Anda di halaman 1dari 19

SINUSITIS

PEMBIMBING:
dr. R. Ena Sarikencana, Sp.THT

Disusun Oleh:
Nafisha
2014730072

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT-KL


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019

1
2
SINUSITIS

DEFINISI

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal. umumnya disertai atau dipicu oleh
rinitis. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk
rongga-rongga di dalam tulang. Semua sinus paranasal memiliki muara (ostium) ke dalam
rongga hidung. Kompleks muara ini disebut sebagai kompleks ostio-meatal (KOM).

Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis
etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis
maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.

Sinus maksila disebut juga dengan antrum highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari
gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris) rahang atas,
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di
meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

EPIDEMIOLOGI

Sinusitis menjadi masalah kesehatan penting hampir di semua negara dan angka
prevalensinya makin meningkat tiap tahunnya. Sebanyak 24-31 juta kasus sinusitis ditemukan di
United States. Sinusitis paling sering dijumpai dan termasuk 10 penyakit termahal karena
membutuhkan biaya pengobatan cukup besar. Data epidemiologi menunjukkan bahwa kasus
sinusitis paling banyak terjadi pada musim hujan atau musim dingin dan pada daerah dengan
kelembaban udara atau polusi udara yang tinggi. Sekitar 35 juta orang didiagnosis menderita
sinusitis di Amerika. Survei kesehatan nasional pada tahun 2012 di Amerika

3
menunjukkan 1 dari 8 dewasa didiagnosis menderita sinusitis. Hampir 14%
penderita mengalami minimal satu kali episode sinusitis per tahunnya. Sinusitis merupakan
penyakit nomor lima tertinggi yang mendapatkan resep antibiotik.

Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian tahun 1996 dari sub
bagian Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan 50%
penderita sinusitis kronik. Pada tahun 1999, penelitian yang dilakukan bagian THT FKUI-RSCM
bekerjasama dengan Ilmu Kesehatan Anak, menjumpai prevalensi sinusitis akut pada penderita
Infeksi Saluran Nafas Atas (ISNA) sebesar 25%.

KLASIFIKASI

Konsensus internasional tahun 1995 membagi sinusitis akut dengan batas sampai 8
minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut
dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan, dan kronik jika lebih
dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi
harus dicari dan diobati secara tuntas.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis
terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal, infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartegener, dan di luar
negeri adalah penyakit fibrosis kistik.

4
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30–50%), Hemophylus influenza (20–40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak, M.catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering,
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.

PATOFISIOLOGI

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain (1) sebagai
pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu keseimbangan kepala, (4)
resonansi suara, (5) peredam perubahan tekanan udara dan (6) membantu produksi mukus untuk
membersihkan rongga hidung.

Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertahanan mukosilier,
ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh
baik lokal maupun sistemik. Seperti pada mukosa
hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu
polanya.

5
Gambar 1. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus Gambar 2. Perubahan silia pada sinusitis

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan
saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak, ostium tersumbat dan lendir tidak dapat
dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan
terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Bakteri yang
sering ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus. jika
terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor
predisposisi), inflamasi berlanjut sehingga terjadi
perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista.

6
Gambar 3. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi

Sinusitis kronik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak. Serangan infeksi terjadi
berulang-ulang. Waktu antara dua
serangan semakin lama makin
pendek. Kekebalan semakin
terkalahkan dan resolusi terjadi
hampir tidak pernah sempurna.
Pengaruh terhadap mukosa adalah
penebalan dengan disertai infiltrasi
limfosit yang padat. Fibrosis
subepitel menyebabkan
pengurangan jumlah kelenjar karena iskemia dan bila berlangsung lebih lanjut akan
menyebabkan ulserasi mukosa. Pada tahap berikutnya periosteum akan terkena dan hiperemia
meluas ke tulang-tulang yang kemudian menjadi osteoporosis dan akhirnya menjadi sklerotik.

Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas


Penderita memiliki salah satu dari dua tipe alergi. Pertama adalah alergi umum diatesis
yang timbul pada permulaan bersama asma, eksema, konjungtivitis dan rinitis yang kemudian
menjadi rinitis musiman (hay fever) pada anak lebih tua. Kedua mngkin tidak didapatkan
keluhan dan tanda dari alergi sampai umur 8 atau 9 tahun secara berangsur-angsur mukosa
semakin “penuh terisi air” yang menyebabkan bertambahnya sumbatan dan sekret hidung. Polip

7
dapat timbul karena pengaruh gaya berat terhadap selaput mukosa yang penuh dengan air dan
dapat memenuhi rongga hidung.

GEJALA KLINIS

Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam
dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan
dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita
dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di
dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu
membungkuk ke depan. Perasaan tersebut menandakan sinusitis maksilaris. Terdapat perasaan
sakit kepala waktu bangun tidur. Nyeri diantara atau di belakang bola mata menandakan sinusitis
etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal, nyeri di vertex, oksipital,
belakang bola mata dan daerah mastoid menandakan sinusitis sfenoid.

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di
pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan
edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post
nasal drip).

Gambar 4. Pus pada meatus medius Gambar 5. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis
Pemeriksaan Fisik
Untuk melihat tanda-tanda klinis dapat dilakukan pemeriksaan :
a. Rhinoskopi anterior, tampak mukosa hidung hiperemis dan edema, terlihat pus pada meatus
nasi media.
b. Rhinoskopi posterior, tampak sekret kental di nasofaring (post nasal drip).

8
c. Transiluminasi. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang terang di bawah mata,
dan bila ada sinusitis, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasi bermakna apabila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibandingkan sisi yang normal.

Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis


Mayor Minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal dan post nasal purulen Batuk
Demam (fase akut) Rasa lelah
Kongesti nasal Halitosis (bau mulut)
Obstruksi nasal Nyeri gigi
Hiposmia atau anosmia Nyeri atau rasa tertekan /penuh pada
telinga

Untuk mengakkan diagnosis sinustis memerlukan dua kriteria minor atau satu kriteria
mayor dengan dua kriteria minor pada pasien, dengan gejala lebih dari 7 hari.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus
paranasal adalah: pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan CT-
Scan, pemeriksaan MRI. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus
paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

Pemeriksaan Foto Kepala


Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam
posisi antara lain:
a. Foto kepala posisi Caldwell
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus
pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita
atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan
membentuk 150 ̊ kaudal.

9
Gambar 6. Foto posisi Caldwell

b. Foto kepala lateral


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata,
sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.

Gambar 7. Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksila
c. Foto kepala posisi Water’s
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus
membentuk sudut 37 ̊ dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum
diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi
sepenuhnya. Foto Water’s umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut
terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sfenoid dengan baik.

10
Gambar 8. Foto posisi Waters Gambar 9. Foto posisi Waters
mulut terbuka

d. Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga
garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital
melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding
posterior sinus maksilaris.

Gambar 10. Foto posisi submentoverteks


Pemeriksaan foto polos kepala air fluid level merupakan gambaran yang paling umum
pada sinusitis bakteri akut dan umumnya tidak terlihat dalam bentuk lain dari sinusitis.
Pemeriksaan ini paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena
banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus
paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi.
Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang

11
minimal.11
Kelainan yang akan terlihat dengan foto polos adalah adanya perselubungan dan batas udara-
cairan atau penebalan mukosa.

Pemeriksaan CT-Scan
CT scan sinus bidang koronal telah menjadi metode pencitraan standar internasional
untuk mengevaluasi sinus paranasal yang terkena sinusitis. Pemeriksaan harus mencakup
penilaian terhadap pola, batas, dan kemungkinan penyebab penyakit, serta rincian anatomi yang
relevan dan diperlukan untuk perencanaan penatalaksanaan.
Pada sinusitis akut dapat dilihat tingkat air-fluid, penebalan mukosa, dan
completeopacification sinus. Apabila terdapat darah di sinus karena trauma ini mungkin dapat
meniru air fluid level dalam sinus, namun mudah dibedakan dengan pengukuran kepadatan.
Dalam sinusitis kronis, sinus etmoid umumnya terlibat. Temuan meliputi penebalan
mukosa, completeopacification, remodeling tulang dan penebalan karena osteitis, dan poliposis.

