Anda di halaman 1dari 32

Aplikasi Evidence Based Practice Nursing Pemberian Terapi Oksigenasi

dalam Mengurangi Ketidakefektifan Pola Napas pada Pasien CHF di ruang IGD
RSUP dr Kariadi Semarang

Disusun oleh:

Setyo Prabowo

G3A021229

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspaiani, 2016). Congestive
Heart Failure atau Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung yang adekuat guna memenuhi kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen
pada jaringan meskipun aliran balik vena yang adekuat (Asmoro, 2017).
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2015) menunjukan
Penyakit jantung di Indonesia sendiri merupakan penyakit tertinggi kedua setelah penyakit
hipertensi. Diperkirakan dari tahun 2015 adalah 603.840 kasus dan 18,33% dari kasus
tersebut ialah klien dengan penderita penyakit jantung. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar 2.784.064
individu di Indonesia menderita penyakit jantung.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal jantung adalah resiko
tinggi penurunan curah jantung, nyeri dada, resiko tinggi gangguan pertukaran gas,
ketidakefektifan pola napas, kelebihan volume cairan, intoleransi aktifitas. Pada pasien
gagal jantung dengan pola nafas tidak efektif terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru yang menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru (Retno dkk, 2016).
Pada pasien gagal jantung kongestif dengan pola nafas tidak efektif terjadi karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru-paru sehingga terjadi
peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru keadaan ini menyebabkan penimbunan cairan di paru -paru sehingga menurunkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dan menimbulkan sesak napas karena kesulitan
untuk mempertahankan oksigenasi (Nugroho, 2016).
Gangguan kebutuhan oksigenasi menjadi masalah penting pada pasien gagal jantung
kongestif. Untuk itu, sebaiknya masalah tersebut segera ditangani agar tidak memperparah
kondisi tubuh pasien. Intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
oksigenasi bisa dilakukan dengan pemberian oksigen, memberikan posisi semi fowler.
Salah satu intervensi keperawatan pada penderita gagal jantung dengan gangguan
kebutuhan oksigenasi adalah pemberian oksigen. Pemberian oksigen yaitu memasukkan
oksigen tambahan dari luar ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat. Oksigen merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses
metabolism tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara
normal.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
pengelolaan asuhan keperawatan dan aplikasi evidence based practice nursing pemberian
terapi oksigenasi dalam mengurangi ketidakefektifan pola napas pada pasien CHF di ruang
IGD RSUP dr KARIADI SEMARANG.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Melaporkan pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice nursing


pemberian terapi oksigenasi dalam mengurangi ketidakefektifan pola napas pada pasien
CHF di ruang IGD RSUP dr Kariadi Semarang

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan adalah diharapkan penulis mampu :
a. Mendeskripsikan konsep CHF (Congestive Heart Failure)
b. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF (Congestive Heart
Failure)
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF (Congestive Heart
Failure)
d. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based practice nursing pemberian terapi
oksigenasi dalam mengurangi ketidakefektifan pola napas pada pasien CHF

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari enam bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :

BAB I: Pendahuluan (latar belakang, tujuan  penulisan, dan sistematika penulisan).

BAB II: Membahas konsep dasar CHF (Congestive Heart Failure)

BAB III: Resume asuhan keperawatan pada Tn. S dengan CHF (Congestive Heart
Failure)

BAB IV: Aplikasi jurnal evidence based practice nursing riset pada pasien.

BAB V: Pembahasan terkait hasil pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice
nursing terhadap konsep teori.

BAB VI: Penutup (kesimpulan dan saran).


BAB II

KONSEP DASAR

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Congestive Heart Failure
Congestive Heart Failure atau Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat guna memenuhi kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen pada jaringan meskipun aliran balik vena yang
adekuat (Asmoro, 2017).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspaiani, 2016).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda
dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik saat istirahat atau saat aktivitas)
yang disebab kan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung. CHF dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian
ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi
sistolik) (Sudoyo dkk 2015).
2. Etiologi Congestive Heart Failure
Gagal jantung kongestif memiliki beberapa etiologi atau penyebab (Majid, 2018),
antara lain :
a. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel, sehingga menurunkan
curah ventrikel atau isi sekuncup.
b. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolik overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam
ventrikel meninggi. Pada prinsip Frank Starling yaitu curah jantung mula-mula
akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila
beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung
justru akan menurun kembali.
c. Peningkatan kebutuhan metabolik-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan
gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi, tetapi tidak mampu
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
d. Gangguan pengisian (hambatan input)
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
e. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung yang
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
f. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat pemupukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
g. Hipertensi sistemik/pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung.
h. Peradangan dan penyakit miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
i. Penyakit jantung
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semilunar),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak overload.
j. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism, hipoksia, dan anemia
memerlukaan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi klinis Congestive Heart Failure
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada gagal jatung kongestif, menurut
(Fikriana, 2018) :
a. Dyspnea
Gagal jantung pada umumnya akan mengalami sesak nafas saat melakukan
aktivitas, saat istirahat atau bahkan saat tidur dan hal ini terjadi secara tiba-tiba
dan membuat penderita terbangun dari tidurnya. Penderita gagal jantung
biasanya sesak nafas menjadi semakin berat saat penderita berada pada posisi
terlentang/supine, sehingga penderita gagal jantung seringkali lebih nyaman
dalam posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas atau penderita terkadang
menggunakan dua bantal saat tidur. Sesak nafas terjadi karena jantung tidak
mampu memompa darah yang berasal dari vena pulmonalis sehingga akan
terjadi bendungan cairan di dalam paru-paru. Adanya bendungan cairan di
paru-paru ini akan mengganggu terjadinya pertukaran gas sehingga penderita
akan menjadi sesak nafas.
b. Batuk kronis atau muncul wheezing
Batuk yang muncul pada penderita gagal jantung disertai dengan produksi
mucus yang berwarna putih atau pink. Hal ini terjadi karena penderita gagal
jantung juga mengalami penumpukan cairan di paru-paru.
c. Edema
Edema penderita gagal jantung biasanya terjadi di kaki maupun abdomen.
Terjadinya edema ini akan menyebabkan berat badan penderita menjadi
meningkat drastis karena terjadi penumpukan cairan di dalam tubuhnya. Selain
itu, ginjal mengalami gangguan dalam regulasi natrium dan air sehingga akan
terjadi peningkatan cairan di dalam jaringan.
d. Nausea
Nausea / tidak nafsu makan merupakan gejala yang dapat muncul pada
penderita gagal jantung. Hal ini dapat diakibatkan oleh karena saluran
pencernaan mengalami penurunan kebutuhan aliran darah sehingga akan
menyebabkan gangguan dalam pencernaan.
e. Fatigue
Penderita seringkali merasakan mudah lelah saat melakukan aktivitas sehari-
hari. Hal ini terjadi karena jantung tidak mampu memompa darah secara
maksimal sehingga kebutuhan darah yang mengandung oksigen dan zat-zat
lain yang dibutuhkan oleh tubuh menjadi berkurang.
f. Konfusi
Penderita gagal jantung dapat muncul kurang perhatian/penurunan daya
konsentrasi dan disorientasi. Perubahan ini dapat terjadi karena perubahan
kandungan elektrolit seperti natrium dalam tubuh yang akan menyebabkan
seseorang menjadi konfusi.
g. Takikardia
Penderita gagal jantung seringkali mengalami palpitasi. Hal ini karena jantung
berusaha memompa darah lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan.
4. Patofisiologi Congestive Heart Failure
Kelainan otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Ateroskeloris coroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi gagal
jantung (Majid, 2018).
Gagal jantung kongestif dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung.
Sebagai contoh, hipertensi sistemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium menentukan
sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung. Karena
ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke
sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelas bahwa gagal jantung
kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataannya,
penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak
dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai
terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya
volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan
siklus gagal jantung. Gagal jantung kongestif terjadi karena interaksi kompleks
antara factor-faktor yang mempengaruhi kontraktilitas, after load, pre load atau
fungsi lusitropik (fungsi relaksasi) jantung dan respon neurohormonal dan
hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi.
Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal jantung kongestif berespon terhadap
neurohormonal yang efek gabungnya memperberat dan memperlambat sindrom
yang ada (Nugroho, 2016).
Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas
miokardium, frekuensi denyut jantung.
a. Preload, preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel
kiri pada akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel
dan jumlah darah yang kembali dari sistim vena ke jantung.
b. Afterload, afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel
yang merupakan keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat
maka isi sekuncup dan curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya
afterload meningkatkan curah jantung.
c. Kontraktilitas miokardium, kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan
intrinsik otot jantung berkontraksi tanpa tergantung preload maupun
afterload. Derajat aktivitas serabut jantung ditentukan oleh kuantitas
penyediaan ion kalsium untuk protein kontraktil. Intensitas aktivitas
miokardium sangat menentukan kontraktilitas otot jantung. Perubahan
kontraktilitas adalah perubahan fungsi jantung yang tidak tergantung
kepada variabilitas preload maupun afterload.
d. Frekuensi denyut jantung, curah jantung adalah sama dengan isi sekuncup
dikalikan dengan frekuensi jantung. Oleh sebab itu, peningkatan frekuensi
jantung akan memperbesar curah jantung, namun frekuensi jantung yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan turunnya curah jantung (Aspaiani,
2016).
5. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya Congestive Heart Failure
Menurut (Majid, 2018), pemeriksaan penunjang pada gagal jantung adalah
sebagai berikut:
a. Foto thorak
Mengungkapkan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya
pembendungan cairan diparu karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya
infiltrat precordial kedua paru dan efusi pleura.
b. Laboratorium
Mengungkapkan penurunan Hb dan hematokrit. Jumlah lekosit meningkat,
bila sangat meninggi mungkin memperberat jantung. Keadaan asam basa
tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru dan
fungsi ginjal, kadar natrium darah sedikit menurun walaupun kadar natrium
total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin
meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkalosis respiratorik ringan atau hipoksi dengan peningkatan PCO2. BUN dan
kreatinin menunjukan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum
mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan
sintesis proteindalam hepar mengalami kongestif. Kecepatan sedimentasi
menunjukan adanya inflamasi akut.
c. Ultrasonography (USG)
Adanya gambaran cairan bebas dalam rongga abdomen, dan gambaran
pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa
secara manual saat disertai asites.
d. Elektrokardiogram (EKG)
Mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik
Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, disaritmia, fibrilasi
atrial.
e. Ekokardiografi
o Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan
bersama EKG)
o Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
o Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
f. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
g. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
h. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal terapi diuretic
i. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
j. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
k. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan
indikasi
l. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung
6. Pathways’s Congestive Heart Failure
B. KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian Primer ( Primery Survey A, B, C, D, E)
a. Airway: kepatenan jalan napas
b. Breathing: pola napas
c. Circulation: data pertukaran, status cairan, fungsi jantung
d. Disability: fungsi neurology, fungsi sensory motorik
2. Pengkajian sekunder
I.Pengkajian

