Anda di halaman 1dari 11

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Orbita
Rongga orbita memiliki volume 30 cc dengan ukuran panjang 35 mm,
lebar 40 mm, dan tinggi 45 mm. Dinding orbita terdiri dari 7 macam tulang
yaitu os etmoid, frontalis, maksillaris, palatum, sphenoidalis, dan
zigomatikum. Rongga orbita terdiri dari 4 bidang yaitu sebagai berikut.
4

1. Atap orbita, terdiri dari tulang frontalis dan sphenoidalis. Daerah ini
berdekatan dengan fosa cranii anterior dan sinus frontalis.
2. Dinding lateral, terdiri dari os zygomatikum, frontalis, dan
sphenoidalis. Daerah ini berdekatan denagn fosa cranii dan fossa
pterigopalatinus.
3. Dinding medial, terdiri dari os ethmoidalis, frontalis, lakrimalis, dan
sphenoidalis. Daerah ini berdekatan dengan sinus ethmoidalis,
sphenoidalis, dan cavum nasi.
4. Dasar orbita terdiri dari tulang maksilaris, palatum, dan zigomatikum.
Daerah ini berdekatan dengan sinus maksilaris dan rongga-rongga
palatum.
Tulang tengkorak membentuk dinding orbita. Selain itu, di dalamnya
terdapat apertura seperti foramina ethmoidalis, fissura orbita superior dan
inferior, kanal optik, dan tempat-tempat tersebut dilalui oleh saraf-saraf
kranial, arteri, dan vena. Jaringan lunak yang terdapat di orbita meliputi
periorbita, saraf optikus, otot ekstraokuler yang diselubungi oleh fasia,
ligamen, dan jaringan ikat, jaringan lemak, dan kelenjar lakrimalis. Hal-hal
tersebut menunjukkan bahwa rongga orbita berisi berbagai macam jaringan
sehingga masing-masing jaringan memiliki kemungkinan untuk tumbuh
menjadi tumor.
4




4















Gambar 1. Orbita
2.2 Definisi
Rabdomiosarkoma merupakan neoplasma ganas yang terbentuk dari
sel-sel dengan gambaran histolgi otot lurik dengan berbagai variasi
embriogenesis otot.
2

2.3 Epidemiologi
Secara umum, tumor ini dapat dikatakan memiliki insidensi yang relatif
rendah dibanding keseluruhan jenis tumor orbita. Insidensi rabdomiosarkoma
yakni sekitar 4,3 kasus per satu juta kasus yang lebih banyak terjadi pada
anak-anak.
1,2
Sekitar 250-300 kasus baru rabdomiosarkoma didiagnosis setiap
tahunnya di Amerika Serikat.
5
Rabdomiosarkoma merupakan keganasan pada anak dengan persentase
sekitar 5% dari keseluruhan keganasan pada anak dan 20% dari bentuk
keganasan di jaringan lunak yang terjadi pada anak.
5
Usia rata-rata anak yang
mengalami rabdomiosarkoma yakni 8 hingga 10 tahun dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan yakni 5:3.
3
5

2.4 Etiologi
Etiologi rabdomiosarkoma masih belum diketahui. Namun, diduga
tumor ini berasal dari mesenkim embrional yang sama dengan otot lurik.
Meskipun rabdomiosarkoma mulanya diakui berasal dari otot ekstraokuler,
namun saat ini dinyatakan berasal dari sel mesenkimal yang belum
berdiferensiasi tetapi memiliki kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi otot
lurik.
6


2.5 Diagnosis
Diagnosis rabdomiosarkoma ditentukan berdasarkan hal-hal berikut ini.
1. Manifestasi klinis
Karakteristik utama rabdomiosarkoma yakni onset yang cepat dan
progresi proptosis dan dislokasi bola mata. Rabdomiosarkoma dapat
berasal dari sinus etmoidales atau cavum nasal dan meluas ke orbita
menyebabkan simptom inisial berupa sinusitis, kongesti nasal,
epistaksis, dan diikuti dengan proptosis orbita.
2
Namun, secara umum
simptom rabdomiosarkoma orbita meliputi proptosis (80-100%),
displacement bola mata (80%), blepharoptosis (30-50%), edema
konjungtiva dan palpebra (60%), massa dapat dipalpasi (25%), dan
nyeri (10%).
7
Penurunan visus terjadi pada fase lanjut dan
mengindikasikan tumor tersebut semakin progresif.
3

Meskipun rabdomiosarkoma dapat terjadi di manapun jaringan
lunak orbita atau adneksa, umumnya tumor ini akan melibatkan
kuadran supero-medial orbita. Pada beberapa kasus, tumor ini dapat
muncul di bagian inferior orbita, palpebra, bahkan di konjungtiva.
Namun, neoplasma ini tidak muncul di otot ekstraokuler.
2,7

Semakin besar ukuran tumor tersebut, maka besar kemungkinan
untuk terjadi edema diskus optikus dan dilatasi vena retina. Apabila
diagnosis dan tata laksana rabdomiosarkoma terlambat, maka proptosis
dapat memburuk secara progresif bahkan menyebabkan dekstruksi total
mata dan isi bola mata.
2
6

Rabdomiosarkoma orbita dapat menyebar secara terlokalisir
melalui os etmoidales menuju ke sinus atau cavum nasal. Metastasis
jauh rabdomiosarkoma orbita biasanya terjadi melalui penyebaran
hematogenik misalnya ke paru-paru dan nodus limfatik servikalis serta
metastasis ke tulang meskipun jarang terjadi.
2


(Sumber : Chen,B., & Perry, J.D. 2007)
Gambar 2. Rabdomiosarkoma Orbita

2. Pemeriksaan optalmologis
Exopthalmometri Hertl menunjukkan adanya proptosis dan lesi
hipoglobus yang lebih sering terjadi di daerah kuadran supranasal.
Motilitas ekstraokular abnormal dan ptosis juga sering terjadi. Tumor
yang terletak anterior (konjungtiva atau jaringan palpebra) akan
memperlihatkan adanya edema palpebra, eritema, dan kemosis. Tanda-
tanda tersebut sering terlihat seperti gejala pada infeksi orbita.
6


Pada pemeriksaan slit lamp, ditemukan adanya kemosis
konjungtiva, hiperemis, dan ada tanda paparan keratokonjungtivitis.
Selain itu, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan adanya
lipatan koroid atau edema diskus optikus dengan lesi orbita posterior.
Rabdomiosarkoma orbita dapat timbul sekunder akibat penyebaran
lokal dari sinus, meningens, atau jaringan lunak sekitar kepala dan
leher.
6



7

3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan hasil yang normal. Hal inilah yang dapat membedakan
rabdomiosarkoma dengan kemungkinan diagnostik lain seperti selulitis
orbita akut dan leukimia yang akan menunjukkan leukositosis. Rontgen
toraks dan bone survey perlu dilakukan untuk mengeksklusi
kemungkinan metastasis sistemik akibat rabdomiosarkoma. Untuk itu,
dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang lain berupa rontgen orbita,
USG, CT scan, dan MRI.

Pada rontgen akan tampak gambaran
radioopak di jaringan lunak mata yang terkadang disertai dengan erosi
tulang.
2
CT scan menunjukkan gambaran ireguler dengan densitas
massa jaringan lunak. Selanjutnya, pada MRI akan terlihat gambaran
massa ireguler mulai dari yang homogen hingga heterogen yang terlihat
hipointens.
7
Pada USG, terlihat massa orbita, sama halnya dengan CT
scan dan MRI. Pada CT scan dan USG orbita akan ditentukan pula
ukuran lesi dan luas lesi.
2
Doppler ultrasonography juga dapat
membedakan antara rabdomiosarkoma dan hemangioma kapiler dengan
ciri hemangioma berupa vaskularisasi nyata dengan aliran yang tinggi.
7














A B
(Sumber :
9
Guthoff & Katowitz, 2010)
Gambar 3. Pencitraan Rabdomiosarkoma

A. CT scan; B. MRI
8

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan
histologi dengan menggunakan light microscopy dan mikroskop
elektron. Empat varian histopatologi ytama dari rabdomiosarkoma
yakni embrional, alveolar, botrioid, dan pleomorfik. Dari keempat tipe
tersebut, tipe embrional merupakan varian yang paling utama dari
rabdmiosarkoma. Tipe alveolar dan botrioid merupakan tipe yang
jarang ditemukan bahkan tipe pleomorfik lebih jarang terjadi. Menurut
International Classification of Rhabdomyosarcoma, pembagian subtipe
tersebut dibagi menjadi kategori dengan prognosis baik dan buruk.
Kategori prognosis baik meliputi tipe botrioid dan varian sel embrional
sedangkan tipe alveolar dan anaplastik difusa termasuk dalam kategori
prognosis yang buruk.
6










(Sumber :
9
Guthoff & Katowitz, 2010)
Gambar 4. Histologi Rabdomiosarkoma

Selain itu, dapat pula dilakukan immunohistochemistry. Beberapa
immunohistochemical markers dapat mengidentifikasi gambaran otot
rangka yang spesifik menggambarkan rabdomiosarkoma. Antibodi
desmin menunjukkan spesifisitas yang tinggi dan reaksi positif bahkan
pada rabdomioblast yang belum terdiferensiasi dengan baik. Ada pula
staining Vimentin yang dapat menunjukkan adanya sel tumor pada
anak-anak. Antibodi lainnya seperti myogenin dan MyoD1 yang
9

menunjukkan ekspresi nyata pada sel primitif. Caveolin-3 merupakan
marker baru yang lebih sensitif dan spesifik terhadap rabdomiosarkoma
yang terdiferensiasi dan dapat mendeteksi tumor residual setelah
kemoterapi.
6
Dalam merencanakan terapi yang tepat, perlu pula dilakukan
biopsi. Hal ini dilakukan sesuai dengan lokasi tumor yang telah
diketahui berdasarkan pemeriksaan sebelumnya. Biopsi insisi dilakukan
dengan pendekatan transkonjungtiva atau transkutaneus anterior
meskipun eksisi makroskopik memungkinkan untuk tumor yang masih
kecil dengan batas yang nyata.
8
Jika massa dapat dipalpasi di palpebra,
maka dapat dilakukan insisi horizontal dari lapisan kulit palpebra. Jika
massa ditemukan pada bagian ekuator bola mata, maka dilakukan
pendekatan operasi konjungtiva. Kemudian, apabila lokasi tumor
tersebut berada di posterior orbita, maka dilakukan orbitotomi
superior.
2
Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) membuat klasifikasi
laboratoris dan pembedahan rabdomiosarkoma yaitu sebagai berikut.
7,8,9
1. Kelompok I : Penyakit hanya lokal, limfonodi regional tidak ikut
terlibat, dapat direseksi komplit
a. Terbatas pada otot atau organ asli
b. Infiltrasi keluar otot atau organ asli
2. Kelompok II :
a. Tumor dapat direseksi secara luas dengan sisa mikroskopis
(limfonodi negatif)
b. Penyakit regional, dapat direseksi komplit (limfonodi positif atau
negatif)
c. Penyakit regional dengan melibatkan limfonodi dapat direseksi
secara luas tetapi dengan sisa mikroskopis
3. Kelompok III : reseksi tidak komplit atau hanya dengan biopsi dengan
penyakit sisa cukup besar
4. Kelompok IV : telah ada metastasis saat ditegakkan diagnosis
10

Staging TNM rabdomiosarkoma yakni sebagai berikut.

1. Tumor :
T0 : tidak teraba tumor
T1 : tumor <5 cm
T2 : tumor >5cm
T3 : tumor telah melakukan invasi ke tulang, pembuluh darah dan
saraf
2. Nodul :
No : tidak ditemukan keterlibatan kelenjar regional
N1 : ditemukan keterlibatan kelenjar regional
3. Metastasis :
Mo : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh

Rhabdomyosarcoma Staging System
1. Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala, dan atau leher (bukan
parameningeal) meluas ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau
prostat)
2. Stage 2 : lokasi lain, No atau Nx
3. Stage 3 : lokasi lain, N1 jika tumor <5 cm atau No atau Nx jika tumor
>5 cm
4. Stage 4 : lokasi apapun dan terdapat metastasis jauh

2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding rabdomiosarkoma didasarkan pada proptosis yang
menjadi salah satu manifestasi utamanya. Proptosis sendiri didapatkan pada
keadaan seperti berikut.
4
1. Oftalmopati Graves, dapat terjadi proptosis unilateral maupun bilateral.
Proptosis yang disebabkan oleh penyakit tiroid biasanya disertai dengan
retraksi kelopak mata, yang membedakannya dengan proptosis
penyebab lain. Lagopthalmus terjadi akibat proptosis dan retraksi
11

palpebra, dan pajanan kornea dapat menjadi salah satu komplikasinya.
Pada oftalmopati Graves dapat ditemukan adanya keterlibatan otot
ekstraokular dalam bentuk fibrotik maupun pembesaran masif.
2. Pseudotumor, biasanya proptosis unilateral. Pada beberapa kasus,
ditemukan adanya vaskulitis yang terkait dengan lokasi peradangan
biasanya difus dan tidak dapat dieksisi. Awitannya juga cepat dan
ditandai dengan adanya nyeri.
3. Selulitis orbita, memiliki ciri proptosis nonaksial yang juga
menandakan adanya abses orbita. Baik infeksi pada preseptal maupun
orbita, keduanya menyebabkan edema, eritema, hiperemia, nyeri,
leukositosis. Kemosis, proptosis, pembatasan gerakan mata, dan
penurunan visus menunjukkan adanya keterlibatan orbita bagian dalam.

2.7 Tata Laksana
Rabdomiosarkoma orbita merupakan tumor dengan angka mortalitas
yang cukup tinggi. Eksenterasi orbita merupakan terapi pilihan namun belum
dijadikan terapi utama oleh banyak dokter karena tingginya kesalahan akibat
luas area yang perlu dilakukan operasi. Oleh sebab itu, radioterapi dan
kemoterapi lebih sering dilakukan.
2

Radioterapi orbita terdiri dari 5.000 hingga 6.000 cGy yang diberikan
dengan dosis terbagi dalam 5 sampai 6 minggu. Umumnya, pasien diterapi
dengan 200 cGy 5 hari dalam seminggu. Sekitar 5.000 cGy diberikan secara
anterior melalui portal bulat berukuran 5 cm dan 1.000 cGy diberikan secara
lateral melalui portal bulat berukuran 4 cm. Selain itu, diberikan pelindung
atau pelapis yang tepat untuk mencegah kerusakan struktur normal khususnya
pada mata normal sebelahnya.
2

Berikut ini penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi tumor.
10
1. Tumor primer
a. Tumor yang resektabel
12

Diberikan terapi kombinasi yaitu pembedahan dan radioterapi atau
kemoterapi. Apabila ditujukan untuk mencegah mikrometastasis,
maka dilakukan pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.
b. Tumor yang inoperable : radiasi + kemoterapi
2. Tumor yang rekuren
Pembedahan yang tidak adekuat dan manipulasi tumor pada saat
pembedahan merupakan penyebab timbulnya rekuren lokal. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan adalah evaluasi kembali derajat keganasan
dengan melakukan biopsy insisional dan evaluasi ekstensi tumor dalam
mempertimbangkan re-eksisi tumor untuk tujuan kuratif.

2.8 Prognosis
Prognosis tergantung dari ukuran, lokasi, kedalaman tumor, derajat
keganasan, dan sel nekrosis.
10
Tumor tipe embrional merupakan jenis
rabdomiosarkoma yang paling sering ditemukan. Dalam hal prognosis,
rabdomiosarkoma tipe alveolar memiliki prognosis yang lebih buruk dan
agresif. Sebaliknya, varian pleomorfik memiliki prognosis paling baik.
8
Sekitar 90% pasien yang diberikan radioterapi lokal dan kemoterapi
adjuvan sebagai terapi utamanya prognosis baik meskipun reseksi lokal dari
residu tumor (atau eksenterasi orbita) mungkin diperlukan pada beberapa
kasus.
8


Tabel 1. International Classification of Rhabdomyosarcoma, Histologi,
dan Prognosis
6







13

2.9 Komplikasi
Efek samping jangka panjang dari radioterapi orbita yakni katarak, mata
kering dengan pembentukan scar sekunder di kornea, kehilangan lapisan
penunjang kulit seperti rambut dan alis mata, dan atrofi lemak orbita. Pada
bayi, terapi tersebut dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan tulang orbita.
8

Anda mungkin juga menyukai