Anda di halaman 1dari 37

TONSILITIS

KRONIK
LAPORAN KASUS

 RAUZATIL AULA KASTURI (1907101030022)


ROSI MEGA SAFITRI (1907101030024)
 
 
SYADZA ALYA (1907101030023)
   
PEMBIMBING : dr. BENNY KURNIA, Sp.THT-KL (K),
FICS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2020
01

PENDAHULUAN
TONSILIT Peradangan epitel jaringan tonsil palatina. Tonsillitis
disebabkan adanya infeksi baik virus maupun bakteri
IS dan inflamasi pada tonsil

Tonsilitis kronis merupakan penyakit


yang terjadi di tenggorokan terutama
terjadi pada kelompok usia muda
Tonsilitis kronis merupakan diantaranya pada usia 6-15 tahun.
penyakit yang paling sering
terjadi dari seluruh penyakit THT

Data morbiditas pada anak yang menderita


tonsilitis kronis menurut survey kesehatan rumah
tangga (SKRT) pada umur 5-14 tahun menempati
urutan kelima (10,5% laki-laki dan 13,7%
perempuan).
Data epidemiologi penyakit THT di
tujuh provinsi di Indonesia,
prevalensi tonsilitis kronis 3,8%
tertinggi setelah nasofaringitis akut
4,6%.
Hasil pemeriksaan pada anak-anak dan
dewasa menunjukan total penyakit THT
berjumlah 190-230 per 1000 penduduk dan
di dapati 38,4% diantaranya merupakan
penderita penyakit tonsilitis kronis.
02

TINJAUAN
PUSTAKA
ANATOMI
ANATOMI

Tonsil adalah kelenjar getah bening di bagian belakang mulut dan


tenggorokan bagian atas. Mereka biasanya membantu menyaring bakteri dan
kuman lain untuk mencegah infeksi pada tubuh. Massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan kriptus didalamnya
RESPON IMUN TONSIL

01 02 03
Pada respon imun tahap 1, terjadi
Respon imun tahap kedua terjadi
ketika antigen memasuki orofaring Adapun respon imun berikutnya
setelah antigen melalui epitel
mengenai epitel kripte yang berupa migrasi limfosit
kripte dan mencapai daerah
merupakan kompartemen tonsil
ekstrafolikular atau folikel limfoid
pertama sebagai barier imunologis
FUNGSI TONSIL

Tonsil berperan dalam pembentukan limfosit dan membantu melindungi


tubuh terhadap serangan bakteri, virus,dan protein asing lainnya. Seperti di
dalam jaringan limfoid lainnya, protein asing (antigen) merangsang
pembentukan zat anti dalam sel plasma, yang berasal dari limfosit. Di
samping itu, kerusakan epitel tampak memudahkan masuknya
mikroorganisme dan sering kali tonsila diketahui sebagai tempat masuknya
(pintu gerbang) infeksi
• TONSILITIS Akut disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus B
hemolitikus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyrogen sebagai
penyebab terbanyak, selain itu dapat juga disesbabkan oleh Corybacterium
diphteriae, namun dapat juga disebabkan oleh virus.

• PATOGENESIS : Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan


menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear
sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, sel
1. TONSILITIS epitel yang telah mati, dan bakteri patogen dalam kripta.

AKUT • Adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat menjelaskan
variasi dari fase-fase patologis sebagai berikut:
1) Peradangan biasa daerah tonsil saja
2) Pembentukan eksudat
3) Selulitis tonsila dan daerah sekitanya
4) Pembentukan abses peritonsilar
5) Nekrosis jaringan
 
• MANISFESTASI KLINIS, suhu tubuh naik sampai 40C. Rasa gatal atau
kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi, odinofagia, anoreksia, dan otalgia.
Bila laring terkena suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tonsil dalam
keadaan dini menunjukkan pembesaran, hipervasikularisasi, dan sebagian
tertutup oleh eksudat putih keabu-abuan yang mudah diangkat.

