Anda di halaman 1dari 24

Case Report Sections

ABORTUS

oleh :

Ditya Fitri Wahyuni 1210313109

Handyka Milfiadi 1210313101

Rori Syahnidep 1210312123

Preseptor:

dr. Pom Harry Satria, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2017
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat bertahan
hidup di luar kandungan. Sebagai batasannya, aborsi didefinisikan sebagai
pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat badan
janin kurang dari 500 gram.1
Secara umum, abortus diklasifikasikan menjadi abortus spontan dan
abortus provokatus. Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa
tindakan sedangkan yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
abortus provokatus. Abortus provokatus ini juga dibagi menjadi 2 yaitu abortus
provokatus medisinalis apabila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu dan abortus provokatus kriminalis.2
1.2 Epidemiologi
Abortus merupakan kasus yang sangat sering terjadi. Sebuah data
menyebutkan bahwa hanya 62,5% kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup,
21,9% aborsi legal, 13,8% abortus spontan, 1,3% kehamilan ektopik, dan 0,5%
kematian janin. Data lain menyebutkan bahwa abortus spontan terjadi sekitar 15-
40%. Abortus spontan sering terjadi pada usia kehamilan yang lebih awal, sekitar
75% terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu dan kurang lebih 60% terjadi
sebelum 12 minggu.
Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per
100.000), factor risikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain kulit
putih, dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian
meliputi: infeksi 59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari
anesthesia 5%.3

1.3 Etiologi dan Patologi


Lebih dari 80% kasus abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan
dan sedikitnya hampir setengah dari kasus tersebut disebabPatkan oleh kelainan
kromosom. Setelah trimester pertama, angka abortus maupun insiden kelainan
kromosom menurun.1
a. Faktor Janin1
Perkembangan Zigot Abnormal
Abortus spontan dini biasanya disebebkan oleh abnormalitas
perkembangan zigot, embrio, early fetus, atau plasenta. Analisis yang
pernah dilakukan pada 1000 kasus abortus spontan menyebutkan
bahwa hampir setengahnya disebabkan oleh ketiadaan embrio atau
blighted ovum.
Abortus Aneuploidi
Trisomi autosom merupakan anomaly kromosom yang paling sering
terjadi pada trimester pertama. Trisomi autosom 13,16, 18, 21, dan 22
merupakan yang paling sering terjadi. Kelainan lain seperti monosom
X (45X), triploidi, dan tetraploidi.
Abortus Euplodi
b. Faktor Maternal
Infeksi
Patogen yang dapat menyebabkan abortus antara lain:
- Bakteri: Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma
urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis
- Virus: CMV, Rubela, HSV, HIV, Parvovirus
- Parasit: Toksoplasma gondii, Plasmodium falciparum
- Spiroketa: Treponema pallidum
Beberapa teori diajukan untuk menerangkan peran infeksi terhadap
terjadinya abortus, antara lain:
- Adanya metabolic toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup
- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta
- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia
bawah dapat mengganggu proses implantasi
- Amnionitis
- Adanya hal yang dapat memacu perubahan genetic dan anatomic
embrio.1,2
Penyakit Kronik
Pada awal kehamilan, janin dapat mengalami abortus akibat penyakit
kronis seperti TB atau carcinomatosis. Celiac sprue juga pernah
dilaporkan dapat menyebabkan infertilitas baik pada pria maupun
wanita dan juga dapat menyebabkan abortus berulang.1
Kelainan Endokrin
- Hipotiroidisme. Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan
keguguran. Defisiensi hormone tiroid sering terjadi pada wanita,
biasanya disebabkan oleh penyakit autoimun, tetapi efek
hipotiroidisme pada abortus dini belum diteliti secara mendalam.1
- Diabetes mellitus. Angka abortus spontan dan malformasi
congenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes
bergantung insulin. Risiko tampaknya berkaitan dengan derajat
kontrol metabolic pada awal kehamilan.1
- Kadar progesterone yang rendah (defek fase luteal). Progesteron
memiliki peran penting dalam penerimaan endometrium terhadap
implantasi embrio, sehingga kadar progesterone yang rendah
berhubungan dengan risiko abortus. Support fase lutel memiliki
peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat trofoblas
harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.1,2
Nutrisi
Defisiensi salah satu nutrient dalam makanan atau defisiensi moderat
semua nutrient tampaknya bukan merupakan penyebab penting
abortus.1
Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan1
- Alkohol.
- Kafein
- Radiasi
- Kontrasepsi
- Toksin lingkungan
Faktor Imunologi
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan
penyakit autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus
(SLE) dan Antiphospolipid Antibodies (aPA). Antiphospolipid
Antibodies merupakan antibody spesifik yang didapati pada
perempuan dengan SLE yang akan berikatan dengan sisi negative dari
fosfolipid. Antiphospolipid Syndrome (APS) juga sering ditemukan
pada beberapa keadaan seperti preeclampsia, IUGR, dan prematuritas.
Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas
akibat adanya atherosis dan oklusi vascular. Trombosis plasenta pada
APS diawali adanya peningkatan rasio tromboksan terhadap
prostasiklin, selain itu juga akibat dari peningkatan agregasi trombosit,
penurunan c-reaktif protein dan peningkatan sintesis platelet-
activating factor. Secara klinis lepasnya kehamilan pada pasien APS
sering terjadi pada usia kehamilan di atas 10 minggu.2
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai
komponen koagulasi dan fibrinolitik memengang peran penting dalam
implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan
terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
- Peningkatan kadar factor prokoagulan
- Penurunan factor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik2
Trauma Fisik
Trauma abdomen dapat mencetuskan terjadinya abortus.1
Defek pada Uterus
- Kelainan Uterus Didapat
Kelainan seperti leiomioma uterus, Asherman syndrome dapat
menyebabkan abortus. Asherman syndrome, dikarakteristikan
dengan adanya sinekia pada uterus, yang biasanya dihasilkan
dari destruksi area endometrium yang luas oleh tindakan
kuretase sehingga endometrium tidak cukup kuat untuk
mendukung terjadinya kehamilan. 2
- Kelainan Perkembangan Uterus
Anomali congenital yang mendistorsi atau mengurangi ukuran
kavum uterus, seperti uterus unikornu, bikornu, atau septa
berisiko 25-50% terjadi abortus.4
Pada abortus spontan, perdarahan ke dalam desidua basalis sering terjadi.
Nekrosis dan inflamasi terlihat di daerah implantasi. Adanya kontraksi uterus dan
dilatasi serviks menghasilkan ekspulsi pada seluruh hasil konsepsi. 4
1.4 Macam-macam Abortus
Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses
patologi yang terjadi.2
a. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai oleh perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan
hasil konsepsi masih baik di dalam kandungan.
Pasien mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali
perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besar uterus masih
sesuai dengan umur kehamilan, dan tes kehamilan urin masih positif.
b. Abortus Insipien
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih di dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan
umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan
tes urin kehamilan masih positif.
c. Abortus Komplit
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 atau berat janin kurang 500 gtam. Ostium uteri telah
menutup dan uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar
uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.

Gambar 1 Abortus komplit.4


d. Abortus Inkomplitus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan sebagian masih
tertinggal. Kanalis servikasil masih terbuka dan akan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan
biasanya masih terjadi jumlahnyapun masih bisa banyak atau sedikit
tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian
placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien
dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa
jaringan konsepsi dikeluarkan.

Gambar 2 Abortus inkomplit.4


e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan.
Pasien missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.
Kadang missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh tetapi pertumbuhan janjin terhenti.
f. Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turun. Salah satu penyebab
yang sering dijumai adalah inkompetensia serviks atau keadaan serviks
uterus tidak dapat menerima beban untuk bertahan menutup setelah
kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan
membuka tanpa disertai kontraksi rahum dan akhirnya terjadi pengeluaran
janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan
sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang
berlebuhan, robeknya serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servikalis sudah melebar.
g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia
sedangkan abortus septic adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi
pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis
dan antiseptic.
h. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)
Merupakan kehamilan patologi dimana mudigah dan yolk sac tidak
terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk
1.5 Diagnosis abortus
Perlu ditanamkan bahwa pada wanita usia reproduktif dengan perdarahan
spontan pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil sebelum terbukti
lainnya. Abortus yang terjadi secara spontan memiliki risiko jika tidak
ditatalaksana dengan baik. Sedangkan untuk abortus yang diinduksi secara medis
biasanya bersifat lebih aman khususnya jika dilakukan pada 2 bulan pertama
kehamilan.5
Berikut poin-poin diagnosis pada kasus abortus spontan;
1. Abortus iminens
Abortus iminens dicurigai terjadi ketika terdapat vaginal discharge
atau darah dari vagina yang muncul pada awal kehamilan. Biasanya
perdarahan dikeluhkan terlebih dahulu, yang kemudian diikuti nyeri
kram abdomen beberapa jam atau hari setelah perdarahan tersebut.
Abortus iminens sangat sering dijumpai, dimana satu dari empat
sampai 5 perempuan mengalami perdarahan atau keluar flek pada
saat kehamilannya. Hampir sekitar setengah dari perempuan yang
mengalami ini akan berlanjut pada abortus. Perempuan yang tidak
aborsi setelah ini bisanya memiliki risiko terjadinya hasil kehamilan
yang tidak optimal seperti melahirkan preterm, berat lahir rendah,
dan kematian perinatal.5
Diagnosis banding pada perempuan dengan perdarahan seperti itu
ialah seperti perdarahan normal pada saat mens, lesi servikal, polip
serviks, servisitis, dan reaksi desidual dari serviks. Selain itu juga
harus dipertimbangkan adanya keadaan hamil ektopik pada abortus
iminens ini.
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan ukuran uterus yang masih
sesuai usia kehamilan, dan juga ostium uteri yang masih tertutup.
Selain itu juga perlu dilakukan pencarian terhadap penyulit seperti
kehamilan ektopik atau adanya torsi dari kista ovarium yang tidak
diketahui sebelumnya.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens biasanya ditandai dengan rupture membran
sekaligus adanya dilatasi dari serviks. Pada keadaan ini hampir dapat
dipastikan bahwa abortus terjadi. Kontraksi uterus akan segera
terjadi supaya tidak terjadi infeksi.
Dengan adanya rupture dari membrane dan dilatasi dari serviks yang
signifikan, maka tindakan untuk menyelamatkan janinnya sudah
tidak memungkinkan lagi. Jika sudah tidak ada nyeri atau
perdarahan lagi, maka perempuan tersebut diobservasi untuk melihat
perdarhan, nyeri keram, atau demam. Jika setelah 48 jam sudah tidak
ada tanda tersebut maka perempuan tersebut dapat kembali
beraktivitas seperti biasa, kecuali tindakan penetrasi ke dalam vagina
dalam bentuk apapun. Namun jika masih terdapat keluarnya cairan
atau darah yang disertai nyeri, ataupun pasien mengeluhkan adanya
demam, maka uterus kemudian harus dikosongkan.
3. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit didiagnosis ketika plasenta, baik seluruhnya
ataupun sebagian, tertinggal dalam uterus tetapi janin telah keluar.
Perdarahan biasanya lebih banyak pada abortus inkomplit dan dapat
sangat signifikan jika usia kehamilan sudah lebih tua. Embrio-fetus
dan plasenta mungkin dikeluarkan bersama sama jika usia kehamilan
masih kurang dari 10 minggu.

4. Missed aborsi
Missed aborton didefinisikan sebagai retensi dari sisa konsepsi yang
telah mati di dalam uterus selama beberapa minggu. Setelah
kematian janin, mungkindapat terjadi perdarahan atau tidak sama
sekali ataupun tidak menimbulkan gejala. Ukuran dari uterus
biasanya tidak bertambah, dan perubahan pada payudara biasanya
malah kembali ke seperti semula. Kebanyakan dari missed abortion
dapat keluar sendiri, akan tetapi, jika retensi dari janin yang mati
tersebut telah berlangsung lama, maka mungkin dapat terjadi
gangguan koagulasi.

1.6 Penatalaksanaan(1,6,7,8)

a. Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka dianjurkan


pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa
diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Bila perdarahan
berlanjut dan jumlahnya semakin banyak, atau jika timbul gangguan lain seperti
tanda infeksi, pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Pasien boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

b. Abortus incipiens.

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan


dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,
Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan.
Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan
dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.

c. Abortus incompletes

Pengelolaan pasien abortus inkomplit harus diawali dengan memperhatikan


keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk
kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila
kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Dari gambaran USG tampak ukuran
uterus sudah kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali,
di kavum uteri tampak massa hiperkoik yang bentuknya tidak berarturan.

Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan untuk segera melakukan pengeluaran


sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal keluar, kontraksi
uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya
dilakukan tindakan kuretase. Pada sebagian wanita, diperlukan dilatasi serviks
tambahan sebelum kuretase dilakukan dan kuretase hisap efektif dalam
mengosongkan uterus. Pasca tindakan perlu diberikan uretrotonika parenteral
ataupun per oral dan antibiotik

d. Abortus komplit

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah
penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus
600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi
darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan
pemantauan lanjut jika perlu.

e. Abortus infeksiosa/septik
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan
cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan
Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg
dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil
kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal


6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus
dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik harus
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian
tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dah
kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi
kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2. Histerektomi harus
dibuat secepatnya jika indikasi.

f. Missed abortion
Pengelolaan missed abortion perlu diutrakan kepada pasien dan keluraganya
secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menibulkan
komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali
tindakan. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks
uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20
minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis.
Beberapa cara dapat dilakukan anatara lain dengan pemberian infus intravena
cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 %
tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan
tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak
berhasil pasien diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya
maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan
induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
g. Abortus Habitualis

Pengobatan sesuai dengan penyebab, bila abortus habitualis akibat reaksi


imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen Lymphocyte trophoblast cross
reactive dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi. Salah satu
penyebeb yang sering ditemukan ialah inkompetensia serviks untuk pengelolaan
penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin
dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk
memberikan fiksasi serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya
kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara
SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikaslis dengan
benang mersilene yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan
aterm dan bayi siap dilahirkan .

h. Kehamilan anembrionik (Blighted Ovum)

Bila pada saat USG pertama tidak ditemukan gambaran gamabaran mudigah
maka perlu dievaluasi dengan USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah dan diamater kontong gestasi sudah mencapai 25 mm maka
dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan
anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara
elektif.

1.7 Komplikasi9

1. Perdarahan.

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu
atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi
uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

2. Perforasi.

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok
hemoragik.

3. Syok.
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis
sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

4. Infeksi.

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium
sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi


paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus
dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena
dapat membentuk gas.

1.8 Pemantauan pascaabortus.9

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal


yang biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang
diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya
adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat
mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.

Setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah.


Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia
berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien
dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami demam yang memburuk atau
nyeri setelah perdarahan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk
mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat
pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.

1.9 Prognosis9

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan


sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran
dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan
sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan
aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2
atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
BAB 3
LAPORAN KASUS

Nama : Ny. RM

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Pegawai dealer mobil

Tanggal masuk RS : 30 januari 2017

No MR : 14.88.49

Anamnesis

Seorang pasien wanita usia 23 tahun datang ke Poliklinik RSUD Sungai Dareh
Dharmasraya pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 11.30 WIB dengan keluhan
keluar darah sedikit-sedikit yang tidak berhenti disertai jaringan seperti daging
dari kemaluan sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluar darah dari kemaluan sejak 3 hari SMRS, berwarna merah


kehitaman seperti menstruasi, nyeri (+)
Keluar jaringan seperti daging (+)
Keluar jaringan seperti gelembung mata ikan (-)
Tidak haid sejak 1,5 bulan yang lalu
HPHT: 14-12-16 TP: 21 -9- 17
Ini merupakan kehamilan ke 1
Riwayat demam (-), trauma (-), keputihan (-)
BAB dan BAK biasa
Riwayat menstruasi : menarche usia 15 tahun, siklus haid teratur 1x28
hari, lamanya 5-7 hari, 2-3 kali ganti duk/hari, nyeri haid (+)

Riwayat Penyakit
- Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi
sebelumnya.

- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit


menular, dan penyakit kejiwaan.

Riwayat perkawinan : 1x, tahun 2016

Riwayat kehamilan / abortus / persalinan : 1 / 0 / 0

1 Hamil Sekarang

Riwayat Kontrasepsi : tidak ada

Riwayat Imunisasi : (-)

Riwayat Pendidikan : Tamat SMA

Riwayat Pekerjaan : Pegawai sebuah dealer mobil

Riwayat Kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Tinggi Badan : 161 cm

Berat Badan : 48 kg

BMI : 16,27 kg/m2

Vital sign: Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg


Nadi : 81 x/menit

Nafas : 21 x/menit

Temperatur : 36,8 0C

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak tampak ikterik

Leher : Inspeksi : JVP 5-2 cmH2O,

Kelenjar tiroid tidak tampak membesar

Palpasi : Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar

Toraks : Pulmo :

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris kiri =


kanan

Palpasi : Fremitus Normal kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, Rh-/-, wh-/-

Cor:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS ICR V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama teratur, bising (-)

Abdomen : Status Obstetricus


Genitalia : Status Obstetricus

Ekstremitas : Edema -/-, RF +/+, RP -/-

Status Obstetrikus :

Abdomen

I : perut tidak tampak membuncit

Pa : FUT tidak teraba, NT(-), NL(-), DM(-)

Pe : Tympani

Au : BU (+) Normal

Genitalia:

Inspeksi : v/u tenang, PPV (+)

Inspekulo : Vagina : tumor (-), laserasi (-), fluksus (+), tampak darah
menumpuk di forniks posterior.

Portio : NP, ukuran sebesar jempol tangan dewasa, tumor (-),


laserasi (-), fluksus (+), tampak darah merah merembes dari kanalis
servikalis, OUE terbuka 1 jari

VT bimanual :

Vagina : Tumor (-)


Portio : NP, tumor (-), ukuran sebesar jempol tangan
dewasa
CUT : AF, ukuran sebesar telur bebek
AP : lemas kiri = kanan
CD : tidak menonjol
Laboratorium :

Hb : 12 gr/dl

Ht : 34%

Leukosit : 7.920/mm3

Trombosit : 294.000/mm3

Plano tes : (+)

Diagnosa kerja : G1P0A0H0 gravid 6-7 minggu + Abortus Inkomplit

Sikap : Kontrol keadaan umum, vital sign, perdarahan pervaginam


Informed consent
USG
Hasil USG : Sisa konsepsi (+)
K/ Ab. Inkomplit
Terapi :
1 IVFD RL + drip 1 amp oxytocin 20 tpm
2 Cefotaxime 2 x 1 gr iv
3 Asam traneksamat 3 x 1 amp
4 Vit C 3 x 100 mg IV
5 Vit K 3x 1 amp IV
6 Sulfas ferrosus 2 x 300mg

Rencana : Kuretase
BAB 4
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan usia 23 tahun datang ke Poliklinik RSUD Sungai Dareh


Dharmasraya dengan keluhan perdarahan pada kehamilan 6-7 minggu. Awalnya
pasien mengatakan hanya mengalami perdarahan seperti mestruasi saja selama 3
hari. Namun setelah pasien dirawat di Bangsal, setalah dianamnesis ulang pasien
megatakan bahwa pada perdarahannya pernah keluar berupa bongkahan darah
seperti daging, tidak berbentuk seperti telur ikan. Pasien mengeluhkan keluar
bercak kemerahan ini disertai nyeri perut. Pasien tidak memiliki riwayat trauma.
Namun pasien mengungkapkan bahwa setiap hari pasien menuju tempat kerja
menggunakan sepeda motor melewati jalan yang tidak rata bisa dipertimbangkan
sebagai salah satu faktor resiko.
Dari anamnesis kita dapat mengarahkan pasien kepada diagnosis abortus,
karena perdarahan berupa bongkahan darah seperti daging dan terjadi pada usia
gestasi dibawah 20 minggu. Kemungkinan mola hidatidosa dapat kita singkirkan
karena pada perdarahan tidak ditemukan bongkahan darah seperti mata ikan,
kemudian mola hidatidosa juga dapat disingkirkan karena tinggi fundus uteri pada
mola hidatidosa lebih tinggi dari usia kehamilannya, sedangkan tinggi fundus
uteri belum teraba pada pasien ini.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit tidak pucat, konjungtiva tidak
anemis, dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb normal yaitu 12 gr/dL.
Hal ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi tidak masif dan tidak
menyebabkan anemia pada pasien.
Dari pemeriksaan dengan menggunakan inspekulo tampak darah menumpuk
di forniks posterior dan fluksus (+), tampak darah merembes dari kanalis
servikalis, OUE terbuka I jari .
Dari pemeriksaan VT bimanual pada genitalia, pada vagina tidak ditemukan
adanya tumor, pada portio didapatkan bahwa pasien nullipara, tumor (-), ukuran
sebesar jempol tangan dewasa. Cavum uteri antefleksi ukuran sebesar telur bebek,
Adneksa lemas kiri = kanan dan cavum douglas tidak menonjol.
Dari pemeriksaan USG didapatkan gambaran sisa jaringan di cavum uteri.
Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi belum keluar seluruhnya, dan kita dapat
mengarahkan pasien kepada diagnosis abortus inkomplit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah IVFD RL. Perdarahan pada
pasien terus dipantau. Pada pasien diberikan antibiotik cefotaxime 2 x 1 gr IV
sebagai perlawanan terhadap infeksi yang mungkin terjadi. Pada pasien ini juga
diberikan sulfas ferrosus 2 x 300 mg sebagai antianemia. Asam traneksamat 3 x 1
amp, Vit C dan Vit K diberikan kepada pasien untuk mengatasi perdarahan.
Kuretase dilakukan untuk membersihkan sisa konsepsi yang mungkin masih
tertinggal. Dari kuretase berhasil dikeluarkan jaringan sekitar 30 gr dan
perdarahan selama tindakan sekitar 40cc.
Setalah kuretase pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 500cc + oksitosin 10
iu + metergin 0,2 mg 20 tpm. Antibiotik cefixime 2 x 200 mg po, sulfas ferrosus
2 x 300mg Asam mefenamat 3 x 1 tab 500mg. Dan keesokan harinya pasien
dipersilahkan untuk pulang dengan membawa obat pulang Antibiotik cefixime 2 x
200mg po, sulfas ferrosus 2 x 300mg Asam mefenamat 3 x 1 tab 500mg dan
vitamin C 3 x 50mg.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abortion. In: Williams obstetrics.
21st ed, New York: Appleton & Lange. 2006
2. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010.
3. Pernoll ML. Handbook of Obstetrics & Gynecology 10 th edition. New York:
McGraw-Hill. 2001
4. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition. New York: McGraw-Hill.
2007
5. Leveno KJ, Alexander JM, Casey BM, Dashe JS, Roberts SW, Sheffield JS, et
al. Williams Manual of Pregnancy Complications, 23rd Ed. New York:
McGraw-Hill. 2013
6. Saifudin, Bari. Editor, Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam. Acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta. Yayasan BPSP.
2001. 146-151.

7. Winknjosastro H. Kelainan dalam lamanya kehamilan- Abortus. Dalam :


Ilmu kebidanan. Edisi III. Yayasan BPSP. Jakarta. 1996, 302-312.

8. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


2010.

9. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on
February 4, 2017

Anda mungkin juga menyukai