Anda di halaman 1dari 121

GANGGUAN PENDENGARAN

DAN KESEIMBANGAN
Dr. ADLIN ADNAN, Sp.T.H.T.K.L. (K)
STAF NEURO-OTOLOGI
BAGIAN THTKL FK USU MEDAN
Anatomi Telinga

• Telinga luar
• Telinga tengah
• Telinga dalam
Secara klinis, bagian perifer dibagi :
1. Telinga Bagian Luar (Auris Externa = Outer Ear =
External Ear)
1. Daun Telinga (aurikula = auricle = pinna)
2. Liang Telinga (meatus akustikus eksternus = auditory canal)
2. Telinga Bagian Tengah (Auris Media = Middle Ear)
1. Membrana tympani
2. Kavum tympani
3. Tuba eustachius = Tuba auditiva eustachii = Tuba faringo
tympanika
4. Processus mastoideus + Sellule mastoidea
3. Telinga Bagian Dalam
1. Nervus akustikus
2. Kanalis semisirkularis
3. Kokhlea
Daun Telinga (Pinna)

 Dasarnya  tulang rawan yang juga ikut


membentuk liang telinga bagian luar.
 Daun telinga yang tidak mempunyai tulang rawan
adalah :
◦ Antara root of helix dan tragus (incisura terminalis 
fibrous tissue
◦ Lobulus  jaringan lemak
 Fungsi daun telinga :
untuk memantulkan (refleksi) dan mengkonsentrasi
getaran yang datang dari luar.
Liang Telinga

 Panjangnya : 3 – 3,5 cm
 Diameter : 0,7 – 0,9 mm
 Bentuk seperti huruf S
 Terdiri dari :
◦ Bagian lateral : (1/3 bagian) adalah cartilago
◦ Bagian medial : (2/3 bagian) adalah tulang
 Bagian lateral mengandung :
◦ Folikel rambut
◦ Glandula sebacea
◦ Glandula serumenifera  serumen
Pada tempat pertemuan bagian tulang rawan
dengan bagian tulang liangnya
menyempitisthmus.

Kulit pada liang telinga bagian tulang sangat


tipis dan melekat erat dengan periosteum
TELINGA TENGAH
Organ konduksi
adalah: MT, rangkaian
tulang pendengaran,
ligamentum penunjang,
tingkap lonjong &
tingkap bundar
Fungsinya :
meneruskan energi
akustik yg berasal dr
telinga luar ke dlm
koklea yg berisi cairan
Telinga dalam
Terdiri atas koklea yg
berupa dua setengah
lingkaran terdiri dari 3
buah kanalis
semisirkularis
Puncak koklea disebut
helikotrema,
menghubungkan
perilimfa skala
timpani dg skala
vestibulum
Telinga dalam
Dasar skala vestibule disebut
membran vestibule (reissner’ s
membran), sedangkan dasar
skala media adalah membran
basalis.

Pd membran ini terdapat bag.


Yg berbentuk lidah yg disebut
membran tektoria dan pd
membran basal melekat sel
rambut yg terdiri dr sel rambut
dalam, sel rambut luar dan
kanalis korti yang membentuk
organ korti
PERSYARAFAN TELINGA
Nervus Vestibulokoklearis

Pusat
Nukleus penerima
vestibularis akhir
Nukleus
Serabut (titik (korteks
Koklearis (dibelakang
saraf pertemuan otak di
talamus)
pons & bawah
MO) lobus
temporalis)
VASKULARISASI TELINGA
Ramus cochleae a. labyrinthi koklea

Ramus vestibulares a. Labyrinthivestibulum

v.Spiralis anterior

v.Spiralis posterior

v.Laminae spiralis

Vv. Vestibulares

v. Canaliculi cochleae
FISIOLOGI PENDENGARAN
. Gerak relatif Rangsangan
Energi bunyi
membran basalis mekanik defleksi
ditangkap
dan membran stereosilia sel-sel
aurikula
tektoria rambut

Membrana
Membran timpani Reissner Depolarisasi sel
bergetar mendorong rambut
endolimfa

Amplifikasi Perilimfe skala Potensial aksi


getaran vestibuli bergerak saraf auditorius

Stapes Korteks serebri


Rangkaian tulang Nukleus
menggerakkan (area 39-40)di
pendengaran auditorius
foramen ovale lobus temporalis
Skala vestibuli, berisi perilimf

Helikotrema

Skala tympani, berisi perilimf

Foramen rotundum bergetar

Menggerakkan membran basilaris

Ductus cochlearis, berisi endolimf

Menggetarkan organ corti

Energi mekanik elektro kimia

N VIII, Nukleus Cochlearis

Kortek pendengaran (area brodman 41, 42)

Kita dapat dengar


FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Gerakan kepala dan
tubuh

Pusat keseimbangan Perpindahan cairan


otak (area 41-42) endolimfa di labirin

Impuls sensorik Silia sel rambut


melalui saraf aferen menekuk

Merangsang
Perubahan
pelepasan
permeabilitas
neurotransmitter
membran sel
eksitator

Depolarisasi
FUNGSI TELINGA
Konduksi Respon Kekuatan
tulang auditorik suara

Sensitifitas Lokalisasi
Masking
pendengaran sumber bunyi

keseimbangan
GANGGUAN
PENDENGARAN
DEFINISI

Ketidakmampuan secara parsial atau total


untuk mendengarkan suara pada salah
satu atau kedua telinga
KEMAMPUAN DENGAR MANUSIA
Bunyi ditentukan oleh: Frekuensi dan
amplitudo

Orang dewasa muda: 16 Hz-20.000 Hz


(frekuensi sonik)

Frekuensi percakapan: 500 Hz-2000Hz

Frekuensi rendah: <500 Hz

Frekuensi tinggi: >2000 Hz


Berdasarkan tingkatannya

Gangguan
pendengaran

Ringan (20- Sedang (45- Sedang berat Berat (75-90 Berat sekali
45 dB) 60 dB) (60-75 dB) dB) (>90 dB)
Derajat ketulian

Normal bila suara bisik antara 5-6 meter

Tuli ringan bila suara bisik 4 meter


Tuli sedang bila suara bisik antara 2-3
meter
Tuli berat biala suara bisik antara 0-1
meter.
KLASIFIKASI
Tuli
konduktif

Tuli
Klasifikasi
sensorineural

Tuli
campuran
.
I.CONDUCTIVE HEARING LOSS

Definisi : Segala gangguan hantaran suara yg tdpt pada telinga luar


dan tengah dgn telinga dalam yg normal ( gangguan
konduksi suara dari foramen ovale ke arah luar )

Gangguan konduksi ( hantara suara) contoh :


1. Cerumen diliang telinga luar
2. Atresia liang telinga
3. Mikroti
4. Otitis media
5. Baro Trauma
6. Tuba Catarhalis
II.SENSORY NERVE HEARING LOSS
DEFINISI : Segala gangguan atau penyakit yang terdapat pada :
1. Telinga dalam
2. Nervus VIII ( N.Cochlearis )
3. Sentral Pendengaran ( Cortex Cerebri )
dengan telinga tengah dan luar yang normal.

ETIOLOGI

1.KELAINAN KONGENITAL
Oleh karena kerusakan embrio intra uterin ,
misalnya peda waktu hamil ibu menderita Rubella
2.ACQUISITA :

- Infeksi
Mis : Parotitis,Labirintitis
- Intoksikasi obat-obatan
Mis : Kinin,Streptimisin,Kanamisin
- Trauma
Mis : Trauma akustik
- Tumor
Mis Neuroma akustic
- Menier’s disease
III.MIXED HEARING LOSS

DEFINISI :
Hantaran suara pada telinga luar dan tengah terganggu serta
telinga dalam rusak / tidak berfungsi
Misalnya : 1. OTOSCLEROSIS
tidak hanya stapes tapi juga telinga
bagian dalam.
2. PRESBIACUSIS
pada permulaan terjadi SNHL dan
akhirnya terjadi Mixed Hearing Loss
Gejala-gejala gangguan pendengaran

KONDUKTIF
• ↑ volume
• Lawan bicara mengulang percakapan
• Mendengar lebih baik di salah satu
telinga
• Sulit mendengar percakapan melalui
telepon
Gejala lain

Merasakan sakit
pada telinga

Keluar cairan
dari telinga

Telinga merasa
tersumbat
SENSORINEURAL
↑ volume (diatas volume rata-rata)

Lawan bicara mengulang percakapan

Orang lain berbicara tidak jelas

Tidak jelas mendengar suara


percakapan

Sulit mendengar di tempat bising


Penyebab tuli konduksi
Adanya cairan
Mikrotia & atresia ataupun benda
Polip telinga
liang telinga asing pada liang
telinga

Tumor pada
Sumbatan oleh
Otitis eksterna telinga luar dan
serumen
tengah

Sumbatan tuba Infeksi telinga Cairan ( darah/


eustachius tengah hematotimpanum

Otalgia kolesteatom
PENYEBAB TULI SENSORINEURAL
Kongenital

Tumor

Infeksi virus

Trauma

Penyakit SSP

Radang

Ototoksik
TULI SENSORINEURAL
Tuli
sensorineural

koklea
• aplasia
• Labirintis
• Intoksikasi obat
• Sudden deafness
• Trauma akustik
• Pajanan bising

Retrokoklea
• Neuroma akustik
• Tumor sudut pons
• Mieloma multiple
• Cedera otak
• Perdarahan otak
TULI MENDADAK
Keadaan emergensi di bidang telinga.
Umumnya mengenai satu telinga dg
kehilangan pendengaran 30 dB/ > pd 3
frekuensi dan berlangsung selama < 3 hari
Virus

Vaskuler
Etiologi
Rupture
membran
labirin
Penyakit
autoimun pada
telinga dalam
DIAGNOSIS
Kehilangan pendengaran tiba-tiba
Biasanya 1 telinga yg tidak jelas penyebabnya
Berlangsung dlm waktu < 3 hari
Tinnitus yg sebelumnya didahului infeksi
virus/ trauma kepala, obat ototoksik &
neuroma akustik
Vertigo
Mual muntah
Demam tinggi
PEMERIKSAAN FISIK

Tes garpu tala


• Rinne positif, lateralisasi ke
telinga normal, schwabach
memendek, kesan tuli
sensorineural
Audiometri
• Tuli sensorineural ringan-berat
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
• Tirah baring, istirahat fisik & mental
selama 2 minggu
Medikamentosa
• Koreksi terhadap penyebab, misal:
bising, DM, penyakit vaskuler.
Vasodilator
OBAT-OBAT OTOTOKSIK

Ototoksik
• Efek samping obat yang merusak sel-
sel sensorik organo Corti atau
vestibuler
Gejala
• Penurunan pendengaran
• Tinitus
• Kadang-kadang dengan vertigo
OBAT-OBAT OTOTOKSIK
Gol.analgetik - antipiretik

Gol. Anti helmentik

Gol. Anti malaria

Gol. Diuretik

Gol. AB Aminoglikosida

Bahan-bahan kimia
.
Gol.
Analgetik- Antineoplastik Gol.Diuretik
antipiretik
• Salisilat • Bleomisin • Furosemid
• Kinin • Nitrogen • Asam
• Klorokuin mustard etakrinat
• Cis-platinum • Bumetanid
• Asetazolami
d
• Manitol
.
Gol. AB Bahan-bahan
Logam berat
Aminoglikosida kimia

Streptomisin Karbon Air raksa


monoksida

Gentamisin Emas
Nikotin
Vankomisin Timbal

Zat warna
Errtromisin anilin Arsen
TRAUMA AKUSTIK
Kerusakan telinga akibat bunyi yang
berlebihan

Traum
a

Akut Kronik
Faktor-faktor yang memudahkan trauma
akustik kronik
Intensitas bising

Corak bising

Kerentanan seorang

Waktu paparan bising

88 dB 4 100 dB 2 105dB1


jam jam jam

115 dB1/2
jam
DIAGNOSIS
Anamnesis yg teliti
• Riwayat pernah bekerja/ sedang bekerja dalam jangka
waktu yg cukup lama, > 5 tahun
Pemeriksaan otoskopik
• Tidak ditemukan kelainan

Tes penala
• Rinne positif
• Weber lateralisasi ke telinga yg pendengarannya lebih
baik
• Schwabach memendek
PENATALAKSANAAN
Dipindahkan kerjanya dr lingkungan
bising

Alat pelindung telinga, tutup telinga

Psikoterapi

Auditory training

Lip reading
Tuli campuran
Masalah  telinga
luar, tengah dan
dalam

Terjadi sekaligus
PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Tes berbisik

Pemeriksaa
Tes penala
n
Audiometri
nada murni
Tes bisik
. Interpretasi tes bisik
KUANTITATIF KUALITATIF
Fungsi pendengaran Suara bisik Tuli sensorineural: tak
dengar huruf desis
frekuensi tinggi
Normal 6m
Tuli ringan 4-6 m Tuli konduksi: tak
dengar huruf lunak
frekuensi rendah
Tuli sedang 1-4 m Misal SUSU
Tuli berat < 10 cm Tuli konduksi
mendengar S-S
Tuli total Bila berteriak di depan Tuli sensorineural
telinga penderita tetap mendengar U-U
tidak mendengar
Tes Garpu Tala
.
Tes batas atas dan batas bawah .
Tujuan : Menentukan frekuensi yang dapat didengar melewati
hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal

Normal: Mendengar pada semua frekuensi

Tuli konduksi: Batas bawah naik

Tuli sensori neural: Batas atas turun

Tes rinne
Tujuan: membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu
telinga penderita

Normal: Rinne positif

Tuli konduksi: Rinne negatif


Tuli sensori neural: Rinne positif
Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga
.
penderita

Normal: Tidak ada leteralisasi


Tuli konduksi: Mendengar lebih keras di
telinga yang sakit
Tuli Sensori neural : Mendengar lebih keras di telinga yang
sehat

Tes schwabach
Tujuan: Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dan
pemeriksa

Normal: Scwabach normal

Tuli konduksi: Scwabach memanjang

Tuli sensorineural: Scwabach memendek


Tes Garpu Tala
Ringakasan interpretasi
Tuli konduktif TES Tuli sensorineural

Tak dengar huruf lunak Tes bisik Dengar huruf lunak


Dengar huruf berdesis Tak dengar huruf berdesis
Normal Batas atas Menurun

Naik Batas bawah Normal

Negatif Rinne Positif


False positif/ negatif
Lateralisasi kesisi sakit Weber Lateralisasi kesisi sehat

Memanjang Scwabach Memendek


Tes pendengaran

TES BERA TES ASSR


TES OAE
(Brainstem TES TES (Auditory
(Oto
Evoked TYMPANO AUDIOME Steady
Acoustik
Response METRI TRI State
Emission)
Auditory) Response)
Penyakit Meniere
 Penyakit Meniere  Hidrops endolimfe
 Penyakit meniere ditandai :

. Vertigo
. Tuli sensorineural
. Tinnitus
. Telinga terasa penuh
 Prosper Meniere(1861) Gejala vertigo episodik, tuli
syaraf, tinnitus  gangguan telinga dalam
 Penyebab penyakit ini belum di ketahui dengan
pasti
 Para Ilmuan menduga faktor etiologi penyakit
meniere :
~ Kegagalan penyerapan oleh kantong endolimf
~ Genetik
~ Anatomi
~ Gangguan vasomotor
~ Infeksi virus
~ Alergi, Autoimun
~ Psikosomatik dan hipertiroidisme
Tujuan penanganan adalah mengurangi
gejala dan mencegah timbulnya serangan

Pemberian obat-obatan sesuai dengan fase


dari penyakit baik akut atau kronik dan
pembedahan dilakukan jika terapi
medikamentosa gagal
Definisi
Definisi yang pasti belumlah jelas

Pada tahun 1972 “ The American Academy of


Ophthalmology and Otolaryngologi
Committee “
mendifinisikan Meniere’s disease adalah
Suatu penyakit dengan gangguan membran
telinga dalam dengan ciri-ciri gangguan
pendengaran, vertigo dan tinnitusyang secara
patologik berhubungan dengan distensi
hidrop dari sistem endolimfatik
Patofisiologi

Terdapat dua cairan penting yang


mengisi telinga dalam yaitu endolimf dan
perilimf

Perbedaan tekanan pada kedua cairan


ini  tekanan kepada jaringan syaraf di
membran  gangguan pendengaran
yaitu tinnitus, vertigo dan rasa penuh
ditelinga
Patofisiologi
Peningkatan tekanan endolimfe  pecahnya
membran yang memisahkan perilimf(cairan
miskin kalium) dengan endolimf(cairan kaya
Kalium)

pemeriksaan histopatologi tulang temporal 


ditemukan pelebaran dan perubahan
morfologi pada membran reissner
Etiologi
 Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti
 Patologi utama dari penyakit ini adalah
pengembungan system endolimfatik akibat
peningkatan volume endolimfe
 Beberapa faktor etiologi :

1. Kegagalan penyerapan oleh kantong endolimf,


2. Gangguan vasomotor
3. Alergi
4. Genetik
5. Anatomi dan infeksi virus
Faktor etiologi sekunder

 Gangguan perkembangan
 Status endokrin dan metabolik
abnormal.
 Sifilis
 Otitis Media Kronik
 Keseimbangan cairan yang terganggu
 Leukaemia
GEJALA KLINIS
 Vertigo episodik
 Tuli sensorineural
 Tinnitus
 Perasaan penuh atau tekanan pada
telinga yang terkena
Vertigo Episodik
 Serangan vertigo  onsetnya tiba-tiba, pasien merasa
dirinya berputar atau sekitarnya yg berputar
 Serangan terjadi dengan periode spontan remisi dalam
beberapa minggu, bulan atau tahun
 Menurut Lermoyez(1919)  vertigo episodik
didahului meningkatnya tinnitus dan gangguan
pendengaran.
Tuli sensorineural
 Tuli biasanya berfluktuasi dan progresif

 Pendengaran yang berkurang yang berfluktuasi


merupakan tanda khas penyakit ini

 Tuli sensorineural pada gangguan kokhlea biasanya


terjadi penurunan ketajaman pendengaran

 Dysacusis dimana suara yang ditangkap penderita


tidak normal dan menyerupai suara kaleng
Tinnitus
Biasanya ini merupakan gejala awal dari suatu
meniere’ disease

Tinnitus dapat terjadi terus menerus atau pun


hilang timbul dan biasanya berupa tinnitus
nada rendah dengan suara bergemuruh

Pada awal  tinnitus terdengar keras ketika


pendengaran berkurang dan tinnitus akan
lebih ringan pada saat pendengaran membaik
Perasaan Penuh atau Tekanan Pada Telinga Yang Terkena

Gejala penuh pada telinga juga


berfluktuasi

Bisa bersamaan dengan vertigo


DIAGNOSA
Diagnosa di permudah dengan adanya kriteria
meniere’s disease ini berupa vertigo episodik,
tinnitus dan tuli sensorineural

Untuk mendukung diagnosa diperlukan


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan THT Rutin
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
◦ Full blood count
◦ Laju endap darah
◦ Urea dan Elektrolit
◦ VDRL(Venereal disease research laboratory
test )
◦ TPHA(Treponema pallidum
haemagglutination antibody)
◦ Glukosa ad Random dan GTT
◦ Cholesterol dan Trygliserida
◦ Tyroid fungtion test
DIAGNOSA BANDING
Menurut Stahle dan Klockhoff(1986) membagi diagnosa banding
meniere’s disease
 Kondisi dengan vertigo tanpa gejala auditori
~ Vestibular neuronitis dan BPPV

 Kondisi tanpa vertigo tapi dengan gejala auditori


~Tuli mendadak, Vestibular Schwannomas

 Kondisi dengan kombinasi gejala auditori dan vertigo


~Cogan’s Syndrom, Craniovertebral Junction Abnormalities,
Migrain, Non Spesifik Cochleovestibulopathies
Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan pasien dengan meniere’s disease terbagi atas
penanganan secara umum, pada seragan akut dan fase kronik
A. Penanganan secara umum
Penenangan kecemasan pasien dan mengatur pola hidup sehat
B. Penanganan pada serangan akut
 Tirah baring
 Obat-obatan sedatif vestibular untuk mengurangi vertigo
diantaranya Dimenhydrinate(Dramamine), Promethazine
theoclate(Avomine),Prochlorperazine(stemetil).
 Diazepam (Valium atau Calmpose) 5-10
mg(IV) Obat ini memiliki efek sedatif dan
juga penekanan dari nukleus vestibular
medial

