PENDAHULUAN
Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah masalah
perdarahan. Perdarahan pada kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina yang
terjadi pada masa kehamilan, bukan perdarahan dari organ atau sistem lainnya.
Perdarahan pada kehamilan adalah masalah yang cukup serius yang terjadi pada
masyarakat Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi pada ibu-ibu di
Indonesia. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara drastis dengan adanya
pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit serta
adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap
merupakan penyebab utama dalam kematian maternal. Perdarahan dapat terjadi pada setiap
usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan pada abortus, misscarriage, early
pregnancy loss.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Abortus menjadi masalah yang penting dalam kesehatan masyarakat
karena berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Di Indonesia, belum ada
data yang komprehensif tentang kejadian abortus, berbagai data yang ada sebelumnya
berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif terbatas. Abortus yang tidak aman
bertanggung jawab terhadap 11% kematian ibu di Indonesia. Sampai saat ini, data yang
komprehensif tentang kejadian abortus di Indonesia belum ada. Berbagai data yang
diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif terbatas. Diperkirakan
tingkat abortus di Indonesia adalah sekitar 2 sampai dengan 2,6 juta kasus per tahun, atau
43 abortus untuk setiap 100 kehamilan. Diperkirakan pula bahwa 30% di antara abortus
tersebut dilakukan oleh penduduk usia 15-24 tahun. Data SDKI yang mencakup perempuan
kawin usia 15-49 tahun menemukan bahwa tingkat abortus pada tahun 1997 diperkirakan
12% dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil
analisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003.
BAB II
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN TRIMESTER I
Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah perdarahan yang terjadi sebelum
kehamilan 22 minggu. Kehamilan normal biasanya tidak disertai dengan perdarahan
pervaginam, tetapi terkadang banyak wanita mengalami episode perdarahan pada trimester
pertama kehamilan. Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) atau berwarna coklat tua
(coklat kehitaman). Perdarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa
hari atau secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar.
Terdapat klasifikasi perdarahan pada kehamilan muda, yaitu:
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.
2. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hidrofik.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
KET adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung
dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
2.1.Abortus
A. Definisi
B. Epidemiologi
Angka kejadian abortus sukar ditemukan karena abortus provokatus banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah komplikasi. Abortus spontan dan tidak
jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga
biasanya ibu tidak melapor / berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui,
15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5 % dari
pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari
pasangan mengalami atau lebih keguguran yang berurutan. Kalau dikaji lebih jauh
kejadian abortus sebenarnya mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak diketahui pada 2 – 4minggu setelah konsepsi.
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara
berurut-urut. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menyebutkan
bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami
keguguran lagi.
C. Etiologi
a. Faktor genetik
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya
mutasi gen yang bisa menganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus.
Contoh Myotonic dystrophy Gangguan jaringan konektif lain, misalnya Sindroma
Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elasticum.
1. Penyebab anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin, pada
perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien. Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi
uterus, mendapat hasil hanya 18,8% yang bisa bertahan sampai melahirkan
cukup bulan, sedangkan 36,5% mengalami persalinan abnormal (prematur,
sungsang), kelainan uterus lainnya septum uterus (40-80%), uterus bikornis atau
uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik
infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10-30% pada
perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma uteri tidak memberikan
gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri
(submukosum yang akan menimbulkan gangguan). Kelainan lain adalah
sindroma asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah pada prmukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-80%,
bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini
bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.
2. Penyebab Autoimun
- Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies
(aPA). aPA merupakan antibody spesifik yang didapati pada perempuan
dengan SLE. Kejadian abortus spontan pada pasien SLE sekitar 10%
3. Penyebab Infeksi
- Bakteria :
o Listeria monositogenes
o Klamidia trakomatis
o Ureaplasma urealitikum
o Mikoplasma homonis
o Bacterial vaginosis
- Virus :
o Sitomegalovirus
o Rubella
o Herpes simpleks virus (HSV)
o Human immunodeficiency virus (HIV)
o Parvovirus
- Parasit :
o Toksoplasmosis gondii
o Plasmodium falsiparum
- Spirokaeta :
o Treponema pallidum
4. Faktor lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi, dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau.
5. Faktor hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi
yang baik sistem pengaturan hormone maternal. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan langsung terhadap sistem hormone secara keseluruhan, fase luteal,
dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.
- DM
- Kadar progesterone rendah
- Defek fase luteal
- Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
6. Faktor hematologik
- Peningkatan kadar faktor prokoagulan
- Penurunan faktor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik
a. Definisi
b. Anamnesis
Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam yang tidak terlalu banyak, berwarna kecoklatan dan bercampur
lender, pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Riwayat terlambat haid
dengan hasil B HCG (+). Penderita mengeluh mulas sedikit, atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih
tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes
kehamilan urin masih positif. Tidak disertai nyeri atau kram. Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan apakah terdapat hematoma retroplasenta
atau pembukaan kanalis servikalis.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Penilaian tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
2. Penilaian tanda-tanda syok
3. Periksa konjungtiva untuk tanda anemia
4. Mencari ada tidaknya massa di abdomen
5. Tanda-tanda akut abdomen dan defans muscular
6. Pemeriksaan ginekologi ditemukan :
a. Abortus iminens
i. Ostium uteri masih tertutup
ii. Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lender
iii. Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
iv. Denyut jantung janin masih ditemukan
b. Abortus insipiens
i. Osteum uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan kantong
dan didalamnya berisi cairan ketuban
ii. Perdarahan berwarna merah segar
iii. Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
iv. Detak jantung janin masih ditemukan
c. Abortus inkomplit
i. Osteum uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa konsepsi
ii. Perdarahan aktif
iii. Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
d. Abortus komplit
i. Osteum uteri tertutup
ii. Perdarahan sedikit
iii. Ukuran uterus lebih kecil usia kehamilan
d. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG) : biasanya masih positif 7-10 hari
setelah abortus
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap
3. Pemeriksaan USG : untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan
mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.
Pemeriksaan USG baik dilakukan baik secara transabdominal maupun
transvaginal.
e. Tata laksana
a. Definisi
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
b. Anamnesis
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Nyeri perut atau kram ringan.
c. Pemeriksaan Fisik
Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak
perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada
pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7 - 1,0 hari setelah abortus.
d. Tatalaksana
Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan.
Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien
memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan. Lakukan konseling untuk
memberikan dukungan emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca
keguguran.
a. Definisi
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
b. Anamnesis
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental
site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi
dikeluarkan.
c. Pemeriksaan Fisik
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
d. Tatalaksana
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu
dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat
berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan
kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hari sesuai dengan
keadaan umum ibu dan besarnya utems. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan
karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan
uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.
1. Pengertian
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
Ovum yang telah dibuahi (blastosit) secara normal akan melakukan implantasi pada
lapisan endometrium di kavum uteri. Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri atau diluar
endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar kavin uteri. Dan sekitar
95% pada tula fallopii. Bentuk lainnya yaitu kehamilan servikal, kehamilan ovarial, dan
kehamilan abdominal
Di Amerika Serikat terjadi peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada 2 dekade
terakhir dan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak pada trimester pertama
kehamilan.
2. Etiologi
- Factor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu
Keadaan uterus yang mengalami hypoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok
panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga
pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi
terjadinya kehamilan ektopik.
Factor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat kongenital
Adanya tumor disaluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang
menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menyebabkan
kehamilan ektopik
- Factor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba
- Factor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan diangkat oleh tuba yang kontralateral dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar
- Factor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik
- Factor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang
dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Factor umur penderita yang sudah menua dan factor perokok
juga sering dihubungan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Terdapat sejumlah factor predisposisi yang dapat menyebabkan kerusakan tuda dan
disfungsi tuba. Riwayat operasi tuba sebelumnya, apakah untuk memperbaiki patensi
tuba ataupun untuk sterilisasi, meningkatkan risiko terjadinya penyempitan lumen.
Risiko untuk mezngalami kehamilan ektopik kembali setelah kehamilan ektopik
sebelumnya, sebesar 7-15%. Riwayat salpingitis-radang panggul merupakan risiko
yang umum ditemukan. Perlengketan perituba sebagai akibat dari pascaabortus ataupun
infeksi nifas, apendisitis, atau endometriosis dapat menyebabkan kingking pada tuba
dan menyempitkan lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan tuba. Riwayat
seksio sesarea dihubungan dengan risiko kehamilan ektopik rendah. Pertubasi
hormonal diduga dapat menyebabkan disfungsi tuba. Penggunaan kontrasepsi progestin
oral, estrogen dosis tinggi pascaovulasi (morning after pill) dan induksi ovulasi
meningkatkan risiko untuk mengalami kehamilan ektopik.
Patologi
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor (tempat implantasi, tebalnya dinding
tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh karena invasi trofoblas) Karena tuba
bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah,
maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadinya resorbsi total. Dalam
keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haid terlambar untuk
beberapa hari.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat
perdarahan yang timbul. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada
abortus, perdarahan akan terus berlangsung, darah akan menetes sedikit-sedikit melalui
tuba, sehingga berubah menjadi mola krueta. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah
mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum
douglasi dan akan membentuk hematokel retrouterina. Jika fimbria mengalami oklusi,
darah akan terkumpul di tuba membentuk hidrosalfing(kondisi dimana terjadi sumbatan
pada saluran telur wanita/tuba fallopi dan terisi cairan/hidro)
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya, rupture pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan lebih lanjut. Factor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan vili
koreales ke dalam lapisam muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus(hubungan seksual) dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, rupture sekunder dapat
terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah
karena tekanan darah tuba. Pada rupture ke rongga perut semua hasil konsepsi dapat
keluar dari tuba Jika hasil konsepsi keluar dari rongga abdomen pada awal kehamilan,
implantasi dapat terjadi di daerah mana saja di rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi
darah yang cukup, sehingga dapat bertahan dan berkembang, tetapi bila robekan tuba
kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan tersebut
dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia atau
syok oleh karena hemoragia. Darah akan tertampung pada rongga perut akan mengalir
ke kavum douglasi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi
rongga abdomen. Namun, hal tersebut jarang terjadi. Sebagian besar hasil konsepsi
yang berukuran kecil umumnya akan diresorbsi, Kadang-kadang, jika ukurannya besar,
dapat terahan di kavum Douglasi membentuk massa yang berkapsul atau mengalami
kalsifikasi membentuk lithopedon (kondisi dimana janin berkembang, meninggal dunia
dan membatu di luar uterus)
Kehamilan tuba
Fertilisasi dapat terjadi di bagian mana saja di tuba fallopii, sekitar 55% terjadi
di ampulla, 25% di ismus, 17% di fimbria. Oleh karena lapisan submukosa di tuba
fallopii tipis, memungkinkan ovum yang telah dibuahi dapat segera menembus sampai
ke epitel, zigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas berproliferasi
dengan cepat dan menginvasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah
ibu terbuka menyebabkan terjadinya perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara
trofoblas dan jaringan dibawahnya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi zigot
mempunyai ketahan yang rendah terhadap invasi trofoblas, embrio atau janin pada
kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.
Gejala klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau rupture tuba. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin nyeri sedikit di perut bagian
bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan
lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan.tuba yang mengandung
hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada
pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intra
uterin atau kehamilan ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memeriksa kehamilan
mudanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.
Walau demikian, gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-
beda; dari perdarahan yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang
tidak jelas, sehingga sukar dibuat dibuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung
pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau rupture tuba, tuanya
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum
hasil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada
rupture tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya
pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-
mula terdapat pada satu sisi; tetapi setelah darah masuk ke rongga perut, rasa nyeri
menjalar ke bagian bawah tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga
perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila
membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.
Diagnosis
Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, penderita segera
dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah
ultrasonografi, laparoskopi, atau kuldoskopi.
Terapi
1. Salpingektomi
Jika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateral baik. Jika
implantasi terjadi di pars interstisial, mungkin dapat dilakukan reseksi kornu uterus
2. Salpingottomi
Medikamentosa
Metotreksat menghambat produksi hCG oleh trofoblas, dan selanjutnya akan menurunkan
produksi progesterone oleh korpus luteum. Efek samping yang dapat terjadi adalah distress
abdomen, demam, dizziness, imunosupresi, lekopeni, malaise, nausea, stomatitis ulseratif,
fotosensitif, dan fatiq.
• Penatalaksanaan bedah :
1. Salpingostomi, suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopi