Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus 2017


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PRIMARY BONE TUMOUR SUSPECT OSTEOSARCOMA

Oleh:
Devi Novita C111 10 313
Nindita Ayundari C111 11 139
Sulasri Musliy C111 11 198
Pembimbing:
dr. Khrisna Yudha
dr. Zulpan Zulkarnain

Supervisor:
dr. Muhammad Phetrus Johan, M.Kes, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Devi Novita C111 10 313


Nindita Ayundari C111 11 139
Sulasri Musliy C111 11 198
Judul : Primary Bone Tumour Suspect osteosarcoma

Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan


klinik pada Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2017

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Khrisna Yuda dr. Zulpan Zulkarnain

Supervisor

dr. Muhammad Petrus Johan, M.Kes, Sp.OT


Laporan kasus

I. Identitas Pasien
Nama : MN
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
RM : 809502
Tgl Masuk : 26 Juli 2017

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada lutut kanan
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 4 bulan sebelum masuk Rumah Sakit, awalnya benjolan
sebesar telur ayam, namun sejak 2 bulan lalu membesar hingga sekarang.
Benjolan disertai nyeri sehingga pasien tidak bisa berjalan. Nyeri terutama
pada malam hari, tidak dipengaruhi aktivitas. Riwayat penurunan berat
badan ada sejak 2 bulan lalu. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat benjolan
di bagian tubuh lain tidak ada. Riwayat kanker dalam keluarga tidak ada.
Riwayat demam tidak ada. Riwayat batuk lama tidak ada. Riwayat
pengobatan paru tidak ada. Riwayat batuk lama dan pengobatan paru
dikeluarga tidak ada.

III. Pemeriksaan Fisik


Status generalis : sakit sedang/ gizi kurang/ compos mentis
Status vitalis : tekanan darah: 100/70 mmhg
Nadi : 90x/ menit
Pernapasan : 20x/ menit
Suhu : 36,5 C
Status lokalis :
Regio right knee
 Look :
Tampak benjolan pada knee joint. Warna sama dengan sekitarnya,
luka ada pada aspek lateral ukuran 20cm x 10 cm dasar subkutis,
darah ada, pus ada, venektasi ada, Shiny skin ada.
 Feel :
Nyeri tekan ada, teraba benjolan dengan ukuran 27x25x21cm
dengan diameter 81cm, konsistensi padat, batas tidak tegas,
permukaan berbenjol-benjol. Benjolan lebih hangat dari sekitar.
 Range of Movement :
Pergerakan aktif dan pasif minimal karena nyeri dan adanya
benjolan.
 NVD : Sensibilitas baik. Pulsasi dari arteri dorsalis pedis teraba,
pulsasi arteri tibialis posterior teraba. CRT < 2 detik.

IV. GAMBARAN KLINIS

Aspek Anterior
Aspek Lateral

Aspek Medial
V. GAMBARAN RADIOLOGI
Foto X-Ray Genu Dextra AP/Lateral

Kesan:
Primary bone tumor proksimal tibia dextra sugestif osteosarcoma

Foto X-Ray Femur Dextra AP/Lateral

Kesan:
Soft tissue mass pada distal femur dextra suspek malignancy
Foto X-Ray Cruris Dextra AP/Lateral

Kesan:
Primary bone tumor proksimal tibia dextra sugestif osteosarcoma

Foto X-Ray Thorax

Kesan:
Cor dan pulmo normal
Tidak tampak tanda tanda metastasis pada foto thorax ini
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

WBC : 15.500/ul GDS : 88 mg/dl


RBC : 3.280.000/ul ur/cr :19/0,41
HBG : 7.8 g/dl Na/K/Cl : 129/3,9/94
HCT : 22.9% SGOT/SGPT : 88/27
PLT : 474.000/ul
CT : 7.30 menit
BT : 4.00 menit
LED : I=62 II=159

