EKLAMPSIA
DISUSUN OLEH:
NIM. P17321195008
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2019
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua,
persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma,
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeclampsia
(hipertensi, edemA, proteinuri). (Wirjoatmodjo, 2010).
Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu
kondisi yang dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan,
menyebabkan kejang dan koma. (kamus istilah medis, 2011).
Eklamsi adalah penyakit akut dengan kejang dan demam, pada
wanita hamil dan wanita dalam nifas, disertai dengan hipertensi, odema,
proteinuria. (obstetrik patologi, 2014).
2. Etiologi
Etiologi dan patogenesis Pre-eklampsia dan Eklampsia saat ini
masih belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi,
itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada
saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat menerangkan
terjadinya Pre-eklampsia adalah sebagai berikut:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih
sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara
imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat
diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing,. dan rahim
tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi
modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi.Pada eklamsia
terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang
tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai
sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan
aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin
vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga
menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen
yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal
bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan.
Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak.
Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain
dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel.Pada eklamsia
sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta
dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja
pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel,
sehingga radikal bebas merusak sel Pada eklamsia kadar lemak lebih
tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas
menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan
kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak
atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan
peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel
tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel
pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada
glumerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis“. Gambaran
kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti
adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin
dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin.
Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme
yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh.
Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan
pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin),
tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan
sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah
karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 2 - 21⁄2 gram per hari. Bila
terjadi kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium
yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot
sehingga menimbulkan sebagai berikut : dengan dikeluarkannya
kalsium dari otot dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan
kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya
strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium
dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi
sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
3. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga
berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan
resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan
peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar
pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor
yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan
ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron.
Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air
dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi
aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi
yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
4. Klasifikasi
a) Berdasarkan waktu terjadinya, eksklampsia dapt dibagi:
1. Eklampsia gravidarum
a. Kejadian 50% sampai 60%
b. Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklampsia parturientum
a. Kejadian sekitar 30% sampai 35%
b. Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat
mulai inpartu
3. Eklampsia puerperium
a. Kejadian jarang yaitu 10%
b. Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.
b) Manifestasi Klinis
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu:
kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat,
meliputi :
1. Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30 – 35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
(pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar
ke kanan dan ke kiri.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira – kira 20 – 30 detik.
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang – ulang dalam waktu yang cepat,
mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat
tergigit.Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.Setelah
berlangsung 1 -2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak
sadar, menarik nafas, seperti mendengkur. 4. Stadium koma. Lamanya
ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam – jam.Kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam
keadaan koma.
5. Penatalaksanaan
1. Penanganan Kejang :
a. Beri obat anti konvulsan
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka,sedotan,
masker O2 & tabung O2)
c. Lindungi pasien dengan keadaan trauma
d. Aspirasi mulut dan tonggorokkan
e. Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi
resiko aspirasi
f. Beri oksigen 4-6 liter / menit
2. Penanganan Umum :
a. Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai
tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
b. Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric
e. Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam
f. Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam
g. Pantau kemungkinan oedema paru
h. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
i. Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam
j. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada
oedema paru hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic
k. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside
l. Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%,
selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml
lignokain 2% (dalam setopril yang sama) pasien akan merasa agar
panas sewaktu pemberian MgSO4
m. Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m
setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan
atau kejang terakhir
n. Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal
16 / menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml / jam dalam 4 jam
terakhir
o. Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan abnormal.
p. Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator.
q. Beri kalsium glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-
lahan sampai pernafasan mulai lagi.
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
2. Pemeriksaan fisik
a) Mata : Konjungtiva pucat menandakan anemia
pada ibu yang akan mempengaruhi
kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan,
sklera ikterus perlu dicurigai ibu mengidap
hepatitis. (Romauli, 2011).
b) Mulut : Bibir pucat tanda ibu anemia, bibir kering
tanda dehidrasi, sariawan tanda ibu kurang
vitamin C. Karies gigi menandakan ibu
kekurangan kalsium. Saat hamil terjadi
karies yang berkaitan dengan emesis,
hyperemesis gravidarum (Romauli, 2011).
c) Leher : Adanya pembesaran kelenjar tyroid
menandakan ibu kekurangan iodium,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kretinisme pada bayi dan bendungan vena
jugularis/tidak. (Romauli, 2011).
d) Dada : Mengetahui ada tidaknya benjolan atau
massa pada payudara. Memeriksa bentuk,
ukuran, simetris atau tidak. Putting susu
pada payudara menonjol, datar atau masuk
ke dalam
e) Panggul : Distansia spinarum : normal 24-26 cm,
Distansia kristarum : normal 28-30 cm,
Boudelouge normal ± 18 cm, Lingkar
panggul : normal 80-100 cm.
f) Ekstremitas atas dan bawah
Adanya varises sering terjadi karna kehamilan berulang dan
bersifat herediter, edem tungkai sebagai tanda kemungkinan
terjadinya preeklamsi, bendungan kepala sudah masuk PAP
dan tekanan pada kava inverior
3. Pemeriksaan khusus
a. Abdomen
1. Palpasi
D. PENATALAKSANAAN
1. Beritahu keluarga hasil pemeriksaan ibu saat ini.
2. Kolaborasi dengan dokter SP,OG untuk pemberiam terapi
selanjutnya. Kolaborasi telah dilakukan dan dokter memberikan
instruksi agar pasien diberi 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml
intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8 g IM dan sediakan
kalsium glukonase 1 g dalam 10 ml sebagai antidotum, pasang
infus dekstran 5% dengan tetesan 20 tetes/menit, pasien telah
diberi terapi oleh bidan sesuai instruksi dari dokter Sp,OG.
3. Pasang dauer kateter untuk mnegetahui diuresis dan untuk
menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif, dauer
kateter telah terpasang, dan langsung dilakukan pemeriksaan
protein urin dengan hasil (++++).
4. Anjurkan keluarga untuk membantu mengatur posisi ibu dengan
kaki sedikit lebih tinggi dari pada kepala untuk mengeluarkan
lendir yang menghambat jala nafas ibu dan selanjutnya posisikan
miring kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan rasa pegal
pada ibu, keluarga telah mengerti dan mampu melaksanakannya.
5. Pantau perkembangan yang adekuat dan ukur keseimbangan cairan,
katerisasi urine, observasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan DJJ
30 menit, suhu, reflek setiap jam agar tidak terjadi kejang berulang.
Pantauan telah dilakaukan bidan.
Gambar 2.2. Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan Sistem Pendokumentasian SOAP
C. REFRENSI
Carpenito, Lynda Jual. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Corwin Elizabet, J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 9. Jakarta :
EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapis Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia.
Marilyn E, Doengoes. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
EGC.