Anda di halaman 1dari 38

Tuli Kongenital, Sensorineural &

Konduktif

PEMBIMBING : DR. LINA, SP. THT-KL


Tuli
 Tuli, tunarungu, atau gangguan dengar
dalam kedokteran adalah kondisi fisik
yang ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan seseorang untuk
mendengarkan suara
Anatomi telinga
Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari :
1. Telinga luar
2. Telinga tengah
3. Telinga dalam
TL TT TD
Telinga Luar (TL)
1. Daun Telinga

Crus Of antihelix
1.
2. Helix
3. Scaphoid fossa
4. Antihelix
5. Anti Tragus
6. Ealobule
7. Intertragic incisura
8. Tragus
9. Concha cavity
10. Anterior incisura
11. Crus of Helix
12. Cymba conchae
13. Trianguler fossa
-
Telinga Tengah
1. Membrana timpani
2. Cavum timpani
3. Tuba eustakhii 2
4. Mastoid

3
Telinga Dalam
Disebut juga Auris Interna = Labirin
Terdiri 2 bagian :
1. Tulang : labirinthus osseus.
2. Membran : labirinthus membranaceus.
Lab. Membran terdapat di dalam labirin osseus,
diantara keduanya terdapat perilympe
Sedangkan di dalam labirin membr terdapat
endolympe
Fisiologi pendengaran
Proses mendengar Dalam bentuk
diawali dengan gelombang yang
ditangkapnya energi dialirkan melalui Menggetarkan
bunyi oleh daun udara atau tulang ke membran timpani
telinga koklea

Diteruskan ke telinga tengah melalui


Energi getar ini
tulang-tulang pendengaran yang
diteruskan ke stapes
akan mengamplifikasi getaran
yang menggerakkan
melaiui daya ungkit tulang
tingkap lonjong sehingga
pendengaran dan perkalian
perilimfa pada skala
perbandingan luas membran
vestibuli bergerak
timpani dan tingkap lonjong
Fisiologi pendengaran
Menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel
Getaran diteruskan sehinnga timbul gerak
rambut sehingga kanal ion
melalui membrana relatif antara membran
terbuka dan terjadi
Reissner yang basilaris dan membran
penglepasan ion
mendorong endolimfa tektoria
bermuatan listrik dari
badan sel

Menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut
Lalu dilanjutkan ke nukleus
sehingga melepas
auditorius sampai ke
neurotransmitter ke
korteks pendengaran (area
dalam sinapsis yang akan
39-40) di lobus temporalis
menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius
Klasifikasi Gangguan Pendengaran

 Tuli Konduktif
• Gangguan telinga luar dan telinga tengah

Tuli Sensorineural
• Gangguan pada telinga bagian dalam
• atau pada fungsi saraf pendengaran
Tuli Campuran
• Kombinasi dari tuli konduktif & sensorineural
Tuli Konduktif

Terdapat lesi pada telinga


luar maupun telinga tengah
yang dapat menyebabkan
gangguan penghantaran/
konduksi gelombang sura Beberapa Contoh kelainan
untuk menggetarkan telinga luar yang dapat
membran timpani menyebabkan tuli konduktif, Contoh kelainan telinga tengah
 Atresia Liang Telinga yang dapat menyebabkan tuli
 Sumbatan Serumen konduktif ,
 Otitis Eksterna  Sumbatan tuba eustachius
Sirkumskripta  Otitis Media
 Osteoma Liang Telinga  Otosklerosis
 Timpanisklerosis
 Hemoimpanum
 Dislokasi Tulang Pendengaran
Tuli Sensorineural

Tuli Sensorineural Koklea


• Disebabkan oleh aplasia yang biasanya kongenital, labirinitis yang dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus, intoksikasi obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina
• tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, serta
pajanan bising yang berlama-lama.

Tuli Sensorineural Retrokoklea


• neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera
otak, perdarahan otak, serta kelainan pada otak lainnya
Tuli Campuran
 Bila gangguan pendengaran atau tuli

konduktif dan sensorineural terjadi


bersamaan
Tuli Kongenital

1. Genetik
• merupakan gangguan • Biasanya berupa gangguan pendengaran bilateral tapi dapat
pendengaran yang timbul bersifat asimetris dan dapat bersifat statis maupun progresif
pada saat lahir • Berhubungan dengan kromosom x ( Hunter`s
Syndrome,Alport Syndrome)
• Kelainan Mitokondria ( Kearns – Sayre Syndrome)
• Malformasi pada organ telinga ( Stenosis, atresia kanal telinga
Dapat berupa tuli sebagian eksternal)
atau tuli total 2. Didapat
• Infeksi ( Rubela Kongenital, Cytomegalovirus,
Toksoplasmosis,herpes simpleks, meningitis bakteri, otitis
media kronik purulenta
• Neonatal Hiperbilirubinemia
Dibagi menjadi Genetik • Masalah Perinatal ( prematuritas, anoksia berat
Herediter & Non Genetik • Obat Ototoksik ( Erytromycin, Gentamycin, Neomycin,
Streptomycin,Kanamycin)
• Trauma
• Neoplasma
Garputala, Audiometri dan Timpanometri

PEMBIMBING : DR. LINA, SP. THT-KL


GARPU TALA

Pemeriksaan menggunakan garputala atau tes penala merupakan pemeriksaan


secara kualitatif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis gangguan
pendengaran. Pada umumnya penala yang digunakan dengan frekuensi 512 Hz
.

Terdapat berbagai macam tes garputala seperti :

 tes Rinne

 tes Weber

 tes Schwabach
Tes Rinne

 Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang
diperiksa
 Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu setelah pasien fokus maka tindakan
selanjutnya adalah menggetarkan garputala.
 Garputala yang sedang bergetar diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak terdengar maka
garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm.
 Apabila bunyi garputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+) namun apabila bunyi
garputala tidak terdengar maka disebut tes Rinne negatif (-).
 (+) yang artinya normal atau tuli sensorineural. (-) yang artinya tuli konduktif
TES WEBER
 Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan kanan
 Garputala digetarkan dan tangkai penala diletakan di garis tengah
kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah – tengah gigi seri
atau di dagu).
 Apabila bunyi penala lateralisasi ke telinga yang sakit artinya
terdapat tuli konduktif.
 Apabila bunyi penala lateralisasi ke telinga yang sehat artinya
terdapat tuli sensorineural.
 Apabila bunyi penala terdengar di kedua telinga artinya normal.
TES SCHWABACH
 Membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya normal
 Garputala digetarkan, tangkai penala diletakan pada prossesus mastoideus sampai tidak
berbunyi.
 Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosessus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.
 Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi disebut schawabach memendek yang
artinya terdapat tuli sensorineural.
 Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu
penala diletakan pada prosessus mastoideus pemeriksa lebih dahulu.
 Bila pasien dapat mendengar bunyi disebut schawabach memanjang yang artinya terdapat
tuli konduktif.
 Bila pasien dan pemeriksa kira – kira sama mendengar disebut dengan schawabach sama
dengan pemeriksa yang artinya normal.
Audiometri
 Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian secara
kuantitatif dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif
(pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensoneuraldan tuli campuran).

 Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap


suara, selanjutnya pasien akan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh
audiogram melalui earphone.

 Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar bunyi dan saat bunyi tersebut
menghilang. Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat grafik yang
dihasilkan.
 Grafik Air Conductor (AC) untuk menunjukan hantaran udara, sedangkan grafik
Bone Conductor (BC) untuk melihat hantaran tulang.

 Telinga kiri ditandai dengan warna biru, sedangkan telinga kanan ditandai dengan
warna merah.

 Derajat pendengaran seseorang yang masih berada diantara 0 sampai dengan 25


dBA dikatagorikan normal, 26 sampai 40 dBA dikatagorikan sebagai penurunan
gangguan pendengaran ringan, 41 sampai 55 dBA dikatagorikan sebagai penurunan
gangguan pendengaran sedang, 56 sampai 70 dBA dikatagorikan sebagai tuli sedang
berat, 71 sampai 90 dBA dikatagorikan sebagai tuli berat dan jika lebih dari 90 dBA
maka dikatagorikan sebagai tuli sangat berat.
 Jika dilihat berdasarkan hasil grafik audiogram, seseorang dikatagorikan normal apabila konduksi
udara lebih bagus dari konduksi tulang.
 Hal ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC dan AC serta BC sama
atau kurang dari 25 dBA.
 Gangguan pendengaran konduktif dapat teridentifikasi jika grafik AC turun lebih dari 25 dBA dan
BC normal atau kurang dari 25 dBA.
 Kondisi gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari konduksi
udara.
 Kemudian, seseorang dikatakan gangguan pendengaran sensorineural jika konduksi udara lebih
baik dari konduksi tulang.
Audiogram normal
TULI KONDUKTIF

Tuli Konduktif adalah keadaan dimana pada audiogram ditunjukkan grafik AC


berada di bawah garis 25dB dan grafik BC di atas garis 25 db (di bawah batas
normal)
TULI SENSORINEURAL

Tuli Sensorineural ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan BC


sama – sama berada di bawah garis 25 dB. Tetapi adanya perbedaan antara grafik AC
dan BC (gap) tidak melebihi 5 dB atau juga bisa berhimpit
TULI CAMPURAN

Tuli Campur ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan


BC juga sama – sama berada di bawah garis 25 dB. Tetapi harus ada gap
minimal 10 dB.
Derajat Ketulian
TIMPANOMETRI
Timpanometri merupakan pemeriksaan
untuk menilai fungsi telinga tengah
dengan mengukur besarnya tekanan intra
timpani tanpa mencoblos membran
timpani (non invasif), serta mendeteksi
adanya cairan pada telinga tengah, tekanan
negatif telinga tengah, kerusakan tulang-
tulang pendengaran, perforasi membran
timpani, dan otosklerosis.
 Cara pengukurannya dengan menempatkan
probe lunak pada liang telinga kemudian
diberikan tekanan dengan intensitas yang
rendah. Timpanometri akan mengukur getaran
membran timpani sebagai respon dari
perubahan tekanan udara (immitansi) yang
digambarkan pada timpanogram.
Interprestasi hasil timpanometri :

1. Tipe A : terdapat udara dalam telinga tengah (keadaan normal) tetapi


tekanan udara hampir sama atau diatas tekanan udara di luar sehingga
pada timpanogram akan menghasilkan garis yang naik. Tipe ini merupakan
kondisi yang normal.

2. Tipe B : terdapat cairan dalam telinga tengah sehingga tidak terjadi


getaran pada membran timpani dan memberikan gambaran flat (garis
mendatar) pada timpanogram

3. Tipe C : terdapat udara dalam telinga tengah (keadaan normal)


tetapi tekanan udara lebih rendah daripada tekanan udara di
luar sehingga pada timpanogram akan menghasilkan garis yang
turun. Tipe ini menunjukkan adanya gangguan fungsi tuba
namun belum ada cairan.
TIPE A
TIPE AD

Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran


TIPE AS

Kekakuan tulang-tulang pendengaran


TIPE B

Cairan di dalam telinga tengah


TIPE C

Gangguan fungsi tuba Eustachius

Anda mungkin juga menyukai