dan Traumatologi
Oleh:
Residen Pembimbing
dr. Iswahyudi
dr. Pierre Alexander
Supervisor Pembimbing
dr. Dewi Kurniati P, M. Kes, Sp.OT
Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Departemen Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Pembimbing I Pembimbing II
Supervisor
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M.S.M
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Masuk : 15 Desember 2018
No. Rekam Medik : 838504
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada tungkai kanan bawah
PRIMARY SURVEY
Airway : Bebas
Breathing : RR = 18 x/menit reguler, spontan, tipe torakoabdominal,
simetris
Circulation : BP = 120/80 mmHg, HR = 84 x/minute reguler, kuat angkat
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, Ø 3 mm/3 mm, refleks
cahaya +/+
Environment : Suhu axilla = 36,7 oC
3
SECONDARY SURVEY
Right Cruris Region
Inpeksi : Deformitas (+), Bengkak (+), Hematom (-), Wound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
ROM : Gerak aktif dan pasif dari sendi lutut tidak dapat dievaluasi
karena nyeri. Gerak aktif dan pasif dari sendi pergelangan kaki
tidak dapat dievaluasi karena nyeri.
NVD : Sensibilitas baik. Pulsasi dari arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior teraba. Capillary Refill Time <2”
Gambar 1 : Regio Kruris Dextra lateral Gambar 2 : Regio Kruris Dextra Medial
4
Gambar 3 : Regio Kruris Dextra Anterior
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
5
Gambar 4. X-Ray posisi AP/ Lateral (Cruris Dextra)
VII. RESUME
VIII. DIAGNOSIS
- Closed fracture 1/3 middle right tibia
- Closed Fracture Middle Right Fibula
6
IX. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 TPM
- Analgesik dan Antibiotik
- Paracetamol 500mg/ 8jam/IV
- Ranitidin 50mg/ 12 jam/ IV
- Apply long leg back slab at right lower limb elevator, awasi neuoravaskular
distal
- Lapor konsulen Orthopedi
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
7
Penyebab fraktur ada 3 yaitu, fraktur traumatik yang dapat terjadi karena
trauma yang tiba-tiba, fraktur stress atau repetitif yang bisa terjadi karena adanya
trauma yang terus menerus pada suatu tempat yang tertentu, dan yang ketiga
adalah fraktur patologis yang terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat adanya kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis ini dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan. 2
8
Gambar 5: Proses penyembuhan
a. Fase hematoma:
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang
terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati,
yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada
sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
9
pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada
periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel
mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap
awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik
yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler
tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum
mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
10
Gambar 8: Fase Kalus
e. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis.
Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik
dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.3
11
Gambar 10: Fase Remodeling
2. EPIDEMIOLOGI
3. ANATOMI KRURIS
12
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior
pada tiap condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-
tengahnya terdapat suatu peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea.
2. Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap
ke muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah
muka), margo medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah
lateral) yang membatasi facies lateralis, facies posterior dan facies
medialis.Facies medialis langsung terdapat dibawah kulit dan margo anterior di
sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata
kaki). Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang
vertikal (facies articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies
articularis inferior) dan disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura
fibularis).
Fibula adalah tulang yang tipis pada bagian lateral tubuh dari tungkai bawah.
Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia.
Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Kearah proximal
meruncing menjadi apex. Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang
disebut facies articularis capitulli fibulae, untuk bersendi dengan tibia. Pada
corpus terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis, crista anterior, crista
medialis dan crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies lateralis,
facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah lateral membulat
menjadi maleolus lateralis.
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada
orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi
tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
13
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih
lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis,
sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat
osifikasi primer3,4,5.