Gambar 11. Foto CT scan posisi coronal Gambar 12. Foto CT scan posisi
menggambarkan Sinusitis jamur. Jaringan lunak coronal menggambarkan sinusitis
menempati sinus maksilaris kanan dan ethmoid pada sisi kanan sinus
dengan daerah hyperattenuating pusat khas jamur spenoethmodal.
sinusitis. Dinding medial sinus yang terkena
terkikis.
Pemeriksaan MRI
Meskipun CT scan tetap menjadi modalitas utama untuk kriteria standar diagnosis
sinusitis, tetapi MRI diindikasikan pada kasus-kasus klinis yang dicurigai dapat menjadi
komplikasi, terutama pada pasien dengan komplikasi intrakranial dan infeksi yang besifat
extension atau pada mereka yang suspek superior sagittal venous thrombosis.

12
MRI meningkatkan diferensiasi jaringan lunak, tetapi itu tidak membantu dalam
mengevaluasi tulang. MRI jelas menggambarkan tumor dari inflamasi pada jaringan sekitar dan
sekresi pada sinus. Pada MRI T2-weighted, membran edema dan lendir jelas terlihat hiperintens.

Gambar 13. Foto MRI Gambar 14. Foto MRI


menggambarkan sinusitis menggambarkan sinusitis
ethmodal bilateral. ethmodal dengan ekstensi
intrakranial dan juga perluasan
ke orbit kiri.

Pemeriksaan USG
Secara umum, ultrasonografi belum dianggap berguna dalam diagnosis sinusitis. Namun,
beberapa karya yang diterbitkan telah menunjukkan bahwa USG menjadi lebih akurat daripada
MRI atau radiografi polos dalam mendiagnosis sinusitis maksilaris. Ultrasonografi telah menjadi
alat yang handal dalam diagnosis sinusitis maksilaris akut. Namun, kontroversi masih ada
mengenai keandalan ultrasonografi dalam mendeteksi retensi cairan atau pembengkakan mukosa
pada pasien dengan rinosinusitis polypous kronis atau dalam transantrally operated-on maxillary
sinuses.
PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi sinusitis ialah : 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah komplikasi;


dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di
KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

13
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jka diperkirakan kuman
telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau
jenissefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun
gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman
negatif gram dan anaerob.

Selain dekongestan oral dan topikal, teapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan
(diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2,
irirgasi sinus maksila atau Proetz displacement theraphy juga merupakan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.

Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :


1. Istirahat
2. Antibiotika
Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas yang relatif murah dan aman.
Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa kepustakaan juga bervariasi
tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari sedangkan
pada kasus kronik diberikan selama 2 minggu hingga bebas gejala selama 7 hari. Antibiotika
yang dapat diberikan antara lain :

a. Amoksisilin 3 kali 500 mg


b. Ampicillin 4 kali 500 mg
c. Eritromisin 4 kali 500 mg
d. Sulfametoksasol – TMP
e. Doksisiklin

14
3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan Alpha adrenergik agonis
menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase sinus.
a. Sol Efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung
b. Sol Oksimetasolin HCL 0,05% (semprot hidung untuk dewasa)
c. Oksimetasolin HCL 0,025% (semprot hidung untuk anak-anak)
d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60 mg (dewasa)

4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol atau metampiron

5. Antihistamin
Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel target.
Bekerja dengan menghambat hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan menghambat
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai vasokontriksi sinusoid
untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin berguna untuk mengurangi obstruksi KOM
pada pasien alergi yang menderita sinusitis akut. Terapi antihistamin ini tidak direkomendasikan
untuk penggunaan rutin pada pasien dengan sinusitis akut, karena dapat menimbulkan
komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan dan mengumpulkan sekresi sinonasal.

6. Mukolitik
Secara teori, mukolitik seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida memiliki kelebihan
dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. Namun tidak biasa digunakan dalam
praktek klinis untuk mengobati sinusitis akut.

7. Tindakan operatif
a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out)
Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan diagnostik untuk memastikan
ada tidaknya sekret pada sinus maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam
rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar, 4) jika dalam waktu 10 hari,
penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan terapi konservatif, atau telah

15
didapatkan adanya air fluid level dalam antrum, 5) untuk memperoleh material yang dapat
digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.
Tindakan ini dapat dilakukan dengan :
 Mukosa hidung disemprot dengan larutan 10% kokain dan adrenalin 1/1000. kemudian dengan
sepotong kapas yang dibasahi dengan larutan yang sama ditempatkan pada meatus inferior.
Ditunggu selama 15 menit.
 Dengan menggunakan trokar (misal Trokar dari Lichwits) dibuat drainase melalui meatus
inferior atau celah bukalis gusi menembus fosa insisiva dengan menempatkan ujung trokar pada
bagian atas dari meatus nasi inferior, kearah kanthus lateralis 1-1/2 inch dari lobang hidung atau
tepi atas daun telinga. Trokar didorong masuk dengan arah sedikit memutar sampai terasa
menembus tulang. Trokar dicabut dengan meninggalkan kanul.
 Dilakukan irigasi antrum dengan larutan salin steril hangat ke dalam antrum maksilaris.
Selanjutnya mengalirkan larutan saline hangat, akan mendorong pus ke luar melalui ostium
alami ke rongga hidung atau mulut. cairan irigasi ditampung dan dikirim untuk pemeriksaan
bakteriologi dan uji kepekaan kuman.
 Antrum wash out dilakukan lima-enam kali dengan selang waktu 4- 5 hari (2 kali dalam
seminggu). Bila tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti
mukosa sinus tidak dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka perlu dilakukan operasi
radikal.
 Antibiotika diberikan sesuai dengan pemeriksaan bakteriologi dan tes uji kepekaan.

8. Pembedahan radikal
Indikasi pembedahan radikal ini adalah 1) kegagalan respon terapi konservatif yakni sinusitis
kronik refrakter terhadap terapi medis yang maksimal terhadap terapi antibiotik, 2) tindakan
irigasi terutama pada sinusitis kronik dan persisten dengan mukosa sinus yang irreversible.
Sinusitis akut jarang membutuhkan pembedahan, kecuali jika terjadi komplikasi seperti bentukan
mukopiokele dengan kecurigaan penyebaran ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang
hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
Terapi radikal dilakukan dengan pembedahan Caldwel-luc, yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainasesinus.

16
9. Pembedahan tidak radikal
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery
(FESS) merupakan tehnik penanganan terkini dari sinusitis oleh karena pembedahan dengan
metode Caldwel-luc sudah jarang dipakai. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah
KOM yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi sinus dan drainase
sinus dapat lancer kembali melalui ostium alami dan mengembalikan fungsi mukosilier.
Pendekatan terdahulu untuk membuat saluran nasoantral dalam sinus maksilaris (untuk
memfasilitasi gravitasi drainase) adalah tidak efektif, karena pembersihan normal mukosilier
adalah satu arah dan melawan gravitasi. Oleh karena itu, pembersihan normal mukosilier tidak
akan berubah walaupun telah dibuatkan saluran nasoantral.

KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata setelah ditemukannya antibiotik.
komplikasi berat biasanya muncul pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis eksaserbasi akut
berupa komplikasi orbita atau intrakranial.

 kelainan orbita
disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). yang paling
sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. penyebaran infeksi
terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. kelainan yang dapat timbul adalah
edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya dapat
terjadi thrombosis sinus kavernosus.

 kelainan intracranial
dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan thrombosis
sinus kavernosus.

pada sinusitis kronik komplikasinya berupa :


 Osteomielitis dan abses subperiostal

17
paling sering timbul pada anak-anak akibat sinusitis frontal. pada osteomyelitis sinus maksila
dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
 kelainan paru
sepert bronchitis kronik dan bronkiektasis. adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma
bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusnya disembuhkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam Soepardi EA et al (editor). Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2012. Hal : 127-130.
2. Brook I. Bronze MS. Acute sinusitis. 2018. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/232670-overview
3. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, Kramper M, et al. Clinical
practice guideline (update): adult sinusitis. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2015;152(2S):S1-S39.
4. Dykewicz MS, Hamilos DL February 2010. Rhinitis and Sinusitis. The Journal of Allergy and
Clinical Immunology. 125: S103–15.
5. Kennedy E. Sinusitis. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm
6. Evani S. Sinusitis. Available from: https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-
tenggorokan/sinusitis

19

Anda mungkin juga menyukai