DAKRIOSISTITIS KRONIK
Oleh:
Nurul Magfirah Rusli
C111 13 564
Pembimbing
dr. Ira Aldita Noviyanty
Supervisor
Dr. dr. Noor Syamsu, Sp.M(K), M. Kes
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul OD Dakriosistitis Kronik, yang disusun oleh:
Dr. dr. Noor Syamsu, Sp.M(K), M. Kes dr. Ira Aldita Noviyanty
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R. D
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Gorontalo/Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Desa Huntu Barat, Gorontalo
No. Register : 830971
Tanggal pemeriksaan : 22 Februari 2018
Rumah sakit : RSWS
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Air mata berlebih di mata kanan
Anamnesis Terpemimpin :
Dialami sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu disertai bengkak pada sudut
bagian dalam mata kanan yang dirasakan terus menerus, ada riwayat keluar
nanah dari benjolan, nyeri ada hilang timbul, kotoran mata berlebih ada, mata
merah tidak ada, gatal tidak ada, silau tidak ada, rasa mengganjal tidak ada,
rasa berpasir tidak ada, penglihatan menurun tidak ada. Riwayat nyeri kepala
tidak ada. Riwayat berobat 2 bulan yang lalu di Gorontalo, diberikan obat
tetes mata dan obat oral mefinal, cefadroxyl, metilprednisolon tapi keluhan
tidak berkurang. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat operasi katarak 5 bulan
yang lalu, pada mata kanan dan kiri. Riwayat penggunaan kacamata ada
untuk membaca jauh dan dekat. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
tidak ada. Riwayat DM dan Hipertensi disangkal.
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema daerah kantus Edema (-)
medial (+)
Apparatus Hiperlakrimasi (+) Hiperlakrimasi (-)
lakrimalis
Silia Sekret (+) berasal dari Sekret (-)
pus benjolan
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola Mata Intak Intak
Mekanisme
muscular
B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor Benjolan di daerah (-)
kantus medial
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)
C. Tonometri
TIOD : 19 mmHg
TIOS : 18 mmHg
D. Visus
VOD : 6/12
VOS : 6/9,6
E. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.
F. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea jernih jernih
BMD VH4 VH4
Iris Cokelat, Kripte (+) Cokelat, kripte (+)
Pupil Bulat, reflex cahaya (+) Bulat, refleks cahaya
(+)
G. Funduskopi
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
H. Tes Anel
Oculus Dextra Superior : negatif (-)
Oculus Dextra Inferior : negatif (-), sekret dari punctum
inferior (+)
I. Slit Lamp
SLOD : Palpebra edema daerah kantus medial (+). Silia sekret (+).
Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih. BMD VH4, Iris coklat, kripte
(+). Punctum lacrimal kesan udem (+). Pupil bulat, sentral, Refleks
Cahaya (+), IOL (+) sentral.
J. Pemeriksaan Mikrobiologi
Tidak dilakukan pemeriksaan.
VI. RESUME
Seorang perempuan berusia 61 tahun datang ke poli RSUP Wahidin
Sudirohusodo dengan keluhan air mata berlebih pada oculi dextra. Dialami
sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu disertai bengkak pada sudut bagian
dalam mata kanan yang dirasakan terus menerus, ada riwayat keluar nanah
dari benjolan, nyeri ada hilang timbul, kotoran mata berlebih ada, mata
merah tidak ada, gatal tidak ada, silau tidak ada, rasa mengganjal tidak
ada, rasa berpasir tidak ada, penglihatan menurun tidak ada. Riwayat nyeri
kepala tidak ada. Riwayat berobat 2 bulan yang lalu di Gorontalo,
diberikan obat tetes mata dan obat oral mefinal, cefadroxyl,
metilprednisolon tapi keluhan tidak berkurang. Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat operasi katarak 5 bulan yang lalu, pada mata kanan dan kiri.
Riwayat penggunaan kacamata ada untuk membaca jauh dan dekat.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat DM dan
Hipertensi disangkal.
Pada pemeriksaan visus di dapatkan VOD: 6/12, VOS: 6/9,6
Pada pemeriksaan oftalmologi pada oculi dextra didapatkan palpebra
udem pada daerah kantus medial, hiperlakrimasi, silia sekret ada berasal
dari pus benjolan, punctum lacrimal kesan udem, dan terpasang IOL di
bagian sentral. Dilakukan pemeriksaan tes anel dan di dapatkan hasil
negatif.
VII. DIAGNOSIS
OD Dacriosistitis kronik
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi Farmakologi :
Levofloxacin 1 tetes / 4 jam / OD
Natrium diklofenak 50 mg / 12 jam / oral
Amoxicilin 500 mg / 8 jam / oral
Terapi Non Farmakologi:
Kompres air hangat
Massase untuk mengeluarkan pus
Edukasi terapi : pemakaian obat tetes mata yang adekuat dan teratur
Rencana Tindakan :
- Pemeriksaan Laboratorium fungsi ginjal
- Foto fistulografi ODS
X. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanationem : Dubia ad Bonam
Qua ad visum : Dubia ad Bonam
Qua ad kosmeticum : Bonam
DAKRIOSISTITIS
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan
inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai
penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam
sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari
sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus
nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar
12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.3
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting yaitu mulai di
lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke
dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus
orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal.
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan
itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus
konjungtiva, air mata akan masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler. 5
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi
ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke
arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa
dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus
nasolakrimalis – karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus
inferior hidung. Lipatan – lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung
menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan
ini adalah “katup” Hasner di ujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi
dari sistem ekskresi air mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus
orbikularis okuli dan sistem lakrimal inferior. 5
Gambar 2. Anatomi normal pada sistem ekskresi air mata. 5
Penguapan air mata mengurangi jumlah air mata sekitar 10% pada usia
lebih muda dan 20% pada usia lebih tua. Sebagian besar aliran air mata secara
aktif dipompa dari tear lake dengan adanya aktifitas otot orbikularis. Beberapa
bentuk teori mekanisme pompa air mata telah dikemukakan. Mekanisme menurut
Rosengren-Doane, kontraksi orbikularis memberikan kekuatan. Kontraksi tersebut
menghasilkan tekanan positif di dalam sakus lakrimalis, mendorong air mata
menuju hidung. Ketika kelopak mata membuka dan menutup rapat, sakus
lakrimalis akan memberikan tekanan negatif. Tekanan ini akan memberi tahanan
pada kelopak mata dan juga punktum. Ketika kelopak mata terbuka sempurna,
punktum terbuka dan tekanan negative mendorong air mata menuju kanalikuli.5
Gambar 3. Pompa lakrimasi. A, pada saat istirahat. B dengan menutupnya kelopak
mata, terjadi kontraksi m.orbicularis. Penekanan pada orbikularis pre tarsal dan
penutupan kanalikuli. Orbikularis preseptal, yang menuju sakus lakrimalis,
menarik sakus lakrimalis hingga terbuka. Membuat adanya tekanan negatif yang
menyebabkan air mata masuk ke sakus lakrimalis.C, dengan terbukanya kelopak
mata, relaksasi m.orbikularis, dan keelastisannya akan membentuk tekanan positif
dalam sakus yang mengalirkan air mata turun ke duktus.5
II. Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1
III. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncakinsidensi pada usia 60 hingga 70
tahun.4 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.4 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.1
IV. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis , yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses
pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.4
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.4
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian.
Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana
pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya
hanya ditandai dengan lakrimasi kronis dan infeksi ocular surface. 4
VI. Patomekanisme
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air
mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 6
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis.6 Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.6
VIII. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.1
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.1,6
Gambar 7. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II9
Gambar 10.
Preseptal
Selulitis. Pasien
umur 8 tahun
dengan unilateral eyelid swelling and eritema.
Gambar 11. Pasien dengan selulitis orbita stadium abses pada mata kanan
tampak proptosis, kemosis dan adanya luka yang mengeluarkan nanah.13
X. Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%)7 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 1.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering.1,8 Dari analisis antibiogram yang di isolasikan telah menemukan golongan
gentamisin, ciprofloxacin dan kloramfenikol merupakan golongan yang sensitif
terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.
Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral
(acetaminofen atau ibuprofen), dan apabila perlu dilakukan perawatan di rumah
sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 8.
Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase 1. Dakriosistitis kronis pada
orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik.
Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika
sudah tidak radang lagi. 1
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser. 8
Gambar 13. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal4
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-
rata hanya 12,5 menit). 4
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia
yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau
fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara
lain:4
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopi
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis4
Gambar 14. Teknik Dakriosistorinostomi Internal4
XI. Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.12
XII. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam.2,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Ekananda N, Himayani R. 2017. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus
Lakrimalis dengan Fistula Sakus Lakrimalis. Volume 7 |Nomor 3| Juni
2017.
3. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy
for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell
Publishing, Inc.
4. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.emedicine.com/. [25 Februari 2018].
5. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American
Academy of Ophtalmology.
6. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [25 Februari 2018].
7. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial
online]. http://www.eye.com/. [25 Februari 2018].
8. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry,
The Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial
online]. http://www.revoptom.com/. [25 Februari 2018].
9. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh
Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
10. Nascimento SB, Rodrigues AB, et al. Lacrimal Sac Mucocele. Brazil:
Centro Universitario UNINOVAFAPI; 2012. p 1-2.
11. Karim R, Ghabrial R, Lin B. Transitional Cell Carcinoma of the
Nasolacrimal Sac. Australia; University of Sydney; 2009. p 3-4.
12. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [25 Februari 2018].
13. Heni R, Balgis D, 2009. “Orbital Cellulitis and Endophthalmitis
Associated with Odontogenic Paranasal Sinusitis”. Jurnal Oftalmologi
Indonesia. Vol. 7. No. 1 Juni 2009.