Suplai darah:
Arteri yang menutrisi tibia berasal dari arteri tibialis posterior, yang memasuki
korteks posterolateral distal sampai ke origin dari muskulus soleus. Pada saat
pembuluh darah memasuki kanalis intermedullaris, ia terbagi menjadi tiga
cabang asendens dan satu cabang desendens. Cabang-cabang ini yang kemudian
membentuk endosteal vascular tree, yang beranastomose dengan arteri
periosteal dari arteri tibialis posterior.
14
Arteri tibialis anterior bersifat rapuh terhadap trauma karena perjalanannya yang
melalui sebuah celah padah mebran interosseus. Apabila arteri yang menutrisi
mengalami ruptur akan terjadi aliran melalui korterks, dan suplai darah
periosteal akan menjadi lebih penting. Hal ini menekankan pentingnya
mempertahankan perlekatan periosteum selama fiksasi.
Fibula berperan sebesar 6%-17% dalam menopang berat badan. Pada
bagian leher fibula berjalan nervus peroneus komunis yang sangat dekat dengan
permukaan kulit. Hal ini menyebabkan nervus peroneus komunis rentan
terhadap trauma langsung pada daerah leher fibula.
15
Gambar 13: Otot-otot ekstremitas bawah
b. Lateral :
Otot dan tendon peroneus longus dan peroneus brevis
Otot dan tendon peroneus longus dan peroneus longus
c. Superficial Posterior:
Otot gastrocnemius
Otot soleus
Otot plantaris
d. Deep Posterior:
Otot tibiaslis posterior
Otot flexor digitorum longus
Otot flexor digitorum brevis
16
4. KLASIFIKASI
5. MEKANISME TRAUMA
17
Mekanisme trauma dapat dibagi berdasarkan dampak5.
a. Fraktur energy rendah:
- kerusakan torsional, pada cedera indirect menyebabkan fraktur spiral, atau
transversal, kadang pula berbentuk butterfly fragment
- fraktur fibula pada level yang berbeda, tscherne grade 0/1 pada keusakan
soft tissue.
- kompartemen sindrom dan fraktur terbuka bisa terjadi
b. Fraktur energy tinggi : kecelakaan motor
- pada trauma direct sering menunjukkan fraktur obliq dan kadang kala
cominutif, pergeseran dari fragment tulang yang fraktur
- fraktur fibula pada level yang sama, kerusakan soft tissue yang hebat
c. Penetrasi : tembakan
6. PENATALAKSANAAN
18
Setelah dilakukan reduksi maka dilanjutkan dengan immobilisas
adapaun alasan dilakukannya immobilisasi antara lain untuk mencegah pergeseran
dan angulasi daripada tulang, untuk mencegah gerakan yang mungkin dapat
mengganggu proses union, untuk mengurangi rasa nyeri ini merupakan hal yang
paling penting dalam tiap tindakan immobilisasi pada fraktur. Immobilisasi dapat
dilakukan dengan cara non operatif maupun dengan cara operatif. Non operatif
dapat dilakukan dengan cara strapping, sling ataupun dengan cast.operatif dapat
dilakukan dengan cara internal fiksasi atau eksternal fiksasi, dan mobilisasi sendi.9
19
Penanganan fraktur pada tibia dapat dilakukan dengan tindakan non
operatif maupun dengan cara operatif. Fraktur tibia yang yang terjadi karena
farktur energy rendah tanpa adanya pergeseran tulang atau dengan pergeseran
yang minimal dapat dilakukan penanganan non operatif berupa pemasangan cast
dari paha bagian atas ke metatarsal (Full length leg cast). Reduksi fraktur yang
dapat diterima antara lain angulasi varus valgus kurang dari 5 derajat, angulasi
anterior posterior kurang dari 10 derajat (disarankan kurang dari 10 derajat),
pemendekan kurang dari 1 cm, deformitas yang berotasi kurang dari 10 derajat
dengan lebih baik pada eksterna rotasi dibanding internal rotasi, kontak kortikal
kurang dari 50%, spina iliaka anterior superior, pusat patela, dan pangkal
proksimal kedua phalanx harus kolinear.3
Apabila didapatkan pergeseran dari fraktur dapat dilakukan reduksi
tertutup dengan anestesi umum di ruang operasi dengan batuan sinar x. Aposisi
tidak harus sempurna tapi cukup mendekati (angulasi tidak lebih dari 7 deajat).
Full length leg cast di pakaikan dan paseien tetap di observasi selama 48-72 jam.
Setelah 2 minggu pasien akan di kontrol kembali menggunakan sinar x. Cast terus
dipertahankan hingga fraktur menjadi union atau sekitar 12 minggu pada orang
dewasa. Pasien tetap di ajarkan untuk eksersise dari awal untuk melatih otot-otot
kaki, sendi ankle dan lutut,apabila sudah waktunya pasien juga sudah mulai bisa
untuk di ajarkan berjalan. Full length leg cast dapat diganti menjadi functional
cast setelah 4 – 6 minggu.1
Apabila didapatkan fraktur pada shaft fibula hal itu dapat diabaikan
kecuali bila pergeeseran fibula tersebut dapat mempengaruhi pergerakan sendi
ankle. Meskipun begitu tetap diperlukan immobilisasi dari fragment tulang yang
patah untuk meminimalisir nyeri.3
Penanganan operatif pada fraktur harus memperhatikan indikasi absolut
dan relative. Indikasi absolut antara lain reduksi tertutup gagal dilakukan, fraktur
yang bergeser ke intraartikular, frsktur ysng non union. Sedangkan indikasi
relative antara lain delayed union, fraktur multiple, fraktur patologis, apabila
telah diketahui bahwa reduksi tertutup tidak memiliki arti bila dilakukan, fraktur
dengan trauma saraf dan pembuluh darah. 9
20
7. KOMPLIKASI
a. Neurovascular Injury :
Cedera vaskuler dan saraf pada kondisi fraktur dapat terjadi baik secara
langsung oleh trauma bersamaan dengan terjadinya fraktur, ataupun secara
tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem disekitar
fraktur.Selain itu, pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan. Cedera pada saraf biasanya dapat ditandai dengan kelainan
pada saraf di bahagian distal tubuh, tetapi dapat juga pada profunda 7.
b. Compartment Syndrome:
21
c. Infeksi:
Biasanya terjadi pada fraktur akibat trauma dan berupa fraktur terbuka.
Kerusakan jaringan lunak akan memudahkan timbulnya infeksi baik pada
jaringan lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu sendiri
(osteomielitis ).
Dan dapat juga terjadi pada operasi fraktur tertutup. Keadaan ini
dapatmenimbulkan delayed union atau bahkan non union.Komplikasi sendi
dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur
terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilagosendi dan berakhir dengan degenerasi 7
e. Kekakuan sendi
Hal ini terjadi apabila sendi – sendi disekitar fraktur tidak/ kurang
digerakkan sehingga terjadi perubahan synovial sendi, penyusutan kapsul,
inextensibility otot, pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya
jaringan fibrous pada ligament 9.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Apley A. Graham. Solomon Louis, Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures, 7th edition, Butterworth Heinemann Oxford, Injuries of the knee and
leg.
2. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: PT Yarsif Watampone; 2006;
355-6, 398, 431-4.
3. Handbook of Fractures 5th Edition, Chapter 37: Lower Extremity Fracture and
Dislocation; Tibia/Fibula Shaft
4. Thompson JC. Chapter 9: leg/knee. In: Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd
ed. USA: Elsevier Saunders; 2010; 251-81.
5. https://www.orthobullets.com/trauma/1003/gustilo-classification Brinker. Review
Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 127-135.
6. Bulcholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures
in. Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331
7. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Penerbit. Buku
Kedokteran ECG. 2011. p959-1083
8. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third.
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498
9. Maheswari. Essential Orthopaedics. New Delhi : The Health Sciences Publisher.
Chapter 21: Injuries to The Leg Ankle and Foot
23