Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

OTITIS MEDIA EFUSI

Disusun Oleh:
Ria Anggraeni Lubis
1965050016

Dosen Pembimbing:
dr. Bambang Suprayogi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


PERIODE 12 Oktober 2020 – 31 Oktober 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020

BAB I

PENDAHULUAN

The American Academy of Pediatrics (AAP) dan The American Academy of family Physician
(AAFP) mendefinisikan otitis media akut sebagai suatu infeksi dari telinga tengah dengan onset akut
dan terdapatnya efusi telinga tengah serta terdapat tanda-tanda peradangan dari telinga tengah. Otitis
media dengan efusi atau disebut juga dengan otitis media serosa (OMS) adalah cairan di dalam telinga
bagian tengah tanpa disertai gejala dan tanda infeksi. OMS biasanya terjadi ketika tuba eustachius
tertutup dan cairan terperangkap di dalam telinga bagian tengah.

Tanda dan gejala dari Otitis Media Akut (OMA) muncul ketika cairan yang terperangkap di
dalam telinga tengah terinfeksi oleh bakteri patogen. Bulging dari membrana timpani memiliki nilai
prediktif yang paling tinggi saat mengevaluasi ada tidaknya otitis media serosa. Selain itu dapat pula
ditemukan beberapa hal lain yang dapat mengindikasi terjadinya otitis media serosa, misalnya
terdapat gerakan membrane timpani yang terbatas pada saat diperiksa dengan pneumatic otoscopy dan
terlihat cairan di belakang membrane timpani ketika cairan yang ada di dalam telinga tengah telah
terinfeksi

Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah (Middie Ear Effusion),
adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya pendengaran pada anak. Normalnya, ruang
di belakang gendang telinga yang terdiri dari tulang-tulang pendengaran diisi oleh udara. Hal inilah
yang memungkinkan terjadinya transmisi suara normal. Ruangan ini dapat terisi oleh cairan selama
periode flu atau pada kondisi infeksi saluran nafas bagian atas. Ketika flu sembuh, cairan ini secara
keseluruhan akan di alirkan keluar dari telinga melalui sebuah saluran yang menghubungkan telinga
luar dengan hidung yaitu tuba eustachius. Tuba eustachius tidak dapat kering dengan baik pada anak-
anak. Cairan yang telah terakumulasi didalam ruang di telinga tengah seringkali terblokir untuk
keluar.
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. AR
b. Umur : 69 tahun
c. Alamat : Jl. H Karim no 43 RT 005/005 Jakarta Timur
d. Pekerjaan : Pensiunan
e. Pendidikan terakhir : SMA
f. Suku : Batak
g. Agama : Kristen
h. Status : Menikah

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama : Pendengaran berkurang pada telinga kanan sejak 1 bulan yang lalu

b. Keluhan Tambahan : Telinga kanan terasa penuh dan terkadang berdenging

3. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke Poli THT RSU UKI dengan keluhan pendengaran berkurang pada telinga
kanan sejak 1 bulan yang lalu. Penurunan pendengaran yang dirasakan pasien semakin lama
semakin memburuk, pasien sulit mendengar menggunakan telinga kanan ketika telinga kiri ditutup.
pasien juga mengatakan terkadang disertai dengan keluhan telinga kanan terasa penuh, dan
berdenging beberapa minggu terakhir. Beberapa bulan yang lalu pasien mengeluhkan batuk pilek
berulang. Pasien sudah berobat ke dokter namun keluhan belum berkurang. Batuk disangkal, pilek
disangkal, demam disangkal. Riwayat penyakit hipertensi disangkal, diabetes melitus disangkal,
alergi disangkal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat diabetes melitus,
hipertensi, dan alergi disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat merokok serta minum minuman
beralkohol.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat diabetes melitus, hipertensi dan alergi disangkal.

6. Riwayat Kebiasaan Pribadi


Pasien tidak memiliki riwayat merokok serta minum minuman beralkohol.

7. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tekanan darah : 110/70 mmHg
d. Frekuensi nadi : 78 kali/menit
e. Frekuensi napas : 20 kali/menit
f. Suhu : 36,6oC
g. Kepala : Normocephali
h. Mata : CA -/-, SI -/-
i. Leher : KGB tidak teraba teraba membesar
j. Mata : Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
k. Thorak :
 Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bising nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari di Linea Mid-clavicularis Sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung dalam batas normal,tidak terdapat bunyi jantung tambahan
l. Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar


Auskultasi : BU (+) 4x/menit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
m. Ekstremitas

Reflex fisiologis : +/+


Reflex patologis : -/-
Oedem tungkai : -/-
Akral hangat : +/+
Sianosis : -/-
n. Integumen : kulit sawo matang, urtikaria (-)

STATUS LOKALIS THT


Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk Normotia Normotia
Trauma Tidak ada Tidak ada
Infeksi Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Daun telinga tragus
(auricula) Tumor Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Auricula Tidak ada Tidak ada
Pre auricula assesoris
Abses Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada

Retro auricula Sikatriks Tidak ada Tidak ada


Pembesaran Tidak ada Tidak ada
kelenjar pembesaran pembesaran
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Infra auricula Pembesaran Tidak ada Tidak ada
kelenjar parotis pembesaran pembesaran
Liang Telinga lapang lapang
Epidermis Merah muda Merah muda
Liang telinga
Sekret Tidak ada Tidak ada
Serumen Ada,sedikit Tidak ada
Kelainan Lain Tidak ada Tidak ada
Intak Intak Intak
Warna Suram Putih abu seperti
Membran
kekuningan mutiara
Timpani
Refleks Cahaya Sedikit redup Positif
Posisi Retraksi (+) Normal
Kelainan Lain Gelmebung (+) Tidak Ada

Tes Pendengaran
Tes garpu tala Rinne - +
Schwabach memanjang Sama dengan

pemeriksa
Weber Lateralisasi ke telinga kanan
Audiometri Tuli konduktif Tuli konduktif derajat
derajat sedang ringan (27,5 dB)
berat (60dB)
Timpanometri Tipe B Tipe A

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra
Bentuk luar Normal, simetris
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Krepitasi Tidak ada Tidak ada

Hidung Dalam
Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra
Vestibulum Nasi Furunkel Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Cavum Lapang Lapang


Mukosa Merah muda Merah muda
Cavum nasi
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Konka inferiorWarna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Meatus media & Sekret Tidak ada Tidak ada
inferior
Septum Deviasi Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Sinus paranasal
Pemerikssan Kelainan Dextra Sinistra
Sinus Maksilaris Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Sinus Frontalis Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tenggorokan
Pemeriksaan Kelainan Hasil Pemeriksaan
Tonsil Ukuran T1-T1
Kripta Tidak melebar
Detritus Tidak ada
Perlekatan Tidak ada
Permukaan
Licin

Faring Massa Tidak ada


Warna Merah muda
Perlekatan Tidak ada
Gigi Lengkap, tidak ada gigi yang berlubang
Gusi Tidak ada bengkak dan perdarahan
Lidah Dalam batas normal
Kelenjar liur Dalam batas normal
Kelainan Lain Tidak ada
Kelenjar limfoid Tidak teraba membesar
Leher
Kelainan lain Tidak ada

8. Diagnosis kerja : Otitis Media Efusi Auricula Dextra


9. Diagnosa Banding : Otitis Media Akut

10. Tatalaksana:
Non-medikamentosa:
 Pro paracentesis
 Istirahat yang cukup dan makan-makanan gizi seimbang
 Jangan mengorek-ngorek telinga dan menjaga highien telinga
 Segera berobat bila menderita infeksi saluran napas
 Konsumsi obat teratur
 Kontrol ke dokter jika keluhan masih ada

Medikamentosa:
 Tarivid 2x6 tetes AD
 Ciprofloxacin 500mg 2x1
11. Prognosis
 Quo ad vitam : Ad bonam
 Quo ad Functionam : Ad bonam
 Quo ad sanationam : Ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TELINGA TENGAH


Telinga tengah digambarkan seperti sebuah kotak (kubus) dengan batas-batas seperti berikut:

 Batas luar : membran timpani


 Batas depan : tuba eustachius yang menghubungkan daerah telinga tengah dengan
nsofaring
 Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superiolateral menjadi sinus
sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus cavernous, cabang aurikulus saraf vagus
masuk telinga tengah dari dasarnya.
 Batas belakang: aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dangan antrum mastoid.
 Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal,kanalis fasialis,tingkap oval,tingkap bundar,dan promontorium.
 Batas atas : tegmen timpani

MEMBRAN TIMPANI

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang teling dan
terlihat terlihat oblik terhdap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membrane
Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua,
yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikitserat elastin yang berjalan radier di bagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya..(cone of light) kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani terdapat 2 macam serabut,
sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang berupa kerucut.

Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran,dengan menarik garis searah prosessus longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,sehingga didapatkan bagian atas depan ,atas
belakang,bawah depan serta bawah belakang untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
KAVUM TIMPANI

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf.
Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum
timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding
anterior, dinding posterior.

Atap kavum timpani.

Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus
temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi
oleh skuama dan garis sutura petroskuama.

Lantai kavum timpani

Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis,
atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus
vena jugularis.

Dinding medial.

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan
dinding lateral dari telinga dalam.

Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang
dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid.

Dinding anterior

Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng
tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang
membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang
timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba
eustachius.

Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

 Malleus ( hammer / martil).


 Inkus ( anvil/landasan)
 Stapes ( stirrup / pelana)

2. Otot-otot pada kavum timpani.

Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulustapedius)

3. Saraf Korda Timpani

Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari analikulus
posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga
mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah
sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan
serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.

4. Pleksus Timpanikus

Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.

Saraf Fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus
akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen
yang berbeda, yaitu:

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal)
yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.

2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.

TUBA EUSTACHIUS

Menghubungkan rongga timpani dgn nasofaring,panjang 3,5 cm. Bagian 1/3 posterior
terdapat dinding tulang dan bagian 2/3 anterior terdapat dinding tulang rawan. Dilapisi oleh epitel
silindris bertingkat bersilia dan epitel selapis silindris bersilia degan sel goblet dekat farings. Dinding
tuba biasanya kolaps,tetapi selama proses menelan dinding tuba akan terpisah dan udara masuk ke
rongga telinga tengah sehingga tekanan udara pada kedua sisi membran timpani seimbang dengan
tekanan atmosfer. Tuba auditiva meluas dari dinding anterior cavum timpani ke bawah,depan,dan
medial sampai ke nasophaynx. Sepertiga posteriornya adalah tulang,dan dua pertiga anteriornya dalah
tulang rawan. Berhubungan dengan nasopharinx setelah berjalan diatas tepi atas m. constrictor
pharynges superior.

Tuba auditiva berfungsi untuk membuat seimbang tekanan udara dalam cavum timpani
dengan nasopharing.
PROSESUS MASTOIDEUS

Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya terdapat
rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan
rongga besar yang disebut antrum mastoid. Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan
yang membantu pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan
rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid
yang disebut sebagai mastoiditis

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus
sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.

Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :

1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.

2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.

3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.

ANTRUM MASTOID

Merupaka ruangan didalam os temporal yang dilapisi mukosa dgn epitel squamous simplex
danmerupakan lanjutan dari cavum timpani. Antrum melanjut ke cavum timpani melalui aditus ad
antrum . Atap antrum mastoid adalah tegmen timpani (berbatasan dengan fossa kranii media, bagian
medialnya Canalis semisirkularis lateralis dan posterior.
Pertemuan antara tegmen dan sinus lateralis disebut sinodural angle. Dasar antrum berbatasan dengan
canalis falopii pars horisontalis. (1) (2) (3)
I. DEFINISI
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan
otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis
media efusi/OME, otitis media mucoid). (2)
Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis
media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). (2)
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa akut
dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga
tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Batasan antara otitis media serosa
akut dan kronis hanya pada cara terbentuknya sekret.
Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai
rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronik sekret terbentuknya secara bertahap tanpa
rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama (Blakleyp). (2)

II. ETIOLOGI

Otitis media serosa dapat terjadi akibat kondisi-kondisi yang berhubungan dengan pembukaan
dan penutupan tuba eustachius yang sifatnya periodik.
Penyebabnya dapat berupa kelainan kongenital, akibat infeksi atau alergi, atau dapat dapat
juga disebabkan akibat blokade tuba (misalnya pada adenoid dan barotrauma)
Tuba eustachia immature merupakan kelainan kongenital yang dapat menyebabkan terjadinya
timbunan cairan di telinga tengah. Ukuran tuba eustachius pada anak dan dewasa berlainan dalam hal
ukuran. Beberapa anak mewarisi tuba eustachius yang kecil dari kedua orang tuanya, hal inilah yang
dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya tendensi atau kecenderungan infeksi telinga tengah
dalam keluarga. Selain itu, otitis media serosa juga lebih sering terjadi pada anak dengan ‖cleft palatal‖
(terdapatnya celah pada daerah palatum). Hal ini desebabkan karena otot-otot ini tumbuh tidak
sempurna pada anak dengan ‖cleft palate‖
Membrana mukosa dari telinga tengah dan tuba eustachius berhubungan dengan membran
mukosa pada hidung, sinus, dan tenggorokan. Infeksi pada area-area ini menyebabkan pembengkakan
membrana mukosa yang mana dapat mengakibatkan blokade dari tuba eustachius. Sedangkan reaksi
alergi pada hidung dan tenggorokan juga menyebabkan pembengkakan membrana mukosa dan
memblokir tuba eustachius. Reaksi alergi ini sifatnya bisa akut, seperti pada hay fever tipe reaksi
ataupun bersifat kronis seperti pada berbagai jenis sinusitis kronis. Adenoid dapat menyebabkan otitis
media serosa apabila adenoid ini terletak di daerah nasofaring, yaitu area disekeliling dan diantara
pintu tuba eustachius. Ketika membesar, adenoid dapat memblokir pembukaan tuba eustachius.
(Steward, D, 2008). Kegagalan fungsi tuba eustachi dapat pula disebabkan oleh rinitis kronik,
sinusitis, tonsilitis kronik, dan tumor nasofaring. (6)

Selain itu, otitis media serosa kronis dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media
akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. (2) Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMA dapat
menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyebuhkan secara sempurna sehingga akan menyisakan
infeksi dengan grade rendah, Proses ini dapat merangsang mukosa untuk menghasilkan cairan dalam
jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan mukus juga bertambah. ( 6)
III. KLASIFIKASI (2)
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas 2 jenis:
 Otitis media serosa akut:
 Adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
 Pada otitis media serosa akut, sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah
dengan disertai rasa nyeri pada telinga.
 Otitis media serosa kronis:
 Pada keadaan kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan
gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.

IV. PATOFISIOLOGI

Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan mengeluarkan sekret,
yang akan dipindahkan oleh sistem mukosilier ke nasofaring melalui tuba eustachius. Sebagai
konsekuensi, faktor yang mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens sekret yang optimal,
atau kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di telinga tengah. ( 6)
Ada 2 mekanisme utama yang menyebabkan OME :
a. Kegagalan fungsi tuba eustachi
Kegagalan fungsi tuba eustachi untuk pertukaran udara pada telinga tengah dan juga
tidak dapat mengalirkan cairan.
b. Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah
Dari hasil biopsi mukosa telinga tengah pada kasus OME didapatkan peningkatan
jumlah sel yang menghasilkan mukus atau serosa. (5)
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari
pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbadaan tekanan
hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat
sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
dan rongga mastoid. Faktor utama yang berperan disini adalah terganggunya fungsi tuba eustachius
(2).
Otitis media serosa sering timbul setelah otitis media akut. Cairan yang telah terakumulasi
dibelakang gendang telinga selama infeksi akut dapat tetap menetap walau infeksi mulai mengalami
penyembuhan. Selain itu, otitis media serosa dapat pula terjadi tanpa didahului oleh infeksi, dan dapat
terjadi akibat penyakit gastroesophagal reflux atau hambatan tuba eustachius oleh karena infeksi atau
adenoid yang membesar. Otitis media serosa sering sekali terjadi pada anak-anak dengan usia antara 3
bulan sampai 3 tahun (7).
Seringkali mengikuti infeksi traktus respiratorius bagian atas adalah otitis media serosa.
Sekresi dan inflamasi menyebabkan suatu oklusi relatif dari tuba eustachius. Normalnya, mukosa
telinga tengah mengabsorbpsi udara di dalam telinga tengah. Apabila udara dalam telinga tengah tidak
diganti akibat obstruksi relatif dari tuba eustachius, maka akibatnya terjadi tekanan negatif dalam
telinga tengah dan menyebabkan suatu efusi yang serius. Efusi pada telinga tengah ini menjadi suatu
media pertumbuhan mikroba dan dengan adanya ISPA dapat terjadi penyebaran virus-virus dan atau
bakteria dari saluran nafas bagian atas ke telinga bagian tengah ( 8).
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar
telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau penyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk
membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak
mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga
cairan keuar dari pembuluh kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai ruptur pembuluh darah
sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.
Saat lahir, tuba Eustachius berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar 10
derajat dari bidang horizontal dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Seiring dengan
pertambahan usia, terutama saat mencapai usia 7 tahun, lumen tuba eustachius menjadi lebih lebar,
panjang, dan membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horizontal telinga. Dengan struktur yang
demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring lebioh mudah mencapai telinga tengahdan
membawa kuma patogen ke telinga tengah. Selain itu terdapat faktor resiko pada anak, baik dari
struktur anatomi (adanya anomali kraniofasial, Sindrom Down, Cleft Palate, Hipertrofi Adenoid,
GERD), fungsional (Serebral Palsy, Sindrom Down, Imunodefisiensi), maupun dari faktor
lingkungannya (Bottle feeding, Menyandarkan botol di mulut pada posisi tengadah (supine position),
Perokok pasif, Status ekonomi rendah). (5,6,1)
V. MANIFESTASI KLINIS

Otitis Media Serosa Akut

Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang. Selain
itu pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring
atau berbeda, pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang-kadang terasa seperti ada cairan
yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit nyeri di dalam telinga dapat
terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah.
Tapi setelah sekret terbentuk, tekanan negatif ini perlahan-lahan menghilang. Rasa nyeri dalam
telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret ada virus atau alergi. Tinitus, vertigo, atau
pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan. Pada otoskopi tampak membrana timpani
retraksi. Kadang-kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani. Tuli
konduktif dapat dibuktikan dengan garpu tala. (2).
Bakley, B. W (2005) menuliskan bahwa meskipun otitis media serosa seringkali muncul
tanpa nyeri, cairan yang terkumpul dalam telinga tengah dapat mengurangi pendengaran, pemahaman
pembicaraan, gangguan perkembangan bahasa, belajar serta gangguan tingkah laku. Apalagi bila otitis
media serosa sering kali terjadi pada anak-anak. Pada kebanyakan anak, otitis media serosa terjadi
secara asimptimatis terutama pada anak-anak dibawah 2 tahun. Karena anak-anak memerlukan
pendengaran untuk belajar berbicara, maka hilangnya pendengaran akibat cairan di telinga tengah
dapat menyebabkan keterlambatan bicara. Anak-anak mulai belajar mengucapkan kata pada usia 18
bulan. Apabila kejadian ini berulang selama berbulan-bulan pada tahun-tahun belajar bicara, maka
terjadi ‖misspronounciation‖ atau kesalahan pelafalan yang berat yang akan membutuhkan terapi bicara
(9).
Masalah cairan dalam telinga tengah ini paling sering ditemukan pada anak dan biasanya
bermanifestasi sebagai tuli konduktif. Merupakan penyebab tersering gangguan pendengaran pada
usia sekolah. Keterlambatan berbahasa dapat terjadi jika keadaan ini berlangsung lama. Anak-anak
jarang mengemukakan bahwa mereka mempunya kesulitan dalam pendengaran. Guru dapat
mengatakan bahwa anak-anak ini kurang perhatiannya terhadap pelajaran. Umumnya orang dewasa
dapat menjelaskan gejala-gejala yang dialaminya secara lebih dramatis, dapat berupa perasaan
‖tersumbat‖ dalam telinganya dan menurunnya ketajaman pendengaran. Mereka dapat merasakan
adanya perbaikan pendengaran dengan perubahan posisi kepala. Akibat gerakan cairan dalam telinga
tengah dapat terjadi tinitus, tapi pusing jarang menjadi masalah ( 1).
Pada pemeriksaan fisik memperlihatkan imobilitas gendang telinga`pada penilaian dengan
otoskop pneumatik. Setelah otoskop ditempelkan rapat-rapat di liang telinga, diberikan tekanan positif
dan negatif. Jika terdapat udara dalam timpanum, maka udara itu akan tertekan sehingga membrana
timpani akan terdorong kedalam pada pemberian tekanan positif, dan keluar pada tekanan negatif.
Gerakan menjadi lambat atau tidak terjadi pada otitis media serosa atau mukoid. Pada otitis media
serosa, membrana timpani tampak berwarna kekuningan, sedangkan pada otitis media mukoid terlihat
lebih kusam dan keruh. Maleus tampak pendek, retraksi dan berwarna kapur. Kadang-kadang tinggi
cairan atau gelembung otitis media serosa dapat tampak lewat membrana timpani yang
semitransparan (1).

Otitis Media Serosa Kronik

Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-45 dB), oleh karena adanya
sekret kental atau glue ear. Pada anak-anak yang berumur 5-8 tahun keadaan ini sering diketahui
secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau dilakukan uji pendengaran. ( 2)

Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-
abuan. (2)

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karena prosesnya sendiri yang kerap tidak
bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala seperti
nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh orang tuanya,
guru, bahkan oleh anaknya sendiri.(3)
Oleh karena itu diperlukan anamnesa yang lengkap dan teliti mengenai keluhan yang
dirasakan dan riwayat penyakit pasien, misalnya :
 Telinga seperti tertutup/ rasa penuh
 Tinitus frekuensi rendah
 Pendengaran berkurang, diplakusis
 Otofoni
 Nyeri (Bila ada, deskripsikan kwantitas dan kwalitasnya)
 Riwayat alergi
 Riwayat infeksi saluran napas atas
 Riwayat keluarga
 Aktivitas akhir-akhir ini (3)
Dari anamnesa, selanjutnya bisa dilakukan pemeriksaan fisik untuk memperkuat diagnosa
kerja. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
 Nyeri tarik
 Nyeri tekan tragus
 Inspeksi kondisi liang telinga luar
Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara lain:
Otoscope
Pemeriksaan otoskop bertujuan untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan
jelas. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan
warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang
telinga.(5,1,4)
Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan:
 Membran timpani yang retraksi (tertarik ke dalam), dan opaque yang
ditandai dengan hilangnya refleks cahaya
 Warna membran timpani bisa merah muda cerah hingga biru gelap.
 Processus brevis maleus terlihat sangat menonjol dan Processus longus
tertarik medial dari membran timpani.
 Adanya level udara-cairan (air fluid level) (5,3)
Pneumatic otoscope
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat
dilihat dengan pemeriksaan ini.(1,4)
Pemeriksaan Tuba
Untuk menilai ada tidaknya oklusi tuba, bisa dilakukan pemeriksaan tuba misalnya
dengan manuver Valsava, pulitzer balik.
Tes Pendengaran dengan Garpu Tala
Pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu langkah skrining ada tidaknya penurunan
pendengaran yang biasa timbul pada otitis media efusi. Pada pasien dilakukan tes Rinne,
Weber, dan Swabach. Pada otitis media didapatkan gambaran tuli konduktif

(2)
Impedance audiometry (tympanometry)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem
membran timpani telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar.
Timpanogram tipe A merupakan gambaran dimana tekanan telinga tengah kurang lebih sama
dengan tekanan atmosfer (contoh: gambaran normal), timpanogram tipe B adalah gambaran
datar tanpa compliance (contoh: adanya efusi di telinga tengah), timpanogram tipe C (contoh:
adanya tekanan negatif pada telinga tengah). Pada otitis media efusi, biasanya didapatkan
timpanogram tipe B (5,4)

Pure tone Audiometry


Selain dengan Garpu Tala, penilaian gangguan pendengaran bisa dilakukana dengan
Audiometri Nada Murni. Tuli konduktif umumnya berkisar antara derajat ringan hingga
sedang.(5,3)
VII. DIAGNOSA BANDING

VIII. TATALAKSANA

NON BEDAH

Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat dikatakan kontroversial, dan
penerapannya tergantung dari setiap negara (3). Terapi medikamentosa dapat berupa
decongestan, anti histamin, antibiotik, perasat valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan
napas atas), dan hiposensitisasi alergi.
Dekongestan dapat diberikan melalui tetes hidung, atau kombinasi anti histamin dengan
dekongestan oral (2). Namun kepustakaan lain menuliskan bahwa antihistamin maupun
dekongestan tidak berguna bila tidak ada kongesti nasofaring (1).
Dasar dari pemberian antibiotik adalah berdasarkan penelitian dari hasil kultur bakteri
cairan otitis media efusi. Cairan serosa dan mukoid yang dikumpulkan pada miringotomi
untuk diteliti, hasilnya ditemukan biakan kultur positif pada 40% spesimen. Hasil biakan
kultur tersebut mengandung organisme yang identik dengan organisme yang didapat dari
timpanosentesis otitis media akut. Maka, pemilihan antibiotik pada otitis media serosa dan
mukoid serupa dengan otitis media akut (1). Hasil penelitian terkini, membuktikan bahwa
penggunaan antibiotik terbukti efektif hanya pada sejumlah kecil pasien, dan efeknya
cenderung bersifat jangka pendek. Oleh karena itu, penggunaannya tidak selalu mutlak,
mengingat efek sampingnya (seperti gastroenteritis, reaksi atopik, risiko resistensi) tidak
sebanding dengan keefektifannya. (3)
Hiposensitisasi alergi hanya dilakukan pada kasus-kasus yang jelas memperlihatkan
alergi dengan tes kulit. Bila terbukti alergi makanan, maka diet perlu dibatasi.
Tatalaksana lain yang masih kontroversial keefektifannya antara lain: penggunaan
steroid, dan mucolytik. Penggunaan kedua golongan ini kontroversial karena hasil studi
banding dengan placebo, tidak menunjukan perbedaan atau hanya sedikit perbaikan. (8)

BEDAH

Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan tuba
timpanostomi, adenoidektomi.
Pemasangan tuba timpanostomi untuk sebagai ventilasi, yang memungkinkan udara
masuk ke dalam telinga tengah, dengan demikian menghilangkan keadaan vakum (1). Tuba
timpanostomi terdapat dua macam: short term (contoh: grommets), long term (contoh: T-
tubes). Tuba jangka pendek dapat bertahan hingga 12 bulan, sedangkan tuba jangka panjang
dapat digunakan hingga bertahun-tahun (3). Tuba ventilasi dibiarkan pada tempatnya sampai
terlepas sendiri dalam jangka waktu 6-12bulan. Sayangnya karena cairan seringkali berulang,
beberapa anak memerlukan tuba yang dirancang khusus sehingga dapat bertahan lebih dari 12
bulan. Keburukan tuba yang tahan lama ini adalah menetapnya perforasi setelah tuba terlepas.
Namun, Pemasangan tuba ventilasi dapat memulihkan pendengaran dan membenarkan
membran timpani yang mengalami retraksi berat terutama bila ada tekanan negatif yang
menetap. (1)

Tindakan miringitomi dan aspirasi efusi tanpa pemasangan tuba timpanostomi


dibuktikan hanya berguna untuk efek jangka pendek. Berdasarkan studi oleh Gates, tindakan
miringitomi diikuti pemasangan tuba timpanostomi, dapat mempercepat perbaikan
pendengaran, mempersingkat durasi penyakit, mengurangi angka rekurens. Luka insisi setelah
miringitomi biasanya sembuh dalam 1minggu, namun, biasanya disfungsi tuba eustachius
membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh (biasanya 6minggu). Oleh karena ini, tindakan
miringitomi saja, akan meningkatkan angka rekurens. (8)
Manfaat adenoidektomi pada otitis media serosa kronik masih diperdebatkan. Tentunya
tindakan ini cukup berarti pada individu dengan adenoid yang besar, dimana tindakan
adenoidektomi dapat menghilangkan obstruksi hidung – nasofaring, memperbaiki fungsi tuba
eustachius, dan mengeliminasi sumber reservoir bakteri (1) (3). Namun sebagian besar anak
tidak memenuhi kategori tersebut. Penelitian mutakhir (Gates) melaporkan bahwa
adenoidektomi terbukti menguntungkan sekalipun jaringan adenoid tersebut tidak
menyebabkan obstruksi (1). Namun, mengingat risiko post operasi (seperti perdarahan),
adenoidektomi biasanya baru dipertimbangkan ketika penggunaan tuba timpanostomi gagal
untuk menangani otitis media efusi (3).
PILIHAN TERAPI

Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi, terutama jika
gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering terjadi. Dalam 3 bulan
pertama setelah onset atau setelah diagnosis, disarankan untuk diobservasi atau dapat
diberikan tatalaksana non bedah terlebih dahulu (3). Dalam jangka waktu tersebut, menurut
studi, cairan dapat menghilang hingga 90 persen. Cairan yang tetap bertahan setelah 3 bulan,
merupakan indikasi bedah. (1)
Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya berdasarkan lamanya
penyakit. Derajat gangguan dan frekuensi parahnya gangguan pendahulu juga perlu
dipertimbangkan (1). Intervensi lebih awal dan agresif disarankan perlu dilakukan pada pasien
dengan: (1) (8)
 keterlambatan berbicara dan tumbuh kembang
 otitis media unilateral
 gangguan pendengaran bermakna (> 40 db: indikasi 23elative, 21-40 db: indikasi
23elative)
 pasien dengan sindrom (contoh: Down Syndrome), atau dengan palatoschizis

Sumber lain membagi pilihan terapi berdasarkan onset akut atau kronis. Pada otitis
media efusi akut, pengobatan medikal diberikan vasokonstriktor lokal (tetes hidung), anti
histamin, perasat valsava bila tidak ada tanda infeksi jalan napas atas. Setelah satu atau dua
minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringitomi, dan bila masih belum sembuh
maka dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi (Grommet). Pada otitis media
efusi kronis, pengobatan harus dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi
Grommet (2).
IX. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada otitis media efusi ( 8):

 Kurangnya pendengaran
 Terganggunya proses bicara dan tumbuh kembang
 Otitis media akut

X. PROGNOSIS

Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik. Kebanyakan
kasus sembuh sendiri tanpa intervensi (8). Angka prevalensi otitis media efusi juga menurun
tajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan dengan maturasi tuba eustachius dan fungsi
imunitas (3)

XI. PENCEGAHAN

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat mengurangi prevalensi otitis media efusi:
menghindari rokok atau asap rokok, memperpanjang ASI ekslusif, pada pasien anak
disarankan tidak sering ke tempat ramai berisiko (contoh: day care center, tempat ramai lain
dengan banyak penderita ISPA, dll) (8).
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams L George, 1 R Lawrence, Higler A Peter. 1 Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi
6. Jakarta: EGC. 2013: 88-118 (1)
2. Helmi, Alfian F. Hafil, Sosialisman . 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
3. Rosenfeld RM, Shin JJ, Schwartz SR, Coggins R, Gagnon L, Hackell JM, Hoelting D, Hunter
LL, Kummer AW, Payne SC, Poe DS. Clinical practice guideline: otitis media with effusion
(update). Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 2016 Feb;154(1_suppl):S1-41.
4. Thomas S Higgins. 2020. Otitis Media with Effusion. Medscape. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/858990-overview#a6

5. Megantara, Imam. 2018. Informasi Kesehatan THT : Otitis Media Efusi. [5 screens]
Cited 21 Oktober 2020. Available from : http://www.perhati-kl.org/ (5)

6. Dhingra, PL. Editor : Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose, and Throat.
New Delhi : Churchill Livingstone Pvt Ltd . 2015. P 64-67 (6)

7. Dohar, J. E, et al. 2018. Definition of Otologic Disease. Cited 21 Oktober 2020.

7
Available from : http://www.entjornal.com ( )

8. Cook. K. 2015. Otitis Media. Cited 21 Oktober


2020. Available from :
http://www.emedicine/emerg/emedicine/htm.351.topic (8)

9. Levenson, M. J. 2018. Fluids in The Middle Ear—(Serous Otits Media) in Ear Surgery
Information Center. Cited 21 Oktober 2020. Available from :
http://www.EarSurgeryInformationCenter- SerousOtitisMedia.mnt (9)

Anda mungkin juga menyukai