawah : Kepala
Turunnya : Belum masuk PAP
Posisinya : Presentasi kepala
Promontorium : Teraba 11 cm

27
Lin. Inominata : Teraba 2/3 anterior
Sacrum : Cekung
Spina ischiadica : Tidak menonjol
Arcus Pubicum : Tumpul
Vagina : Dalam batas normal
Vulva : Dalam batas normal
Sarung tangan : Lendir darah (-), Air ketuban (-)
Meconium :-

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG-TAS:
JT, AH
FM (+), FHR (+)
BPD : 8,86 cm
AC : 34,04 cm
FL : 7,6 cm
EFW : 3300 gram
Plasenta : Corpus anterior
Air ketuban : Cukup
Kesan : KDR (38-39) minggu + JT + JH + PK

Hasil laboratorium tanggal 07 Agustus 2017 pukul 06.00 WIB

Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12.0 12 16 g/dl
Hitung eritrosit 4.5 3,9 - 5,6 10*6/l
Hitung leukosit 8.300 4.000- 11.000 /l
Hematokrit 40.4 36-47 %
Hitung trombosit 155.000 150,000-450,000 /l

28
Index eritrosit
MCV 90.2 80 96 fL
MCH 26.7 26 31 pg
MCHC *29.7 30 34 %

Hitung jenis leukosit


Eosinofil 1 13 %
Basofil 0 01 %
N.Stab *0 2 6 %
N. Seg 70 5375 %
Limfosit 24 2045 %
Monosit 5 48 %

Kimia klinik
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 71 mg/dL <140

URINE
Urin Rutin Hasil Satuan Nilai Rujukan
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
pH 7.0 4.6 ~ 8.0
Berat Jenis 1.020 1.013 ~ 1.030
Leukocyte esterase Negatif /LPB
Protein ++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif UE 0.1 ~ 1

29
A : PG + PEB + KDR (38-39) minggu + JT + JH + PK + CPD

Lapor Supervisor dr. H. M. Haidir, Sp.OG


P :
- Injeksi MgSO420% 20cc IV bolus lambat dalam 15 menit
- IVFD RL + MgSO440% 30cc 14 gtt/menit
- Nifedipin 4x10 mg tablet per oral, jika TD 180/110 mmHg beri
nifedipin 10 mg/ jam sampai dosis maksimal 120 mg/24 jam
R :
- Rawat inap
- Awasi Vital Sign, DJJ, HIS
- Rencana dilakukan Sectio Caesaria pada tanggal 08/08/2017 pukul
08.00 WIB.

Follow Up (tgl 07 Agustus 2017 pukul 20.00 WIB)


S :-
O :SP : Sens : Compos mentis Anemis : (-/-)
TD : 150/100 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 82 x/i Sianosis : (-)
RR : 22 x/i Dyspnoe : (-)
T : 36,8C Oedem : (-)
SL : Abd : Membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx
Punggung : Kanan
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
His : (-)
DJJ : 136 x/i
P/V : (-)
BAK : (+), Normal
BAB : (+), Normal

30
A : PG + PEB + KDR (38-39) minggu + JT + PK + JH + CPD
P : IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 14 gtt/menit
R :
- SC besok tanggal 08/08/2017 pukul 08.00 WIB
- Surat izin operasi (SIO) dan informed consents
- Konsultasi anastesi
- Puasa 8 jam
- Pasang IV line abocath no.18 three way
- Pasang foley catheter
- Personal hygiene
- Berdoa

LAPORAN OPERASI SECTIO CAESARIA


- Operator : dr. H. M. Haidir, Sp.OG
- Tanggal : 08/08/2017
- Jam : 08.00 WIB

Langkah-langkah operasi :
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan
baik.
Dilakukan anestesi spinal dan dilakukan tindakan septik dan antiseptik
dengan betadine dan alkohol 70%, lalu ditutupidengan duk steril kecuali
lapangan operasi.
Dilakukan insisi pfanneinsteil dimulai dari kutis, subkutis, facia digunting
ke kanan dan ke kiri, otot dilebarkan secara tumpul .
Peritoneum di jepit dan digunting ke atas dan kebawah, tampak uterus,
identifikasi SBR, pasang hack blast, insisi uterus low cervical sampai sub
endometrium, endometrium digunting kekiri dan ke kanan,
Dengan meluksir kepala, lahir bayi Laki-laki dengan berat badan : 3000
gram, panjang badan 50cm, A/S : 8/9, Anus (+) , tali pusat diklem di dua
tempat lalu digunting, placenta lahir spontan dengan ptt, kesan lengkap.

31
Tepi luka uterus dijepit, cavum uterus dibersihkan, kesan bersih, uterus
dijahit lapis demi lapis, evaluasi pedarahan jahitan luka insisi, kesan :
terkontrol.
Cavum abdomen dibersihkan, kesan bersih. Dinding abdomen dijahit lapis
demi lapis mulai dari peritoneum, otot,facia, subkutis dan kutis.
Luka operasi ditutupi dengam supratule dan kassa steril.
Operasi selesai, Keadaan umum ibu post SC stabil
Pasien dibawa ke recovery room. Pantau keadaan ibu setiap 15 menit
selama 2 jam, awasi :
o Kesadaran
o Vital sign
o Kontraksi uterus
o Perdarahan

Diagnosa post operasi : Post SC a/i PEB + CPD


Terapi :- IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 IU 20gtt/menit
- IVFD RL + MgSO4 40% (30 cc) 14 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1gr/ 8 jam
- Inj. Gentamisin 80mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam

FOLLOW UP 2 JAM POST SC di RECOVERY ROOM:


Jam Kesa- Nadi Tek.Darah Pernapasan Kontraksi Perdarahan
daran Uterus
09.30 Compos 88x/ 140/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)
09.45 Compos 88x/ 140/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)
10.00 Compos 80x/ 140/80 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)
10.15 Compos 80x/ 140/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)

32
10.30 Compos 84x/ 150/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis meit mmHg rubra (+)
10.45 Compos 84x/ 140/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)
11.00 Compos 80x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)
11.15 Compos 80x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB mentis menit mmHg rubra (+)

FOLLOW UP
TANGGAL 09/08/2017 PUKUL 06.00 WIB
S : Nyeri diluka Operasi
O : Sensorium : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 140/90 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80 x/i Dispnoe :-
RR : 20 x/i Sianosis :-
Temp : 36.8o C Edema :-
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 1 jari dibawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (+), lochia (+) rubra
L/O :Tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) Via Kateter 50 cc/ jam
BAB : (-)
Flatus : (-)
A : Post SC a/i PEB + CPD + NH1
P :
- IVFD RL + oxytocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i
- IVFDRL + MgSO4 40% 30 cc 14 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1gr / 12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg / 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
R : Terapi dilanjutkan

33
FOLLOW UP
TANGGAL 10/08/2017 PUKUL 06.00 WIB
S :-
O : Sensorium : Compos mentis Anemis :-
TD : 140/90 mmHg Ikterik :-
HR : 92 x/menit Dispnoe :-
RR : 22 x/menit Sianosis :-
Temp : 36.8o C Edema :-
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 2 jari Bpst, Kontraksi kuat
P/V : (-), lochia (+) rubra
L/O : Tertutup verban, kesan kering
BAK : (+)Via Kateter 50 cc/ jam
BAB : (-)
Flatus : (+)
A : Post SC a/i PEB + CPD + NH2
P : - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- As. Mefenamat 3x500 mg
- Nifedipin 1x10 mg
- Neurodex 2x1
- Grahabion 1x1
R : - IVFD RL 20 gtt/i habis AFF
- Kateter AFF
- Mobilisasi

34
FOLLOW UP
TANGGAL 11/08/2017 PUKUL 06.00 WIB
S :-
O : Sensorium : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 130/80 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80 x/i Dispnoe :-
RR : 20x/i Sianosis :-
Temp : 36.8o C Edema :-

SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)


TFU : 2 jari Bpst
P/V : (-), lochia (+) rubra
L/O : Tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) spontan
BAB : (+)
Flatus : (+)
A : Post SC a/i PEB + CPD + NH3
P : Cefadroxyl 2x500 mg
As. Mefenamat 3x500 mg
Neurodex 1x1
Grahabion 1x1
R :GV kering PBJ

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Hernawati,I., 2011.Analisis Kematian Ibu di Indonesia Tahun
2010.Naskah dipresentasikan dalam Pertemuan Teknis
KesehatanIbu,Bandung. [Internet]. Available
from:http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2011/08/Analisis-Kematian-Ibu-di-Indonesia-
Tahun-2010.pdf[Accessed 16 Agustus2017]
2. WorldHealthOrganization.2014.MaternalMortality.[Online].Availablefro
m: www.who.int/mediacenter/factsheets/fs348/en/[Accessed 16 Agustus
2017]
3. Angsar, M.D.,2010.HipertensidalamKehamilan.Dalam: Saifuddin,A.B.,
Rachimhadhi,T., Wiknjosastro,G.H.(eds).Ilmu KebidananSarwono
Prawirohardjo. Edisike-4 Jakarta: P.T. Bina Pustaka
4. DeSouzaRugolo,L.M.S., Bentlin, M.R., and Trindade, C.E.P., 2011.
Preeclampsia: Effects onthe Fetus andNewborn.NeoReviews[online],
12(4): 198-206. Available from:
http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/neoreviews;12/4/e/
198[Accessed 16 Agustus2017]
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012,ProfilKesehatan
Indonesia, Jakarta.
6. Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran EGC;2012.
7. Kementerian Kesehatan RI. ProfilKesehatan Indonesia2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI;2014.
8. DinkesSumut,2011. Bab1-2.pdf(Secured). Bab-II
LandasanVeteranhttp://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4S1kedokteran/2073
11168/Bab%201.pdf.
Diakses18 Agustus 2017.
9. Prawirohardjo,S.,2006.BukuAcuanNasionalPelayananKesehatan
Maternal Dan Neonatal. YayasanBinaPustakaSarwono Prawirohardjo.
Jakarta
10. NationalInstituteforHealth onClinicalExcellence(NICE).Hypertensionin
Pregnancy: The Management of Hypertensive Disorders During
Pregnancy. United Kingdom:NationalInstitutefor Healthand Clinical
Excellence;2010
11. Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan BayiResiko Tinggi. EGC, Jakarta(11)
12. Cunningham,FG,etal2010,WilliamsObstetrics23 rd ed,Jakarta:EGC.p. 741-
763
13. CampbellN.AMitchellLG.ReeceJB,TaylorMR,SimonEJ,2006.Biology,
5thed, Benjamin Cummings PublishingCompany, inc.,Redword City,

36
England.
14. Wiknjosastro,H.,2006.IlmuKebidanan.Jakarta:YayasanBinaPustaka
Sarwono Prawirohardjo.
15. WibowoB.&RachimhadhiT.1997,IlmuKebidanan;Pre-eklampsiadan
Eklampsia, YayasanBinaPustakaSarwono Prawirohardjo, Jakarta
16. Indriani Nanien. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
preeclampsia/eklampsiapadaibu bersalin diRSUDKardinaKota Tegal.
17. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan BBLR.
Sumatera Utara. FK USU. 2009
18. Cunningham, F. G., Lenevo, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe, J.
S., Hoffman, B. L., et al. (2014). Williams Obstetrics (24th ed.). United
States: McGraw-Hill Education.
19. Shamsi S, Saleem S, Nishter N. 2013. Epidemiology and Risk factors of
Preeclampsia : An Overview of Observational Studies. Al Ameen J Med
Sci. 6(4): 292300.
20. Wibowo N, Irwinda R, Frisdiantiny E. 2015. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsia.
Kementerian Kesehatan RI. hlm. 140
21. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. 2004. Obstetri
Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi Ke-2. Jakarta: EGC.
22. Mustafa, R., Ahmed, S., Gupta, A., & Venuto, R. C. (2012). A
Comprehensive Review of Hipertension in Pregnancy. J Pregnancy , 1-
19.
23. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., 2015. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran : Diagnosis dan Tatalaksana Pre-Eklampsia.
Available at: pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/. [Accessed 20
Agustus 2017].

37

Anda mungkin juga menyukai