Kelompok F-29
RSUD Kabupaten Jombang
SMF ILmu Penyakit Obstetri dan Gynekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
2018
1.1 Definisi
termasuk kematian janin adalah kematian janin intra uterin dengan berat janin 500 gram atau
lebih. Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal
death dibagi menjadi : 1. Early Fetal Death yaitu kematian janin yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. 2. Intermediate Fetal Death yaitu kematian janin yang
berlangsung antara usia kehamilan 20-27 minggu. 3. Late Fetal Death yaitu kematian janin
yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu. WHO dan American College of
kematian janin intra uterin dengan berat janin 500 gram atau lebih.
1.2 Etiologi
a) Kausa Janin
Dari 25 – 40% kasus kematian janin, penyebab terseringnya adalah karena faktor janin itu sendiri. Kausa
pada janin tersebut mencakup cacatgenetik atau malformasi kongenital mayor, infeksi janin, gestasi
multipel,dan cacat lahir non kromosom. Malformasi kongenital mayor merupakan adanya kelainan
kromosomautosom. Beberapa dari kelainan tersebut antara lain neural-tube defect ,hidrosefalus,
penyakit jantung kongenital, hidrops dan lain-lain. Malformasi kongenital mayor ini merupakan kelainan
genetis yang mengancam hidup janin dan mengganggu kerja organ-organ vital.
Infeksi janin merupakan kausa yang konsisten dengan tingkatkegawatdaruratan janin. Semakin parah
morbiditas dan virulensi dari infeksiyang diderita janin, semakin buruk kemungkinan janin untuk dapat
hidup didalam uterus. Beberapa infeksi janin yang dapat membahayakan janin antaralain infeksi TORCH
Salmonelosis atau demamtifoid, hingga gangguan pembekuan darah dan syok. dan Parovirus B19
merupakan salah satu agen palingteratogenik yang diketahui. Sekitar 80% wanita hamil terinfeksi rubella
danruam selama 12 minggu akan mengalami infeksi kongenital, usia 13-14 minggu berjumlah 54 %, dan
pada akhir trimester kedua sebanyak 25%.Adanya infeksi virus Rubella dan Parovirus ini akan
janin, trombositopenia, anemia, dan lain-lain.Sitomegalovirus lebih banyak menyebabkan infeksi dan
Toksoplasmosis akut merupakan penyulit sekitar 1-5 dari 1000 kehamilan. Setidaknya pada wanita
hamil, keguguran atau lahirnya bayihidup dengan tanda-tanda kecacatan akibat toksoplasmosis
kongenital rentanterjadi. Gejala dan tanda klinis yang didapatkan berupa berat lahir rendah,anemia,
ikterus, hepatosplenomegali, kalsifikasi intrakranial, limfadenopati,rasa lelah, nyeri otot, bahkan hingga
retardasi mental.
Infeksi Streptococcus grup A saat ini sudah jarang dijumpai. Walaudemikian, infeksi ini tergolong
infeksi yang berat karena menimbulkan syok dan sangat toksik, sehingga berakibat pada kematian ibu –
janin. Infeksi Streptococcus grup B berperan dalam menyebabkan gangguan hasilkehamilan
(persalinan preterm, ketuban pecah dini, korioamnionitis, dansepsis nifas). Oleh karena itu, infeksi
Streptococcus merupakan infeksi yangcukup berbahaya bagi kelangsungan hidup janin di dalam
uterus. Penyakit sistemik lain yang menimbulkan kematian janin sekaliguskematian maternal antara lain
malaria, demam tifoid, demam berdarahdengue, gangguan pembekuan darah, dan syok. Semua
gangguan sistemik ini membutuhkan adanya penanganan yang lebih komprehensif untuk ibuhamil,
b) Kausa Maternal
Kasus kematian janin yang diakibatkan oleh faktor maternal ternyatahanya memiliki peranan yang
kecil. Beberapa penyakit dari ibu yang mempunyai kausa tersering berupa hipertensi dan diabetes pada
kehamilan.Penyakit-penyakit lain seperti autoantibodi, SLE, penyakit rhesus merupakansebab yang jarang
jumlah kejadiannya. Pada intinya, kasus kematian janinyang disebabkan oleh kausa ibu diakibatkan oleh
adanya gangguan sistemik pada ibu, dimana gangguan sistemik tersebut mengganggu perfusi darah dariibu
ke janin. Penyebab lainnya sepertipenurunan alfa feto protein, cukup memberikan arti yang besar
Mekanisme inkompatibilitas Rhesus darah antar orang tua mempunyaiperan dalam IUFD.
