Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan (WHO, 2002;
Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian
terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan dan infeksi (Miller, 2007). Dahulu preeklamsi
terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan edema, namun pada saat ini NHBPE (National
High Blood Pressure Education Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema
sebagai kriteria diagnostik pada preeklamsi karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan
normal.
Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan nullipara. Namun
frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan berusia di atas 35 tahun. Juga
preeklamsi sering terjadi pada anak perempuan dari ayah yang memiliki genotip untuk
timbulnya preeklamsi (Chappel dan Morgan, 2006).

B. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami Konsep preeklamsia dan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan preeklamsia
2) Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu memahami pengertian preeklamsia
b) Mahasiswa mampu memahami etiologi preeklampsia
c) Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi kehamilan
d) Mahasiswa mampu memahami patofisiologi preeklampsia
e) Mahasiswa mampu memahami WOC preeklampsia
f) Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis preeklampsia
g) Mahasiswa mampu memahami pencegahan preeklampsia
h) Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan preeklampsia
i) Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang preeklampsia
j) Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan preeklampsia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan
neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat
bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
a) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
c) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
d) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
e) Edema paru dan sianosis.(Ilmu Kebidanan : 2005)

2
B. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori –
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi
terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
a) Spasmus arteriola
b) Retensi Na dan air
c) Koagulasi intravaskuler
d) Molahidatidosa
e) Diabetes melitus
f) Kehamilan ganda
g) Hidropfetalis
h) Obesitas
i) Umur yang lebih dari 35 tahun
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan
tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri
Patologi).
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang
menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali
sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).

3
C. ANATOMI FISIOLOGI
Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh wanita, khususnya pada alat
genetalia eksterna dan interna pada payudara (mammae). Dalam hal ini hormon estrogen dan
progesteron mempunyai peranan penting (Saifuddin, 2002).
a) Uterus

Berat uterus normal lebih kurang 30 gram. Pada akhir kehamilan (40 minggu) berat
uterus menjadi 1000 gram, dengan panjang lebih kurang 20 cm dan dinding lebih kurang 2,5
cm. Hubungan besarnya uterus dengan tuanya usia kehamilan sangat penting diketahui,
antara lain untuk membuat diagnosis apakah tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda, atau
mengalami hamil molahidatidosa dan sebagainya. Pada kehamilan 28 minggu fundus uteri
terletak kira-kira 3 jari di atas pusat atau sepertiga jarak antara pusat ke prosesus xipoideus.
Pada kehamilan 32 minggu fundus uteri terletak antara setengah jarak pusat dan prosesus
xipoideus. Pada kehamilan 36 minggu fundus uteri terletak kira-kira 1 jari dibawah prosesus
xipoideus. Bila pertumbuhan janin normal maka tinggi fundus uteri pada kehamilan 28
minggu sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27 cm, pada 36 minggu 30 cm. Pada kehamilan
40 minggu fundus uteri turun kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prosesus
xipoideus (Saifuddin, 2002).
Pada usia kehamilan 28 minggu fundus berada pada pertengahan antara pusat dan
xipoideus. Pada usia kehamilan 32-36 minggu fundus mencapai prosesus xipoideus. Payudara
penuh dan nyeri tak tertahan. Sering kencing kembali terjadi. Sekitar usia kehamilan 38
minggu bayi masuk dan turun kedalam panggul. Sakit punggung dan sering kencing
meningkat. Kontraksi Braxton Hicks meningkat (JHPIEGO Buku 2, 2003).

4
b) Serviks Uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon estrogen.
Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak
mengandung jaringan ikat, hanya 10% jaringan otot. Jaringan ikat pada serviks ini banyak
mengandung kolagen. Akibat kadar estrogen meningkat, dan dengan adanya
hipervaaskularisasi maka konstitensi serviks menjadi lunak. Kelenjar-kelenjar diserviks akan
berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang wanita yang
sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan pervaginam lebih banyak. Keadaan ini sampai
batas tertentu masih merupakan keadaan fisologik (Saifuddin, 2002).

c) Mammae
Mammae akan membesar dan tegang akibat hormon somatommatropin, estrogen dan
progesteron, akan tetapi belum mengeluarkan air susu. Estrogen menimbulkan hipertrofi
sistem saluran, sedangkan progesteron menambah sel-sel asinus pada mammae.
Somatomammotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus dan menimbulkan
perubahan dalam sel-sel, sehingga terjadi pembuatan kasein, laktalbumin dan laktoglobulin.
Dengan demikian mammae dipersiapkan untuk laktasi. Disamping itu, dibawah pengaruh
progesteron dan somatomammotropin, terbentuk lemak disekitar kelompok-kelompok
alveolus, sehingga mammae menjadi besar. Papilla mammae akan membesar, lebih tegak,
dan tampak lebih hitam (saifuddin, 2002).
Sampai bulan ketujuh payudara memproduksi sedikit kolostrum, yaitu cairan
kekuningan yang diminum bayi saat awal kehidupannya (Baby Guide, 2005). Selama
kehamilan, payudara bertambah besar, tegang dan berat. Dapat teraba noduli-noduli, akibat
hipertropi kelenjar alveoli bayangan vena-vena lebih membiru. Hyperpigemntasi pada puting

5
susu dan areola payudara. Kalau diperas keluar, air susu (kolastrum) berwarna kekuningan
(Sarwono ,2007).

d) Sirkulasi Darah
Volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25%, dengan puncaknya pada
kehamilan 32 minggu, diikuti curah jantung yang meningkat sebanyak ± 30%. Akibat
hemodilusi yang mulai jelas kelihatan pada kehamilan 4 bulan, ibu yang menderita penyakit
jantung dapat jatuh dalam keadaan dekompensasi kordis. (Sarwono , 2007:96)
Karena kebutuhan suplay darah meningkat pada ibu hamil, jantung bekerja keras
selama hamil. Akibat penimbunan cairan volume darah meningkat akibat pertumbuhan janin,
ini bisa membuat kaki menjadi bengkak, bahkan bisa menimbulkan varises (Baby Guide,
2005).
Cordiac output maternal meningkat sekitar 30-50% selama kehamilan. Cardiac output
tergantung pada posisi ibu dan menurun pada saat ibu berbaring telentang. Pada saat posisi
telentang, uterus yang membesar menekan vena cava inferior, mengurangi aliran balik vena
ke jantunga sehingga menurunkan cardiac output. Pada akhir kehamilan mungkin terjadi
hambatan yang besar pada vena cava inferior pada saat ibu berbaring telentang. Pengaruh ini
sangat besar pada kehamilan aterm. Antara 1-10% ibu hamil mengalami sindrom hipotensi
pada saat berbaring telentang dan mengalami penurunan tekanan darah serta gejala-gejala
seperti pusing, mual dan rasa ingin pingsan (JHPIEGO Buku 2, 2003).

e) Traktus Urinarius
Ibu hamil cenderung bolak-balik kamar kecil untuk buang air seni,tidak hanya terjadi
pada siang, malam pun juga terjadi. Ini terjadi pada awal trimester I dan akhir Trimester III
kehamilan. Penyebabnya adalah pembesaran rahim dan janin yang menekan kandung kemih
(Baby Guide, 2005).
Pada akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun kebawah pintu atas panggul,
keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung kencing mulai tertekan kembali
(Saifuddin, 2002).

6
f) Kulit
Perubahan hormon selama kehamilan bisa membuat perubahan pada kulit dan rambut.
Saat hamil rambut menjadi lebih berminyak atau sebaliknya lebih kering. Sedangkan
perubahaan kulit umumnya jika kulit ibu berminyak berubah menjadi kering, demikian
sebaliknya. Ini terjadi karena adanya perubahan hormon pada ibu hamil. Oleh karena itu ibu
hamil harus merawat dan menjaga kesehatan dan kecantikan tubuhnya (Baby Guide, 2005).

g) Sistem Respirasi
Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh tentang
rasa sesak nafas dan pendek nafas. Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu keatas oleh
karena usus-usus tertekan oleh uterus yang membesar ke arah diagframa, sehingga diagframa
kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat kira-kira 20%,
seorang wanita selalu bernafas lebih dalam, dan bagian bawah toraksnya juga melebar ke
bagian sisi bawah dari diafragma (Saifuddin, 2002).
Ketika perut mulai membesar, ibu agak sesak bernafas adalah hal yang biasa terjadi.
Untuk mencegahnya jangan lupa berdiri dan duduk dengan sikap tenang. Jika ingin berbaring
telentang, letakkan kepala dan bahu diatas sebuah bantal. Ini adalah efek dari rahim yang
membesar, paru-paru tertekan dan membuat ibu hamil sesak nafas dan cepat lelah (Baby
Guide, 2005).

D. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan
naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).

7
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon
terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
a) Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik
ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai
ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).

b) Metablisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia
dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam
serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).

8
c) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat
terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam).

d) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).

e) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat
janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.

f) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pneumonia atau abses
paru (Rustam).

9
E. WOC

Faktor predisposisi : primigravida hidromion gemelli, molahidatidosa, gestase, usia lebih dari
35 tahun , obesitas

Preeklamasi

Penurunaan tekanan Kerusakan vaskuler,


Vasospasme osmotik koloid penuruna n
plasma,syok
Hipertensi Penimbunan asam
laktat
MK : KETIDAKEFEKTIFAN
Gangguan
Oedema POLA NAFAS
Perfusi

MK : KELEBIHAN
Otak : nyeri kepala, VOLUME CAIRAN
penurunan kesadaran MK : INTOLERANSI
AKTIVITAS

MK : NYERI AKUT

MK : RESIKO CIDERA

10
F. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
a) Edem
b) Hipertensi
c) Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali.
Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan
diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan
diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat
preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau
pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang
dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu
6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
b) Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
c) Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
d) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
e) Nyeri epigastrum dan ikterus.
f) Trombositopenia.
g) Pertumbuhan janin terhambat.
h) Mual muntah
i) Nyeri epigastrium
j) Pusing
k) Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)

11
G. PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang
telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat
istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat
tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat
badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan
kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

H. PENATALAKSANAAN
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
b. Perawatan aktif , Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
a) Ibu
 Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
 Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan)
b) Janin
 Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
 Adanya tanda IUGR (janin terhambat)

12
c. Laboratorium
 Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia)
 Pengobatan mediastinal , Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
 Segera masuk rumah sakit.
 Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
 Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
 Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
 Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
 Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4
gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum
no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2%
yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
 Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu
dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak
melebihi 2-3 hari.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
 Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
diberikan IV dalam 3 menit.
 Refleks patella positif kuat.
 Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
 Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)

MgSO4 dihentikan bila :


 Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium
pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-
10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan >
15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

13
 Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
 Hentikan pemberian MgSO4
 Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit
 Berikan oksigen
 Lakukan pernapasan buatan
 MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi
perbaikan (normotensi).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi urin.
b) Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk
menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
c) Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.
d) Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma
serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
e) Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel
dankardiomegali.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
 Nama :
 Alamat :
 Umur : Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun
atau > 35 tahun
 Pekerjaan :
 Jenis Kelamin :
 No.MR :

2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama/Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien dengan preeklampsia mengeluh peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita sakit sama dengan
pasien?
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya Pasien degan preeklampsia pernah mengalami penyakit ginjal,
anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
 Riwayat kehamilan
Biasanya pasien dengan preeklampsia mempunyai riwayat kehamilan ganda,
mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia
atau eklamsia sebelumnya.

15
3. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum
Biasanya pasien dengan preeklampsia keadaan umum nya tampak lemah,
pusing.
 TTV
Suhu : Biasanya terjadi Peningkatan
Nadi : Biasanya terjadi peningkatan frekuensi nadi
RR : terjadi peningkatan
TD : terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien dengan preklampsia
 Aktivitas/istirahat
a. Keterbatasan rentang gerak
b. Perubahan massa atau tonus otot
 Integritas Ego
Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
 Makanan/cairan
a. Mual
b. Anoreksia
 Pernapasan
Sesak napas, batuk dan nyeri ketika bernapas

 Data Obyektif :
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
c) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
d) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (
jika refleks + )

16
4. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
b) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
c) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
d) USG ; untuk mengetahui keadaan janin

B. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Nyeri Akut b.d Agens cidera biologis (iskemia)
4. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
5. Resiko Cidera b.d hipoksia jaringan

17
C. INTERVENSI

DIAGNOSA NOC NIC


Ketidakefektifan pola  Respiratory status : Terapi Oksigen
nafas b.d sindrom Ventilation
1. bersihkan mulut,hidung,dan sekresi
hipoventilasi
 Respiratory status : trakea dengan tepat
Airway patency 2. batasi aktivitas merokok
3. pertahankan kepatenan jalan nafas
 Vital sign Status
4. siapkan peralatan oksigen dan
Indikator: berikan melalui sistem humidifier
5. berikan oksgen tambahan seperti
1. Tingkat pernafasan
yang diperintahkan
2. Irama pernafasan 6. monitor aliran oksigen
7. monitor posisi perangkat
3. Kedalaman Inspirasi
8. monitor kemampuan pasien untuk
4. Suara nafas mentolerir perangkatan oksigen
auskultasi ketika makan
9. amati tanda tanda hipoventilasi
5. Kepatenan jalan
induksi oksigen
nafas
10. monitor peralatan oksigen untuk
6. Volume tidal memastikan bahwa alat tersebut
tidak mengganggu upaya pasien
7. Saturasi oksigen
untuk bernafas
8. Disfungsi paru 11. sediakan oksigen ketika pasien
dibawa atau dipindahkan
9. Retrasi dinding dada
12. anjurkan pasien untuk mendapatkan
10. Suara nafas adventif oksigen tambahan sebelum

11. Sesak nafas perjalanan udara atau perjalanan ke


daratan tinggi dengan cara yang
12. Tanda Tanda vital tepat
dalam rentang 13. anjurkan pasien dan keluarga
normal mengenai penggunaan oksigen
dirumah

18
14. atur dan ajarkan pasien mengenai
penggunaan oksigen dirumah
15. rubah kepada pilihan peralatan
pemberian oksigen lainnya untuk
meningkatkan kenyamanan dengan
tepat
Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan


darah

3. Monitor VS saat pasien berbaring,


duduk, atau berdiri

4. Auskultasi TD pada kedua lengan


dan bandingkan

5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,


selama, dan setelah aktivitas

6. Monitor kualitas dari nadi

7. Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

8. Monitor suara paru

9. Monitor pola pernapasan abnormal

10. Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

11. Monitor sianosis perifer

12. Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)

19
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Terapi relaksasi
1. Gambarkan rasionalisasi dan
manfaat relaksasi sera jensi
relaksasi yang tersedia
2. Uji penurunan tingkat energi saat
ini ketidakmampuan untuk
konsentrasi atau gejala lain yang
mengiringi yang mungkin
mempengaruhi kemampuan kognisi
untuk befokus pada teknik relaksasi
3. Tentukan apakah ada intervensi
relaksasi yang sudah diberikan
manfaat
4. Petimbangkan keingin individu
untuk berpatisipasi , pilihan,
pengalaman masa lalu dan
konraindikasi sebelum memilih
strategi relaksasi tertentu
5. Ciptakan lingkungan yang tenag
dan tanpa distraksi dengan lampu
yang redup dan suhu lingkungan
yang nyaman, jika memungkinkan
6. Dorong klien untuk mengambil
posisi yang nyaman dengan pakaina
longgar dan mata tertutup
7. Spesifikan isi intervensi relaksasi
8. Dapatakan perilaku yang
menunjukan terjadi
relaksasi,misalnya bernafas
dalam,menguap,pernafasan
perut,atayu bayangan yang

20
menenangkan
9. Minta klien untuk rileks dan
merasakan sensasi yang terjadi
10. Gunakan suara yang lembut dengan
irama yang lambat untuk setiap kata
11. Tunjukana dan praktikan teknik
relaksasi pada klien
12. ]dorong klien untuk mengulang
praktek teknik relaksasi,jika
memungkinkan
13. Antisipasi penggunan relaksasi
14. Berikan informasi tertulis mengenai
persiapan keterlibatan didadalam
tenik relaksasi
15. Dorong pengulangan teknik
praktik-praktik tertentu secara
berkala
16. Berikan waktu yang tidak
terganggu karena mungkin saja
klien tertidur
17. Dorong knotrol sendiri ketika
relaksasi dilakukan
18. Kembangkan kaset teknik relaksasi
untuk digunakan individu dengan
tepat

pengaturan posisi
aktivitas :
1. tempatkan pasien diatas matras
atau tempat tidur teraupetik
2. berikan matras yang lembut
3. dorong pasien untuk terlibat dalam
perubahan posisi
4. monitor status oksigen

21
5. berikan obat sebelum membalikkan
badan pasien dengan tepat
6. masukkan posisi tidur yang
diinginkan kedalam rencana
keperawatan jika tidak ada
kontraindiksi
7. impbilisasi atau sokong bagian
tubuh yang terkena dampak
8. tinggikan bagian tubuh yang
terkena dampak
9. dorong latihan ROM aktif dan pasif
10. sokong leher pasien dengan tepat
jangan tempatkan paien pada posisi
yang meningkatkan nyer
Intoleransi aktivitas b.d NOC: Terapi Aktivitas
ketidakseimbangan  Toleransi aktivitas Aktivitas:
antara suplai dan 1. Observasi adanya pembatasan klien
Indikator:
kebutuhan oksigen dalam melakukan aktivitas
1. Saturasi oksigen
2. Kaji adanya faktor yang
dengan aktivitas
menyebabkan kelelahan monitor
2. Tingkat pernafasan
nutrisi dan sumber energi yang
dengan aktivita
adekuat
3. Denyut nadi dengan
3. Monitor pasien akan adanya
aktivitas
kelelahan fisik dan emosi secara
4. Kemudahan
berlebihan
beraktivitas
4. Monitor respon kardiovaskuler
5. Tekanan darah
terhadap aktivitas (takikardi,
sistolik dengan
disritmia, sesak nafas, diaporasis,
aktivitas
pucat, perubahan hermodinamik)
6. Kekuatan tubuh
5. Monitor pola tidur dan lamanya
bagian atas
tidur atau intirahat pasien
7. Kekuatan tubuh
6. Kolaborasikan dengan tenaga
bagian bawah
rehabilitasi medik dalam

22
 Daya tahan merencanakan program terapi yang
1. Aktivitas fisik tepat
2. Konsentrasi 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi
3. Katahanan otot aktivitas yang mampu dilakukan
4. Pemulihan energi 8. Bantu untuk memilih aktivitas
setelah istirahat konsisten yang sesuai dengan
5. Kadar oksigen darah kemampuan fisik, psikologis, dan
saat beraktivitas sosial
6. Kelelahan Kelesuan 9. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
Keletihan
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
10. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
11. Bantu untuk mengidenyifikasi
aktivitas yang disukai
12. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
13. Bantu pasien atau keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
14. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
15. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
16. Monitor respon fisik, emosi, sosial,
dan spiritual

Vital Sign Monitoring


Aktivitas Keperawatan :
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
2. Catat adanya fluktuasi tekanan

23
darah.
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri.
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan.
5. Monitor TD, nadi, RR sebelum dan
setelah aktivitas.
6. Monitor kualitas dari nadi.
7. Monitor adanya pulsus paradoksus.
8. Monitor adanya pulsus alterans.
9. Monitor jumlah dan irama jantung.
10. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan.
11. Monitor suara paru.
12. Monitor pola pernafasan abnormal.
13. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit.
14. Monitor sianosis perifer.
15. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik).
16. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
Nyeri Akut b.d Agens  Kontrol nyeri (pain Pain Management
cidera biologis control) 1. melakukan assement komprehensif
(iskemia) sakit untuk memasukkan lokasi,
Indikator:
karakteristik, onset / durasi,
1. mengakui timbulnya
frekuensi, kualitas, intensitas atau
nyeri.
keparahan nyeri, dan faktor
2. menjelaskan faktor pencetus.
penyebab.
2. mengamati isyarat nonverbal dari
3. menggunakan buku ketidaknyamanan, terutama pada
harian untuk mereka tidak dapat berkomunikasi

24
memantau gejala dari secara efektif.
waktu ke waktu.
3. menjamin perawatan pasien
4. menggunakan analgesik penuh perhatian.
langkah-langkah
4. penggunaan terapi berkomunikasi
pencegahan.
strategi untuk mengakui
5. menggunakan pengalaman rasa sakit dan
langkah-langkah menyampaikan penerimaan respon
bantuan non- pasien untuk rasa sakit.
analgesik.
5. mengeksplorasi pasien pengetahuan
6. menggunakan dan keyakinan tentang rasa sakit.
alnalgesic seperti
6. Pertimbangkan pengaruh budaya
yang
pada respon nyeri.
direkomendasikan.
7. menentukan dampak dari
7. laporan perubahan
pengalaman nyeri terhadap kualitas
gejala sakit untuk
hidup (mis: tidur, nafsu makan,
profesional
aktivitas, kognisi, suasana hati,
kesehatan.
hubungan, kinerja pekerjaan, dan
8. Laporan gejala yang peran tanggung jawab)
tidak terkontrol untuk
8. menjelajahi dengan pasien faktor-
profesional
faktor yang meningkatkan /
kesehatan.
memperburuk rasa sakit.
9. menggunakan
9. mengevaluasi pengalaman masa
sumber daya yang
lalu dengan rasa sakit untuk
tersedia.
memasukkan sejarah individu atau
10. mengakui gejala keluarga dari sakit kronis atau cacat
terkait nyeri. yang disebabkan, yang sesuai.

11. laporan nyeri 10. mengevaluasi, dengan pasien dan


terkontrol. tim kesehatan, efektivitas tindakan
pengendalian nyeri masa lalu yang

25
 Tingkat nyeri (pain telah digunakan.
level)
11. membantu pasien dan keluarga
Indikator: untuk mencari dan memberikan
1. melaporkan nyeri. dukungan.

2. panjang episode 12. memanfaatkan metode Evaluasi


nyeri. sesuai dengan tahapan
perkembangan yang
3. menggosok daerah
memungkinkan untuk pemantauan
effcted.ekspresi
perubahan rasa sakit dan yang akan
mengerang kesakitan.
membantu dalam mengidentifikasi
4. restlessness. faktor-faktor pencetus yang
sebenarnya dan potensial (mis:
5. agiatation.
diagram alir, catatan harian)
6. mudah marah.
13. menentukan frekuensi yang
7. meringis. diperlukan untuk membuat
penilaian kenyamanan pasien dan
8. robek.
melaksanakan pemantauan rencana.
9. diaforesis.
14. memberikan informasi tentang rasa
10. mondar-mandir. sakit, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan
11. menyempit fokus.
diantisipasi ketidaknyamanan dari
12. ketegangan otot. Prosedur dasar.

13. kehilangan nafsu 15. control faktor lingkungan yang


makan. mungkin mempengaruhi pasien
respon ketidaknyamanan (mis: suhu
14. neusea.
kamar, pencahayaan, kebisingan)
15. makanan intoleransi.
16. mengurangi atau menghilangkan
faktor-faktor yang memicu atau
meningkatkan pengalaman nyeri
(misalnya: ketakutan, kelelahan,

26
monoton, dan kurangnya
pengetahuan)

17. mempertimbangkan pasien


kesediaan untuk berpartisipasi,
kemampuan untuk berpartisipasi,
preferensi, dukungan signifikan
lainnya untuk metode, dan
kontraindikasi ketika memilih
strategi nyeri.

18. pilih dan menerapkan berbagai


ukuran (mis: farmakologis,
nonfarmakologi, interpersonal)
untuk memfasilitasi penghilang rasa
sakit, yang sesuai.

19. prinsip-prinsip mengajar


manajemen nyeri.

20. mempertimbangkan jenis dan


sumber rasa sakit ketika memilih
strategi nyeri.

21. mendorong pasien untuk memantau


nyeri sendiri dan untuk campur
tangan tepat.

22. mengajarkan penggunaan teknik


nonfarmakologi.

23. mengeksplorasi pasien penggunaan


saat metode farmakologikal nyeri.

24. mengajarkan tentang metode


farmakologis nyeri.

25. mendorong pasien untuk

27
menggunakan obat penghilang rasa
sakit yang memadai.

26. berkolaborasi dengan pasien,


penting lainnya, dan profesional
kesehatan lainnya untuk memilih
dan menerapkan nonfarmakologis
ukuran nyeri, yang sesuai.

27. memberikan orang nyeri yang


optimal dengan analgesik yang
ditentukan.

28. menerapkan penggunaan pasien


dikendalikan analgesik (PCA), jika
sesuai.

29. penggunaan kontrol nyeri ukuran


sebelum nyeri menjadi parah.

30. mengobati sebelum suatu kegiatan


untuk meningkatkan partisipasi,
tetapi mengevaluasi bahaya sedasi.

31. menjamin analgesia pretreatment


dan / atau nonpharmacologis
strategi sebelum prosedur yang
menyakitkan.

32. memverifikasi tingkat


ketidaknyamanan dengan pasien,
perhatikan perubahan dalam rekam
medis, menginformasikan
profesional kesehatan lainnya yang
bekerja dengan pasien.

33. mengevaluasi effectivitas dari

28
ukuran kontrol nyeri digunakan
melalui penilaian berkelanjutan dari
pengalaman rasa sakit.

34. Lembaga dan memodifikasi kontrol


nyeri ukuran atas dasar respon
pasien.

35. mempromosikan memadai istirahat


/ tidur untuk memfasilitasi nyeri.

36. mendorong pasien untuk membahas


/ pengalamannya rasa sakitnya,
yang sesuai.

37. memberitahu dokter jika langkah-


langkah tidak berhasil atau jika saat
ini mengeluh adalah perubahan
yang signifikan dari pasien
pengalaman masa lalu sakit.

38. menginformasikan anggota


profesional perawatan kesehatan /
keluarga lain dari strategi
nonfarmakologis yang digunakan
oleh pasien untuk mendorong
pendekatan preventif untuk
manajemen nyeri.

39. menggunakan pendekatan


multidisiplin untuk manajemen
nyeri, saat yang tepat.

40. pertimbangkan rujukan kepada


pasien, keluarga, dan lain-lain yang
signifikan untuk mendukung
kelompok-kelompok, dan sumber

29
daya lainnya, yang sesuai.

41. memberikan informasi yang akurat


untuk mempromosikan
pengetahuan keluarga dan respon
terhadap pengalaman rasa sakit.

42. incorporate keluarga di modalitas


nyeri, jika memungkinkan.

43. Monitor pasien kepuasan dengan


manajemen nyeri pada selang
waktu tertentu.

Analgesic Administration
1. menentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum mengobati
pasien.

2. cek perintah medis untuk obat,


dosis, dan frekuensi analgesik yang
diresepkan.

3. sejarah cek untuk alergi obat.

4. mengevaluasi kemampuan pasien


untuk berpartisipasi dalam
pemilihan analgesik, rute, dan
dosis, dan melibatkan pasien, yang
sesuai.

5. memilih analgesik atau kombinasi


analgesik yang tepat ketika lebih
dari satu yang diresepkan.

6. menentukan pilihan analgesik

30
(narkotik, non narkotika, atau
NSAID), berdasarkan jenis dan
tingkat keparahan nyeri.

7. menentukan analgesik pilihan, rute


pemberian, dan dosis untuk
mencapai analgesik yang optimal.

8. memilih rute IV, bukan IM, untuk


sering nyeri injeksi obat, bila
memungkinkan.

9. keluar narkotika dan obat-obatan


terlarang lainnya, sesuai dengan
protokol lembaga.

10. Monitor tanda vital sebelum dan


setelah pemberian analgesik
narkotika dengan dosis pertama
kalinya atau tanda yang tidak biasa
dicatat.

11. hadir untuk menghibur kebutuhan


dan kegiatan lain yang membantu
relaksasi untuk memfasilitasi
respon terhadap analgesia.

12. analgesik kelola, sekitar jam untuk


mencegah puncak dan palung
analgesia, especilly dengan nyeri
severa.

13. mengatur harapan positif mengenai


efektivitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien.

14. analgesik kelola adjuvant dan / atau

31
obat bila diperlukan untuk
mempotensiasi analgesia.

15. mempertimbangkan penggunaan


infus terus menerus, baik sendiri
atau dalam conjuction dengan
opioid bolus, untuk
mempertahankan tingkat serum.

16. Tindakan pengamanan lembaga


untuk mereka yang menerima
analgesik narkotika, yang sesuai.

17. menginstruksikan untuk meminta


obat nyeri PRN sebelum sakit
parah.

18. menginformasikan individu yang


dengan pemberian narkotika,
mengantuk kadang-kadang terjadi
selama 2 sampai 3 hari dan
kemudian mereda.

19. kesalahpahaman yang benar / mitos


pasien atau anggota keluarga dapat
memegang mengenai analgesik,
khususnya opioid (mis: kecanduan
dan risiko overdosis).

20. mengevaluasi efektivitas analgesik


pada interval yang sering rutin
setelah setiap administrasi, tetapi
terutama setelah dosis awal juga
mengamati untuk tanda dan gejala
efek tak diinginkan (misalnya:
depresi pernapasan, neusea dan

32
muntah, mulut kering, dan
sembelit).
Tanggapan

21. dokumen untuk analgesik dan efek


tak diinginkan.

22. mengevaluasi dan tingkat dokumen


sedasi untuk pasien yang menerima
opioid.

23. melaksanakan tindakan untuk


mengurangi efek tak diinginkan
analgesik (mis: sembelit dan iritasi
lambung).

24. berkolaborasi dengan phisycian jika


obat, rute dosis pemberian, atau
selang waktu perubahan
ditunjukkan, membuat rekomendasi
spesifik berdasarkan prinsip
equianalgesic.

25. mengajar tentang penggunaan


analgesik, strategi untuk
mengurangi efek samping, dan
harapan untuk keterlibatan dalam
keputusan tentang nyeri.

Kelebihan volume  Keseimbangan  Pemantauan elektrolit


cairan b.d gangguan elektrolit asam 1. Pantau tingkat serum elektrolit
mekanisme regulasi dan basa dengan 2. Pantau keseimbangan asam basa
indikator : 3. Catat kekuatan otot
a. Nadi (60-100 kali 4. Pantau tanda dan gejala
per menit) hiperkalemia, bradikardi, takikardi,
b. Irama jantung dan kelemahan

33
reguler 5. Pantau tanda dan gejala depresi
c. Natrium serum pernafasan
(135-153 mEq/L) 6. Monitor warna urin
d. Kalium serum 7. Berikan dialisi sesuai respon klien
(8,1-10,4 mg/dl)
e. Kreatinin (0,6-1,1 Manajemen Cairan
mg/dl) 1. Hitung haluaran
f. Kekuatan otot 2. Pertahankan intake yang adekuat
baik 3. Pasang kateter urine
g. gatal – gatal tidak 4. Monitor status hidrasi (seperti
ditemukan tambahan mukosa)
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
7. Timbang berat badan
8. Monitor status nutrisi
9. Memberikan hypnotherapy dan
penkes tentang pembatasan cairan

Manajemen elektrolit :
hipernatremia
1. Mengambil specimen labor untuk
analisis perubahan kadar sodium
serum (mis: serum dan serum urin,
serum dan kadar klorida urin,
osmolalitas urin dan berat jenis
urin)
2. Monitor indikasi dehidrasi
3. Pantau kehilangan cairan yang
tidak terlihat
4. Pantau fungsi ginjal
5. Pantau intake dan output
6. Pantau BB setiap hari
7. Monitor TTV

34
8. Berikan perawatan mulut
9. Monitor efek samping akibat
hipernatremia berkelanjutan
(seperti : edema serebral)
10. Pantau indikasi kelebihan/
kekurangan cairan
11. Pantau status hemodinamik
12. Anjurkan pemberian dyuretik
bersamaan dengan cairan
hipertonik untuk hipernatremia
dengan komplikasi hipovolemia
jika diindikasikan
13. Pertahankan integritas kulit
14. Berikan pembatasan sodium
15. Hindari pemberian intake medikasi
sodium yang tinggi
16. Instruksikan penggunaan pengganti
garam yang tepat jika perlu
17. Pantau hasil labor yang berkaitan
dengan hipernatremia
18. Monitor manifestasi kardiak
terhadap hipernatremia

Resiko Cidera b.d  Perilaku Keamanan Manajemen Lingkungan:


hipoksia jaringan Pribadi Keselamatan
Aktivitas-aktivitas:
1. Menggunakan alat
1. Identifikasi kebutuhan keamanan
dengan benar
pasien berdasarkan fungsi fisik dan
2. Menggunakan kognitif serta riwayat perilaku di
strategi untuk masa lalu
mencegah
2. Identifikasi hal-hal yang
kontaminasi
membahayakan di lingkungan
lingkungan
(misalnya, bahaya fisik, biologi dan

35
3. Menggunakan alat kimiawi)
pelindung selama
3. Singkirkan bahan berbahaya dari
kegiatan berisiko
lingkungan jika diperlukan
tinggi
4. Modifikasi lingkungan untuk
4. Mengikuti
meminimalkan bahan berbahaya
pencegahan
dan beresiko
pengobatan
5. Sediakan alat untuk beradaptasi
5. Menghindari perilaku
(misalnya, kursi untuk pijakan dan
berisiko tinggi
pegengan tangan)

6. Gunakan peralatan perlindungan


(misalnya, pengekangan, pegangan
pada sisi, kunci pintu, pagar dan
gerbang) untuk membatasi
mobilitas fisik atau akses pada
situasi yang membahayakan

7. Beritahukan kepada lembaga yang


berwenang untuk melakukan
perlindungan lingkungan
(misalnyan, dinas kesehatan,
pelayanan lingkungan, badan
lingkungan hidup dan polisi)

8. Siapkan nomor telepon emergensi


untuk pasien (misalnya, nomor
polisi, dinas kesehatan local, dan
pusat control racun)

9. Monitor lingkungan terhadap


terjadinya perubahan status
keselamatan

10. Bantu pasien saat melakukan

36
perpindahan ke lingkungan yang
lebih aman (misalnya, rujukan
untuk mempunyai asisten rumah
tangga)

11. Inisiasi dan atau lakukan program


akrining terhadap bahan yang
membahayakan lingkungan
(misalnya, logam berat dan radon)

12. Edukasi individu dan kelompok


yang berisiko tinggi terhadap bahan
berbahaya yang ada dilingkungan

13. Kolaborasikan dengan lembaga lain


untuk meningkatkan keselamatan
lingkungan (misalnya, dinas
kesehatan, polisi dan badan
perlindungan lingkungan)

37
38
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori –
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi
terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
a) Spasmus arteriola
b) Retensi Na dan air
c) Koagulasi intravaskuler
d) Molahidatidosa
e) Diabetes melitus
f) Kehamilan ganda
g) Hidropfetalis
h) Obesitas
i) Umur yang lebih dari 35 tahun

39
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta

Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :


Jakarta Pusat

http://merawatdansehat.blogspot.com/2011/03/askep-preeklampsia-berat.html

40

Anda mungkin juga menyukai