VII. RESUME
Seorang laki-laki, 16 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan benjolan
pada lutut kanan, dialami sejak 4 bulan sebelum masuk Rumah Sakit,
awalnya benjolan sebesar telur ayam, lalu membesar hingga sekarang.
Benjolan disertai nyeri sehingga pasien tidak bisa berjalan. Nyeri terutama
pada malam hari, tidak dipengaruhi aktivitas. Riwayat penurunan berat
badan ada sejak 2 bulan lalu. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat benjolan
di bagian tubuh lain tidak ada. Riwayat kanker dalam keluarga tidak ada.
Riwayat demam tidak ada. Riwayat batuk lama tidak ada. Riwayat
pengobatan paru tidak ada. Riwayat batuk lama dan pengobatan paru
dikeluarga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisis, didapatkan pada inspeksi tampak benjolan pada
knee joint dextra. Warna sama dengan sekitarnya, luka ada pada aspek
lateral ukuran 20 cm x 10 cm dasar subkutis, darah ada, pus ada, venektasi
ada, Shiny skin ada.
Pada palpasi ditemukan adanya nyeri tekan, dan luka lebih hangat dari
sekitarnya. Range of Motion Pergerakan aktif dan pasif knee joint terbatas
karena nyeri dan adanya benjolan.. Pada pemeriksaan neurovaskuler distal
Pulsasi dari arteri dorsalis pedis teraba.
Dari pemeriksaan radiologi, ditemukan Primary bone tumor pada proksimal
os tibia dextra sugestif osteosarcoma, dari pemeriksaan foto X-Ray Thorax
cor dan pulmo normal, tidak ditemukan tanda tanda metastasis pada foto
thorax.

VIII. DIAGNOSIS
Primary bone tumor at the proximal tibia suspect osteosarcoma

IX. PENATALAKSANAAN
 IVFD
 Antibiotik
 Analgesik
 PPI
 Rencana transfemoral amputation (proximal femur)
OSTEOSARCOMA

I. PENDAHULUAN

Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma


ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise
tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya
berasal dari seri osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan
neoplasma primer dari tulang yang paling sering terjadi.1
Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah 5
tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindel
dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid.2,3
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditary
retinoblastoma dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat
menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi
3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan
pada kemoterapi. Akhir-akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang
berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein
p53 (kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).4
Terdapat dua elemen yang penting pada pemeriksaan histologis dari tumor.
Yang pertama yang didapat dari biopsi yaitu tipe dari tumor, dan yang kedua
didapat dari reseksi definitif setelah kemoterapi untuk menilai respon terhadap
pengobatan. Secara umum karakteristik dari osteosarkoma adalah adanya osteoid
pada lesi, meskipun pada tempat yang jauh dari tulang (contohnya paru-paru).
Meskipun formasi osteoid biasanya dengan jelas terlihat, namun kadangkala
diperlukan mikroskop elektron untuk dapat menemukan proses ini.1,5

Sel stromal dapat berbentuk spindle dan atipikal, dengan nucleus yang
berbentuk irregular. Terdapat beberapa tipe osteosarkoma yang berbeda, dan
gambarannya dikelompokkan dengan sel yang paling banyak terdapat,
yaitu osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic, meskipun tipe ini secara klinis
tidak dapat dibedakan. Osteosarkoma tipe telangiectatic mengandung ruangan yang
luas berisi darah. Pembentukan kartilago merupakan fitur utama pada osteosarkoma
periosteal dan parosteal, dan biasanya muncul dari kortek tulang,
pada aspek posterior distal dari femur.1,5

Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai
tumbuh bisa di dalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada
jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai
barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi.4
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke
paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami
metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak
terjadi.4
Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiografi seperti plain foto, CT scan, MRI, bone scan, angiografi dan
dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi. Prognosis osteosarkoma
tergantung pada staging dari tumor dan efektif-tidaknya penanganan.3
Penanganan osteosarkoma saat ini dilakukan dengan memberikan
kemoterapi, baik pada preoperasi (induction = neoadjuvant chemotherapy), dan
pascaoperasi (adjuvant chemotherapy). Pengobatan secara operasi, prosedur Limb
Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma.
Follow-up post-operasi pada penderita osteosarkoma merupakan langkah tindakan
yang sangat penting.4
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi

Osteosarkoma (osteogenik sarkoma) merupakan neoplasma sel spindle


yang memproduksi osteoid.2 Osteosarcoma adalah tumor ganas primer dari tulang
yang ditandai dengan pembentukan tulang yang immatur atau jaringan osteoid oleh
sel-sel tumor.3
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana
lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada
distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang
tua umur di atas 50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari
paget’s disease, dengan prognosis sangat jelek.4

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4.8 kasus
per satu juta populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling tinggi pada
usia 10-20 tahun, Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma adalah osteosarkoma
konvensional. Observasi ini berhubungan dengan periode maksimal dari
pertumbuhan skeletal. Namun terdapat juga insiden osteosarkoma sekunder yang
rendah pada usia 60 tahun, yang biasanya berhubungan dengan penyakit paget.6

Kebanyakan osteosarkoma varian juga menunjukkan distribusi usia yang


sama dengan osteosarkoma konvensional, terkecuali osteosarkoma
intraosseous low-grade, gnathic, dan parosteal yang menunjukkan insiden tinggi
pada usia dekade ketiga. Osteosarkoma konvensional muncul pada semua ras dan
etnis, tetapi lebih sering pada afrika amerika daripada kaukasian. Osteosarkoma
konvensional lebih sering terjadi pada pria, dengan rasio 3:2 terhadap wanita.
Perbedaaan ini dikarenakan periode pertumbuhan skeletal yang lebih lama pada
pria. 2,5,6,7.
2.3 Faktor Resiko

Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai


faktor resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:1

a. Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat


sebagai predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya
meningkat pada saat pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling
sering pada metafisis, dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari
tulang panjang.
b. Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah
paparan terhadap radiasi.
c. Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous
dysplasia, enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and
retinoblastoma (germ-line form). Kombinasi dari mutasi RB gene (germline
retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan dengan resiko tinggi untuk
osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline p53 mutation), dan
Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan
dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang,
hypogonadism, dan katarak).

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari
osteosarkoma masuk kedalam kategori “klasik” atau konvensional, yang termasuk
osteosarkoma osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya
sebesar 25% diklasifikasikan sebagai “varian” berdasarkan:

(1) karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma


postradiasi, atau osteosarkoma paget;
(2) karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic,
osteosarkoma small-cell, atau osteosarkoma epithelioid; dan
(3) lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal.2,7
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang
panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah pada metafisis
humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis
atau epifisis.1 Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan predileksi
yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal,
lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya
muncul pada pelvis dan femur proximal.2,5,7,8

Gambar 1: Predileksi osteosarkoma pada 1649 pasien dari Mayo Clinic files.

Source : Arndt CAS, Crist WM. 1999. Common Musculoskeletal Tumors of


Childhood and Adolescence. NEJM Vol 341:342-352 No 5

Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya


tidak tepat untuk digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang
untuk bermetastase ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan
sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran ekstrakompartemen, dan ada
tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor muskuloskeletal
(tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium
berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.1,8

Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum.


Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma
telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk
kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien
tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastase (metastatic
osteosarkoma).8

2.5 Gejala Klinis

Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum
pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri
pada saat aktifitas dan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat
trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis
sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering
terjadi fraktur patologis.2,6,7

Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat


pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi.
Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran
tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya
menandakan keterlibatan paru yang luas.1,5

Gambar 2: Pasien dengan osteosarkoma di femur distal

Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama


tumor. Massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan
hangat pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan osteomielitis.
Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada kulit. Penurunan range
of motion pada sendi yang sakit dapat diperhatikan pada pemeriksaan fisik.
Lymphadenopathy merupakan hal yang sangat jarang terjadi.1

Bukti radiologis dari deposit metastase pada paru dan tempat lainnya
ditemukan pada 10% sampai 20% pasien pada saat diagnosis, dengan 85% sampai
90% metastase berada pada paru-paru. Tempat metastase lainnya yang paling sering
adalah pada tulang, metastase pada tulang lainnya dapat soliter atau multipel.
Sindrom dari osteosarkoma multipel ditujukan pada adanya multipel tumor pada
berbagai tulang, dengan keterlibatan metafisis yang simetris.8

2.6 Diagnosa banding

Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering


sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut antara lain:4
1. Ewing’s sarcoma
2. Osteomyelitis
3. Osteoblastoma
4. Giant cell tumor

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium

Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan


dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ
sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah
kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic
dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan
peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang
mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila dibandingkan
dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal.1

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:1

 LDH
 ALP (kepentingan prognostik)
 Hitung darah lengkap
 Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase
(ALT), bilirubin, dan albumin.
 Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium,
phosphorus.
 Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine
b) Radiografi

Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk


investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk
menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal
dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru.
Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone
scan.6,7

1. X-ray

Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi
tulang karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan
lebih jauh yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan
menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa
lesi litik atau sklerotik.

Gambar 3: Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle


(arrow) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.
Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan
masa jaringan lunak yang luas (black arrow).
Lesi terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau
kadangkala terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang
disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor.
Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat
dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area
seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan
kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali terdapat ketika
tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul,
termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst,
yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif.2,5,6

Gambar 4: Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal

Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik,


dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor berbatas
tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst. Osteosarkoma Small-
cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma konvensional, yang mempunyai
gambaran campuran antara litik dan sklerotik. Osteosarkoma intraosseous low-
grade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai gambaran
jinak dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan
lunak.7

Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi
destruksi tulang, reaksi periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma
intracortical dideskripsikan sebagai gambaran radiolusen dan geographic, dan
mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma derajat
tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan berbagai
derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma parosteal
secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang
yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak melibatkan
kavitas medulla tulang.7

2. CT Scan

CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan,


terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di
mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang
berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional
memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks
mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT
terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit
untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang
panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan
metastasis pada paru.6

CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada


osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkanfluid level, dan jika digunakan
bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana
setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular
disekitar ruang kistik.7

3. MRI

MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor


karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak.
MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium
dari osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen pembedahan
yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan
kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan
jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen.6,7

Gambar 5: Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa


jaringan lunak.

Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang


penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung
tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh
tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat
dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat
intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang
berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan.6,7

Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara


anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama.
Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular
skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai
kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang
rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot
manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan
sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang
melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa
ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan
kartilago. 6,7

4. Bone Scintigraphy

Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari


radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene
diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit
multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi, namun skip
lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma
menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif
namun tidak spesifik. 6,7
Gambar 6: Bone Scan yang membandingkan bagian bahu dengan oseosarcoma dan
yang sehat

c) Angiografi

Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi


dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade
osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif.
Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan
preoperative chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau hilangnya
vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil.4
d) Biopsi

Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi


yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis
(misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan tindakan.
Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan (percutaneous
needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal,
tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan
bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsy dapat dicegah.4
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-
grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk
jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang
banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya
anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang
pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau
fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid.4

2.8 Penatalaksanaan

Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat


dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan
standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga
radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen rutin.2,5

a) Medikamentosa

Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma


ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun
dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita
rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi
mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase.
Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat penting
pada penanganan pasien dengan osteosarkoma.1

Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,


terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan
meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase
ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase
tersebut.4
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan
adjuvant chemotherapy.2,4,5
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan
secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu
mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus
masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif
paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.4
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide
(Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol
standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi
adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan
menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti
memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60 - 80%.1,4

b) Pembedahan

Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai
batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani
pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan
yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus dievaluasi dari pasien
secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh
kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil
dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan
dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival
rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal
amputasi.1
Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat
mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat
dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb
salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan
pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas
dapat ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan
amputasi. Jika memungkinkan, maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage
yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual, sebagai berikut :1,5,8

 Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi.
Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada
pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai
pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis).
 Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan,
terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
 Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter
atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas
merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien
remaja.
 Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang
berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang
besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi.
o Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-to-
end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah.
Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180º dan disatukan dengan
bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi ankle
menjadi sendi knee yang fungsional.
o Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat
video dari pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
 Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat
disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar
atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas
tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan
tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median
sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika
menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan untuk
melakukan bilateral thoracotomies untuk metastase yang bilateral (masing-
masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).1

c) Penanganan jangka panjang

Penanganan jangka panjang pada pasien dibagi menjadi penanganan pada


rawat inap dan rawat jalan. Penanganan pada pasien yang dirawat inap antara lain:

 Siklus kemoterapi: hal ini secara umum memerlukan pasien untuk masuk
rumah sakit untuk administrasi dan monitoring. Obat aktif termasuk
methotrexate, cisplatin, doxorubicin, and ifosfamide. Pasien yang ditangani
dengan agen alkylating dosis tinggi mempunyai resiko tinggi untuk
myelodysplasia dan leukemia. Oleh karena itu hitung darah harus selalu
dilakukan secara periodik. 1
 Demam dan neutropenia: diperlukan pemberian antibiotic intravena. 1
 Kontrol lokal: penanganan di rumah sakit diperlukan untuk kontrol lokal dari
tumor (pembedahan), biasanya sekitar 10 minggu. Reseksi dari metastase juga
dilakukan pada saat ini. 1

Sedangkan yang perlu diperhatikan pada pasien yang rawat jalan antara lain:

 Hitung jenis darah: pengukuran terhadap hitung jenis darah dilakukan dua kali
seminggu terhadap granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) pasien,
pengukuran G-CSF dapat dihentikan ketika hitung neutrophil mencapai nilai
1000 atau 5000/μL. 1
 Kimia darah: sangat penting untuk mengukur kimia darah dan fungsi hati pada
pasien dengan nutrisi parenteral dengan riwayat toksisitas (terutama jika
penggunaan antibiotik yang nephrotoxic atau hepatotoxic dilanjutkan.1
 Monitoring rekurensi: monitoring harus tetap dilanjutkan terhadap lab darah
dan radiografi, dengan frekuensi yang menurun seiring waktu. Secara umum
kunjungan dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, kemudian 6 bulan
pada tahun kedua dan seterusnya. 1
 Follow-up jangka panjang: ketika pasien sudah tidak mendapat terapi selama
lebih dari 5 tahun, maka pasien dipertimbangkan sebagai survivors jangka
panjang. Individu ini harus berkunjung untuk monitoring dengan pemeriksaan
yang sesuai dengan terapi dan efek samping yang ada termasuk evaluasi
hormonal, psychosocial, kardiologi, dan neurologis. 1