• TERAPI pengobatan adalah antibiotika spektrum lebar, penisilin,

1. TONSILITIS eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

AKUT • KOMPILKASI pada anak sering menimbulkan otitis media akut, sinusitis
abses peritonsil, abses para faring, bronkitis, glomerulonefritis, miokardiatis,
artritis serta septikemia akibat infeksi vena jugularis interna. Hipertrofi akan
menyebabkan pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan
tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep
Apnea Syndrome (OSAS).
• TONSILITIS Kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, berbagai
jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

• PATOGENESIS : proses peradangan berulang, sehingga pada proses penyembuhan


jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripta melebar. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibular
2. TONSILITIS
KRONIK • MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala lokal, bervariasi dari rasa tidak enak ditenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai
sakit menelan
2. Gejala sistematis, perasaan tidak enak di badan, malaise, sakit kepala, panas badan
subfebris, sakit pada otot dan persendian.
3. Tanda klinis, tonsil dengan debris pada kriptenya tonsil udem atau hipertrofi atau tonsil
fibrotik dan kecil, plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe
regional.
2. TONSILITIS
KRONIK
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi)
atau atrofi. Menurut Brodsky diklasifikasikan menggunakan
perbandingan lebar tonsil dengan lebar orofaring sebagai berikut :
1) Tonsil T1 : kurang dari 25% menempati orofaring
2) Tonsil T2 : 25-50%
3) Tonsil T3 : 50-75%
4) Tonsil T4 : lebih dari 75%
TONSILEKTOMI
• Indikasi absolut dari tonsilektomi adalah :
1. Timbulnya cor pulmunale
• Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea
pengangkatan jaringan tonsila palatina.
waktu tidur
• Tonsilektomi pada orang dewasa telah
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan
direkomendasikan untuk tonsilitis berulang,
penurunan berat badan
tonsilitis kronik, selulitis peritonsilaris, abses
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan
peritonsilaris atau dengan keadaan Streptokokus
5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada
carrier. Selain itu, berbagai kriteria untuk diagnosis
jaringan sekitarnya
tonsilitis kronik telah digunakan, tergantung pada
• Indikasi relatif merupakan seluruh indikasi lain untuk
frekuensi dan tingkat keparahan.
tonsilektomi. Indikasi yang paling sering adalah episode
berulang dari infeksi Streptokokus B hemolitikus grup A.
TONSILEKTOMI
Menurut The American Academy of Ortolaringology – Head and Neck Surgery Clinical indicators
Compendium :
a. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapat terapi adekuat
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan
orofasial
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan
menelan, gangguan bicara, cor pulmonale
d. Rinitis dan sinusitis yang kronik, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan
pengobatan.
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
f. Tonsilitis berulang yang disebabkan streptokokus B hemolitikus grup A.
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif
03

LAPORAN KASUS
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan


terasa nyeri pada saat menelan. Keluhan dirasakan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan terus
menerus. Nyeri menelan memberat jika pasien makan dan
minum, cuaca panas dan dingin, berkurang jika pasien
Identitas Pasien
minum air hangat dan makan makanan yang asam. Nyeri
Nama : AY semakin memberat saat makan, setelah lebih dari 3 suapan
Umur : 20 tahun
nasi. Keluhan ini juga disertai rasa mengganjal, mengorok
Jenis kelamin : Perempuan
No.CM : 1-25-98-59 pada saat tidur dan rasa kering di tenggorokan. Pasien juga
Alamat : Neuheun
mengeluhkan demam, dan terkadang telinga berdenging
Tanggal masuk : 27-11-2020
Tanggal periksa : 27-11-2020 yang dirasakan kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
Keluhan Utama:
Nyeri saat menelan
ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluhan mengorok dirasakan setiap hari, meskipun sedang tidak nyeri. Suara
mengorok di keluhkan oleh ibu pasien dan terdengar oleh tetangga pasien (rumah
berdempet). Suara ngorok pasien terdengar sangat keras dan tebal. Keluhan mengorok
dirasakan setiap tidur baik pada saat siang maupun malam, saat tidur biasanya pasien
menggunakan 2 bantal dan satu kain di lehernya. Pasien mengaku kesulitan bernapas dan
tidur sejak mengalami keluhan nyeri menelan.
Demam dengan suhu tidak terlalu tinggi dan turun dengan obat penurun panas.
Batuk kering dirasakan sesekali, apabila sedang nyeri maka batuk disertai dahak.
ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien mengaku pernah mengalami hal yang sama sejak 6 tahun yang lalu namun
hilang dengan meminum obat yang diberikan dokter. Riwayat DM dan hipertensi disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat


Pasien mengaku sering meminum obat anti nyeri setiap terasa nyeri saat menelan.

Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

Riwayat Kebiasaan
Pasien suka membeli jajanan di pinggir jalan dan selalu minum es setiap makan, baik
yang dibeli dan dibuat sendiri
PEMERIKSAAN FISIK

KU: Tenang KES: Compos mentis TD : 110/70 mmHg RR : 18 kali/menit T: 37,2 ℃


HR: 88 kali/menit Tinggi badan: 155 cm
Berat badan : 56 kg
PEMERIKSAAN FISIK

Kepala dan leher


Normotia, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening regional

Dada dan punggung


- Paru Anggota gerak
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis Sianosis dan edema tidak ditemukan
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri pada ekstremitas superior dan inferior,
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru kekuatan otot pada keempat ekstremitas
Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), dan wheezing (-/-) bernilai 5.
- Jantung
BJ I > BJ II, murmur jantung tidak ditemukan Genitalia dan Anus
- Perut dan pinggang Tidak dilakukan pemeriksaan
Inspeksi : Tidak ada pembesaran massa
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
PEMERIKSAAN FISIK
Ar auris : CAE (lapang/lapang), serumen (-/-), sekret (kuning
kecoklatan/kuning kecoklatan), membran timpani (intak/intak), refleks
cahaya (ada/ada), hiperemis (-/-)

Ar nasal : Cavum nasi (lapang/lapang), konka inferior eutrofia(+/


+), sekret (-), septum deviasi (-)

Ar orofaring : Tonsil (T3/T3), merah muda (+/+), kripta melebar


(+/+), detritus (+), uvula berada di tengah

Faring : Merah muda.


Ar colli : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Ar maksilo fasial : Simetris, tidak dijumpai parese N.VII FOTO KLINIS
Jenis
Hasil Nilai rujukan Satuan
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 12,5 12,0-15 g/dL
Hematokrit 36 37-47 %
Eritrosit 4,4 4,2-5,4 106/mm3
Leukosit 12,4 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 346 150-450 103/mm3
MCV 81 80-100 fL
MCH 28 27-31 Pg

PEMERIKSAAN MCHC
RDW
35
14,3
32-36
11,5-14,5
%
%

PENUNJANG
MPV 11,6 7,2-11,1 fL
PDW 13,8   fL
Hitung jenis
Eosinofil 4 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Netrofil batang 0 2-6 %
Netrofil segmen 63 50-70 %
Limfosit 25 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
Faal Hemostasis
Laboratorium (27/11/2020) Waktu
2 1-7 menit
perdarahan
Waktu
7 5-15 menit
pembekuan
Kimia Klinik
GDS 99 <200 mg/dl
Ureum 20 13-43 mg/dl
Kreatinin 0,61 0.51-0,95 mg/dl
Natrium 145 132-146 mmol/L
Kalium 4,1 3,7-5,4 mmol/L
Klorida 107 98-106 mmol/L
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Foto thoraks (15/10/2019)


Diagnosa Kerja
Tonsilitis Kronis

Diagnosis Banding
1. Tonsilitis Kronik
2. Tonsilitis Difteri
3. Angina Plaut Vincent
4. Tumor Tonsil
5. Mononukleosis Infeksiosa

Penatalaksanaan
Terapi Definitif : Tonsilektomi
Terapi Awal (Medikamentosa)
• Paracetamol tablet 500 mg 3 kali sehari
• Metilprednisolon tablet 4 mg 2 kali sehari
• Cefixim kapsul 100 mg 2 kali sehari
 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Edukasi
1. Menjaga kebersihan makan dan minum
2. Membiasakan berkumur atau menggosok gigi minimal 2 kali sehari
3. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan
4. Peralatan makan dan rumah tidak digunakan secara bersama sama
dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang
bersabun sebelum digunakan kembali
5. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah
infeksi berulang
04

PEMBAHASAN
ANALISA KASUS
KASUS TEORI
Telah diperiksa pasien perempuan berusia 20 Suatu literatur menyebutkan bahwa tonsillitis sering
tahun dengan keluhan nyeri di tenggorokan. terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa.
Keluhan ini sudah dirasakan pasien selama 6 Tonsilitis sering terjadi pada usia 5 hingga 15 tahun
tahun ini (sejak usia 14 tahun) dan penyebab umumnya adalah virus ataupun
Streptococcus. Berdasarkan jenis kelamin, dalam
literatur yang sama disebutkan bahwa anak
perempuan lebih rentan terkena tonsillitis
dibandingkan anak laki-laki hingga mencapai usia
14 tahun
ANALISA KASUS
KASUS TEORI
Keluhan nyeri di tenggorok dirasakan sejak 4 hari Keluhan nyeri pada tenggorokan terutama saat menelan dan
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan terus disertai dengan pembesaran tonsil dapat menjadi pertanda
menerus. Keluhan memberat jika pasien menelan adanya proses peradangan akibat invasi kuman yang
makanan ataupun berada di cuaca panas ataupun dingin menginfiltrasi lapisan epitel tonsil. Pembesaran pada tonsil
dan berkurang jika pasien minum air hangat dan makan akan menyebabkan perlekatan di jaringan sekitar fosa
makanan yang asam. Keluhan ini juga disertai rasa tonsilaris dan akan mengenai nervus glossofaringeal sehingga
mengganjal, rasa kering di tenggorokan dan mengorok pasien akan mengeluhkan nyeri terutama saat menelan.
saat tidur. Pasien juga mengeluhkan demam dan telinga Tanda-tanda peradangan lain yang dapat muncul ialah rasa
berdenging yang dirasakan lebih dari 1 minggu sebelum mengganjal dan kering pada tenggorokan, nyeri saat menelan,
masuk rumah sakit. napas berbau, demam, lesu, nyeri sendi, dan tidak nafsu
makan
ANALISA KASUS
TEORI
Kebiasaan memakan makanan pinggir jalan dan minum minuman
dingin erat kaitannya dengan kejadian tonsilitis kronik.
Berdasarkan penelitian oleh Mugi, tahun 2015, didapatkan
KASUS hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan yang buruk
Riwayat kebiasaan pasien suka membeli jajanan di
dengan kejadian tonsilitis kronik. Kebiasaan makan, makanan
pinggir jalan dan selalu minum es setiap makan,
baik yang dibeli dan dibuat sendiri yang tidak sehat seperti makanan yang mengandung pewarna,
penyedap, dan berminyak. Kebiasaan meminum minuman dingin
secara terus menerus juga dapat menjadi faktor pencetus timbulnya
tonsilitis dikarenakan vasokontriksi yang menyebabkan pembuluh
darah mengecil dan jumlah sel darah putih berkurang.
Berkurangnya jumlah sel darah putih dapat mengurangi sistem
pertahanan tubuh dan memudahkan terjadinya tonsillitis.
ANALISA KASUS
TEORI
Pada pemeriksaan fisik, tonsil pasien membentuk kripta yang lebar
disertai dengan detritus. Infeksi berulang tonsil juga menyebabkan
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga proses
KASUS
penyembuhan jaringan limfoid akan digantikan oleh jaringan
Dari pemeriksaan fisik orofaring ditemukan adanya
pembesaran tonsil dengan ukuran T3 pada tonsil kanan dan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga kriptus akan melebar
tonsil kiri. Kedua tonsil hiperemis dengan permukaan yang
dan kemudian diisi oleh detritus. Detritus merupakan kumpulan
tidak rata dan tampak kripta yang melebar.
dari leukosit, bakteri yang mati, serta epitel yang terlepas akibat
peradangan. Proses ini berjalan terus menerus hingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Detritus ini dapat dibersihkan
dengan aplikator dan tidak berdarah jika dibersikan
ANALISA KASUS
TEORI
• Penggunaan paracetamol pada pasien ini sebagai analgetik dan
antipiretik. Obat antiinflamasi non steroid (NSAID) dan parasetamol
lebih efektif daripada plasebo untuk menghilangkan gejala. Parasetamol
cukup untuk kasus-kasus ringan, tetapi pada orang dewasa NSAID
seperti ibuprofen dan diklofenak dianggap lebih unggul daripada
parasetamol untuk meredakan nyeri.
KASUS
• Meskipun kekhawatiran tentang risiko NSAID telah meningkat, uji
