Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

ADENOTONSILITIS KRONIS
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Telinga Hidung TenggorokKepala Leher (THT-KL) di RSUD Ambarawa

Pembimbing: dr. M Setiadi Sp.THT-KL

Disusun Oleh : Idha Kurniasih H2A008025

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


Presentasi kasus dengan judul :

ADENOTONSILITIS KRONIS
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Telinga Hidung TenggorokKepala Leher (THT-KL) di RSUD Ambarawa

Disusun Oleh: Idha Kurniasih H2A008025

Telah disetujui oleh Pembimbing: Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med

.............................

.............................

Mengesahkan: Koordinator Kepaniteraan Telinga Hidung Tenggorok

dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med NIP

BAB II STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Agama No. RM Tanggal Periksa : An. Q : 5 tahun : Perempuan : Jalan Limbangan Boja :: Islam : 038318-2013 : 29 Oktober 2013

B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2013, jam 10.30 WIB secara autoanamnesadan alloanamnesis di Poli THT-KL RSUD Ambarawa. 1. Keluhan Utama Nyeri telan

2. Riwayat Penyakit Sekarang 3 bulan SMRS, pasien mengeluh nyeri ketika menelan. Pasien merasa bertambah nyeri ketika menelan makanan. Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh sering demam. Demam sering disertai dengan batuk dan pilek. Lendir berwarna putih. Menurut orang tua pasien, ketika tidur pasien sering mengorok tetapi tidak sering terbangun. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran, tidak gemerebek dan tidak ada sakit kepala. Pasien hanya diberikan obat penurun panas bila demam, pasien belum pernah diperiksakan ke dokter. 5 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri ketika menelan, menurut keluarga, pasien juga masih sering mengorok ketika tidur. Tidak ada keluhan demam, batuk, pilek dan hidung tersumbat.Tidak ada keluhan telinga berdenging, terasa penuh, nyeri telinga, ataupun pendengaran berkurang. Pasien melakukan pemeriksaan rutin di sekolah, Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan untuk periksa ke
3

dokter spesialis THT. Kemudian pasien dibawa berobat ke poli THT RSUD Ambarawa. Oleh dokter disarankan untuk dilakukan operasi. Keluarga pasien setuju untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa Riwayat ISPA Riwayat asma Riwayat Alergi Riwayat penyakit lain : disangkal : diakui. Pasien sering batuk pilek sejak 1 tahun lalu : disangkal : disangkal : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga tidak ada yang sakit seperti ini Riwayat Alergi : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal bersama kedua orang tuannya.Ayahnya pegawai swasta, dan ibunya tidak bekerja.Pasien masih bersekolah di TK dan sering membeli jajanan yang dijual diluar sekolah yang mengandung pewarna dan pemanis buatan.Biaya pengobatan menggunakan biaya pribadi. Kesan ekonomi :cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalisata a. Keadaan Umum : Baik b. Kesadaran c. Kooperativitas d. Status Gizi BB PB : Composmentis : Kooperatif : : 16 kg : tidak dilakukan pemeriksaan

e. Vital Sign TD : tidak dilakukan

Nadi :90x/menit RR : 32 x/menit


4

Suhu : 36,7oC

f. Kepala dan Leher Kepala Wajah Leher : Mesosefal : Simetris, deformitas (-) : Pembesaran Kelenjar Limfe(-/-)

g. Mata Conjungtiva Anemis (-/-) Sclera Ikterik (-/-) Secret (-/-)

h. Thorax Jantung :
Inspeksi Palapsi : ictus cordis tidak nampak : ictus cordis teraba namun tidak kuat angkat, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-) Perkusi Auskultasi : konfigurasi jantung dalam batas normal : Suara jantung murni : SI, SII (normal) reguler. Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

Paru : Dextra Datar Simetris Dextra = sinistra Tidak ada nyeri tekan (-) Sonor di seluruh lapang paru Vesikuler (-) Sinistra Datar Simetris Dextra = sinistra Tidak ada nyeri tekan (-) Sonor di seluruh lapang paru Vesikuler (-)

Paru 1. Inspeksi Bentuk dada Hemitorak 2. Palpasi Stem fremitus Nyeri tekan Pelebaran ICS 3. Perkusi 4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan

i. Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi j. Extremitas : datar : supel, nyeri tekan (-),hepar tidak teraba : timpani (+) : normal :
Superior Akral dingin Oedem Sianosis Gerak Reflek fisiologis Reflek patologis CRT Aktif Tidak diperiksa Tidak diperiksa < 2 detik Inferior Aktif Tidak diperiksa Tidak diperiksa < 2 detik

2. Status Lokalisata a. Telinga Telinga Luar


Telinga Preaurikula Retroaurikula Aurikula AD Fistel (-) Dbn Nyeri Tarik (-), Kelainan Kongenital (-) Tragus pain Mastoid Nyeri Tekan (-) Nyeri ketok (-), hipermis (-) AS Fistel (-) Dbn Nyeri Tarik (-), Kelainan Kongenital (-) Nyeri Tekan (-) Nyeri ketok (-), hiperemis (-)

Canalis Akustikus Eksterna


Canalis Acustikus Eksternus Mukosa Discharge Serumen Granulasi Furunkel Jamur Corpus alienum Kolesteatom Dbn (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) dbn (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) AD AS

Membran Timpani
Membran Timpani Intak Warna AD (+) Mengkilat seperti mutiara Reflek cahaya Perforasi Bulging (+) (-) (-) AS (+) Mengkilat seperti mutiara (+) (-) (-)

b. Hidung dan Sinus Paranasal


7

Hidung Luar
Bentuk Massa Deformitas Radang Dbn (-) (-) (-)

Sinus Paranasal
Sinus Etmoid Hiperemis Nyeri Tekan Nyeri Ketok Oedem (-) (-) (-) (-) Sinus Frontal (-) (-) (-) (-) Sinus Maxilla (-) (-) (-) (-)

Rinoskopi Anterior Cavum Nasi Konka nasi inferior Dextra Hipertrofi (-) Oedem (-) Mukosa pucat (-) Warna merah muda Septum Nasi Secret Massa Deviasi (-) (-) (-) Sinistra Hipertrofi (-) Oedem (-) Mukosa pucat (-) Warna merah muda Deviasi (-) (-) (-)

c. Tenggorok Nasofaring Orofaring Mukosa Bukal Lidah Uvula Palatum Arcus faring : Hiperemis (-) : dalam batas normal : di tengah, dalam batas normal : Hiperemis (-) : Hiperemis (-), granulasi (-) : Pemeriksaan Rinoskopi Posterior tidak dilakukan

Tonsil Tonsil Ukuran Warna Kripte Permukaan Detritus Dextra T3 Hiperemis (+) Melebar Tidak rata (-) Sinistra T2 Hiperemis (+) Melebar Tidak rata (-)

Tonsil dekstra: Detritus (-), hiperemis (+), permukaan tidak rata, kripte melebar (+), T3 Tonsil sinistra: Detritus (-), hiperemis (+), permukaan tidak rata, kripte melebar (+), T3

Laringofaring : Tidak dilakukan pemeriksaan d. Gigi dan Mulut Gigi dan mulut Lidah Palatum : Caries (-) : dbn : simetris , radang (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG X- Foto ThoraxPA: Cor Pulmo Diafragma Sinus Costophrenicus Kesan : CTR <50%, letak dan bentuk normal : Bercak kesuraman (-) : Normal : Lancip : cor dan pulmo dalam batas normal

Pemeriksaan laboratorium darah rutin Pemeriksaan Lekosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH Hasil 8,3 4,1 11,8 35,70 81,60 30,10
9

Satuan 103/ul 106/ul g/dL % fL Pg

Nilai normal 3,6 11 3,8 5,2 11,7 15,5 35 - 47 80 100 26 34

MCHC Trombosit RDW Eosinofil absolute Basofil absolute Netrofil absolute Limfosit absolute Monosit absolute Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit E. RINGKASAN

34,80 260 11,20 Diff count 0,22 0,02 3,66 3,45 0,67 2,70 0,20 70,75 30,00 8,40

g/dL 103/ul % 103/ul 103/ul 103/ul 103/ul 103/ul % % % % %

32 36 150 440 11,5 14,5 0,045 0,44 0 0,2 1,8 8 0,9 5,2 0,16 1 24 01 50 70 25 40 2-8

