DOKTER INTERNSHIP
EPIGLOTITIS AKUT
Oleh :
dr. Andi Sanapati, S. Ked
Pembimbing :
dr. Sufriani Syam, M. Kes, Sp.THT-KL
RSUD LATEMMAMALA
SOPPENG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama :
Sesak napas
Anamnesis terpimpin :
Dirasakan sekitar 2 jam sebelum masuk RS, secara tiba – tiba, makin lama
makin bertambah sesak seperti dicekik. Pasien juga mengeluhkan tenggorokan
terasa perih hingga sulit berbicara dan menelan, seperti terhalang sesuatu. Pasien
memiliki keluhan batuk, sudah dialami lebih dari 1 tahun, hanya sesekali,
bersifat hilang timbul, batuk disertai lendir berwarna putih kental sulit
dikeluarkan, beberapa jam sebelum masuk RS pasien berusaha mengeluarkan
lendir dengan batuk secara keras berulang kali namun lendir dirasakan tidak
keluar. Pasien sulit menelan air liur karena nyeri saat menelan hingga air liur
menetes keluar. Ada rasa tidak enak badan, sejak beberapa jam sebelum masuk
RS, tidak ada rasa perih dan panas di dada/ulu hati. Tidak mual dan muntah,
riwayat tersedak sesuatu disangkal, riwayat trauma pada leher disangkal, buang
air kecil kesan lancar, buang air besar kesan biasa.
a. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat keluhan serupa : disangkal.
2) Riwayat ISPA : ada, namun tidak sering.
3) Riwayat PPOK : disangkal.
4) Riwayat alergi : disangkal.
5) Riwayat diabetes melitus : disangkal.
6) Riwayat hipertensi : disangkal.
7) Riwayat penyakit jantung : disangkal.
8) Riwayat penyakit kuning : disangkal.
2.5 DIAGNOSIS
Epiglotitis Akut
2.7 PENATALAKSANAAN
- Oksigen via NRM 8-10 liter/menit
- IVFD Ringer laktat 16 tetes/menit
- Cefim 1 gram/12 jam/intravena (skin test)
- Dexametason injeksi 2 ampul/intravena, lanjut 1 ampul/8 jam/intravena
- Diphenhidramin injeksi 1 ampul/8 jam/intravena
- Pantoprazole injeksi 1 ampul/24 jam/intravena
- Konsul TS Anestesi :
Intubasi endotracheal
Oksigen via ventilator mode CPAP
2.9 FOLLOW UP
a. Perawatan hari pertama (09/03/2020)
Subjective Sesak (+), stridor (+), odinofagi (+), odinofoni (+),
demam (-), riwayat batuk berdahak (+)
KU: Lemah/ Gizi cukup/ Compos mentis (GCS: 15, E4V5M6)
TD: 100/60 mmHg
N: 102x/i
P: 26x/i
S: 37,2oC
SpO2 : 84%
Objective NRS : 5-7
Oropharynx :
Dinding dorsal, Arkus ant/post, Plt.molle hiperemis (+),
edema (+)
Tonsil edema (+) hiperemis (+) dextra et sinistra
Larynx :
Hyphoparynx, epiglotis : hiperemis (+), edema (+), sekret (+)
Assessment Epiglotitis akut
Planning Oksigen NRM 8-10 liter/menit
IVFD Ringer laktat 16 tetes/menit
Cefim 1 gram/12 jam/intravena (skin test)
Dexametason injeksi 2 ampul/intravena, lanjut 1 ampul/8
jam/intravena
Diphenhidramin injeksi 1 ampul/8 jam/intravena
Pantoprazole injeksi 1 ampul/24 jam/intravena
Konsul TS Anestesi :
- Pindah perawatan ICU
- Intubasi endotracheal
- Oksigen via ventilator mode CPAP
- Head up 15-30°
- IVFD aminofluid 1000 cc/24 jam
- IVFD ringer laktat 1000 cc/24 jam
- Fentanyl 30 mcg/jam/sryngepump
- Pasang NGT
- Pasang kateter urin
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
Penyakit akibat Hib invasif di Inggris dan Wales telah menurun sejak tahun
2002, mencapai insiden terendah 0,02 per 100.000 (14 kasus) pada tahun 2012. Pada
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, insidensi infeksi Hib adalah 0,06 per 100 000
(sebanyak 2 kasus), dibandingkan dengan 35,5 per 100 000 sebelum vaksinasi Hib
rutin antara tahun 2009 dan 2012.5
Epiglotis adalah struktur tunggal berbentuk seperti daun, terletak di bawah akar
lidah dan menutupi pintu masuk ke dalam laring. Epiglotis bersifat tidak kaku,
terletak miring dan membentuk sudut terhadap sumbu dari trakea. Struktur ini
memiliki inti yang terdiri dari tulang rawan elastis menjadikan epiglotis bersifat
sangat fleksibel dan menempel pada hyoid.8,9
Gambar 1. Struktur Anatomi Saluran Napas Atas8
Epitel permukaan ini lebih dalam lagi berlanjut menjadi zona transisi dan epitel
kolumnar bertingkat kemudian epitel kolumnar bersilia pseudostratified dengan sel
goblet, umumnya dikenal sebagai epitel pernapasan. Serabut kelenjar seromukosa
ditemukan di antara lempeng tulang rawan elastis atau dekat dengan mukosa yang
melapisi permukaan bawah.9
3.4 Etiologi
Berbagai mikroorganisme diketahui berperan pada terjadinya epiglotitis. H.
influenzae tipe B umumnya merupakan penyebab epiglotitis pada anak dan orang
dewasa, beberapa diantara kasus tersebut terjadi akibat kegagalan vaksinasi.
Epiglotitis pediatrik terutama akibat infeksi Haemophilus influenzae tipe b yang
menginvasi lokal area supraglotis yaitu epiglotis dan berkaitan dengan bakteremia
(60% - 98%). Vaksin konjugasi rutin telah diketahui berperan menghilangkan
sebagian besar bentuk epiglotitis ini.6
Epiglotitis dewasa sering melibatkan lebih banyak struktur supraglotis (lipatan
aryepiglotis, vallecula, dasar lidah) dan tidak terkait dengan bakteremia (<15%);
ketika bakteri patogen diidentifikasi, kemungkinan besar adalah Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus pyogenes, atau Neisseria meningitidis5. Pada orang
dewasa, epiglotitiss telah dikaitkan dengan sejumlah kondisi komorbiditas, termasuk
hipertensi, diabetes mellitus, penyalahgunaan zat, dan defisiensi imun. Penyebab
epiglotitis yang tidak menular juga harus dipertimbangkan, termasuk cedera termal,
menelan benda asing, dan menelan pedas.6
3.5 Patofisiologi
Peradangan pada epiglotitis meliputi epiglotis dan jaringan sekitarnya
termasuk seluruh laring supraglotis (bagian laring di atas pita suara), yang dapat
berkembang dengan cepat menjadi obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa.
Peradangan juga melibatkan lipatan aryepiglotis, yang merupakan lipatan menonjol
dari membran mukosa yang membentang antara margin lateral epiglotis dan
kartilago arytenoid.8
Epitel yang saling terikat erat pada level pita suara membatasi edema inflamasi,
sehingga pita suara dan saluran udara subglotis (bagian bawah laring tepat di bawah
pita suara turun ke bagian atas trakea) biasanya dalam keadaan normal. Inilah
sebabnya mengapa istilah supraglotitisis sering dipertukarkan dengan epiglotitis,
karena struktur supraglottic sebagian besar terpengaruh. Saat edema supraglotis
meningkat, epiglotis terdorong ke posterior, menyebabkan obstruksi jalan napas yang
progresif.8
3.6 Diagnosis
Mengingat potensi kerusakan klinis yang cepat akibat epiglotitis, diagnosis
kondisi ini membutuhkan kecurigaan yang tinggi dan perhatian yang teliti terhadap
petunjuk dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien.8
a. Anamnesis
Pasien yang terkena biasanya muncul dengan gejala dan tanda yang progresif
terutama pada pasien anak. Onset dan durasi gejala yang dialami pasien sebelum
mencari pertolongan dari tenaga kesehatan bervariasi. Bergantung dari berat
ringannya gejala yang dirasakan, pasien mungkin datang berobat kurang dari 8 jam
hingga 4 hari setelah timbul gejala. Secara historis, epiglotitis akut paling umum
terjadi pada anak-anak berusia 2-4 tahun namun menurun drastis sejak
diperkenalkannya vaksin Hib. Sementara itu kejadian epiglotitis pada orang dewasa
tetap konstan. 10, 11
Pasien umunya pasien dengan epiglotitis datang dengan keluhan utama
kesulitan bernapas atau dispnea. Bicara pasien menjadi terbatas karena nyeri, dan
disfonia atau gangguan berbicara dapat terjadi. Suara cenderung teredam daripada
serak. Keluhan ini seringkali disebut ''hot potato voice" karena seolah-olah pasien
sedang kesulitan berbicara dengan mulut penuh makanan panas. 8,10
Gejala lainnya yang juga dikeluhkan yaitu nyeri pada tenggorokan (95%),
Odinofagia atau disfagia (95%), dan demam. Orang dewasa mungkin memiliki
riwayat gejala infeksi saluran pernapasan atas sebelumnya sepeti batuk-batuk.10
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien umumnya datang dengan keadaan tampak gelisah, pada anak umumnya
dengan posisi duduk tegak dengan dagu agak ekstensi dan mulut terbuka, dan posisi
tangan seperti menopang tubuh. Posisi klasik ini dikenal sebagai posisi tripod dan
memungkinkan jalan masuk udara maksimal pada saluran napas. 8,12
Pada pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan demam, takipnea dan takikardia.
Selain itu dapat ditemukan limfadenopati atau nyeri di leher anterior, khususnya di
atas tulang hyoid. Anak-anak dengan tampakan gelisah merupakan indikasi kuat
bahwa saluran napas telah terganggu secara signifikan dan kondisi ini dapat
memperburuk derajat obstruksi jalan napas atas. Stridor adalah penemuan pada
kondisi terlambat dan merupakan tanda obstruksi jalan nafas yang hampir lengkap.8,11
Pasien sering mengalami kesulitan dalam mengelola sekresi mereka karena
sakit dan sulit menelan, juga dikenal sebagai disfagia. Akibat disfagia, air liur
menetes keluar (drooling) yang merupakan tanda klasik epiglotitis. Dispnea,
disfagia, disfonia dan drooling merupakan empat tanda khas (4d) yang dapat
dikaitkan dengan epiglotitis.8
Pada pemeriksaan dengan laringoskopi tidak langsung (indirect laryngoscopy)
dapat ditemukan epiglotis yang eritematosa, edema dan pembukaan glotis yang
sempit. Pada gangguan pernapasan berat, perubahan status mental, kecemasan, pucat,
sianosis, dan tanda-tanda hipoksia lainnya bisa ditemukan.11
c. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi leher lateral yang diambil dengan hiperekstensi leher adalah studi
yang paling berguna. Temuan klasik pada radiografi leher lateral adalah penebalan
dan pembulatan epiglotis (thumb sign). Temuan radiografi lainnya mungkin
termasuk pembesaran lipatan aryepiglotis, distensi hipofaring, penurunan ruang
udara vallecular, atau penegakan lordosis tulang belakang servikal.14, 15
Epiglotitis dan croup umumnya memiliki 3 keluhan utama yang sama yaitu
batuk, demam, dan dyspneu. Namun anak-anak dan remaja dengan epiglotitis
memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk menimbulkan gejala dyspneu, nyeri
tenggorokan, dan muntah dibandingkan dengan pasien dengan croup. 17
Cukup sulit untuk membedakan antara epiglotitis dan croup pada fase awal
penyakit, kesulitannya umumnya disebabkan karena keduanya terjadi pada anak
dengan kelompok usia yang sama dan keduanya menyebabkan obstruksi saluran
napas atas. Terlebih lagi, dokter-dokter baru mungkin belum pernah melihat kasus
Epiglotitis berhubung insidensnya yang menurun. Pasien dengan epiglotitis
cenderung mengeluhkan nyeri tenggorokan 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
pasien dengan croup. 17
Epiglotitis juga memiliki insidens yang lebih rendah, rata-rata onset usia yang
lebih tua, dan gejala yang lebih berat jika dibandingkan dengan croup. Namun, untuk
kebanyakan kasus, membedakan antara diagnosis epiglotitis dan croup berdasarkan
keluhan utama tetaplah sulit untuk dilakukan, dan seringkali dibutuhkan untuk
dilakukan foto radiologi leher posisi lateral untuk mengonfirmasi diagnosis.