Terapi medikamentosa yang diberikan pada
coba terkontrol acak tersamar ganda (RCT) yang besar menunjukkan
pasien ini adalah Paracetamol tablet 500 mg 3
bahwa ibuprofen dapat ditoleransi dengan baik seperti parasetamol, oleh
kali sehari, Metilprednisolon tablet 4 mg 2 kali
karena itu pedoman SIGN merekomendasikan penggunaan ibuprofen
sehari dan Cefixim kapsul 100 mg 2 kali sehari.
400 mg tiga kali sehari untuk meredakan gejala sakit tenggorokan,
demam dan sakit kepala, sesuai dengan kontraindikasi yang biasa.
Ibuprofen tidak boleh diberikan kepada pasien dengan atau berisiko
dehidrasi karena kekhawatiran tentang toksisitas ginjal. Pada pasien
yang memiliki kontraindikasi untuk ibuprofen, parasetamol 1 g 4 kali
sehari. direkomendasikan. Namun, pada anak-anak, parasetamol harus
digunakan sebagai pilihan pertama, dengan ibuprofen digunakan
sebagai alternatif.
ANALISA KASUS
TEORI
• Metilprednisolon. Menurut tinjauan Cochrane baru-baru ini, pada
pasien dewasa dengan sakit tenggorokan, nyeri dapat dikurangi dan
resolusi dipercepat dengan penggunaan kortikosteroid oral atau
intramuskular dosis tunggal dalam hubungannya dengan terapi
KASUS
antibiotik. Dua studi yang membandingkan secara langsung jalur
Terapi medikamentosa yang diberikan pada
intramuskular dan oral tidak menemukan perbedaan dan lebih
pasien ini adalah Paracetamol tablet 500 mg 3
disarankan penggunaan oral. Pasien yang memakai kortikosteroid tiga
kali sehari, Metilprednisolon tablet 4 mg 2 kali
kali lebih mungkin untuk mengalami resolusi lengkap gejala sakit
sehari dan Cefixim kapsul 100 mg 2 kali sehari.
tenggorokan mereka dalam 24 jam dibandingkan dengan mereka yang
memakai plasebo. Waktu rata-rata untuk timbulnya pereda nyeri adalah
6,3 jam lebih awal pada peserta yang menggunakan kortikosteroid
dibandingkan dengan plasebo. Namun, manfaat sederhana ini harus
diimbangi dengan kemungkinan efek merugikan obat steroid, meskipun
penggunaan kortikosteroid singkat jarang berbahaya.22
ANALISA KASUS
TEORI
• Pilihan antibiotika Cefixime merupakan antibiotika golongan
cephalosporin generasi ketiga yang bersifat bakterisidal. Sementara itu,
sebuah literatur menyebutkan antibiotik pilihan pada tonsilitis adalah
Phenoxymethylpenicillin selama 10 hari. Makrolida dapat digunakan
sebagai alternatif jika terdapat alergi terhadap penisilin.
KASUS • Antibiotik lain yang lebih mahal, terutama sefalosporin, secara statistik
Terapi medikamentosa yang diberikan pada jauh lebih berhasil dalam memberantas organisme meskipun
pasien ini adalah Paracetamol tablet 500 mg 3 keuntungan klinisnya kurang jelas.
kali sehari, Metilprednisolon tablet 4 mg 2 kali • Sebuah tinjauan Cochrane 2010 mencatat bahwa, meskipun tampaknya
sehari dan Cefixim kapsul 100 mg 2 kali sehari. ada indikasi bahwa karbacephem dan sefalosporin mungkin memiliki
beberapa manfaat dibandingkan penisilin dalam hal resolusi gejala dan
kejadian kambuh, temuan tersebut tidak konsisten di seluruh metode
analisis dan penelitian substansial. Oleh karena itu, tidak ada cukup
bukti yang meyakinkan untuk mengubah rekomendasi pedoman saat ini
untuk pengobatan pasien dengan tonsilofaringitis GABHS. Pada pasien
yang alergi terhadap penisilin, alternatifnya termasuk sefalosporin
spektrum sempit (sefaleksin, sefadroksil) atau makrolida (azitromisin,
klaritromisin).
ANALISA KASUS
TEORI
• Indikasi tonsilektomi berdasarkan The American Academy of
Otolaringology-Head and Neck Surgey Clinical Indicators
Compendium tahun 1995, yaitu hipertrofi tonsil hingga menimbulkan
keluhan mengganjal dan dirasa mengganggu serta ada keluhan
sumbatan jalan napas saat tidur yang ditandai dengan mengorok .
• Selain kriteria tersebut, kriteria SIGN sebagai kriteria tonsilektomi
KASUS
dapat digunakan. Kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Terapi yang direncanakan untuk pasien ini adalah
tonsilektomi.
Mononucleosis infeksiosa,
keluhan disertai dengan adanya

DIAGNOSIS BANDING pembesaran kelenjar limfe pada


regio axilla dan inguinal, serta
terdapat gambaran darah yang
Keluhan nyeri pada tenggorokan yang disertai pembesaran tonsil khas berupa adanya leukosit
mononukleosis dalam jumlah
memiliki diagnosis banding seperti tonsilitis difteri, angina plaut
yang besar.
vincent, tumor tonsil, dan mononucleosis infeksiosa.

Mononucleosis
Tonsilitis difteri akan dijumpai Angina plaut vincent dilakukan Infeksiosa
pseudomembran yang mudah pemeriksaan kebersihan mulut,
berdarah saat diangkat serta dimana biasanya pada angina
terdapat kelainan otot, seperti plaut vincent kebersihan mulut
penderita buruk, seperti Tumor tonsil akan didapatkan
miokarditis maupun keluhan nyeri saat menelan, nyeri
terdapatnya gigi dan gusi yang
kelumpuhan otot pernapasan. di telinga akibat adanya nyeri
mudah berdarah, hiperemis pada
mukosa mulut dan faring, mulut alih, nyeri di lidah dan gangguan
berbau serta terdapat pembesaran gerakan lidah, dan terkadang
kelenjar submandibular. pasien tidak bisa membuka mulut
(trismus)
Tonsilitis Difteri

Angina Plaut Vincent Tumor Tonsil


KESIMPULAN
Tonsilitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil, terjadinya peradangan epitel
jaringan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer yang berfungsi sebagai benteng
bagi saluran makanan maupun saluran napas terhadap rangsangan kuman-kuman yang ikut masuk
bersama makanan atau minuman dan udara pernapasan. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat
komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Kuman penyebab tonsilitis
kronik sama dengan tonsilitis akut yaitu Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae,
Streptococcus B hemolitikus, Streptokokus viridans.
Gejala tonsilitis kronik biasanya pada saat tidur akan mendengkur karena terjadinya pembesaran
kelenjar adenoid, gejala klinis lainnya bervariasi dari rasa tidak enak ditenggorok, sakit tenggorok, sulit
sampai sakit menelan, perasaan tidak enak di badan, malaise, sakit kepala, panas badan subfebris, sakit
pada otot dan persendian, tonsil dengan debris pada kriptenya tonsil udem atau hipertrofi atau tonsil
fibrotik dan kecil, plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Menurut Brodsky
tonsilitis diklasifikasikan menggunakan perbandingan lebar tonsil dengan lebar orofaring T1-T4.
Tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya diambil berdasarkan frekuensi
serangan tonsilitis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai