Anda di halaman 1dari 31

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE PEMBERIAN PERUBAHAN

POSISI TERHADAP SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORI RATE


PADA Tn. T DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG ICU
RSUD TUGUREJO SEMARANG

Disusun oleh:

LULU ZULIAFNI (G3A020169)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar istilah

kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah system pompa darah dan saluran-salurannya


(sampai ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen dalam darah
keseluruh tubuh (Russel, 2011). Penyakit Jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung,
tetapi yang paling umum adalah penyakit jantung koroner dan stroke, namun pada
beberapa kasus ditemukan adanya penyakit kegagalan pada sistem kardiovaskuler
( Homenta, 2014).
Kegagalan sistem kardiovaskuler atau yang umumnya dikenal dengan istilah
gagal jantung adalah kondisi medis di mana jantung tidak dapat memompa cukup darah
ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh membutuhkan oksigen dan nutrisi tidak
terpenuhi dengan baik. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan (Mahananto & Djunaidy, 2017).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang orang salah
mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung
menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal tergantung bagian jantung mana yang
mengalami gangguan (Russel, 2011).
Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan jantung yang
mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu : penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, amioloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula
arteriovenosa). Apabila dominan pada sisi kanan yaitu : gagal jantung kiri, penyakit paru
kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital
(VSD,PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (chandrasoma,2006) didalam
(Aspani, 2016).
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema, anorexia, mual,
dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri menimbulkan gejala cepat lelah,
berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan penurunan fungsi ginjal. Bila jantung bagian
kanan dan kiri sama-sama mengalami keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan
adanya bendungan, maka akan tampak gejala gagal jantung pada sirkulasi sitemik dan
sirkulasi paru (Aspani, 2016).
pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan menunjukkan
masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak pada penyimpangan
kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah jantung, gangguan pertukaran gas,
pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif, intoleransi aktivitas, hipervolemia,
nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan resiko gangguan integritas kulit (Aspani, 2016).
Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki kontraktilitas atau
perfusi sistemik, istirahat total dalam posisi semi fowler, memberikan terapi oksigen
sesuai dengan kebutuhan, menurunkan volume cairan yang berlebih dengan mencatat
asupan dan haluaran (Aspani, 2016). Istirahat total dalam posisi semi fowler dapat
mengurangi keluhan yang dialami pasien gagal jantung diantaranya, sesak nafas dan
kesulitan tidur.
B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu mengaplikasikan evidence based nursing practice: “Pengaruh


Posisi Semi Fowler Terhadap kenaikan Nilai Saturasi Oksigen dan Respiratory Rate
pada Pasien CHF di Ruang Intensive Care Unit
2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penulisan adalah diharapkan penulisan mampu:

a. Mendeskripsikan konsep CHF

b. Mendeskripsikan resum asuhan keperawatan pada pasien CHF

c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien CHF

d. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based practice nursing Pengaruh


posisi Semi fowler terhadap Tingkat Saturasi Oksigen dan Respiratory Rate
pada pasien CHF
C. Sistematik penulisan

Makalah ini terdiri dari enam bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan (latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan).
BAB II: Membahas konsep dasar gagal napas
BAB III: Resume asuhan keperawatan pada Tn. T. dengan gagal napas
BAB IV: Aplikasi jurnal evidence based practice nursing riset pada
pasien.
BAB V: pembahasan terkait hasil pengelolaan kasus aplikasi evidence
based practice nursing
BAB VI: penutup (kesimpulan dan saran)
BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan sindrom penyakit jantung yang


menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan, sering juga disebut sebagai gagal
jantung baik jantung kanan maupun jantung kiri (Peate, 2018). Definisi lain
menyebutkan dengan istilah Heart Failure (HF) yang merupakan sindrom kerusakan
fungsi jantung yang berdampak pada kemampuan ventrikel untuk mengisi dan
memompa darah atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara
adekuat (Hinkle & Cheever, 2018)
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang
menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan
atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru,dkk 2009) didalam
(nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan
pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).
2. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut : (Aspani,
2016)
a. Disfungsi miokard

b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).

