Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

A (82 Tahun)

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHF

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Disusun Oleh :

Mayang Arlita Afandi (032016044)

Elis Rohaeti (032016047)

Badriatun Naimah (032016062)

Winda Sri Nurany (032016063)

Sintia Nursafitri (032016066)

SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Atas karunia Allah SWT akhirnya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada TN.A dengan diagnose medis CHF
(congestive heart failure) ”

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari keterbatasan kemampuan baik


dalam pengalaman maupun pengetahuan serta waktu yang tersedia sehingga kami yakin
dalam penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Namun demikian kami
telah berusaha secara maksimal dengan melaksanakan kelompok belajar.

Harapan kami semoga hasil yang telah dicapai dalam makalah ini dapat
bermanfaat.Untuk penyempurnaan penulisan, diharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan selanjutnya.

Bandung, September 2019

Penyusun

1
BAB l

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung kongestif adalah kumpulan
gejala klinis akibat kelainan struktural ataupun fungsional jantung yang
menyebabkan gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke
seluruh tubuh (AHA, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO, 2012), penyakit


kardiovaskular akan menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di seluruh
dunia.kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan
jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien
gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan
pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun
pertama. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun
untuk gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan
menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional di negara
tersebut. Sekitar 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika (1,5-2% dari
total populasi), dengan tingkat insiden 550.000 kasus per tahun.
Di Indonesia, penyakit gagal jantung kongestif telah menjadi pembunuh
nomor satu. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), provinsi
dengan prevalensi terbanyak pada penyakit jantung koroner pada umur ≥ 15
tahun menurut diagnosis dokter ialah Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%).
Kemudian disusul oleh Sulawesi Tengah (3,8%) dan Sulawesi Selatan (2,9).
Pasien dengan gagal jantung kongesti pelayanan yang komprehensif
holistic dan paripurna. Perawat merupakan orang pertama yang berinteraksi
dengan pasien dan bertanggung jawab untuk mengidentifikasi masalah dan

1
2

memberikan tindakan dengan tetap memandang manusia holistic baik fisik,


psikologis, sosial dan spiritual.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan CHF (congestive heart failure) ?
2. Apa saja etiologi CHF (congestive heart failure) ?
3. Apa saja patofisiologi CHF (congestive heart failure)
4. Apa saja klasifikasi CHF (congestive heart failure) ?
5. Apa saja tanda dan gejala CHF (congestive heart failure) ?
6. Apa saja komplikasi CHF (congestive heart failure) ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik CHF (congestive heart failure) ?
8. Apa saja penatalaksanaan CHF (congestive heart failure) ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui CHF (congestive heart failure)
2. Untuk mengetahui etiologi CHF (congestive heart failure)
3. Untuk mengetahui patofisiologi CHF (congestive heart failure)
4. Untuk mengetahui klasifikasi CHF (congestive heart failure)
5. Untuk mengetahui tanda gejala CHF (congestive heart failure)
6. Untuk mengetahui komplikasi CHF (congestive heart failure)
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic CHF (congestive heart failure)
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan CHF (congestive heart failure)
3

BAB ll

TINJAUAN TEORI

A. Definisi CHF
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan
kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah
yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-
keperluan tubuh (Lauralee Sherwood, 2012; Saferi & Mariza, 2013).

Gagal jantung adalah keadaan menurunnya kemampuan miokardium, dan


terutama memengaruhi ventrikel kiri (Stefan dan Florian, 2012). Jadi, gagal
jantung adalah ketidakmampuan kerja jantung untuk memompa darah yang
mengandung banyak nutrisi dan oksigen keluar dari jantung secara sistemik
keseluruh tubuh.

B. Etiologi CHF
Menurut Kowalak (2013) menjelaskan bahwa etiologi dari CHF antaralain :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateroskolosis
coroner, hipertensi arterial, penyakit otot degenerative atau inflamasi.

2. Aterosklorosis coroner

Aterosklerosis coroner dapat mengakibatkan disfungsi miokardium


karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokard (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)


4

Hipertensi mampu meningkatkan beban kerja jantung dan pada giliranya


mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dapat diangggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontaklititas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas
hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.

4. Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif, kondisi ini merusak


serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lainnya, gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat


penyakit jantung yg sebenarnya tidak langsung mempengaruhi jantung.
C. Patofiologi

Gagal jantung dapat di klasifikasikan menurut sisi jantung yang terkena


(gagal jantung kiri atau kanan )

1. Gagal jantung kiri

Terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel kiri tidak efektif, karena


kegagalan ventrikel kiri memompa darah, curah jantung akan menurun,
darah tidak dapat di pompakan secara efektif ke seluruh tubuh, darah ini
akan kembali ke atrium kiri dan kemudian ke dalam paru-paru sehingga
terjadi kongesti paru, dipsneu, serta intoleransi aktivitas bila keadaan ini
terus berlangsung makan dapat terjadi edema paru dan gagal jantung
kanan. Penyebab gagal jantung kiri yang sering di temukan meliputi
infark ventrikel kiri, hipertensi, dan stenosis katup aorta serta mitral.

2. Gagal jantung kanann

Terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel kanan tidak efektif. Akibatnya


darah tidak lagi di pompa secara efektif ke dalam paru-paru sehingga
darah tersebut mengalir kembali ke dalam atrium kanan dan sirkulasi
5

perifer. Pasien akan mengalami peningkatan BB dan mengalami edema


perifer serta kongesti venal dan organ lain. Gagal jantung kanan dapat
diu sebabkan oleh infark akut ventrikel kanan, hipertensi pulmoner atau
emboli paru. Akan tetapi, penyebab gagal jantung kanan yang paling
sering di jumpai adalah aliran balik darah yang besar sebagai akibat
gagal jantung kiri
D. Klasifikasi CHF
Klasifikasi CHF menurut Kowalak (2013) dibagi menjadi :
1. CHF Sinistra
CHF Sinistra adalah adalah kongestif paru menonjol gagal ventrikel kiri,
karna ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong
ke jaringan paru. Manisfestasi klinis yang terjadi meliputi dispneu,
batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi
jantung S3, kecemasan dan gelisah.

2. CHF Dextra

CHF dextra adalah ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti
visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
dapat mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah
(edema dependen),yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan
berat badan, hepatomegali(pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia dan lemah.

Sedangkan menurut Muttaqin (2012) gagal jantung terbagi menjadi 4


kelas. Gagal jantung ringan, sedang, dan berat ditentukan berdasarkan
beratnya gejala, khususnya sesak nafas (dispnea). Meskipun klasifikasi
6

ini berguna untuk menentukan tingkat ketidakmampuan fisik dan


beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan untuk
keperluan lain.

Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung

KELA
DEFINISI ISTILAH
S
Disfungsi ventrikel
Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa
I kiri yang
pembatasan aktivitas fisik
asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung
menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas ringan
fisik
III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung
menyebabkan banyak pembatasan aktivitas sedang
fisik
IV Klien dengan gangguan jantung yang segala Gagal jantung berat
bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan
7

E. Tanda dan Gejala CHF


Menurut Saferi & Mariza (2013), manifestasi gagal jantung sebagai berikut:
1. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernapasan. Gejala yang timbul :
a). Dispnea
Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau di cetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
b). Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi,
bahkan saat tidur.
c). Batuk
Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif,
tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai dengan
bercak darah.
d). Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan dari
srikulasi normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan
batuk.
e). Ronkhi
f). Gelisah dan Cemas
Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat kesakitan
berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan baik
8

2. Gagal jantung kanan

Menyebabkan peningkatan vena sistemik. Gejala yang timbul :

a) Oedem perifer

b) Peningkatan BB

c) Distensi vena jugularis

d) Hepatomegali

e) Asites

f) Pitting edema

g) Anoreksia

h) Mual

F. Komplikasi CHF

Dikutip dalam Nurarif (2015), komplikasi akut gagal jantung meliputi:


9

1. Edema paru
2. Gagal ginjal akut
3. Aritmia
Komplikasi kronis gagal jantung meliputi:
1. Intoleransi terhadap aktivitas
2. Gangguan ginjal
3. Kakeksia jantung
4. Kerusakan metabolic
5. Tromboembolisme
10

G. Pemeriksaan Diagnostik CHF


Dikutip dalam Nurarif (2015), pemeriksaan diagnostik gagal jantung
kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis
disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto toraks, EKG,
Ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan biomarker.
1. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil (<10%). Beberapa penyebab seperti infark miokard, intoksikasi
obat, miokarditis terlihat sebagai abnormalitas EKG berupa blok
atrioventrikular.
2. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan foto toraks merupakan komponen penting dalam
diagnonisis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, dan dapat mendeteksi penyakit
atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak napas
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit,
kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan
urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang
dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone
11

H. Penatalaksanaan CHF
Dikutip dalam Kowalak (2013) dan Nurarif (2015), penatalaksanaan gagal
jantung dapat mencakup:
1. Pemberian inhibitor ACE pada pasien yang menderita disfungsi ventrikel kir
untuk mengurangi produksi angiotensin II yang hasilnya berupa
penurunan preload dan afterload
2. Pemberian digoksin pada pasien gagal jantung yang disebabkan disfungsi
sistolik ventrikel kiri; pemberian diagnosin dilakukan untuk meningkatkan
kontraktilitas miokardium, memmperbaiki curah jantung, mengurangi volume
ventrikel, dan menurunkan tegangan ventrikel
3. Pemberian diuretik untuk menurunkan kelebihan muatan volume cairan dan
aliran balik vena
4. Pemberian preparat beta-bloker pada pasien gagal jantung kelas II atau III
menurut klasifikasinya NYHA (New York Heart Association) yang disebabkan
oleh disfungsi sistolik ventrikel kiri; pemberian preparat beta-bloker dilakukan
untuk mencegah remodeling.
5. Terapi inotropik dengan dobutamin atau milrinon untuk penanganan akut
eksaserbasi gagal jantung
6. Terapi inotropik kronis atau intermiten kronis untuk menabah kontraktilitas
ventrrikel guna menghindari eksaserbasi gagal jantung pada pasien gagal
jantung kelas IV NYHA
7. Pemberian neseritida, yaitu human B-type natriuretic peptide, untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi afterload dalam penatalaksanaan akut
eksaserbasi gagal jantunng
8. Pemberian diureetik, nitrat, morfin, dan oksigen untuk mengatasi edema paru
9. Modofikasi gaya hidup (untuk mengurangi gejala gagal jantung), seperti
penurunan berat badan (jika pasien gemuk), pembatasan asupan natrium (3
g/hari) serta alkohol, penurunan asupan lemak, penghentian keniasaan merokok,
pengurangan stres, dan pengembangan program latihan (gaagal jantung tidak
lagi merupakan kontraindikasi untuk melakukan latihan dan rehabilitasi jantung)
12

10. Pembedahan bypass arteri koronaria atau angioplasti untuk gagal jantung akibat
PJK
11. Transplantasi jantung pada passien yang telah mendapatkan pengobatan yang
agresif tetap mengalami keterbatasan atau harus di rawat dirumah sakit berkali-
kali
12. Pembedahan atau prosedur invansif yang lain dapat di rekomendasikan pada
pasien gagal jantung dengan keterbatasan yang berat atau hospitalisasi berkali-
kali meskipun telah dilakukan pengobatan yang maksimal. Beberapa prosedur
masih bersifat kontroversial dan dapat mencakup kardiomioplasti, pemasangan
pompa balon intraaorta, penggunaan alat bantu ventrikel yang bersifat mekanis.
BAB III

TINJAUAN KASUS
A. Kasus

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Nama Pasien : Tn.A


Tgl. Lahir : 02 Juni 1937 (82 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pensiun
No. RM : 24-00-22
Alamat : Cisarantren Kidul RT 02/04 Kota Bandung
Tgl/jam masuk ICU : 11 Juli 2019, Pkl 23.50 WIB
Tanggal Pengkajian : 15 Juli 2019, Pkl 07.45 WIB
Sumber Data : Keluarga, rekam medis dan perawat (PJ)
Diagnosis medis : CHF
Penanggung jawab : Ny.R
Hubungan dengan pasien : Anak kandung
Alamat : Cisarantren Kidul RT 02/04 Kota Bandung

b. Anamnesa

1) Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas

Keluhan nyeri : Tidak ada

Area/lokasi nyeri : Tidak ada

Skala Nyeri : Tidak ada

13
14

Penyebaran : Tidak ada

Frekwensi & durasi : Tidak ada

Kualitas : Tidak ada

Cara mengurangi nyeri : Tidak ada

Nyeri meningkat apabila Tidak ada

2) Riwayat Penyakit Sekarang

a). Kronologis pasien masuk rumah sakit

Keluarga klien mengatakan klien sudah 4 hari panas demam suhu tidak turun
dan tidak nafsu atau enggan untuk makan, klien dibawa langsung ke IGD RSAI
oleh keluarganya pada tanggal 9 Juli 2019.

b). Kronologis penanganan saat di UGD/ruangan sebelum masuk ICU/HCU

Ketika dilakukan pengkajian di IGD RSAI pada tanggal 9 Juli 2019 pukul
20.00 WIB, klien mengeluh panas badan demam sudah 4 hari dan tidak nafsu K/u
lemah, akral hangat, nadi kuat reguler, febris suhu 38.9OC, makan minum susah
diuresis(-), diaporesis (-), turgor kulit tidak elastis, mukosa bibir kering. kesadaran
CM dengan GCS 15 (E4, M6, V5) dan Klien diberikan terapi injeksi keterolac 1
amp, ranitidine, ondancentron 4 mg IV, sanmol forte, pengambilan darah vena
15

untuk memeriksa lab CellCounter

Pada tanggal 10 juli 2019 klien di pindahkan ke kelas II Ruang darusallam 5


untuk dilakukan perawatan lebih lanjut, kemudian tanggal 11 juli 2019 pukul
05.15 WIB klien kejang dengan TD 60/40 mmHg dipasang vakson NE mulai dari
0,05 klien kejang tonik klonik K/u sakit berat, kesadaran sopor kepala : CA -/- SI
-/- RC +/+ nyeri tekan epigastrium (-) bising usus (+), nadi kuat crt <2 konsul
DPJP dikonsulkan ke spesialis syaraf dilakukan alih rawat ke ruang intensive
ICU.

Pada tanggal 11 juli 2019 pukul 06.31 wib di ruang ICU klien sulit dikaji
karena penururnan kesadaran, K/u berat Sopor (DPO post valium, kejang saat
datang ke icu) pupil isokor -1/-1 kejang 1x, renjatan sering sebentar RR 12x/menit
(nafas seperti tidak ada) dengan O2 via ETT Sambi Ventilator mode VC SaO2
97% TD : 107/74 N : 112x/menit irama regular, pulsasi lemah, akral hangat, S :
37.4oC, NGT tersambung urine bag indikasi stress ulcer. diuresis(-)

c). Riwayat pembedahan dan anestesi (bila dari OK)

Keluarga klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat operasi/pembedahan

d). Riwayat PQRST saat dilakukan pengkajian

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 15 Juli 2019 diruang ICU, klien masih
terlihat lemah, kesadaran sopor dengan GCS 6 (E2, M3, V1), Kejang (-),
terpasang alat bantu nafas mekanik ventilator dengan mode support CPAP PEEP
5, FiO2 35, MV 6.8, melalui jalur nafas ETT dengan posisi fowler 15O. Hasil
pemeriksaan TTV : TD: 173/90 mmHg, N: 95x/m ,R: 22x/m ,S: 37,5c dan SO2
96%. Terdengar suara napas tambahan crecles halus di bagian paru bagian kiri dan
16

kanan bawah dan suara jantung terdengar regruitasi, retraksi dada (+). Klien
dipuasakan.

3) Riwayat Penyakit Sebelumnya

Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit paru-paru.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan jika orantuanya juga memiliki riwayat penyakit jantung.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Kesadaran : Sopor

TD : 168/91 mmHg

Nadi : 87x/menit

RR : 31x/menit

Suhu : 37,6c

Saturasi O2 : 96%

BB : 60 kg

TB : 165 cm

BMI : 22

Resiko Jatuh : Ya

Status Fungsional : Bantuan total


17

2) Pernapasan

Work of Breathing : Berat

Alat bantu napas : ventilator dengan mode support CPAP ETT

Jalan napas : Terdapat slime

Bunyi napas : Crecles halus di bagian paru kiri kanan

Bau napas keton : Tidak

Irama & kedalaman : Reguler kuat

Kecepatan : Tachipneu

Retraksi dada : Funnel Chest

Penggunaan otot
bantu pernapasan : Retraksi dada

Penurunan kotraksi
otot pernapasan : tidak

Peningkatan
diameter anterior
posterior : Tidak

Pernapasan bibir : Tidak

PCH hidung : Tidak

3) Persarafan

GCS Score : E 2, M 3, V 1 = 6

Riwayat sincope : Tidak ada

Diameter pupil : Simetris

Refleks cahaya : +2/+2


18

Nyeri kepala : Tidak ada

Kejang : Ada

Kaku kuduk : Tidak ada

Paralisis : Ada

Refleks : Mengedip

4) Kardiovaskuler

Gambaran jantung : AF

Rentang TD : 240-60/120-40 mmHg

Rentang MAP : 110 mmHg

Rentang Frekwensi : 70-100 x/menit


Nadi

Amplitudo nadi : Kuat

Amplitudo kiri & : Sama


kanan

Irama nadi : Teratur

Akral : Akral bawah dingin

Warna kulit : Coklat

Konjungtiva : Merah muda

Diaporesis : Tidak

CapillaryRefillTime : > 8 detik

Peningkatan JVP : Tidak

Bunyi Jantung : S1, S2 Regurgitasi

Perdarahan : Tidak
19

Sindrome kompartemen : Tidak

5) Pencernaan

Ascites : Tidak

Distensi abdomen : Tidak

Bentuk abdomen : Simetris

Teraba hepatomegali : Tidak

Teraba massa : Ya kuadran 1

Keluhan mual : Tidak

Riwayat diare : Tidak

Frekwensi BAB : Jarang

Konsistensi : Lunak

Tonjolan hernia : Tidak

Konstipasi : Tidak

Sulit Flatus : Tidak

Distensi Suprapubik : Tidak

6) Perkemihan

Pola berkemih : Melalui kateter urine

Terapi diuretic : Mendapatkan terapi diuretic

Jumlah urine : ±2000 cc/24 jam

Intake cairan 24jam : ±3000 cc


terakhir

Bau : Tidak ada


20

Infus : 20 cc/jam

Makan/minum : ±120 cc

Cairan oplos obat : 10 cc

Balancing 24 jam : -1.000 cc


terakhir

Penggunaan kateter : Tidak karena masih hari ke 2


urin lama (>5 hari)

Penggantian kateter : Dilakukan setelah >6 hari

No kateter : 16/30 cc

Bahan kateter : Silikon

Retensi urine : Tidak ada

Hidroneprosis : Tidak

Edema : Tidak ada

Turgor kulit : Baik <3 detik

Irigasi kandung : Tidak


kemih

7) Muskuloskeletal

Kekuatan Otot ( 0 – 5) Atrofi Otot (+ / -)

T T - -

T T - -

Kontraktur sendi (+ / -)
21

- -

- -

Rentang gerak ekstremitas atas : > 45º

Rentang gerak ekstermitas bawah : > 45º

Farktur : Tidak ada

Keluhan nyeri sendi : Tidak ada

8) Integumen

Luka : Tidak ada

Jenis luka /lesi : Tidak ada

Luas / diameter : - Derajat : - Bau : -

Warna : Merah - , Kuning - , Hitam -

Eksudat (-) Jumlah eksudat : -

9) Kebutuhan Edukasi

Hambatan edukasi : Ya

Faktor hambatan : Kesadaran

10) Kondisi Psikis Dan Spiritualitas

Status Mental : Sopor (Penurunan Kesadaan)

Kebutuhan pendampingan : Sesuai kebutuhan

Ritual ibadah : Bantuan total


22

Jenis ibadah dibantu : Do’a

Libatkan rohaniawan : Ya

Libatkan keluarga : Ya

SKRINNING GIZI (berdasarkan Malnutrition Screening Tool / MST )

(Lingkari skor sesuai dengan jawaban, Total skor adalah jumlah skor yang dilingkari)

No Parameter Skor
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan
dalam 6 bulan terakhir ?
a. Tidak penurunan berat badan
1
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih longgar
2
c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut

1-5 kg 1
6-10 kg 2

11-15 kg 3
> 15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
2. Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu makan ?

a. Tidak
0
b. Ya
1
Total skor
3
23

3. BB/TB = 60 kg/165cm BMI : 22


4. Pasien dengan diagnosa khusus :  Tidak  Ya
5.  DM  Ginjal  Hati  Jantung  Paru  Stroke  Kanker
 Penurunan  Imunitas  Geriatri  Lain-lain
24
25

ASPEK PENILAIAN METODE INDIKATOR SKOR INTERPRETASI


Estimate mortality in the APACHE II - Temperatur 18 Predicted death rate :
critical III - MAP 29,1%
- Heart rate
- Respiratory rate
- O2
- Serum bicar
- Arterial pH
- Serum sodium
- Serum postasium
- Serum creatinine level
- Acute renal failure
- Hematokrit
- WBC
- GCS
- Age
- History of severe organ
insufficiency or
immunucompromised
- Post op
Used to deyermine cause of A-a Gradient - Age - Measured Caused of an elevater a-a
hypoxemya - FiO2 alveolar- gradient include V/Q
- PaCO2 arterial mismatch, shunt, and
- PaO2 Gradient : diffusion Impairment.
- Elevation 587 mmHg Hypoventilation and low
- Respiratory Quotient - Expected inspirated oxygen are
alveolar- additional causes that are
arterial usually able to be ruled
gradient out by correction of the
based on hypoxemia with only
patients small increases in
age : 15 inspiride oxygen content
mmHg
Dokument level of GCS - Eye opening 7 15-14 : CM
consciousness - Verbal respon 13-12 : Apatis
- Motoric respon 11-10 : Delirium
9-7 : Somnolen
6-5 : Stupor
4-3 : Coma
Predict patients at high- qSOFA Score - Altered GCS < 15 2 ≤1 : tidak beresiko tinggi
mortality risk from sepsis - RR ≥ 22 2-3 : beresiko tinggi
- Systolic BP ≤ 100
d. Hasil pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
JENIS TANGGAL
11/07/19 13/07/1 01/07/1 02/071
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN
9 9 9
Hematologi
Hb 12-16 g/dL 15,9 12.8 12.6
Leukosit 4.000-10.000 sel/uL 25.300 20.200 23.100
Hematokrit 37-47% 47.8 37.2 37.5
Trombosit 150.000-450.000 sel/uL 54.000 53.000 55.000
Kimia Klinik
Ureum 14-45 mg/dL 42 159
Kreatinin 0,6-1,1 mg/dL 15 4.9
GDS 110-140 mg/dL 146
Elektrolit
Na 135-153 mmol/L 131
Kalium 3,5-5,3 mmol/L 3.7
Calsium (Ca bebas) 4.7 – 5.2 mg/dL 4.81

2) Echocardiografi
-
3) Radiologi (Foto torax)
Kesan : Elongatio Aortae dengan Cardiomegali dan bendungan paru (11-07-2019)
4) EKG
Kesan : -
5) Terapi obat
Waktu
Nama Dosis Pemberian Indikasi
P S S M
Aminofluid 1250cc Drip Terapi elektrolit
Ciprofloaxin IV Antibiotik
Terapi asam amino
Kidmin Drip 7.2% meningkatkan
sintesa protein otot
Waktu
Nama Dosis Pemberian Indikasi
P S S M
Dextrose 5% 100cc Drip Terapi glukosa
Clinoleic 20% 250cc IV Asam lemak fisiologis
Untuk mencegah
Metronidazol
3x500 Drip 06 14 22 penyebaran bakteri
e
(antibiotic)
Combiven sebagai
bronchodilator yang
Nebu digunakan untuk
2x1 Inhalasi 14 20
Combiven, mengatasi penyakit
saluran pernapasan.

Untuk mengurangi
cairan berlebih
(diuretic) dalam tubuh
Furosemid 5mg/jam IV
yang disebabkan oleh
kondisi seperti gagal
jantung
Obat inotropic yang
berfungsi untuk
3
mengatasi gejala
Dopamin mcg/kgB IV
hipotensi dan syok
B/menit
akibat serangan
jantung/gagal jantung
3 x
Paracetamol PO 09 15 21 Antipireutik
500mg
Mengobati tukak
Sucralfat 3 x 10ml PO 09 15 21
lambung
Phenitoin 3 x PO 09 15 21 Antikonfulsif
Waktu
Nama Dosis Pemberian Indikasi
P S S M
100mg
Acitelcistein 3X1 PO 09 15 21 Mukolitik
Antihipertensi pada
Spirola 1 x 25 mg PO 07
gagal jantung
Menetralkan asam
Bicarbonat 3x1 mg PO 07 15 21
darah

B. Analisa Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DO : - Disfungsi respon
Adanya gangguan jantung di koroner

- Klien terpasang alat penyapihan


bantu nafas mekanik ventilaor.
Pemasok darah ke jantung berkurang

ventilator dengan mode


support CPAP PEEP 5 Pompa jantung tidak ade kuat

- FiO2 35, MV 6.8,


Kontraktilitas menurun
melalui jalur nafas ETT
dengan posisi fowler
Beban jantung meningkat
15O
- SO2 96%. Atrofi serabut otot

- Kesadaran : Supor
- RR = 31x/ menit CHF
- TD = 168/91 mmHg
Gagal jantung kiri
- Bunyi napas tambahan
crecles halus di paru
Gangguan di jantung
bagian kiri dan kanan koroner

DS : Tersumbat
/rupture
- Tidak terkaji.

Kegagalan memompa ke
daerah sistemiuk

Suplay darah ke jaringan


menurun

Kontraktilitas

Cop
-

Aliran darah ke otak

Sinkop

Kesadaran

Dipasang ETT

Dipasang ventilasi

MK : Disfungsi
Respon
Pemyapihan
Ventilator
Adanya gangguan jantung di koroner
2. DS :
- Klien mengatakan Pemasok darah ke jantung berkurang

memiliki riwayat
penyakit paru-paru
Pompa jantung tidak ade kuat
DO :
Kontraktilitas menurun
- Terdapat retraksi dada
(funnel chest)
Beban jantung meningkat
- Adanya Takipne
- RR : 31x/menit Atrofi serabut otot

- Terdapat Cardiomegaly
CHF

Gagal jantung kiri

Gangguan di jantung koroner

Tersumbat/rup
ture
Kegagalan memompa ke
daerah sistemiuk

Suplay darah ke jaringan


menurun

Kontraktilitas

Cop

Diteruskan ke belakang ke
dalam pembuluh darah
(backward failure)

Volume residu ventrikel

LVDEP (tekanan akhir


diastolik ventrikel )

tekanan atrium kiri (LAP)

Diteruskan ke belakang ke
dalam pembuluh darah

Kecepatan transudasi cairan


melebihi kecepatan drainase
limfatik

Transudasi cairan ke dalam


interstisial
3. - -
Edema interstisial

cairan merembes kedalam


alveoli

Edema paru

Ekspansi paru

sesak

MK : Ketidakefektifan Pola
Napas
3 DO : Resiko sindrom
Adanya gangguan jantung di koroner

- Klien mengalami disuse


Pemasok darah ke jantung berkurang
paralisis
- Kesadaran : supor
Pompa jantung tidak ade kuat
(penurunan
kesadaran)
Kontraktilitas menurun
- Terdapat resiko jatuh
- Bantuan total Beban jantung meningkat
terhadap pasien
DS : Atrofi serabut otot

Tidak Terkaji
CHF

Gagal jantung kiri

Gangguan di jantung
koroner

Tersumbat
/rupture

Kegagalan memompa ke
daerah sistemiuk

Suplay darah ke jaringan


menurun

Kontraktilitas

Cop
Aliran darah ke otak

Sinkop

Kesadaran

Imobilitas total

Syndrome disuse
Diagnosa Keperawatan Prioritas :

1. Disfungsi respon penyapihan ventilator b.d ketidakefektifan bersihan jalan napas

2. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Hiperventilasi

3. Resiko sindrom disuse


C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
NO Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Disfungsi respon Setelah dilakukan tindakan Mechanicai ventilation 1. Agar penyepihan
penyapihan ventilator keperawatan selama 7 x 24 weaning berjalan dengan
b.d bersihan jalan jam status pernafasan : 1. Monitor pemicu lancer.
2. Agar klien
nafas tidak efektif ventilasi dengan, kemampuan untuk
terhindar dari
Kriteria Hasil : mentoleransi
infeksi
Definisi : - Tanda tanda vital penyapihan berdasarkan
3. Agar klien
ketidakmampuan dalam rentang normal protocol (mosalnya.
menggunakan otot
untuk mengatur pada (TD : 130/80 mmHg , Tingkat (ventilator
penyepihan dengan
tekanan terendah Nadi : 60-100, RR : 16- mekanik) untuk
baik
dukungan ventilasi 20 x/menit.) dimatikan, kapasitas 4. Untuk mengetahui
mekanik saat - Bunyi nafas normal vital, Vd/Vt, MVV, kekuatan insprasi
menjelang dan vasikuler kemampuan bernapas klien
- Saturasi oksigen normal 5. Agar klien terbebas
memperpanjang sendiri,FEV, tekanan
99-100 % dari infeksi
proses penyapihan - Tidak ada slime inspirasi negative )
6. Agar tidak adanya
- Frekuensi pernafasan 2. Monitor dan pastikan slime
7. Untuk mengetahui
16-24x/ menit klien bebas dari infeksi
respirasi klien.
sebelum penyepihan.
3. Posisikan klien agar
dapat menggunakan
otot penyepihan terbaik
dan optimalkan fungsi
diafraghma atau
penurunan diafaragma
4. Monitor kapasitas vital,
kekuatan inspirasi
5. Pastikan pasien bebas
dari tanda tanda infeksi
sebelum dilepas
6. Suktion jalan nafas
7. Monitor respirasi dan
status O2
8. Kolaborasikan untuk
melakukan interapsi
sedasi
9. Konsultasikan dengan
dokter metode
penyapihan yang di
pilih
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tidakan 1. Ganti tali ET setiap 24 1. Agar terhindar dari
napas b.d keperawatan selama 3 x 24 jam, infeksi kulit dan infeksi
2. Untuk memotitor
hiperventilasi jam, respon penyapihan mukosa mulut, dan
slime ata atau tidak
ventilasi mekanik dengan lakukan reposisi ET
3. Mempertahankan
Kriteria Hasil : diposisi mulut secara
posisi selang ET
- Kedalaman bergantian 4. Untuk mengetahui
2. Auskultasi suara paru
pernapasan spontan posisi selang ET
- Saturasi oksigen kanan 5. Untuk mengetahui
3. Catat perubahan posisi
normal 99-100% ada atau tidak
- Tekanan ekspirasi ET dalam cm untuk
recles pada saat
prositf (PEEP) memonitor kemunginan
bernapas
- Hasil foto toraks tidak perubhan selang ET 6. Untuk mengetahui
ada cardiomegaly 4. Lakukan pemeriksaan
apakah masih ada
dengan bendungan foto thorax untuk
slime atau tidak.
paru mengetahui posisi
- Tidak ada buyi crecels selang, jika diperlukan,
halus lakukan pemeriksaa
rongsen dada untuk
memitor posisi selang
ET atau TT
5. Monitor recles dijalan
nafas
6. Monitor warna, jumah
dan konsistensi mucus
atau slime
7. Berikan terapi nebulizer
yang sesuai.
3. Resiko Sindrom Setelah dilakukan tindakan 1. Hindari menggunakan 1. Agar menghinndari
disues keperawatan selama 3 x 24 kain linen, kasur yang terjadinya decubitus
jam diharapkan masalah teksturnya kasar dan luka
2. Jaga kain linen kasus 2. Menghindari infeksi
risiko sindrom disuse dapat
tetap bersih, kering dan dan decubitus
teratasi dengan kriteria
3. Agar pasien tidak
bebas kerutan
hasil :
3. Genukan alat di tempat jatuh
- Klien bebas dari 4. Mencegah terjadinya
tidur yang melindungi
tanda gejala infeksi luka decubitus akibat
pasien
- Menunjukan 4. Balikan pasien yang tekanan
kemampuan untuk 5. Agar agar terhidar
tidak dapat mobilitasi
timbulnya infeksi paling tidak 2 jam, dari komplikasi tirah
- Jumlah leukosit
sesuai dengan jadwal baring.
dalam batas normal 6. Menggerakan otot dan
yang spesifik.
(4000-10.000) 5. Monitor kompilkasi dari sendi agar tidak
- Tidak adanya tirah baring (tonus otot, kakudan atropi
paralisis konstipasi, kesulitan
dalam berkemih.)
6. Dorong latihan ROM
pasif
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil beberapa pembahasan dan temuan dapat di simpulkan bahwa
kondisi gagal jantung diakibatkan oleh beberapa penyakit diantaranya karena
hipertensi, seperti halnya yang terjadi pada pasien kelolaan yang dijadikan kasus
individu . Beberapa temuan tanda dan gejala yang terjadi seperti kelemahan, sesak
nafas, kaki bengkak, kardiomegali dengan edema paru.

B. Saran
Partisipasi keluarga sangat penting dalam pengobatan, dorongan dan dukungan dari
anggota keluarga adalah hal yang tak bisa tergantikan, dan membutuhkan kesabaran
dan pengertian dari mereka semua
DAFTAR PUSTAKA
AHA. 2013. AHA Guidline for The Management of Heart Failure. American Heart
Association.

Agus Purwadianto, 2013. Kedaruratan Medik. Jakarta : Gudang penerbit.


Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2013

Essafitri.2013.jurnal.stelevasimiokardinfakanteroseptal.vol.1no.4.pdf.

Halimuddin.(2015). Pengaruh model aktivitas dan latihan intensitas ringan klien gagal
jantung terhadap tekanan darah. Idea Nursing Journal
ISSN: 2087-2879.
Kowalak. 2014. Bukuajarpatofisiologi.penerbit buku kedokteran.EGC
Miranda Yuneid (2017). Penatalaksanaan Efek Samping Penggunanaan Digoxin Pada
Pasien Dewasa Penderita Gagal Jantung Di Rumah Sakit Islam Jakarta Periode
Januari – Maret 2015. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal (Vol. 1, No. 2, Sept
2016 – Feb 2017) Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Issn Online: 2502-8413
Mary Baradero. 2014. Asuhan keperawatan klien gangguan kardiovaskular. Buku
kedokteran. EGC; Jakarta.
Muttaqin, arif. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai