A (82 Tahun)
Disusun Oleh :
SARJANA KEPERAWATAN
2019/2020
1
KATA PENGANTAR
Harapan kami semoga hasil yang telah dicapai dalam makalah ini dapat
bermanfaat.Untuk penyempurnaan penulisan, diharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan selanjutnya.
Penyusun
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung kongestif adalah
kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural ataupun fungsional
jantung yang menyebabkan gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan
ejeksi darah ke seluruh tubuh (AHA, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO, 2012), penyakit
kardiovaskular akan menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di seluruh
dunia.kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal
jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki.
Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak
diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50%
akan meninggal dalam tahun pertama. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien
dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung, merepresentasikan
5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana
perawatan kesehatan nasional di negara tersebut. Sekitar 4,7 juta orang
menderita gagal jantung di Amerika (1,5-2% dari total populasi), dengan
tingkat insiden 550.000 kasus per tahun.
Di Indonesia, penyakit gagal jantung kongestif telah menjadi
pembunuh nomor satu. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun
ke tahun semakin meningkat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2013), provinsi dengan prevalensi terbanyak pada penyakit jantung koroner
pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter ialah Provinsi Nusa
Tenggara Timur (4,4%). Kemudian disusul oleh Sulawesi Tengah (3,8%)
dan Sulawesi Selatan (2,9).
Pasien dengan gagal jantung kongesti pelayanan yang komprehensif
holistic dan paripurna. Perawat merupakan orang pertama yang berinteraksi
dengan pasien dan bertanggung jawab untuk mengidentifikasi masalah dan
memberikan tindakan dengan tetap memandang manusia holistic baik fisik,
psikologis, sosial dan spiritual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan CHF (congestive heart failure) ?
2. Apa saja etiologi CHF (congestive heart failure) ?
3. Apa saja patofisiologi CHF (congestive heart failure)
4. Apa saja klasifikasi CHF (congestive heart failure) ?
5. Apa saja tanda dan gejala CHF (congestive heart failure) ?
6. Apa saja komplikasi CHF (congestive heart failure) ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik CHF (congestive heart failure) ?
8. Apa saja penatalaksanaan CHF (congestive heart failure) ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui CHF (congestive heart failure)
2. Untuk mengetahui etiologi CHF (congestive heart failure)
3. Untuk mengetahui patofisiologi CHF (congestive heart failure)
4. Untuk mengetahui klasifikasi CHF (congestive heart failure)
5. Untuk mengetahui tanda gejala CHF (congestive heart failure)
6. Untuk mengetahui komplikasi CHF (congestive heart failure)
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic CHF (congestive heart
failure)
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan CHF (congestive heart failure)
BAB ll
TINJAUAN TEORI
A. Definisi CHF
B. Etiologi CHF
Menurut Kowalak (2013) menjelaskan bahwa etiologi dari CHF
antaralain :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateroskolosis coroner, hipertensi arterial, penyakit otot
degenerative atau inflamasi.
2. Aterosklorosis coroner
Aterosklerosis coroner dapat mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokard
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Hipertensi mampu meningkatkan beban kerja jantung dan pada
giliranya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut (hipertropi miokard) dapat diangggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontaklititas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas hipertropi otot jantung tadi tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif, kondisi ini
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lainnya, gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat
penyakit jantung yg sebenarnya tidak langsung mempengaruhi
jantung.
C. Patofiologi
Gagal jantung dapat di klasifikasikan menurut sisi jantung yang terkena
(gagal jantung kiri atau kanan )
1. Gagal jantung kiri
Terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel kiri tidak efektif, karena
kegagalan ventrikel kiri memompa darah, curah jantung akan
menurun, darah tidak dapat di pompakan secara efektif ke seluruh
tubuh, darah ini akan kembali ke atrium kiri dan kemudian ke dalam
paru-paru sehingga terjadi kongesti paru, dipsneu, serta intoleransi
aktivitas bila keadaan ini terus berlangsung makan dapat terjadi
edema paru dan gagal jantung kanan. Penyebab gagal jantung kiri
yang sering di temukan meliputi infark ventrikel kiri, hipertensi, dan
stenosis katup aorta serta mitral.
2. Gagal jantung kanann
Terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel kanan tidak efektif.
Akibatnya darah tidak lagi di pompa secara efektif ke dalam paru-
paru sehingga darah tersebut mengalir kembali ke dalam atrium
kanan dan sirkulasi perifer. Pasien akan mengalami peningkatan BB
dan mengalami edema perifer serta kongesti venal dan organ lain.
Gagal jantung kanan dapat diu sebabkan oleh infark akut ventrikel
kanan, hipertensi pulmoner atau emboli paru. Akan tetapi, penyebab
gagal jantung kanan yang paling sering di jumpai adalah aliran balik
darah yang besar sebagai akibat gagal jantung kiri
D. Klasifikasi CHF
Klasifikasi CHF menurut Kowalak (2013) dibagi menjadi :
1. CHF Sinistra
CHF Sinistra adalah adalah kongestif paru menonjol gagal ventrikel
kiri, karna ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang
dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan
cairan terdorong ke jaringan paru. Manisfestasi klinis yang terjadi
meliputi dispneu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat
(takikardi) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan gelisah.
2. CHF Dextra
CHF dextra adalah ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah
kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
jantung tidak dapat mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak
meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen),yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali(pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia dan lemah.
Sedangkan menurut Muttaqin (2012) gagal jantung terbagi menjadi
4 kelas. Gagal jantung ringan, sedang, dan berat ditentukan
berdasarkan beratnya gejala, khususnya sesak nafas (dispnea).
Meskipun klasifikasi ini berguna untuk menentukan tingkat
ketidakmampuan fisik dan beratnya gejala, namun pembagian
tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan lain.
III Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan Gagal jantung sedang
banyak pembatasan aktivitas fisik
IV Klien dengan gangguan jantung yang segala Gagal jantung berat
bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan
E. Tanda dan Gejala CHF
Menurut Saferi & Mariza (2013), manifestasi gagal jantung sebagai
berikut:
1. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernapasan. Gejala yang timbul :
a). Dispnea
Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli
yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat
istirahat atau di cetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
b). Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi
akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk
di kursi, bahkan saat tidur.
c). Batuk
Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang
disertai dengan bercak darah.
d). Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan dari
srikulasi normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di
gunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernafasan dan batuk.
e). Ronkhi
f). Gelisah dan Cemas
Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat kesakitan
berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan
baik
2. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik. Gejala yang timbul :
a) Oedem perifer
b) Peningkatan BB
c) Distensi vena jugularis
d) Hepatomegali
e) Asites
f) Pitting edema
g) Anoreksia
h) Mual
F. Komplikasi CHF
Dikutip dalam Nurarif (2015), komplikasi akut gagal jantung meliputi:
1.Edema paru
2.Gagal ginjal akut
3.Aritmia
Komplikasi kronis gagal jantung meliputi:
1. Intoleransi terhadap aktivitas
2. Gangguan ginjal
3. Kakeksia jantung
4. Kerusakan metabolic
5. Tromboembolisme
11
G. Pemeriksaan Diagnostik CHF
Dikutip dalam Nurarif (2015), pemeriksaan diagnostik gagal jantung
kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai
dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto toraks, EKG, Ekokardiografi,
pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan biomarker.
1. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil (<10%). Beberapa penyebab seperti infark miokard, intoksikasi obat,
miokarditis terlihat sebagai abnormalitas EKG berupa blok
atrioventrikular.
2. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnonisis
gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti
paru, efusi pleura, dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak napas
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit,
kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan
urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang
dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone
H. Penatalaksanaan CHF
Dikutip dalam Kowalak (2013) dan Nurarif (2015), penatalaksanaan gagal
jantung dapat mencakup:
1. Pemberian inhibitor ACE pada pasien yang menderita disfungsi ventrikel
kir
untuk mengurangi produksi angiotensin II yang hasilnya berupa
penurunan preload dan afterload
2. Pemberian digoksin pada pasien gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik
ventrikel kiri; pemberian diagnosin dilakukan untuk meningkatkan kontraktilitas
miokardium, memmperbaiki curah jantung, mengurangi volume ventrikel, dan
menurunkan tegangan ventrikel
3. Pemberian diuretik untuk menurunkan kelebihan muatan volume cairan dan aliran
balik vena
4. Pemberian preparat beta-bloker pada pasien gagal jantung kelas II atau III
menurut klasifikasinya NYHA (New York Heart Association) yang disebabkan
oleh disfungsi sistolik ventrikel kiri; pemberian preparat beta-bloker dilakukan
untuk mencegah remodeling.
5. Terapi inotropik dengan dobutamin atau milrinon untuk penanganan akut
eksaserbasi gagal jantung
6. Terapi inotropik kronis atau intermiten kronis untuk menabah kontraktilitas
ventrrikel guna menghindari eksaserbasi gagal jantung pada pasien gagal jantung
kelas IV NYHA
7. Pemberian neseritida, yaitu human B-type natriuretic peptide, untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi afterload dalam penatalaksanaan akut
eksaserbasi gagal jantunng
8. Pemberian diureetik, nitrat, morfin, dan oksigen untuk mengatasi edema paru
9. Modofikasi gaya hidup (untuk mengurangi gejala gagal jantung), seperti
penurunan berat badan (jika pasien gemuk), pembatasan asupan natrium (3 g/hari)
serta alkohol, penurunan asupan lemak, penghentian keniasaan merokok,
pengurangan stres, dan pengembangan program latihan (gaagal jantung tidak lagi
merupakan kontraindikasi untuk melakukan latihan dan rehabilitasi jantung)
10. Pembedahan bypass arteri koronaria atau angioplasti untuk gagal jantung akibat
PJK
11. Transplantasi jantung pada passien yang telah mendapatkan pengobatan yang
agresif tetap mengalami keterbatasan atau harus di rawat dirumah sakit berkali-
kali
12. Pembedahan atau prosedur invansif yang lain dapat di rekomendasikan pada
pasien gagal jantung dengan keterbatasan yang berat atau hospitalisasi berkali-
kali meskipun telah dilakukan pengobatan yang maksimal. Beberapa prosedur
masih bersifat kontroversial dan dapat mencakup kardiomioplasti, pemasangan
pompa balon intraaorta, penggunaan alat bantu ventrikel yang bersifat mekanis.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Anamnesa
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Sopor
TD : 168/91 mmHg
Nadi : 87x/menit
RR : 31x/menit
Suhu : 37,6c
Saturasi O2 : 96%
BB : 60 kg
TB : 165 cm
BMI : 22
Resiko Jatuh : Ya
Status Fungsional : Bantuan total
2) Pernapasan
Work of Breathing : Berat
Alat bantu napas : ventilator dengan mode support CPAP ETT
Jalan napas : Terdapat slime
Bunyi napas : Crecles halus di bagian paru kiri kanan
Bau napas keton : Tidak
Irama & kedalaman : Reguler kuat
Kecepatan : Tachipneu
Retraksi dada : Funnel Chest
Penggunaan otot
bantu pernapasan : Retraksi dada
Penurunan kotraksi
otot pernapasan : tidak
Peningkatan
diameter anterior
posterior : Tidak
Pernapasan bibir : Tidak
PCH hidung : Tidak
3) Persarafan
GCS Score : E 2, M 3, V 1 = 6
Riwayat sincope : Tidak ada
Diameter pupil : Simetris
Refleks cahaya : +2/+2
Nyeri kepala : Tidak ada
Kejang : Ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Paralisis : Ada
Refleks : Mengedip
4) Kardiovaskuler
Gambaran jantung : AF
Rentang TD : 240-60/120-40 mmHg
Rentang MAP : 110 mmHg
Rentang Frekwensi : 70-100 x/menit
Nadi
Amplitudo nadi : Kuat
Amplitudo kiri & : Sama
kanan
Irama nadi : Teratur
Akral : Akral bawah dingin
Warna kulit : Coklat
Konjungtiva : Merah muda
Diaporesis : Tidak
CapillaryRefillTime : > 8 detik
Peningkatan JVP : Tidak
Bunyi Jantung : S1, S2 Regurgitasi
Perdarahan : Tidak
Sindrome kompartemen : Tidak
5) Pencernaan
Ascites : Tidak
Distensi abdomen : Tidak
Bentuk abdomen : Simetris
Teraba hepatomegali : Tidak
Teraba massa : Ya kuadran 1
Keluhan mual : Tidak
Riwayat diare : Tidak
Frekwensi BAB : Jarang
Konsistensi : Lunak
Tonjolan hernia : Tidak
Konstipasi : Tidak
Sulit Flatus : Tidak
Distensi Suprapubik : Tidak
6) Perkemihan
Pola berkemih : Melalui kateter urine
Terapi diuretic : Mendapatkan terapi diuretic
Jumlah urine : ±2000 cc/24 jam
Intake cairan 24jam : ±3000 cc
terakhir
Bau : Tidak ada
Infus : 20 cc/jam
Makan/minum : ±120 cc
Cairan oplos obat : 10 cc
Balancing 24 jam : -1.000 cc
terakhir
Penggunaan kateter : Tidak karena masih hari ke 2
urin lama (>5 hari)
Penggantian kateter : Dilakukan setelah >6 hari
No kateter : 16/30 cc
Bahan kateter : Silikon
Retensi urine : Tidak ada
Hidroneprosis : Tidak
Edema : Tidak ada
Turgor kulit : Baik <3 detik
Irigasi kandung : Tidak
kemih
7) Muskuloskeletal
Kekuatan Otot ( 0 – 5) Atrofi Otot (+ / -)
T T - -
T T - -
Kontraktur sendi (+ / -)
- -
- -
8) Integumen
Luka : Tidak ada
Jenis luka /lesi : Tidak ada
Luas / diameter : - Derajat : - Bau : -
Warna : Merah - , Kuning - , Hitam -
Eksudat (-) Jumlah eksudat : -
9) Kebutuhan Edukasi
Hambatan edukasi : Ya
Faktor hambatan : Kesadaran
a. Tidak 0
b. Ya 1
Total skor 3
24
ASPEK PENILAIAN METODE INDIKATOR SKOR INTERPRETASI
alveolar- additional causes that are
arterial usually able to be ruled
gradient out by correction of the
based on hypoxemia with only
patients age : small increases in
15 mmHg inspiride oxygen content
Dokument level of GCS - Eye opening 7 15-14 : CM
consciousness - Verbal respon 13-12 : Apatis
- Motoric respon 11-10 : Delirium
9-7 : Somnolen
6-5 : Stupor
4-3 : Coma
Predict patients at high- qSOFA Score - Altered GCS < 15 2 ≤1 : tidak beresiko tinggi
mortality risk from sepsis - RR ≥ 22 2-3 : beresiko tinggi
- Systolic BP ≤ 100
d. Hasil pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
JENIS TANGGAL
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN 11/07/19 13/07/19 01/07/19 02/0719
Hematologi
Hb 12-16 g/dL 15,9 12.8 12.6
Leukosit 4.000-10.000 sel/uL 25.300 20.200 23.100
Hematokrit 37-47% 47.8 37.2 37.5
Trombosit 150.000-450.000 sel/uL 54.000 53.000 55.000
Kimia Klinik
Ureum 14-45 mg/dL 42 159
Kreatinin 0,6-1,1 mg/dL 15 4.9
GDS 110-140 mg/dL 146
Elektrolit
Na 135-153 mmol/L 131
Kalium 3,5-5,3 mmol/L 3.7
Calsium (Ca bebas) 4.7 – 5.2 mg/dL 4.81
2) Echocardiografi
-
3) Radiologi (Foto torax)
Kesan : Elongatio Aortae dengan Cardiomegali dan bendungan paru (11-07-2019)
4) EKG
Kesan : -
5) Terapi obat
Waktu
Nama Dosis Pemberian Indikasi
P S S M
Aminofluid 1250cc Drip Terapi elektrolit
Ciprofloaxin IV Antibiotik
Terapi asam amino
Kidmin Drip 7.2% meningkatkan
sintesa protein otot
Dextrose 5% 100cc Drip Terapi glukosa
Waktu
Nama Dosis Pemberian Indikasi
P S S M
Clinoleic 20% 250cc IV Asam lemak fisiologis
Untuk mencegah
Metronidazole 3x500 Drip 06 14 22 penyebaran bakteri
(antibiotic)
Combiven sebagai
bronchodilator yang
Nebu digunakan untuk
2x1 Inhalasi 14 20
Combiven, mengatasi penyakit
saluran pernapasan.
Untuk mengurangi
cairan berlebih
(diuretic) dalam tubuh
Furosemid 5mg/jam IV
yang disebabkan oleh
kondisi seperti gagal
jantung
Obat inotropic yang
berfungsi untuk
3
mengatasi gejala
Dopamin mcg/kgB IV
hipotensi dan syok
B/menit
akibat serangan
jantung/gagal jantung
3x
Paracetamol PO 09 15 21 Antipireutik
500mg
Mengobati tukak
Sucralfat 3 x 10ml PO 09 15 21
lambung
3x
Phenitoin PO 09 15 21 Antikonfulsif
100mg
Acitelcistein 3X1 PO 09 15 21 Mukolitik
Antihipertensi pada
Spirola 1 x 25 mg PO 07
gagal jantung
Menetralkan asam
Bicarbonat 3x1 mg PO 07 15 21
darah
B. Analisa Data
- SO2 96%.
Atrofi serabut otot
- Kesadaran : Supor
- RR = 31x/ menit
- TD = 168/91 mmHg CHF
- Bunyi napas tambahan
Penumpukin di ventrikel kiri
crecles halus di paru
bagian kiri dan kanan Froward faillure
DS :
Hipertrofi ventrikel
Pengisian LVEP
aliran darah ke
jantung & otak
tidak adekuat
Disfungsi respon
penyapian ventilator
2. DO : Ketidakefektifan
CHF
pola napas.
- Terdapat retraksi dada
Penumpukin di ventrikel
(funnel chest)
- Adanya Takipne Froward faillure
- RR : 31x/menit
- Terdapat Cardiomegaly COP
DS :
Refluks alfeolus
- Klien mengatakan
memiliki riwayat penyakit Darah kembali ke kapiler
paru-paru
Darah kembali ke kapiler
Edema paru
(creacles halus)
Sesak napas
( SOPOR)
Diagnosa
NO Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Disfungsi respon Setelah dilakukan tindakan Mechanicai ventilation weaning 1. Agar penyepihan
penyapihan ventilator keperawatan selama 7 x 24 berjalan dengan
1. Monitor pemicu
b.d bersihan jalan nafas jam status pernafasan : lancer.
kemampuan untuk
tidak efektif ventilasi dengan, 2. Agar klien terhindar
mentoleransi penyapihan
dari infeksi
Kriteria Hasil : berdasarkan protocol
3. Agar klien
(mosalnya. Tingkat
Definisi : - Tanda tanda vital dalam menggunakan otot
(ventilator mekanik) untuk
ketidakmampuan rentang normal (TD : penyepihan dengan
dimatikan, kapasitas vital,
untuk mengatur pada 130/80 mmHg , Nadi : 60- baik
Vd/Vt, MVV, kemampuan
tekanan terendah 100, RR : 16-20 x/menit.) 4. Untuk mengetahui
bernapas sendiri,FEV,
dukungan ventilasi - Bunyi nafas normal kekuatan insprasi
tekanan inspirasi negative
mekanik saat vasikuler klien
)
menjelang dan - Saturasi oksigen normal 5. Agar klien terbebas
2. Monitor dan pastikan klien
memperpanjang proses 99-100 % dari infeksi
bebas dari infeksi sebelum
penyapihan - Tidak ada slime 6. Agar tidak adanya
penyepihan.
- Frekuensi pernafasan 16- slime
3. Posisikan klien agar dapat
24x/ menit
menggunakan otot
penyepihan terbaik dan 7. Untuk mengetahui
optimalkan fungsi respirasi klien.
diafraghma atau
penurunan diafaragma
4. Monitor kapasitas vital,
kekuatan inspirasi
5. Pastikan pasien bebas
dari tanda tanda infeksi
sebelum dilepas
6. Suktion jalan nafas
7. Monitor respirasi dan
status O2
8. Kolaborasikan untuk
melakukan interapsi sedasi
9. Konsultasikan dengan
dokter metode penyapihan
yang di pilih
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tidakan 1. Ganti tali ET setiap 24 jam, 1. Agar terhindar dari
napas b.d keperawatan selama 3 x 24 infeksi kulit dan mukosa infeksi
hiperventilasi jam, respon penyapihan mulut, dan lakukan reposisi 2. Untuk memotitor
ventilasi mekanik dengan ET diposisi mulut secara slime ata atau tidak
bergantian
Kriteria Hasil : 2. Auskultasi suara paru 3. Mempertahankan
kanan posisi selang ET
- Kedalaman pernapasan
3. Catat perubahan posisi ET 4. Untuk mengetahui
spontan
dalam cm untuk memonitor posisi selang ET
- Saturasi oksigen normal
kemunginan perubhan 5. Untuk mengetahui
99-100%
selang ET ada atau tidak recles
- Tekanan ekspirasi
4. Lakukan pemeriksaan foto pada saat bernapas
prositf (PEEP)
thorax untuk mengetahui 6. Untuk mengetahui
- Hasil foto toraks tidak
posisi selang, jika apakah masih ada
ada cardiomegaly
diperlukan, lakukan slime atau tidak.
dengan bendungan paru
pemeriksaa rongsen dada
- Tidak ada buyi crecels
untuk memitor posisi
halus
selang ET atau TT
5. Monitor recles dijalan nafas
6. Monitor warna, jumah dan
konsistensi mucus atau
slime
7. Berikan terapi nebulizer
yang sesuai.
3. Resiko Sindrom Setelah dilakukan tindakan 1. Hindari menggunakan kain 1. Agar menghinndari
disues keperawatan selama 3 x 24 linen, kasur yang teksturnya terjadinya decubitus
jam diharapkan masalah kasar dan luka
risiko sindrom disuse dapat 2. Jaga kain linen kasus tetap 2. Menghindari infeksi
teratasi dengan kriteria hasil : bersih, kering dan bebas dan decubitus
kerutan 3. Agar pasien tidak jatuh
- Klien bebas dari tanda
3. Genukan alat di tempat 4. Mencegah terjadinya
gejala infeksi
tidur yang melindungi luka decubitus akibat
- Menunjukan
pasien tekanan
kemampuan untuk
4. Balikan pasien yang tidak 5. Agar agar terhidar dari
timbulnya infeksi
dapat mobilitasi paling komplikasi tirah
- Jumlah leukosit
tidak 2 jam, sesuai dengan baring.
dalam batas normal
jadwal yang spesifik. 6. Menggerakan otot dan
(4000-10.000)
5. Monitor kompilkasi dari sendi agar tidak
- Tidak adanya
tirah baring (tonus otot, kakudan atropi
paralisis
konstipasi, kesulitan dalam
berkemih.)
6. Dorong latihan ROM pasif
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil beberapa pembahasan dan temuan dapat di simpulkan bahwa kondisi
gagal jantung diakibatkan oleh beberapa penyakit diantaranya karena hipertensi, seperti
halnya yang terjadi pada pasien kelolaan yang dijadikan kasus individu . Beberapa temuan
tanda dan gejala yang terjadi seperti kelemahan, sesak nafas, kaki bengkak, kardiomegali
dengan edema paru.
B. Saran
Partisipasi keluarga sangat penting dalam pengobatan, dorongan dan dukungan dari
anggota keluarga adalah hal yang tak bisa tergantikan, dan membutuhkan kesabaran dan
pengertian dari mereka semua
DAFTAR PUSTAKA
AHA. 2013. AHA Guidline for The Management of Heart Failure. American Heart Association.
Essafitri.2013.jurnal.stelevasimiokardinfakanteroseptal.vol.1no.4.pdf.
Halimuddin.(2015). Pengaruh model aktivitas dan latihan intensitas ringan klien gagal jantung
terhadap tekanan darah. Idea Nursing Journal
ISSN: 2087-2879.
Kowalak. 2014. Bukuajarpatofisiologi.penerbit buku kedokteran.EGC
Miranda Yuneid (2017). Penatalaksanaan Efek Samping Penggunanaan Digoxin Pada Pasien
Dewasa Penderita Gagal Jantung Di Rumah Sakit Islam Jakarta Periode Januari – Maret
2015. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal (Vol. 1, No. 2, Sept 2016 – Feb 2017)
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Issn Online: 2502-8413
Mary Baradero. 2014. Asuhan keperawatan klien gangguan kardiovaskular. Buku kedokteran.
EGC; Jakarta.
Muttaqin, arif. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika: Jakarta