1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia

c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)

d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload


Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, gagal
jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun .
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung .
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta
menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menyebabkan beban tekanan (after load)
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis).
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
3. Tanda Gejala
Manifestasi klinik CHF akibat akumulasi cairan dapat menimbulkan gejala seperti
dispnea, orthopnea, edema, nyeri dari congestiv hepatic, dan distensi abdomen akibat
asites. Selain itu penurunan kardiak output menyebabkan kelelahan dan kelemahan
pada pasien dengen CHF. Manifestasi akut dari CHF (hari ke minggu) menunjukkan
karakteristik gejala napas pendek saat istirahat dan atau beraktivitas, orthopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, dan ketidaknyamanan abdomen kuadrant atas akibat
kongestif hepatic hingga palpitasi. Sedangkan manifestasi kronik, selain masalah
pernapasan seperti dispnea dan juga distensi abdomen, gejala seperti anoreksia dapat
muncul akibat buruknya perfusi pada sirkulasi splenic, edema bowel, dan juga
menyebabkan muntah (Malik et al., 2021).

Menurut Mahananto & Djunaidy (2017), manifestasi gagal jantung sebagai berikut:
a. Gagal Jantung Kiri

1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi


oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau
“gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
(PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).

5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.

6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)


7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis,
kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

b. Gagal Jantung Kanan

Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan

4. Patofisiologi

Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi


kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ
pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat
aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup
yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang
mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol).
Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. (ongkowijaya & winata, 2017)
5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive (Mahananto & Djunaidy,2017) di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi

1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan


kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal
terapi diuretik
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung
6. Pathway’s

(terlampir)

B. Konsep Asuhan kegawatdaruratan

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Bersihan jalan napas dapat terganggu akibat produksi sputum pada pasien dengan gagal
jantung kiri.
b. Breathing
Dispnea, batuk, edema pulmonal, suara napas ronkhi.

c. Circulation

Terdapat kelemahan fisik dan edema ekstremitas, denyut nadi melemah, tekanan darah
menurun. Biasanya terdapat bunyi jantung tambahan. Kaji adanya disritmia, distensi vena
jugularis, CRT.
d. Disability
e. Pemeriksaan kesadaran GCS, refleks fisiologis/patologis dan kekuatan otot.
2. Pengkajian skunder
a. Riwayat kesehatan dahulu, seperti riwayat hipertensi, DM, atau pernah mengalami
serangan jantung atau nyeri dada.
b. Riwayat kesehatan sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga

d. Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan fisik jantung paru dapat ditemukan suara
napas ronkhi, suara jantung tambahan. Pada ekstremitas dapat ditemukan edema.
Auskultasi paru dan identifikasi adanya suara crackles dan wheezes. Auskultasi
jantung dan identifikasi adanya suara S3. Kaji adanya distensi vena jugularis atau
JVD. Evaluasi tingkat kesadaran. Kaji perfusi bagian tubuh pasien dan adanya
edema. Kaji liver dan identifikasi adanya hepatojugular reflux. Ukur haluaran
urine (urine output) untuk mengkaji efektivitas dari penggunaan diuretic. Timbang
berat badan pasien secara rutin baik rumah sakit maupun di rumah (Belleza,
2021).
3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah sebagai berikut (PPNI, 2017):

a. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteria tau vena (D.0009)

b. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (D.0005)

c. Penurunan curah jantung b.d perubahan preload (D.0008)

d. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D.0002)

e. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis (inflamasi/iskemia) (D.0077)

f. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)

g. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


(D.0056)
4. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (PPNI, 2018, 2019)
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
. Keperawatan Kriteria Hasil
1 Perfusi perifer tidak (L.02016) Status (I.02079) Manajemen nyeri
efektif b.d penurunan sirkulasi Observasi
aliran arteria tau vena Setelah dilakukan - Periksa sirkulasi perifer
(D.0009) intervensi - Identifikasi faktor risiko
keperawatan maka gangguan sirkulasi
status sirkulasi
- monitor panas, kemerahan,
membaik dengan
nyeri, atau bengkak pada
kriteria hasil:
ekstremitas
- Kekuatan nadi Terapeutik
meningkat - hindari pengukuran tekanan darah
- Urin output pada ekstremitas dengan keterbatasan
meningkat perfusi
- Saturasi - hindari penekanan dan pemasangan
oksigen tourniquet pada area yang cidera
meningkat - lakukan pencegahan infeksi
- Tekanan darah - lakukan perawatan kaki dan kuku
membaik - lakukan hidrasi
Edukasi
- anjurkan berhenti merokok
- anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
- anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
- anjurkan program rehabilitasi
vaskular
- informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
2 Pola nafas tidak (L.01004) pola (I.01011) Manjemen jalan nafas Observasi
efektif b.d nafas - monitor pola nafas
hambatan upaya Setelah dilakukan - monitor bunyi nafas
nafas (D.0005) intervensi keperawatan - monitor sputum
diharapkan pola terapeutik
nafas membaik - posisikan semifowler atau
dengan kriteria fowler
hasil : Edukasi
- frekuensi nafas - ajarkan Teknik batuk efektif
membaik kolaborasi
- tidak ada - kolaborasi pemberian
penggunaan otot brokodilator, ekspetoran,
bantu nafas mukolitik
- dispnea
menurun

3 Penurunan curah (L.02008) curah (I.02075)perawtan jantung


jantung b.d jantung Observasi
perubahan preload Setelah dilakukan - identifikasi tanda/gejala primer
(D.0008) intervensi keperawatan penurunan curah jantung
diharapkan curah - identifikasi tanda/gejala
jantung meningkat sekunder penurunan curah jantung
dengan kriteria - monitor intake dan output
hasil : cairan
- ttv dalam - monitor keluhan nyeri dada
rentan normal Terapeutik
- kekuatan nadi - berikan terapi relaksasi untuk
perifer mengurangi stress
meningkat Edukasi
- tidak ada - anjurkan beraktivitas fisik
edema secara bertahap
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
antiaritmia
4 Gangguan (L.01003) (I.01014) pemantauan Respirasi
pertukaran gas b.d Pertukaran gas Observasi
perubahan Setelah dilakukan - Monitor frekuensi irama,
membrane alveolus- intervensi kedalaman dan upaya nafas
kapiler (D.0002) keperawatan maka - Monitor pola nafas
pertukaran gas
- Monitor kemampuan batuk
meningkat dengan
efektif
kriteria hasil :
- Monitor nilai AGD
- Dispnea
menurun
- Monitor saturasi oksigen

- Bunyi napas - Auskultasi bunyi nafas


tambahan Terapeutik
menurun - Lakukan posisi semifowler
- Napas cuping - Dokumentasi hasil pemantauan
hidung menurun Edukasi
- Takikardi - jelaskan tujuan dan prosedur
menurun pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
- Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
5 Nyeri akut b.d (L.08066) Tingkat (I.08238) Manajemen nyeri
agen pencidera nyeri Observasi
fisiologis Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi,
(inflamasi/iskemia tindakan karakteristik, durasi, frekuensi,
) (D.0077) keperawatan tingkat kualitas, intensitas nyeri dan skala
nyeri nyeri
menurun dengan - Identifikasi repon nyeri verbal dan
Kriteria Hasil : non verbal
- Keluhan nyeri - Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
- Meringis memperingan nyeri
menurun Terapeutik
- Kesulitan tidur - Berikan teknik non
menurun farmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
6 Hipervolemia b.d (L.03020) Manajemen hipervolemia
gangguan Keseimbangan (I.03114).
mekanisme regulasi cairan Observasi :
(D.0022) Setelah dilakukan - Periksa tanda dan gejala
tindakan hipervolemia
keperawatan - Identifikasi penyebab
keseimbangan cairan hipervolemia
meningkat dengan
- Monitor intake dan output
Kriteria
cairan
Hasil :
- Monitor kecepatan infus secara
- Haluaran urin
ketat
meningkat
- Monitor efek samping diuretik
- Kelembaban
Terapeutik:
membran
mukosa - Batasi asupan cairan dan garam
meningkat - Tinggikan kepala tempat tidur 30-
- Edema 40 derajat
menurun Edukasi:
- Tekanan darah - Anjurkan melapor jika haluaran
membaik urin <0,05 mL/jam dalam 6 jam
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian diuretik
7 Intoleransi aktivitas (L.05047) (I.05178) Manajemen energi
b.d Toleransi aktivitas Observasi
ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Identifikasi gangguan fungsi
antara suplai dan intervensi tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen keperawatan kelelahan
(D.0056) toleransi aktivitas - Monitor kelelahan fisik dan
meningkat dengan emosional
kriteria hasil:
- Monitor pola dan jam tidur
- Frekuensi nadi Terapeutik
meningkat
- Sediakan lingkungan yang
- Saturasi nyaman dan rendah stimulus
oksigen
- Berikan aktivitas distraksi yang
meningkat
menenangkan
- Keluhan lelah Edukasi
menurun - Anjurkan tirah baring
- Dispnea saat - Anjurkan melakukan aktivitas
dan setelah secara bertahap
aktivitas Kolaborasi
menurun - Kolaborasi dengan ahlu gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
BAB III
RESUM ASKEP

