Oleh :
Ismi Aziz
NIM. 201901135
1.1 DEFINISI
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan
neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang
timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Cunningham, et al,
2007). Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran
darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah
adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif
4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian disertai
kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan preeclampsia menjadi
preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia
ringan dalam waktu yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat
(Cunningham, et al, 2007).
1.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi sebelum
kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau
berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan
rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.
1.3 ETIOLOGI
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan
kembar atau kehamilan mola.
Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di dalam
rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya
preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang
mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang
mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme, transudasi plasma, dan
sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003), penyebab potensial saat ini masuk
akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon inflamasi
dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).
1.3.1 Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling akibat invasi
endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal ini menimbulkan
degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi dan distensi (Gambar 2.1).
Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna dan tidak terjadi invasi
sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah
desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas.
Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan
untuk mengalami distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri
spiralis mengalami vasokonstriksi relative. Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan
bahwa keparahan defek invasi trofoblas pada arteri spiralis berkaitan dengan keparahan
hipertensi (Cunningham, et al, 2007).
Gambar 2.1 Implantasi plasenta yang normal
menunjukkan adanya proliferasi trofoblas
extravili, membentuk saluran di bawah villi
yang melekat. Trofoblas extravillous
menginvasi desidua dan masuk ke dalam
artei spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan
pada endotel dan dinding otot pembuluh
darah sehingga pembuluh darah melebar
(Cunningham, et al, 2007)
Gambar 2.2 Prerbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan preeclampsia. Tampak
pada gambar bahwa pada preeclampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis
relative menjadi lebih konstriksi. (Cunningham, et al, 2007)
De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari sisi
implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka menemukan
bahwa perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan endotel, insudasi
plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis medial.
Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di dalam sel-sel miointima kemudian
di dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid bersama sel inflamasi lainnya
di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis. Biasanya, pembuluh darah yang terkena
atherosis akan berkembang menjadi aneurisma dan seringkali berkaitan dengan arteriola
spiralis yang gagal untuk melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh
atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi
plasenta menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (Cunningham, et al,
2007)
1.5 PATOFISIOLOGI
Preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi gram dan air.
Pada biopsy ginjal ditemukan spasme yang hebat pada arteriola glomerulus. Pada
beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh
sel darah merah. Jadi, jika semua arterida dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah dengan sendirinya akan naik, sebagai usaha untuk menangani kenaikan
tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Sedangkan kenaikan berat bdan
dan edema yang disebabkan penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial
belum belum diketahui sebabnya, ada yang mengatakan disesbabkan oleh retensial air
dan gram. Proteinuria mungkin disebebkan oleh spasme arteriola, sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus (mitayani, 2011).
Berdasarkan perjalanan teori 2 tahap, preeklamsia dibagi menjadi 2 tahap penyakit
tergantung gejala yang timbul. Tahap pertama bersifat asimtomatik (tanpa gejala), dengan
karakteristik perkembangan abnormal plasenta pada trimester pertama. Perkembanagn
abnormal plasenta terutama proses angiogenesis mengakibatkan insufisiensi plasenta
dan terlepasnya material plasenta memasuki sirkulasi ibu. Terlepasnya material plasenta
memicu gambaran klinis tahap 2, yaitu tahap sistomatik (timbul gejala) pada tahap ini
berkembang gejala hipertensi, gangguan renal, dan proteinuria, serta potensi terjadinya
sindrom HELLP, eklamsia dan kerusakan organ lainnya.
1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia antara
lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes and
Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP
merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya
enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome
dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya
yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat
serangan kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan
dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
BAB 2
PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan
berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai,
muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia
berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola Aktivitas
a. Aktivitas
Gejala : Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat
badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-.
Tanda : Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka
b. Sirkulasi
Gejala : Biasanya terjadi penurunan oksegen.
c. Abdomen
Gejala :
Inspeksi : Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, apakah
adanya sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
Palpasi :
Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba
massa besar, lunak, noduler
Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di
sebelah kanan.
Leopold III : Biasanya teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV : Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk pintu atas
panggul
Auskultasi : Biasanya terdengar BJA 142 x/1’ regular
d. Eliminasi
Gejala : Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
e. Makanan / cairan
Gejala : Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan , muntah-
muntah
Tanda : Biasanya nyeri epigastrium,
f. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut.
Tanda : Cemas.
g. Neurosensori
Gejala : Biasanya terjadi hipertensi
Tanda : Biasanya terjadi kejang atau koma
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan
penglihatan.
Tanda : Biasanya klien gelisah,
i. Pernafasan
Gejala : Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing, sonor
Tanda : Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak.
j. Keamanan
Gejala : Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
k. Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress. Selain
itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg atau
peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan biasa
(base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan
untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan atau tekanan
darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid
biasanya > 7 mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
f) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.
Kolaborasi :
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
Edukasi
Kolaborasi :
Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi 4.
Jakarta: EGC
Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.