2.8 Prognosis

Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari tumor,
adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang dinilai setelah
kemoterapi.8

a) Lokasi tumor

Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor


yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang lebih
distal mempunyai nilai prognosa yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi
lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang belakang mempunyai resiko yang
paling besar untuk progresifitas dan kematian. Osteosarkoma yang berada pada
pelvis sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar 20%
– 47%.8

b) Ukuran tumor

Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk


dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan ukuran
paling panjang yang dapat terukur berdasarkan dari dimensi area cross-sectional.1,8
c) Metastase

Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih


baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai
metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-paru merupakan tempat tersering
lokasi metastase. Prognosa pasien dengan metastase bergantung pada lokasi
metastase, jumlah metastase, dan resectability dari metasstase. Pasien yang
menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer dan metastase setelah
kemoterapi mungkin dapat bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara
keseluruhan prediksi bebas tumor hanya sebesar 20% sampai 30% untuk pasien
dengan metastase saat diagnosis.8

Prognosis juga terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang
sedikit dan unilateral, bila dibandingkan dengan nodul yang bilateral, namun
bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi bukan berarti metastase. Derajat
nekrosis dari tumor setelah kemoterapi tetap merupakan faktor prognostik. Pasien
dengan skip metastase dan osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa
yang lebih buruk.8

d) Reseksi tumor

Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa karena


osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor
sampai batas bebas tumor penting untuk kesembuhan. 8

e) Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi

Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari kemoterapi


sebelum dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan
metastase. Derajat nekrosis yang lebih besar atau sama dengan 90% dari tumor
primer setelah induksi dari kemoterapi mempunyai prognosa yang lebih baik
daripada derajat nekrosis yang kurang dari 90%, dimana pasien ini mempunyai
derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi. Tingkat kesembuhan pasien dengan
nekrosis yang sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.1,8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Osteosarkoma merupakan tumor ganas dari tulang.


 Didapatkan pada umur antara 5-30 tahun, dan terbanyak pada umur 10 - 20
tahun.
 Biasanya terdapat pada metafise tulang panjang yang pertumbuhannya
cepat, terbanyak pada daerah lutut.
 Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiografi seperti plain foto, CT scan, MRI, bone scan,
angiografi dan dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi.
 Prognosis osteosarkoma tergantung pada staging dari tumor dan efektif-
tidaknya penanganan.
 Penanganan osteosarkoma saat ini dilakukan dengan memberikan
kemoterapi, baik pada preoperasi (induction = neoadjuvant chemotherapy,
dan pascaoperasi (adjuvant chemotherapy).
 Pengobatan secara operasi, prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang
diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma.
 Follow-up post-operasi pada penderita osteosarkoma merupakan langkah
tindakan yang sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mehlman T. Charles. 2010. Osteosarcoma. http://emedicine.medscape.com/


article/1256857-overview, 28 Januari 2011.
2. Patel SR, Benjamin RS. 2008. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone
Metastases. dalam: Kasper DL et al. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17th ed. USA: McGRAW-HILL.
3. Picci P. 2007. Osteosarcoma (Osteogenic Sarcoma). Orphanet Journal of Rare
Disease. http://www.OJRD.com/content/2/1/6, 30 Januari 2011.
4. Kawiyana S. 2009. Osteosarcoma, Diagnosis dan Penanganannya.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20siki_9.pdf, 29 Januari 2011.
5. Springfield D. 2006. Orthopaedics. dalam: Brunicardi FC. Schwartz’s Manual
of Surgery 8th ed. USA: McGRAW-HILL.
6. Hide Geoff. 2008. Imaging in Classic Osteosarcoma.
http://emedicine.medscape.com/article/393927 , 28 Januari 2011.
7. Hide Geoff. 2010. Osteosarcoma, Variants. http://emedicine.medscape.com/
article/394057-overview, 28 Januari 2011.
8. National Cancer Institute. 2010. Osteosarkoma and Malignant Fibrous
Histiocytoma of Bone Treatment. http://www.cancer.gov, 28 Januari 2011.

Anda mungkin juga menyukai