A. Pengkajian Fokus

1. Identitas Pasien

Nama pasien : Tn. T


Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat :
No. rm : 526xxx
Diagnosa medis : CHF

Keluhan utama : mengeluh sesak nafas

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang mengeluh sesak nafas sudah 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, karena sesak nafas tidak kunjung sembuh, keluarga membawa ke IGD RSUD
Tugurejo semarang tanggal 11 April jam 20.50 WIB dengan TTV : 160/100 mmHg,
suhu 36,4 nadi 143 x/menit, RR 30 x/menit dengan kesadaran somnolen GCS
E3M5V4, akral dingin. Kemudian pasien di pindah di ICU setelah stabil pada jam
21.30. saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2021 pasien mengatakan
sesak nafas, mempunyai riwayat hipertensi, KU lemas, tingkat kesadaran pasien
composmentis, GCS E4M6V5, dengan TD: 125/93 mmHg, RR : 26x/menit, SpO2:
96%, HR: 120x/menit, suhu 36,8 dan terpasang oksigen nasal kanul 4 lpm. Dan
terpasang infus Rl 20 tpm,
3. Pengkajian primer

a. Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas,

b. Breathing : Pernapasam cepat dan dangkal, RR 29x/menit, SpO2 96%, Nasal


kanul 4 lpm
c. Circulation : Akral dingin, CRT 3 detik, TD: 125/93 mmHg, HR: 120x/menit,
terdapat edema pada kaki,
d. Disability : Kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
4. pengkajian skunder
a. Breathing : Tidak terdapat penggunaan otot bantu nafas, suara nafas ronchi,
pernapasan cepat dan dangkal, RR 29x/menit, SpO2 96%, Nasal kanul 4 lpm
e. Brain : Kesadaran composmentis GCS E4M6V5, KU lemah, pupil Isokor,
rangsangan cahaya : R: 2(+) L: 2 (+).
f. Blood: TD: 125/93 mmHg, HR: 120x/menit, akral dingin,
g. Bladder : Warna urin kuning keruh, output urine 500/7 jam, Terpasang DC
h. Bowel : Peristaltic usus 10x/menit, mukosa bibir kering
i. Bone : Kekuatan otot atas 4/4 bawah 4/4, terdapat edema pada ekstremitas bawah
4. pemeriksaan penunjang
Nama test Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 12.6 g/dL 13.2-17.3
Leukosit 11.2 10^3/uL 3.8-10.6
Trombosit 181 10^3/uL 150-440
Hematokrit 37.9 % 40-52
Eritrosit 3.96 10^6/uL 4.4-5.9
MCV 100.6 fL 80-100
PH 7,43 7.35-7.45
PCO2 30 mmHg 35-45
HCO3 19.9 Mmol/L 22-26
Eosinophil 8.3 % 0-3
Basophil 0.8 % 0-1
Neutrophil 47.3 % 28-78
Limfosit 35.5 % 25-40
Monosit 8.1 % 2-8
Ureum 44 mg/mL 19-44
Kreatinin 1.0 mg/mL 0.6-1.3
Kalsium 1.86 mmol/L 2.02-2.60
Magnesium 1.1 mmol/L 0.8-1.0

Pemeriksaan radiologi : rontgen thorax tampak kardiomegali, gambaran EKG aritmia


5. Terapi

Oral
1) Spironolactone 25mg
2) NAC 3x20mg
3) CPG 1x75mg
4) Nastrok 1x10mg
Injeksi
1) Furosemide 1/24 jam
2) Bactesyn 1,5/8 jam
3) OMZ 1/12 jam
4) Citicolin 500/12 jam
5) Neurosanbe 1/24 jam
6. Analisa data

N Data Problem Etiologi


o
1. DS : pasien mengatakan sesak Penurunan curah Perubahan
DO : jantung (D.0008) afterload
 Edema pada ekstremitas
bawah
 Gambaran EKG aritmia

 Akral teraba dingin

 TD 125/95 mmHg

 HR 120x/menit

 CRT 3 detik

 RR 26 x/menit
2. DS : pasien mengatakan sesak Gangguan perubahan
DO : pertukaran gas membrane
 Bunyi nafas ronchi (D.0003) alveolus-kapiler

 Pernapasam cepat dan


dangkal,
 RR 29x/menit, SpO2 96%,

 HR 120 x/menit
 Ph 7.43
 PCO2: 30 mmol/L
 HCO3: 19.9
3 DS : pasien mengatakan sesak Hipervolemi Gangguan aliran
DO : (D.0022) balik vena
 Edema pada ekstremitas
bawah
 Urine 500cc/7jam

 Hematokrit 37.9%
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan afterload

2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler

3. Hipervolemi b.d gangguan aliran balik vena

C. Fokus Intervensi

Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Penurunan curah Curah jantung [erawatan jantung (I.02075)
jantung b.d (L.02008) Observasi
Perubahan afterload Setelah dilakukan  Identifikasi tanda/gejala primer
intervensi keperawatan penurunan curah jantung
selama 3x5 jam,  Monitor tekanan darah
diharapkan curah
 Monitor intake output cairan
jantung meningkat
 Monitor saturasi oksigen
meningkat dengan
 Monitor aritmia
kriteria hasil : Terapeutik
 Takikardia menurun  Posisikan semifowler atau fowler

 Dispnea menurun  Berikan terapi relaksasi untuk

 Edema mrnurun mengurangi stress

 Tekanan darah  Berikan oksigen

membaik Edukasi

 Gambaran EKG  Anjurkan berhenti merokok

aritmia menurun  Anjurkan aktivitas fisiks secara

 CRT membaik bertahap


Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia

 Rujuk ke program rehabilitasi


jangung
Gangguan Pertukaran gas Pemantauan respirasi (I.01014)
pertukaran gas b.d (L.01003) Observasi
perubahan  Monitor frekuensi irama,
membrane alveolus- Setelah dilakukan kedalaman dan upaya nafas
kapiler intervensi keperawatan  Monitor pola nafas
selama 3x5 jam,  Monitor kemampuan batuk efektif
diharapkan pertukaran gas
 Monitor nilai AGD
meningkat dengan
 Monitor saturasi oksigen
kriteria hasil :
 Dispnea menurun  Auskultasi bunyi nafas
Terapeutik
 Bunyi nafas
 Lakukan posisi semifowler
tambahan menurun
 PCO2 membaik  Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Takikardi membaik
 jelaskan tujuan dan prosedur
 Ph arteri membaik
pemantauan
 Pola nafas
 Informasikan hasil pemantauan
membaik
Kolaborasi
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
Hipervolemi b.d Keseimbangan cairan Manajemen hipervolemia (I.03114).
gangguan aliran (L.03020) Observasi :
balik vena Setelah dilakukan  Periksa tanda dan gejala
tindakan keperawatan hipervolemia
selama 3 x 5 jam  Identifikasi penyebab
diharapkan hipervolemia
keseimbangan cairan  Monitor intake dan output cairan
meningkat
 Monitor kecepatan infus secara ketat
dengan Kriteria Hasil :
 Monitor efek samping diuretik
 Haluaran urin
Terapeutik:
meningkat
 Batasi asupan cairan dan garam
 Kelembaban
 Tinggikan kepala tempat tidur 30- 40
membran mukosa
meningkat derajat
Edukasi:
 Edema menurun
 Anjurkan melapor jika haluaran urin
 Tekanan darah
<0,05 mL/jam dalam 6 jam
membaik
 Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik
BAB IV

APLIKASI JURNAL EVINDENCE BASED NURSING RISET

A. INDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. T
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Diagnosa medis : CHF
Keluhan Utama : mengeluh sesak nafas

B. DATA FOKUS

N Data Problem Etiologi


o
1. DS : pasien mengatakan sesak Gangguan perubahan
DO : pertukaran gas membrane
 Bunyi nafas ronchi (D.0003) alveolus-kapiler

 Pernapasam cepat dan


dangkal,
 RR 29x/menit, SpO2 96%,

 HR 120 x/menit
 Ph 7.43
 PCO2: 30 mmol/L
 HCO3: 19.9

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


JURNAL EBN YANG DI PUBLIKASIKAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-kapiler

D. EVINDENCE BASED NURSING PRACTICE DITERAPKAN PADA


PASIEN “Perbedaan Saturasi Oksigen Dan Respirasi Rate Pasien Congestive
Heart Failure Pada Perubahan Posisi”
E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI

TD meningkat -> Perlu melakukan posisi semi


kerja ventrikel ↑ fowler untuk meningkatkan
Edem paru ->
SPO2 dan RR
pertukaran o2 &
co2 terganggu
Tekanan kapiler
paru meningkat
Sesak nafas

Beban ventrikel
kanan meningkat Penekanan hepar ke
diagfragma

Penyempitan lumen ventrikel kanan


mengakibatkan tekanan atrium kanan meningkat

F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING


PRACTICE
Pasien dengan gagal jantung membutuhkan penatalaksanaan baik farmakologis
maupun non farmakologis dengan tujuan memperbaiki perburukan kondisi, penyebab,
perbaikan hemodinamik, menghilangkan kongesti paru dan perbaikan oksigenasi
jaringan. Pada gagal jantung terjadi penurunan curah jantung yang mengakibatkan
peningkatan volume darah dan peningkatan aliran darah balik vena sehingga
mengakibatkan peningkatan kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen otot
jantung, jika respon ini terjadi terus menerus maka tubuh akan merespon dengan
pernapasan cepat dan dangkal untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam darah.
Keadaan ini sering disebut sesak nafas atau dispnea. (prasetyo, 2015)
Cheever & Hinkle, (2014) menyatakan bahwa pengaturan posisi tidur dengan
meninggikan punggung bahu dan kepala sekitar 30° atau 45° memungkinkan rongga
dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini
akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali
normal. Sejalan dengan penelitian (Khasanah, 2019) dengan menempatkan pasien
pada posisi fowler dapat meningkatkan status pernafasan pasien, dalam hal ini SpO2
dan RR dapat menjadi lebih baik dibandingkan posisi kepala yang lebih rendah. Hal
tersebut dapat dimaknai bahwa pada posisi tubuh yang semakin tegak status
pernafasan semakin baik. Pada posisi semi fowler aliran balik darah ke jantung lebih
menurun dibandingkan pada posisi head up,dan pada posisi fowler aliran balik darah
semakin menurun dibandingkan pada posisi semi fowler.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Kubota, Endo dan Kubota (2013) yang
menunjukan bahwa sedikit fleksi pada tubuh bagian atas dalam posisi fowler akan
mengaktifkan fungsi pernapasan dan meningkatkan kontribusi aktifitas saraf vagal ke
sistem kardiovaskular. Menurunnya aliran balik darah ke jantung menyebabkan beban
kerja jantung menurun. Menurunnya beban kerja jantung berdampak kepada
penurunan tekanan pada ventrikel dan atrium kiri, sehingga hal tersebut akan
menyebabkan semakin menurunnya tekanan di kapiler paru sehingga dapat
mengurangi udema paru.Sementara itu dengan semakin menurunnya aliran balik
darah ke jantung maka darah yang menuju paru dari atrium dan ventrikel kanan juga
akan menurun sehingga pada akhirnya dapat menurunkan udema paru.
Pada Pasien CHF akan mengalami gangguan pertukaran gas yang berhubungan
dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru skunder terhadap status hemodinamik
tidak stabil karena beban jantung yang meningkat, hal ini harus di lakukan pengaturan
posisi tidur yang tepat (Udjianti,2010). Posisi semifowler akan menurunkan beban
jantung pada pasien CHF hal ini menurut Brunner &Suddarth (2010) adalah dengan
posisi semi fowler akan mengurangi aliran balik vena ke jantung (preload) dan
kongesi paru, dan penekanan diagfragma ke hepar menjadi minimal, sehingga
oksigenasi lebih adekuat dan pernafasan menjadi normal.
BAB V
PEMBAHASAN

A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED


NURSING PRACTICE
Sesak nafas dapat ditangani dengan Tindakan farmakologi maupun norfarmakologi.
Pemberian Tindakan farmakologi dapatdilakukan dengan pemberian terapi obat,
sedangkan pemberian terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan salah satunya
pengaturan posisi semi fowler. Pasien memiliki keluhan sesak nafas dengan kondisinya
saat ini, pemilihan Tindakan terapi yaitu posisi semi fowler, Tindakan ini merupakan
Tindakan yang efektif, manfat dari posisi semifowler tersebut agar pasien nyaman dan
memaksimalkan pengembangan dada.
Mengatur pasien dalam posisi tidur semi fowler akan membantu menurunkan konsumsi
oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-paru maksimal serta mengatasi kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran alveolus. Dengan posisi
semi fowler, sesak nafas berkurang dan sekaligus akan meningkatkan durasi tidur klien
(dikutip dalam Melanie, 2014).
posisi semi fowler, membuat oksigen didalam paru–paru semakin meningkat sehingga
memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran aveolus
akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O2
delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan
kondisi klien lebih cepat. Tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur Semi fowler
adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang
maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perubahan membran kapiler alveolus.
Pada Pasien CHF akan mengalami gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam alveoli paru skunder terhadap status hemodinamik tidak stabil
karena beban jantung yang meningkat, hal ini harus di lakukan pengaturan posisi tidur
yang tepat (Udjianti,2010). Posisi semifowler akan menurunkan beban jantung pada
pasien CHF hal ini menurut Brunner &Suddarth (2010) adalah dengan posisi semi fowler
akan mengurangi aliran balik vena ke jantung (preload) dan kongesi paru, dan penekanan
diagfragma ke hepar menjadi minimal, sehingga oksigenasi lebih adekuat dan pernafasan
menjadi normal.
B. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE PADA
KASUS
memposisikan pasien dengan nyaman sebelum melakukan perubahan posisi.

1. Memberikan posisi head up terlebih dahulu (30˚) yang dilakukan selama 15 menit,
selanjutnya dilakuakn pengukuran SPO2 dan RR (waktu pengukuran dengan istirahat
kurang lebih 10 menit)
2. Memberikan posisi semi fowler 45˚ selama 15 menit, kemudian pengukuran SPO2
dan RR.
3. Dan selanjutnya diposisikan

C. HASIL YANG DICAPAI


Saat posisi head up : pasien mengatakan sesak nafas, RR 26x/menit, SPO2 90%,
Pernapasan cepat dan dangkal.
Saat posisi semi fowler : pasien mengatakan sesak berkurang, RR 20x/menit, SPO2
100%, pola napas teratur
Saat posisi fowler : pasien mengatakan sesak sedikit berkurang, RR 24x/menit, SPO2
97%, pola napas teratur
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN YANG DITEMUKAN
kelebihan dari pemberian perubahan posisi dari head up ke fowler yaitu dapat diterapkan
dengan mudah oleh keluarga di rumah maupun di rumah sakit, caranya sangat mudah dan
dapat dilakukan secara mandiri oleh keluarga, serta dapat mengurangi sesak nafas.
Kekurangan nya adalah membutuhkan tahanan berupa benda agar dapat memposisikan
semifowler ketika di aplikasikan di rumah, harus mempunyai alat oksimetri untuk
mengukur SPO2
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan
dari head up ke semi fowler dengan RR yang mulanya 26x/menit turun menjadi
20x/menit dan peningkatan Saturasi oksigen dari 90% menjadi 100%, Penggunaan
perubahan posisi elevasi tubuh bagian dada sampai kepala dapat mengurangi sesak nafas,
teknik non-farmakologi ini merupakan salah satu pilihan yang mudah diterapkan dan
Pasien juga mengatakan lebih nyaman dengan posisi semi fowler karena nafas menjadi
tidak berat dan sesak berkurang. Selain itu berbagai artikel penelitian juga menunjukkan
manfaatnya dalam menangani masalah sesak napas
B. Saran
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi institusi rumah sakit dan dapat
menjadikan acuan untuk membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pemberian
posisi tidur semi fowler bagi pasien gagal jantung sehingga setiap ada pasien gagal jantung
dapat diberikan posisi tidur semi fowler untuk mencegah terjadinya penurunan saturasi
oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2018). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical
Nursing (14th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.

Mahananto, F.,& Djunaidy, A (2017) Simple Symbolic Dynamic Of Heart Rate Vanability
Identifity Patient With Congestive Heart Failure. Procedia ComputerSciience

Malik, A., Brito, D., & Chanbra, L. (2021). Congestive Heart Failure. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430873/#_NBK430873_pubdet_

Peate, I. (2018). Fundamentals of Applied Pathophysiology. (I. Peate, Ed.) (1st ed.). United
Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definsi dan indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai