Anda di halaman 1dari 14

PREEKLAMPSIA

1. Definisi
Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan
yang menyebabkan penurunan perfusi darah pada organ-organ akibat adanya
vasospasme dan menurunnya aktivitas sel endotel (Wiknjosastro, 2005).
Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan
pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan proteinuria 300 mg per 24 jam atau konsentrasi protein
300 mg (1+ pada dipstick) minimal pengambilan dua sampel urine random
sedikitnya 4-6 jam namun tidak berjarak lebih dari 7 hari, dan hilangnya
semua abnormalitas sebelum akhir minggu ke-6 postpartum (Sibai et al,
2005).
Diagnosis hipertensi ditegakkan dari, adanya peningkatan tekanan
arah dengan sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, diukur dua kali
selang 4 jam setelah penderita istirahat (Wiknjosastro, 2007). Kenaikan
tekanan sistolik/diastolik 30 mmHg/15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai
kriteria hipertensi, karena kadar proteinuria berkorelasi dengan tekanan darah
(POGI, 2005).
2. Etiologi
Penyebab preeklampsia belum diketahui dengan jelas. Salah satu teori
yang sekarang dipakai adalah teori iskemik plasenta. Plasenta merupakan
organ khusus untuk pertukaran zat antara darah ibu dan darah janin. Fungsi
utama plasenta adalah menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin
(Wiknjosastro, 2007).
Fungsi plasenta lainnya adalah (Wiknjosastro, 2007):
a. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutrisi)
b. Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2 (respirasi)
c. Sebagai alat yang mengeluarkan hasil metabolisme (ekskresi)
d. Sebagai alat membentuk hormon, yaitu korionik gonadotropin, korionik
somato-mammotropin (placenta lactogen), estrogen dan progesteron.
e. Sebagai alat yang menyalurkan berbagai antibodi ke janin.

f. Sebagai alat yang menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan


janin, yang diberikan melalui ibu.
g. Sebagai alat yang berfungsi untuk pertahanan (sawar) dan menyaring
obat-obatan dan kuman-kuman yang bisa melewati plasenta.
Pada implantasi plasenta yang normal, terlihat proliferasi trofoblas
ekstravillous membentuk kolom sel di dekat anchoring villous. Trofoblas
ekstravillous melakukan invasi desidua ke arah bawah ke dalam arteri
spiralis. Akibatnya, terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari
pembuluh darah serta pembesaran dari pembuluh darah. Arteri spiralis
mengalami remodeling secara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast
endovascular (Sudhaberata, 2001).
Pada preeklampsia, proses implantasi plasenta tidak berjalan sebagaimana
mestinya oleh karena tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel
trofoblas dan pada arteri spiralis yang mengalami invasi terjadi tahap pertama
invasi sel trofoblas secara normal, tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung
sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap
mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif, yang berarti masih terdapat
resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi arterosis akut pada arteri
spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 , pada
penderita preeklampsia 200 (Sudhaberata, 2001).
3. Patofisiologi
Preeklampsia memiliki patofisiologi yang kompleks, penyebab utamanya
adalah plasentasi abnormal. Invasi pada arteri spiral oleh sel sitotrofoblas
diamati selama preeklampsia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa invasi
sitotrofoblas pada uterus sebenarnya merupakan jalur diferensiasi yang unik
di mana sel-sel fetal menggunakan sifat tertentu dari endotelium maternal
yang normalnya dihilangkan. Dalam preeklampsia, proses diferensiasi ini
berjalan kacau (Fisher et al, 2009). Kelainan ini mungkin terkait dengan jalur
oksida nitrat, yang memberikan kontribusi besar terhadap pengendalian tonus
pembuluh darah. Selain itu, inhibisi sintesis oksida nitrat menyebabkan
terhambatnya implantasi embrio. Peningkatan resistensi arterial uterine
menginduksi sensitivitas yang lebih tinggi pada vasokonstriksi dan

menimbulkan

hipertensi

(Duran-Reyes,

1999).

Vasokonstriksi

juga

menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan


endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.
Selain itu, vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta. Hipoksia jaringan yang merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase
lemak sehingga proses oksidase lemak tak jenuh menghasilkan hiperoksidase
lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan
lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stres oksidatif
(Castro, 2004).
Pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga
dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Sedangkan
pada preeclampsia, kadar antioksidan menurun dan plasenta menjadi sumber
terjadinya peroksidase lemak. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah
melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua
komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel, yang akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel
tersebut akan mengakibatkan antara lain (Sudhaberata, 2001):
a. Adhesi dan agregasi trombosit.
b. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
c. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat
dari rusaknya trombosit.
d. Produksi prostasiklin terhenti.
e. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase
lemak
4. Klasifikasi
Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.
Berikut ini adalah penggolongannya (Sunaryo, 2008):
a. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila:
1) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-110 mmHg

2) Proteinuria: 300 mg/24 jam jumlah urin atau dipstick: +1


3) Edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
diagnosis kecuali edema anasarka
4) Tidak disertai gangguan fungsi organ
b. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila terdapat salah satu atau lebih gejala
dan tanda dibawah ini:
1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik
110 mmHg
2) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
3) Oliguria (urine 400 mL/24jam)
4) Kenaikan kreatinin serum
5) Keluhan serebral dan gangguan penglihatan: perubahan kesadaran,
nyeri kepala, scotomata dan pandangan kabur.
6) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium,
dapat disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai
gejala awal ruptur hepar. Nyeri epigastrium sering disertai dengan
kenaikan kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan)
7) Gangguan fungsi hati dengan

hiperbilirubinemia

dapat

menunjukkan beratnya penyakit.


8) Edema paru, sianosis.
9) Gangguan perkembangan intrauterin
10) Microangiopathic hemolytic anemia
11) Trombositopenia: < 100.000 sel/mm3
Trombositopenia adalah tanda memburuknya preeklampsia dan
disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet akibat vasospasme
yang merangsang hemolisis mikroangiopatik.
12) Sindrom Haemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet
(HELLP)
Preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dalam beberapa kategori
(Abdul, 2006):
Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Preeklampsia berat dengan gejala-gejala impending eklampsia:
nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium,
nyeri kuadran kanan atas perut.
5. Manifestasi Klinis

Pada preeclampsia terjadi vasokonstriksi sehingga menimbulkan gangguan


metabolisme endorgan dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi
(nekrosis, perdarahan, edema). Perubahan patologi-anatomi akibat nekrosis,
edema dan perdarahan organ vital akan menambah beratnya manifestasi klinis
dari masing-masing organ vital. Ada beberapa perubahan fisiologis dan
patologis pada preeklampsia. Perubahan tersebut terjadi pada plasenta dan
uterus, ginjal, retina, paruparu, otak, dan pada metabolisme air dan elektrolit
(Wiknjosastro, 2007).
a. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat
endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular. Aliran darah dan pemakaian O2 tetap
dalam batas-batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak akan menurun
pada preeklampsia. Pada penyakit yang belum lanjut, ditemukan
edema-edema dan anemia pada korteks serebri. Pada keadaan
selanjutnya dapat ditemukan perdarahan.
b. Plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin
terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin
bahkan kematian karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus
dan

kepekaan

terhadap

perangsangan

sering

didapatkan

pada

preeklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.


c. Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah pada ginjal
menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang.
Kelainan pada ginjal yang penting ialah proteinuria dan mungkin sekali
juga dengan retensi garam dan air. Fungsi ginjal pada preeklampsia
tampaknya agak menurun bila dilihat dari bersihan asam urat, sehingga
konsentrasi asam urat plasma agaknya dapat meningkat, peningkatan ini
melebihi penurunan laju filtrasi glomerulus dan bersihan kreatinin yang
menyertai preeklampsia, seperti yang dilaporkan oleh Chelsey dan

Williams. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal,


sehingga menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria atau anuria. Preeklampsia juga dapat menurunkan ekskresi
kalsium urin karena meningkatnya reabsorbsi di tubulus.
d. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan
atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya
preeklampsia berat. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita
preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya
eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada
pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina.
e. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses
persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat
banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan
penurunan albumin yang diproduksi oleh hati. Edema paru merupakan
sebab utama kematian penderita preeklampsia dan eklampsia.
Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
f. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase
alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal
dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika. Nekrosis hemoragik periporta di bagian
perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati
didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur
hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom
subkapsular.

g. Metabolisme air dan elektrolit


Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang,

proses

sekresi

aldosteron

pun

terhambat

sehingga

menurunkan kadar aldosteron didalam darah. Pada ibu hamil dengan


preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini
terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah
jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer. Terjadi pergeseran
cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang
diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan
seiring bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang,
viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.
Oleh karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh
berkurang, dengan akibat hipoksia. Jumlah air dan natrium dalam badan
lebih banyak pada penderita preeklampsia daripada pada wanita hamil
biasa. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak
berubah.
6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan
eklampsia. Biasanya komplikasi yang tersebut di bawah ini terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia (Wiknjosastro, 2007).
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogen
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak
e. Kelainan mata
f. Edema paru
g. Nekrosis hati
h. HELLP syndrome
i. Kelainan ginjal
j. Komplikasi lain
7. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk kehamilan dengan

penyulit

preeklampsia adalah (Castro, 2004):


a. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia
b. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
janinya.
c. Melahirkan janin hidup
d. Pemulihan sempurna bagi kesehatan ibu.
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan
obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat
yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup di luar uterus. Penanganan preeklampsia berat
antara lain (Cunningham et al, 1997):
a. Rencana terapi pada penyulitnya yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
a. Segera masuk Rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
c. Infus ringer laktat atau ringer dextrose
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi
kejang
e. Pemberian antihipertensi, diberikan bila tekanan darah sistolik >
180 mmHg, diastolik >110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan : Hidralazin, labetalol, nifedipin, sodium nitroprusid,
diazoxide, metildopa, nitrogliserin, clonidin.
f. Pemberian diuretik bila ada indikasi edema, gagal jantung
kongestif, dan edema paru.
g. Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang
berlebihan.
h. Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan.
Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
Sebaiknya pengeluaran urin dinilai setiap jam. Tujuannya untuk
memelihara output urin 30 ml/jam, bila kurang dari 100 cc/4 jam
maka input cairan juga dikurangi.

i. Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaan EKG,


melengkapi laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik,
ginjal, hepar seperti darah rutin, studi koagulasi, elektrolit, asam
urat, fungsi hati, fungsi ginjal dan urinalisis. Pemeriksaan serial
sebaiknya dilakukan untuk menilai progresifitas penyakit.
j. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
k. Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap
jam.
b. Menentukan rencana sikap terhadap umur kehamilannya, terbagi
menjadi
1) Pengelolaan konservatif
Pengelolaan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan
bersamaan dengan terapi medikamentosa. Terdapat banyak
pendapat bahwa semua kasus preeklampsia berat harus ditangani
secara aktif, penanganan konservatif tidak dianjurkan. Indikasi
untuk melakukan pengelolaan konservatif adalah bila umur
kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda- tanda impending
eclampsia

dengan

dipertahankan

keadaan

selama

janin

mungkin

baik,

sambil

artinya

kehamilan

memberikan

terapi

medikamentosa. Perawatan tersebut terdiri dari:


a) Terapi

MgSO4:

Loading

dose:

MgSO4

disuntikan

intramuscular (IM). MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai


tanda Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam.
b) Terapi lain sama seperti terapi medikamentosa.
c) Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus
diterminasi.
d) Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan
MgSO4 20% 2 gr/IV dulu.

e) Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita


menunjukkan

tanda-tanda

preeklampsia

ringan

dengan

keadaan penderita tetap baik dan stabil.


2) Pengelolaan aktif
Bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapatkan terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Penanganan

aktif

meliputi

penanganan

umum,

terapi

medikamentosa dan pengelolaan obstetrik. Pengelolaan aktif


dilakukan dengan indikasi:
a) Indikasi ibu
(1) Bila kehamilan > 37 minggu
(2) Adanya tanda impending eklampsia
(3) Kegagalan terapi konservatif: Dalam waktu setelah 6 jam
dimulainya

terapi

medikamentosa

terjadi

kenaikan

desakan darah. Setelah 24 jam sejak dimulainya terapi


medikamentosa tidak ada perbaikan.
b) Indikasi janin
(1) Terjadi gawat janin
(2) Intrauterine Growth Retardation (IUGR)
(3) Indikasi lain: adanya sindrom HELLP
Pengelolaan Obstetrik
Sebelum melakukan pengakhiran kehamilan sebaiknya evaluasi
keadaan ibu dan janin. Keadaan ibu dan janin mempengaruhi cara
terminasi kehamilan. Cara terminasi kehamilan tergantung apakah
penderita sudah inpartu atau belum.
a) Belum inpartu
(1) Induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin, kateter
folley, prostaglandin
(2) Sectio caesaria bila:
i.
Tidak memenuhi syarat oksitosin drip atau kontra
ii.

indikasi oksitosin drip.


12 jam setelah dimulainya, oksitosin drip belum
masuk fase aktif

b) Inpartu

(1) Kala I
i.
Fase laten: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan
ii.

SC
Fase aktif: amniotomi, bila 6 jam dengan amniotomi

belum lahir dievaluasi HIS


(2) Kala II
Pada persalinan pervaginam, kala II dapat diberi
kesempatan partus spontan bila diperkirakan dengan
mengejan tidak terlampau kuat, janin dapat lahir. Bila
tidak, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi vakum atau
forsep.

Untuk

kehamilan

<

37

minggu,

bila

memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk


maturasi paru janin.
8. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan ANC yang teratur dan teliti
dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia serta pemeriksaan
pada janin untuk mencegah terjadinya risiko bayi yang dilahiran dengan
BBLR. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur,
namun pekerjaan sehari-hari dikurangi dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan. Untuk kehamilan > 37 minggu segera dilakukan
terminasi kehamilan (Wiknjosastro, 2007).
Preeklampsia Onset Dini dan Onset Lambat
Preeklampsia juga dibagi menjadi onset dini dan onset lambat.
Preeklampsia onset dini didefinisikan sebagai preeklampsia yang berkembang
sebelum minggu ke-34 pada kehamilan, sedangkan onset lambat terjadi pada
atau setelah minggu ke-34 (Raymond dan Peterson, 2011).
Perbedaan onset ini memiliki patofisiologis berbeda. Pada onset dini
preeklampsia sering dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal

dan maternal yang lebih tinggi, karena pada onset dini preeklampsia
ditemukan gangguan perfusi uteroplasenta (peningkatan resistensi aliran
uteroplasenta), sementara onset lambat preeklampsia sering dihubungkan
dengan faktor maternal seperti obesitas pada wanita hamil (Von Dadelszen et
al, 2003; Huppertz, 2008).
Onset dini dan onset lambat preeklampsia memiliki perbedaan etiologi
sehingga manifestasi klinisnya berbeda. Pada onset lambat preeklampsia
dihubungkan dengan pertumbuhan janin yang baik tanpa adanya tanda-tanda
gangguan pertumbuhan janin dengan gambaran velosimetri doppler arteri
uterina yang normal atau sedikit meningkat, dimana tidak terdapat gangguan
aliran darah umbilikus dan lebih beresiko pada wanita dengan plasenta yang
besar dan luas. Onset dini preeklampsia sering menimbulkan kasus dengan
klinis yang berat, yaitu dihubungkan dengan adanya invasi trofoblast yang
abnormal pada arteri spiralis sehingga menimbulkan perubahan aliran darah
di arteri subplasenta, peningkatan resistensi aliran darah dan arteri umbilikal
serta adanya tanda-tanda gangguan pertumbuhan janin (Ness dan Sibai,
2006).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB
POGI, FKUI. Jakarta.
Castro C. L. 2004. Chapter 15 Hypertensive Disorders of Pregnancy. In : Essential
of Obstetri and Gynecology. 4th Ed. Philadelphia : Elsivlersaunders. pp 200.
Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997.
Williams Obstetrics 20thPrentice-Hall International,Inc.
Duran-Reyes G, Gomes-Melendez MR, Morali De La Brena G, MrecadoPichardo E, Medina-Navarro R, Hicks-Gomez JJ. Nitric oxide synthesis
inhibition suppresses implantation and decreases CGMP concentration and
protein peroxidation. Life Sci. 1999;65:22592268.

Fisher SJ, McMaster M, Roberts M. The placenta in normal pregnancy and


preeclampsia. In: Chesleys Hypertensive Disorders in Pregnancy.
Amsterdam, the Netherlands: Academic Press, Elsevier; 2009.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman pengelolaan
hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Semarang : POGI. pp.1-28
Huppertz B. Placental origins of preeclampsia: challenging the current hypothesis.
Hypertension. 2008;51:970 975.
Maulidya ER. 2012. Sindrom HELLP, eklampsia, dan perdarahan intrakranial.
Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Ness RB, Sibai BM. Shared and disparate components of the pathophysiologies of
fetal growth restriction and preeclampsia. Am J Obstet Gynecol.
2006;195:4049.
Rachma N. 2008. Eklampsia : Preventif dan Rehabilitasi Medik Pre dan post
Partum, in Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta :
FK UNS, pp. 99
Raymond D, Peterson E. 2011. A critical review of early-onset and late-onset
preeclampsia. Obstetrical & Gynecological Survey. 66(8): pp 497-506.
Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kandungan. FK UI.
Jakarta.
Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet. 2005;365: 785799.
Sudhaberata K. 2001. Profil penderita preeklampsia-eklampsia di RSU Tarakan
Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan, RSU Tarakan, Kaltim.
http://www.tempo.co.id/medica/arsip/022001/art-2.htm
Sunaryo R. 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Preeklampsia-Eklampsia. In :
Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK UNS.
pp 14
Von Dadelszen P, Magee LA, Roberts JM. Subclassification of preeclampsia.
Hypertens Pregnancy. 2003;22:143148.

Wiknjosastro, H, dkk, editor. 2007. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu


Kebidanan. Edisi III, Cetakan Kesembilan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. pp.281-300

Anda mungkin juga menyukai