Vasodilator
 Inhalasi dari Carbogen( 5% CO2 dengan 95
% O2)
 Histamin Drip. Histamin diphosphate 2,75 mg
dicampur kedalam 500 ml glukosa(IV) tetesan
lambat.
C. Penanganan pada fase kronis
 Obat sedatif vestibular. Prochlorperazine(stemetil) 10
mg , 3 X sehari, ( 2 Bln) kemudian diturunkan
menjadi 5 mg , 3 X sehari pada bulan berikutnya
 Vasodilator. Asam Nikotinik , 50 mg  satu jam
sebelum makan 3 X sehari . Dosisnya dapat
ditingkatkan secara perlahan untuk mendapatkan
flushing pada kulit.
 Betahistine(vertin) 8-16 mg, 3 X sehari
 Diuretik. Kadang kadang pemakaian diuretik
furosemid tablet 40 mg, dikosumsi pada hari yang
lain dengan suplemen potassium membantu untuk
mengontrol serangan ulang.

 Propantheline bromide(Probanthine).15 mg, 3 X


Sehari dapat diberikan secara tunggal atau pun
kombinasi dengan vasodilator dan cukup efektif
• Hormon. Penanganan harus
diarahkan untuk menemukan
gangguan endokrin dan pemberian
terapi yang cocok dan sesuai
dengan gangguan metabolik yang
ada.
• Steroid dapat membantu karena
efek anti radang dan efek pada
sistem imun. Steroid dapat
mengurangi vertigo, tinnitus dan
tuli, Kemungkinan efek
menurunkan tekanan yang ada.
TERAPI BEDAH
 Terapi
bedah dilakukan  medikamentosa gagal
memberikan hasil yang maksimal setelah 3-6 bulan.

 Terapibedah dapat dibagi menjadi non


destruktif(Konservatif) dan destruktif. Prosuder
nondestruktif diindikasikan pada pendengaran yang
masih serviceable sedangkan prosuder destruktif
menghilangkan kemampuan sensori telinga dalam dan
mengorbankan sisa pendengaran.
Paralisis Fasialis
Pendahuluan
Nervus fasialis suatu nervus motorik unik yang
memiliki perjalanan paling panjang melewati kanal
tulang yang sempit dibandingkan dengan nervus lain

Kelumpuhan saraf fasialis (muka mencong)


gejala kelumpuhan otot-otot wajah yang tampak pada waktu
penderita berbicara dan dalam keadaan emosi.
Lesi :
 korteks serebri sampai lempeng ujung saraf motorik
 Paling sering : os temporal

Shambough (1990) ; dari 347 kasus


 > 90% paralisis fasialis disebabkan lesi pada tulang
temporal
 69% disebabkan oleh bell’s palsy
 15% disebabkan trauma pada saat operasi
 8% disebabkan oleh otitis media
Sering sulit menentukan penyebab pasti yang
menyebabkan paralisis fasialis

Untuk itu diperlukan analisa yang cermat untuk


mendiagnosa penyakit ini mulai dari anamnesa
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan dengan tes-tes
khusus
Gangguan N. Fasialis
Ada dua gangguan nervus fasial
1. Lesi Sentral
 Gejala pada lesi sentral nervus fasialis terdapat pada sisi yang berlawanan.
 Pola paralisis wajah bagian bawah, sedangkan fungsi muskulus frontalis
masih baik
 Fenomena Bell (-)

2. Lesi perifer
 Gejala pada lesi perifer nervus fasialis terdapat pada sisi yang sama dengan
lesinya
 Mungkin didapati hilangnya gerakan otot dahi sebagian atau total
 Fenomena Bell (+)
Sistem Klasifikasi Derajat Fasialis Parese
House and Brackmann
Grade I. Normal
Fungsi fasial normal, simetri pada semua area

Grade II. Disfungsi Ringan


•Kelemahan ringan yang hanya dapat terlihat dengan pemerikaan yang teliti.
•Dapat menutup mata sempurna dengan sedikit usaha
•Asimetris ringan ketika tersenyum dengan usaha maksimal
Grade III. Disfungsi Sedang
•Jelas terlihat kelemahan, tetapi tidak terlihat mencolok.
•Bisa tidak mampu mengangkat alis mata
•Dengan usaha keras dapat menutup mata sempurna tetapi gerakan mulut asimetris.

Grade IV. Disfungsi Sedang- Berat


•Jelas terlihat kelemahan
•Tidak dapat mengangkat alis mata
•Tidak dapat menutup mata dengan sempurna meskipun dengan usaha yang maksimal
Grade V. Disfungsi Berat
• Hanya sedikit gerakan yang terlihat
• Asimetris saat istirahat

Grade VI Paralisis Total


• Tidak ada gerakan sama sekali
Etiologi
1. Akibat traumatik 2. Non Traumatik
Non-infeksi
Intrakranial Bell’s palsy
• Sayatan dalam prosedur Sindroma Melkersson
bedah saraf yang mengenai Tumor angulus serebello-
angulus serebellopontin pontine
Infeksi
Intratemporal Otitis media
• Cedera pada saat operasi Herpes zoster otikus
mastoidektomi
• Fraktur os temporal

Ekstratemporal
• Cedera pada saat operasi
kelenjar parotis.
Diagnosa
Diperlukan anamnesia dan pemeriksaan yang teliti

Onset gejala yang timbul, kualitas beratnya


kelumpuhan, lokasi yang terkena, adanya riwayat
infeksi atau penyakit sistemik sebelumnya

Penentuan staging/grading klinis


Pemeriksaan Fisik
Evaluasi lengkap terhadap:
1. Pemeriksaan kepala dan leher
2. pemeriksaan telinga
3. pemeriksaan neurologis.

Pemeriksaan terhadap nervus fasialis berfokus pada


fungsi motor dengan melihat mimik wajah penderita
dan membandingkanya dengan sisi yang satunya
Pemeriksaan Radiologi
Computerized tomography (CT): pemeriksaan radiologi
yang sangat ideal untuk melihat perubahan yang terjadi
di dalam tulang temporal

Magnetic resonance imaging (MRI): mampu melihat


lesi pada bagian proksimal dan distal nervus fasialis dan
mampu menunjukan abnormalitas
Penatalaksanaan
Menurut May ada 3 medical treatment:

Fisik
terapi ini meliputi terapi panas, massase dan exercise wajah yang dilakukan
dua kali sehari

Pharmakologi
Beberapa macam obat telah digunakan untuk mengobati paralysis fasial,
termasuk untuk memberi efek vasodilatasi dengan harapan supplai darah
kewajah meningkat. Steroid juga digunakan untuk mengatasi proses inflamasi

Psychophysical
Terapi ini termasuk acupuncture
Tindakan Pembedahan
Tujuan:
1. Menentukan kontinuitas axon n. fasialis akibat trauma
2. Nervus fasialis yang terpotong
3. Infiltrasi tumor dan adanya tumor pada saraf

Beberapa pendekatan bedah untuk eksplorasi nervus


fasial berupa:
1. Pendekatan transmastoid
2. Pendekatan translabirin
3. Pendekatan fossa media
Diagnosis banding parese n.VII

Idiopatik Bell’s palsy


Sindrom Melkersson-Rosenthal

Trauma Fraktur tulang temporal


Cedera wajah, fraktur mandibula
Trauma pembedahan (telinga tengah, kelenjar
parotis)
Trauma obstetrik

Infeksi Borreliosis
Herpes zoster otikus
Otitis media akut, mastoiditis
Otitis eksterna nekrotikans
HIV/AIDS
Tuberkulosis
Mononukleosis

Peradangan Kolesteatoma
Sarcoidosis (Sindrom Heerfordt)
Sindrom Guillain-Barre

Neoplasma Paraganglioma
Neurinoma wajah
Schwannoma nervus kranial
Meningioma
Tumor ganas tulang temporal (limfoma,
rhabdomyosarkoma)
Tumor ganas kelenjar parotis
Metastasis

Metabolik Diabetes mellitus


Kehamilan
BENIGN PAROXYSMAL
POSITIONAL VERTIGO
Kelainan di telinga dalam vertigo 
BPPV kelainan yang paling sering
ditemukan
Pertama kali ditemukan oleh Barany
tahun 1921
BPPV  keadaan yang ditandai oleh
serangan vertigo dan nistagmus secara
tiba-tiba yang dipicu oleh perubahan
posisi kepala
DIAGNOSIS
Anamnesis
perasaan pusing atau berputar yang
berlangsung singkat pada posisi tertentu
akibat dari gerakan kepala
vertigo 10-20 detik sering disertai
dengan rasa mual, namun jarang disertai
dengan muntah
Perasat diagnostik
kanal posterior dan anterior  perasat
Dix-Hallpike dan perasat Sidelying
kanal horizontal  perasat Roll
Perasat Dix-Hallpike
Perasat Sidelying
Respon Abnormal
Nistagmus pada kanalithiasis biasanya terlambat
muncul yaitu sampai 40 detik dan biasanya hilang
dalam 1 menit atau kurang. Apabila nistagmus
terjadi lebih dari 1 menit biasanya disebabkan
kupulolithiasis
Nistagmus pada BPPV biasanya disertai dengan
vertigo yang hebat
Pemeriksa dapat mengidentifikasi kanal mana
yang terlibat
fase cepat ke atas, berputar ke kanan  kanal
posterior kanan
fase cepat ke atas, berputar ke kiri  kanal posterior
kiri
fase cepat ke bawah, berputar ke kanan  kanal
anterior kanan
fase cepat ke bawah, berputar ke kiri kanal anterior
kiri
Perasat Roll
Respon Abnormal

BPPV kanal horizontal 2 nistagmus


Yang pertama terjadi setelah gerakan kepala ke
kanan dan yang kedua terjadi setelah gerakan
kepala ke kiri
kanal horizontal mana yang terkena dengan
melihat intensitas 2 nistagmus dan arah fase
cepatnya
fase cepat geotropic  ke arah kanan setelah
gerakan kepala ke kanan dan ke kiri setelah
gerakan kepala ke kiri  kanalithiasis

fase cepat ageotropic  ke arah kiri setelah


gerakan kepala ke kanan dan ke kanan setelah
gerakan gerakan kepala ke kiri  kupulolithiasis
DIAGNOSA BANDING

Kelainan Otologi
Menierre’s diseases
Vestibular neuritis
Idiopathic vestibulopathy
Kelainan Neurologi
Vertebrobasilar insufficiency
Cerebellar infarction
Wallenberg’s syndrome
Acoustic neuroma
Primary or metastatic brain tumors
Multiple sclerosis
Basilar artery migrain
Psychogenic vertigo
PENATALAKSANAAN

TANPA PEMBEDAHAN

PEMBEDAHAN
Penatalaksanaan BPPV yang paling efektif 
menggunakan perasat yang sesuai dengan
kanal yang terkena
Terdapat 3 perasat yang dapat digunakan
untuk menangani BPPV kanal posterior dan
anterior yaitu:
Canalith Repositioning Therapy (CRT)
Perasat Liberatory
Latihan Brandt-Daroff
Canalith Repositioning Treatment
Perasat Liberatory atau Semont
Latihan Brand-Daroff
PEMBEDAHAN

1. Singular Neurectomy
2. Posterior Semicirkular Canal Occlution
3. Vestibuler Nerve Section
PROGNOSIS
Prognosis BPPV baik dimana pada
penelitian mengenai efektivitas CRT
terhadap 27 pasien BPPV kanal posterior
dilaporkan 70% tidak mengalami
kekambuhan setelah 1 minggu
NISTAGMUS VESTIBULER
NEURITIS VESTIBULARIS

Neuronitis vestibularis adalah suatu keadaan


hilangnya fungsi vestibular secara tiba-tiba
disertai vertigo hebat, mual, muntah dan
nistagmus spontan.
Biasanya tidak dijumpai gangguan
pendengaran ataupun tinitus.
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Neuronitis vestibularis terjadi apabila terjadi
infeksi pada nervus vestibular di telinga dalam
Apabila nervus ini terinfeksi akan
menyebabkan suatu keadaan vertigo.
Biasanya terjadi hanya pada satu telinga saja.
SIGN AND SYMPTOMS
Vertigo adalah gejala utama, biasanya terjadi
secara tiba-tiba.
Tidak adanya tanda-tanda keterlibatan koklea.
Tidak adanya tanda-tanda dan gejala
neurologis.
Nistagmus spontan.
Gejala sistemik seperti demam yang tinggi,
malaise, sakit pada sendi-sendi.

Anda mungkin juga menyukai