Perbedaan keduanya lebih rinci dapat dilihat pada tabel di bawah. 17
Laryngo-tracheo-
Perbedaan Epiglotitis Akut
bronchitis Akut
Haemophilus influenzae tipe Virus parainfluenza tipe
Organisme penyebab
B I dan II
Usia 2-7 tahun 3 bulan – 3 tahun
Patologi Supraglotis laryng Area subglotis
Gejala prodromal Tidak ada Ada
Onset Tiba-tiba Lambat
Demam Tinggi Rendah atau tidak ada
Tampakan klinis
Toxic Non-toxic
pasien
Batuk Umumnya tidak ada Ada (batuk keras seperti
menggonggong)
Stridor Ada dan biasanya jelas Ada
Ada, disertai keluarnya
Odynophadia Umumnya tidak ada
sekret
Thumb sign pada proyeksi Steeple sign pada
Gambaran radilogi
lateral proyeksi anteroposterior
Oksigen, cephalosporin
Tatalaksana generasi ketiga (ceftriaxone) Oksigen, steroid
atau amoxicillin
3.8 Penatalaksanaan
Rawat inap sangat penting karena bahaya dari obstruksi saluran napas.
Antibiotik golongan ampicillin atau cephalosporin generasi ketiga efektif untuk H.
influenzae, dan diberikan secara parenteral baik intramuskular ataupun intravena
tanpa menunggu hasil swab tenggorokan atau kultur darah. Steroid seperti
hidrocortisone ataupun dexamethasone juga diberikan melalui intramuskular atau
intravena, steroid dapat mengatasi inflamasi dan dapat menurunkan kemungkinan
butuhnya tindakan trakeostomi.18, 19
Hidrasi adekuat berupa cairan parenteral sangat esensial bagi pasien, begitu
pula dengan oksigen dan humidifikasi dengan menggunakan mist tent atau croupette.
Intubasi atau trakeostomi mungkin deiperlukan untuk mengatasi obstruksi saluran
napas. Pada kasus dimana terdapat pembentukan abses epiglottis, operasi
debridement mungkin diperlukan.18, 19
Pada epiglotitis akut, resiko obstruksi komplit dari saluran napas sangatlah
tinggi, maka saluran napas harus segera diamankan. Intubasi endotracheal
merupakan metode utama yang sering digunakan berhubung pembengkakan
epiglottis seringkali dapat reda dalam hitungan hari.20
Terdapat resiko yang tinggi untuk terbentuknya abses epiglottis dan keadaan
ini harus selalu dipertimbangkan jika tidak tampak adanya perbaikan dari gejala
klinis pasien. Tanpa penanganan yang tepat, infeksi pada Epiglottis dapat pula
menyebabkan komplikasi yang berat seperti sepsis, meningitis, necrotizing fascitis,
dan mediastinitis. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, prognosis dari
epiglotitis umumnya baik. 20,21,22
BAB IV
PEMBAHASAN