An. Q datang ke poli THT RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri telan. Pasien mengeluh sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh nyeri ketika menelan. Pasien merasa bertambah nyeri ketika menelan makanan. Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh sering demam. Demam sering disertai dengan batuk dan pilek. Lendir berwarna putih. Menurut orang tua pasien, ketika tidur pasien sering mengorok tetapi tidak sering terbangun. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran, tidak gemerebek dan tidak ada sakit kepala. Pasien hanya diberikan obat penurun panas bila demam, pasien belum pernah diperiksakan ke dokter. Pada pemeriksaan fisik tanda vital, nadi : 90 x/menit, RR : 32 x/menit, suhu : 36,7oC. Status lokalis didapat Tonsil berukuran T3-T2, detritus (-), hiperemis
(+), permukaan tidak rata, kripte dan terdapat serumen pada liang telinga kanan dan

kiri. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang foto thoraks didapatkan kesan cor dan pulmo dalam batas normal, pada pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.

F. DIAGNOSIS BANDING 1. Adenotonsilitis kronis 2. Tonsilitis Difteri

G. DIAGNOSIS KERJA
10

Adenotonsilitis kronis

H. PENATALAKSANAAN (INITIAL PLAN) IpDx(usulan) Laboratorium : darah rutin Foto rontgen thorax PA Biakan swab tenggorok dan tes kepekaan kuman (sensitivity test)

IpTx Medikamentosa Antibiotik Saran dilakukan tonsilektomi Dilakukan tonsilektomi pada tanggal 29 oktober 2013 Laporan operasi : 1. Operasi berlangsung pada pukul 09.45 berlangsung selama 15 menit 2. Pasien dalam keasaan terlentang dengan GA, intubasi telah terpasang, pengontrolan keadaan umum oleh perawat anestesi 3. Desinfeksi lapangan operasi 4. Pasang duk steril 5. Pasang mouth gauge, dan buka mouth gauge 6. Dokter operator melakukan tindakan 7. Suction lapangan operasi, kemudian dilakukan pengangkatan tonsil dengan skuder dextra dan sinistra, tonsil terangkat in toto 8. Nilai perdarahan, lakukan suction, lakukan deb luka 9. Perdarahan minimal, lakukan suction kembali 10. Operasi selesai : Inj. amoxicilin 2x250mg per hari Inj Farmadol 3 x 75 mg

IpMx Keadaan umum Tanda vital Keluhan pasien

IpEx

11

Memberitahu kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien, pemeriksaan yang diperlukan, komplikasi dari penyakit dan bagaimana cara menanganinya. Menganjurkan pasien untuk menjaga kebersihan mulut. Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan yang terlalu panas, pedas, dan mempunyai bahan penyedap Menyarankan kepada pasien untuk dilakukan operasi

I. Prognosis Quo ad Vitam Quo ad Sanam Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ada bonam

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi : Tonsil : Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kripte di dalamnya. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi : 1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae. 2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus. 3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring. 4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva. 5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum. Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina, tonsila pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama Cincin faucium antara arcus

Waldeyer.Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Gambar. Tonsil

13

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar. Vaskularisasi Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tetapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna. Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis. Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsil). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae. Innervasi Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n. palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil . Imunologi Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.
14

Adenoid Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan dinding posterior nasofaring. Nasofaring berada di belakang bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius.

Gambar. Penampang lateral

Fisiologi kelenjar adenoid Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan
15

suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan. Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas. HISTOLOGI Tonsil Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap trauma. Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil. Adenoid Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier). Diagnosis pada inspeksi, tonsil terlihat berbenjol-benjol, kripte melebar disertai adanya detritus. Sementara itu untuk adenoid pemeriksaan dapat dilakukam dengan rinoskopi posterior, palpasi dan x foto adenoid utamanya pada kecurigaan adanya pembesaran. Pada anak pemeriksaan rinoskopi posterior sulit dilakukan demikian juga palpasi x foto adenoid merupakan satu- satunya cara praktis untukmengetahui ada tidaknya pembesaran adenoid pada anak. Yang perlu diperhatikan pada kecurigaan tonsiloadenoiditis / adenoiditis kronik perlu disingkirkan kemungkinan adanya penyakit atau kelainan di hidung atau sinus paranasal. Untuk itu diperlukan rinoskopi anterior. Apabila pada rinoskopi anterior
16

ternyata ditemukan bahwa mukosa hidung normal tidak ditemukan adanya hipertrofi konka, serta kelainan lain di hidung maka kemungkinan besar kelainan tersebut akibat adenotonsilitis. Terapi Manajemen terapi yang umum atau lazim dilakukan untuk adenotonsilitis adalah adenotonsilektomi. Bila terjadi eksaserbasi akut, diberikN ntibiotik golongan penisilin (amoksisilin 50-100 mg/kg BB) selama 5 10 hari. Proses perbaikan luka pasca adenotonsilektomi akan terjadi dalam 4-6 minggu. Prinsip dasar tindakan Tonsiloadenoidektomi adalah: menghilangkan fokus infeksi kronik menghilangkan sumbatan nafas mengurangi gangguan fungsi tuba, sehingga menghindari kemungkinan terjadinya otitis media

Indikasi Tonsiloadenoidektomi: Penyakit Infeksi: Tonsilitis akut, rekuren yang terjadi lebih dari 6-7 episode dalam satu tahun atau 5 episod per tahun dalam 2 tahun atau 3 episode per tahun dalam 3 tahun Tonsilitis akut rekuren dengan kejang demam atau penyakit katup jantung Tonsilitis kronis yang tidak responsif dengan terapi antibiotik adekuat Abses peritonsil dengan riwayat infeksi tonsil

Penyakit Obstruksi: Tidur mengorok dengan bernafas lewat mulut yang kronik Obstructive sleep apnea Hipertrofu adenotonsilar dengan facial growth abnormality
17

Mononuklearis dengan obstruktif hipertrofi tonsil yang tidak responsif dengan steroid

Lain-lain: Lesi tonsilar dengan kecurigaan

BAB III PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan adenotonsilitis kronis yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan penunjang.Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri ketika menelan, sering demam, pilek dan batuk berulang, ketika tidur pasien sering mengorok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tonsil T3-T2, warna hiperemis, kripe melebar. Hal ini menunjang ke arah diagnosis adenotonsilitis. Pada pasien ini onset terjadinya gejala yaitu 3 bulan, sudah satu tahun ini pasien sering mengeluh batuk, pilek dan demam yang berulang. Sehingga bisa didiagnosis adenotonsilitis kronis. Faktor predisposisi timbulnya adenotonsilitis kronis juga menjadi perhatian yang sangat penting seperti rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan (makanan panas, pedas, berminyak, serta minuman dingin), hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan adenotonsillitis akut yang tidak adekuat. Pada kasus ini faktor yang mendukung adalah sering mengkonsimsi makanan pedas dan berminyak serta minuman dingin yang dapat memicu timbulnya serangan.
18

Pada pasien didapatkan serangan berulang yang sangat sering yaitu lebih dari 6 kali dalam setahun serta ukuran tonsil yang cukup membesar dan di khawatirkan dapat mengganggu jalan napas maka pada pasien ini terdapat indikasi untuk dilakukannya Tonsilektomi. Terapi untuk kasus ini antara lain berupa medikamentosa dan KIE: Untuk pemberian obat- obatan yang diperlukan adalah pemberian antibiotic, yaitu diberikan amoxicillin, dengan dosis 100-500 mg/hari dengan pemberian 5- 10 hari. Selain itu diberikan farmadol sebagai anti nyeri. Edukasi : a. Banyak minum air putih b. Selalu menjaga higiene mulut c. Perbanyak istirahat d. Banyak makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh e. KIE pasien untuk dilakukan Tonsilektomi

DAFTAR PUSTAKA

1. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan Perilaku Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan penyakit ISPA dan pnemonia. Bul. Penelit. Kes. 2003; 31:60-71. 2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan. McGrawlHill. 2003. 4. Rusmarjono & Soepardi, E.A. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta. 5. Wirawan, S. & Puthra, I.G.A.G. (1979), Arti Fungsionil dari Elemen-elemen Histologis Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

19

Anda mungkin juga menyukai