Golongan darah Rhesus yang berbeda tersebutmemberikan suatu bentuk autoantibodi pada tubuh janin,
sehingga berakibatpada hiperkoagulitas darah dan reaksi autoimun janin. Hampir semua kasusibu hamil
Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis yaitu hipertensigestasional, pre-eklampsia,
dan eklampsia. Ketiga jenis hipertensi kehamilan ini merupakan bagian yang berurutan, sesuai dengan
atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belummengalami proteinuria. Hipertensi gestasional
yang memberat akan menyebabkan terjadinya pre-eklampsia. Pre-eklampsia adalah sindromspesifik
kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel disertai dengan
adanya kombinasi antara hipertensi danproteinuria yang nyata selama kehamilan. Bila pre-eklampsia
tidak segeraditangani dengan baik, akan menimbulkan stadium pre-eklampsia berat yangakhirnya
mengakibatkan eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya kejang grand mal pada seorang wanita dengan
preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Hipertensi kehamilan sejatinya mengakibatkan
vasospasme daniskemia dalam pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadipeningkatan curah
jantung yang bermakna. Hal ini mengakibatkan adanya peningkatan afterload jantung. Hal ini akan
semakin parah bila mencapaitahap pre-eklampsia, dimana terjadi peningkatan resistensi perifer
mencolokccurah jantung. Bila keadaan ini terus dibiarkan, maka akan mengganggu perfusiu
tero-plasenta dan mengakibatkan hipoksia janin. Hal ini akan berakibatpada kematian janin. Gejala dan
tanda untuk masing-masing tipe hipertensi kehamilanhampir mempunyai gambaran yang sama, terutama
pada keluhan nyerikepala dan epigastrium. Pada hipertensi gestasional, dapat dikenali adanyanyeri
kepala, nyeri epigastrium, dan peningkatan tekanan darah yang nyata.Pre-eklampsia berat ditegakkan
dengan adanya ekskresi protein urin dalam24 jam sebesar 2 gram atau lebih, dan proteinuria 2+ atau lebih
yangmenetap. Sedangkan pre-eklampsia ringan ditemukan proteinuria 1+ atautidak ada sama sekali, dan
Diabetes mellitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medistersering pada kehamilan. Pasien
dipisahkan menjadi golongan yangmengidap diabetes sebelum hamil (overt ), dan yang mengidap saat
hamil(gestasional). Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan inidipicu oleh kehamilan, yang
mungkin terjadi akibat perubahan-perubahanfisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini dapat
menimbulkan efek bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah makrosomia disertaitrauma lahir
karena distosia bahu. Hal ini disebabkan oleh karenapengendapan lemak yang berlebihan di bahu dan
badan. Hiperinsulinemia janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan
merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan. Berkaitan dengankematian janin, dugaan kematian
janin oleh karena diabetes gestasional masih merupakan permasalahan yang belum ditemukan secara
pastibagaimana teori terjadinya. Kemungkinan paling besar adalah adanya trauma janin saat lahir
akibat distosia bahu atau diabetes dipandang sebagai pemicuhipertensi pada kehamilan yang
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
miometrium. Penyebab ruptur uteri ini antara lain danya diproporsi janin dan panggul, partus macet, atau
adanya partustraumatik, dimana terjadi trauma mekanis yang kuat yang dapat merobek miometrium uterus
(Suparman, 2003). Penilaian klinis pada rupture uterineini berbeda antara pada uterus normal dengan pada
uterus bekas sectiocaesarea. Penilaian klinis rupture uteri pada uterus normal diawali olehadanya
lingkaran konstriksi (bald’s ring) hingga umbilicus atau diatasnya,nyeri hebat pada perut bagian bawah,
hilangnya kontraksi uterus gravidusyang normal, perdarahan pervaginam, dan syok (Cunningham,
2005).Biasanya, penyebab utama dari ruptura uteri pada uterus normal adalahkarena partus yang macet,
trauma atau kecelakaan pada ibu, dan lain-lain. Sedangkan pada uterus bekas sectio caesarea, terjadi
gejala nyeri yang khas, perdarahan bertambah sedikit dari normal, dan bradikardiapada janin. Ruptur
tersebut terjadi sebelum atau pada fase laten persalinan,dan pada fase aktif / kala II bila insisi transversal
SBR. Adanya ruptura uteriini secara otomatis akan mengakibatkan adanya perdarahan mendadak padaibu
dan trans-plasenta, sehingga berakibat pada perdarahan janin yang masif dan kematian janin.
c) Kausa Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinyasebelum janin lahir. Beberapa
jenis perdarahan akibat solusio plasentabiasanya merembes di antara selaput ketuban dan uterus kemudian
loloskeluar yang menyebabkan perdarahan eksternal. Solusio plasenta terbagimenjadi solusio plasenta totalis
dan parsialis. Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidua basalis. Desiduakemudian terpisah,
meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat keendometrium. Akibatnya, proses ini pada tahap paling awal
destruksi plasenta di dekatnya. Hal inimengakibatkan berkurangnya perfusi darah ke janin melalui plasenta
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami ruptur sehinggamenyebabkan hematom retro
plasenta, yang sewaktu membesar semakinbanyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Karena
masih teregangoleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat berkontraksi untuk menjepitpembuluh darah yang
robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta.Darah yang keluar dapat memisahkan selaput
ketuban dari dinding uterusdan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal atau tetap dalam uterus.Hal
inilah yang membedakan antara solusio plasenta parsialis dengan totalis. Klinis solusio plasenta ringan
hingga berat punberbeda. Pada solusio plasenta ringan, terjadi ruptur sinus marginalis yangmenyebabkan
perdarahan pervaginam warna merah hitam dan agak tegang dengan bagian janin masih teraba. Solusio
plasenta sedang terjadi sakit perutterus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar diraba, BJA sukar
dirabadengan stetoskop biasa, dan terjadi kelainan pembekuan darah. Solusio plasenta berat merupakan
gejala terberat dengan pelepasansolusio plasenta lebih dari duapertiga luas, uterus tegang seperti papan,
Infark plasenta merupakan kelainan plasenta yang tersering. Infark plasenta terjadi karena akibat dari
sumbatan pasokan vaskuler ibu, yaitusirkulasi antarvilus. Secara histopatologis terdapat gambaran
degenerasifibrinoid trofoblas, kalsifikasi, dan infark iskemik akibat oklusi arteri spiralis. Secara umum,
etiologi dari infark plasenta ini terjadi karenapenuaan trofoblas yang mengalami perubahan, dan gangguan
pada vilus-vilus.Dari sini, terbentuklah trombosis arteri vilus pada janin dan bahkan berakibatpada kalsifikasi
plasenta. Pembentukan trombosis dan kalsifikasi inimengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke janin yang
berakibat kematian janin. Gambaran infark plasenta ini dapat ditegakkan denganpemeriksaan
1.3 Patofisiologi
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan yang telah lanjut, maka
a) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas kembali.
b) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula terisi cairan
c) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah
d) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat
lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah kulit.
1.4 Komplikasi
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan janin yang telah
mati selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami koagulopati intravaskuler diseminata
1.5 Diagnosis
ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang biasa dialami (mual,
janin harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau tidak adanya pertumbuhan
(Human Chorionic Gonadotropin atau HCH) mungkin dapat membantu diagnosis dini
selama kehamilan.
4) Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal digunakan untuk
mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat menunjukkan adanya kematian
janin meliputi penumpukan tulang tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung
janin melengkung secara berlebihan dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian,
foto rontgen sudah tidak digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas untuk
setelah usia gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema kulit kepala dan
maserasi janin
1.4 Terapi
2) Persalinan anjuran :
a) Dilatasi serviks dengan batang laminaria Setelah dipasang 12-24 jam kemudian
dilepas dan dilanjutkan dengan infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan
plasenta.
Kateter folley no 18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar kantong amnion.
Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung tali diberi beban
c) Infus oksitosin
Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8 tetes / menit dinaikan
d) Induksi prostaglandin
Dosis : Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang 4-5 jam. Pg-E 2
diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg. Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL
Nybo Andersen AM, Hansen KD, Andersen PK, et al. 2014. Advanced paternal ageand risk of fetal death: a cohort
Smith, G., etc. 2014. Second-Trimester Maternal Serum Levels of Alpha-Fetoproteinand the Subsequent Risk of
Suddent Infant Death Syndrome. The New EnglandJournal of Medicine : 351 ; 978-86 (on-line).
Suparman, E., etc. 2013. Management of Placental Abruption and Incomplet UterineRuptue caused by Accidental
Trauma of Abdomen. Cermin Dunia Kedokteran,no.139, edisi Kebidanan dan Kandungan (on-line).
Weiss HB, Songer TJ, Fabio A. 2016. Fetal deaths related to maternalinjury. JAMA;286(15):1863-8 (on-line).
Gomez Ponce de Leon R, Wing DA. 2009. Misoprostol for termination of pregnancywith intrauterine fetal
demise in the second and third trimester of pregnancy - asystematic review. Contraception; 79(4):259-71
(on-line).