a. Identitas :
1) Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab Meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.
b. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2) Lelah, pusing
3) Nyeri dada
4) Edema ektremitas bawah
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
6) Urine menurun
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-
gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk,
dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu
pasien.

d. Riwayat penyakit dahulu


Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah
pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi,
DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum
oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga
alergi yang dimiliki pasien.
e. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada keluarga pasien yang menderita
penyakit jantung, dan penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
f. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang.
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c) Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit Pada pasien :
respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d) Suhu Badan metabolisme menurun
3) Head to toe :
1) Kepala : bentuk , kesimetrisan
2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
3) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
4) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
5) Muka; ekspresi, pucat
6) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
7) Dada: gerakan dada, deformitas
8) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
9) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
10) Pemeriksaan khusus jantung :
a) Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal : ICS ke5).
b) Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau
hepertrofi ventrikel.
c) Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa Kanan atas : SIC
II Linea Para Sternalis Dextra Kanan bawah : SIC IV Linea Para
Sternalis Dextra Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra Kiri
bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra.
d) Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
- BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular,
yang terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada
permulaan systole.
- BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada
permulaan diastole. (BJ II normal selalu lebih lemah daripada
BJ I).
3. Diagnose keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
c. Penurunan curah jantung (D.0008)
d. Intoleransi aktivitas (D.0056)
e. Nyeri akut (D.0077)

4. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

Gangguan pertukaran gas Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)


b.d perubahan membran Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan
alveolus-kapiler keperawatan diharapkan upaya nafas
pertukaran gas meningkat. 2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
Kriterian hasil: (Pertukaran 4. Monitor nilai AGD
gas L.01003) 5. Monitor saturasi oksigen
1. Dipsnea menurun 6. Auskultasi bunyi nafas
2. bunyi nafas tambahan 7. Dokumentasikan hasil pemantauan
menurun 3.pola nafas 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantauan
3. PCO2 dan O2 membaik 9. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
10. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktifitas dan/atau tidur

Pola nafas tidak efektif Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)


b.d hambatan upaya Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
nafas (mis: nyeri saat keperawatan diharapkan pola nafas kedalaman, usaha nafas)
bernafas) membaik. 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)
Kriteria hasil : 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
(pola nafas L.01004) 4. Posisikan semi fowler atau fowler
1. Frekuensi nafas dalam rentang 5. Ajarkan teknik batuk efektif
normal 6. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
2. Tidak ada pengguanaan otot ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
bantu pernafasan
3. Pasien tidak menunjukkan
tanda dipsnea

Penurunan curah Tujuan : (Perawatan jantung I.02075)


jantung b.d perubahan setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
preload/ perubahan keperawatan diharapkan curah penurunan curah jantung
afterload/ perubahan jantung meningkat. 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder
kontraktilitas penurunan curah jantung
Kriteria hasil : (curah 3. Monitor intake dan output cairan
jantung L.02008) 4. Monitor keluhan nyeri dada
5. Berikan terapi terapi relaksasi untuk
1. Tanda vital dalam rentang mengurangi strees, jika perlu
normal 6. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
2. Kekuatan nadi perifer toleransi
meningkat 7. Anjurkan berakitifitas fisik secara
3. Tidak ada edema bertahap
8. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
Intoleransi aktivitas b.d Tujuan : (Manajemen energi I.050178)
kelemahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
keperawatan diharapkan toleransi 2. Monitor pola dan jam tidur
aktifitas meningkat. 3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
Kriteria hasil : Toleransi kunjungan)
aktivitas (L.05047) 4. Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan
1. kemampuan melakukan 5. Anjurkan tirah baring
aktifitas sehari-hari 6. Anjurkan melakukan aktifitas secara
meningkat bertahap
2. Pasien Mampu berpindah 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
dengan atau tanpa bantuan meningkatkan asupan makanan
3. Pasien mangatakan dipsnea
saat dan/atau setelah aktifitas
menurun

Nyeri akut b.d gen Tujuan : (Manajemen nyeri I.08238)


penedera fisiologis Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
(Mis: Iskemia) keperawatan diharapkan durasi, frekuensi, intensitas nyeri
tingkat nyeri menurun. 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
Kriteria hasil : Tingkat memperingan nyeri
nyeri (L.08066) 4. Berikan terapi non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1. Pasien mengatakan nyeri 5. Kontrol lingkungan yang memperberat
berkurang dari skala 7 menjadi rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
2 pencahayaan,kebisingan)
2. Pasien menunjukkan ekspresi 6. Anjurkan memonitor nyeri secara
wajah tenang mandiri
3. Pasien dapat beristirahat 7. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
dengan nyaman mengurangi nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
BAB III

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Tanggal Lahir : 17-09-1960
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pekerjan : tidak bekerja
Agama : Islam
Pendidikan Trakhir : SMA
Suku : Jawa
Alamat : semarang
Tgl Masuk RS : 12 September 2022, jam 17.30
Tgl Pengkajian : : 12 September, jam 17.40
Diagnosa Medis : CHF
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. I
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Hubungan dengan pasien : anak kandung
Pendidikan terkahir : SMA
Alamat ` :semarang

2. Keluhan Utama
pasien mengatakan sesak napas berat
3. Riwayat penyakit sekarang
anak pasien mengatakan pasien dibawa ke RSDK pada tanggal 12 september 2022
jam 17.30 dengan keluhan sesak napas. 1 minggu yang lalu pasien diopname di RS
tugu dengan keluhan yang sama. pasien datang ke IGD dengan sadar dan gelisah
GCS:13 (apatis) E:4, V:3, M:6 TD:160/105 mmHg, HR:114 x/menit, RR:32 x/menit,
S:36,5 C , Spo2:92% .
4. Inisial assessment
a. Airways (Jalan Napas) : adanya lender di jalan napas
b. Breathing (Pernapasan): pasien tampak sesak napas, tidak ada retraksi dada
terdengar suara tambahan ronchi, RR: 32 x/menit, Spo2: 92% memberikan
oksigen NRM 12 lpm
c. Curculation (Sirkulasi): nadi perifer teraba lemah, denyut nadi cepat:114 x/menit,
TD: 160/105 mmHg, ektremitas: akral hangat, warna kulit: kemerahan, CRT<2
detik, ada edema dibagian kedua kaki, eliminasi dan cairan BAK: 300 cc dengan
warna kuning jernih. Tidak BAB, abdomen: supel, turgor: baik, mukosa: kering,
kulit: tidak ada jejas atau luka di bagian tubuh, suhu: 36,5 ℃.
d. Dissability: GCS:13 (Apatis) E:4, V:3, M:6, pupil: isokor, reflek cahaya positif,
ada lateralisasi motorik
e. Exposure: tidak ada jejas di bagian tubuh
f. Folley catheter: pasien terpasang kateter
g. Gastric Tube: pasien tidak terpasang NGT,
5. Data Penunjang
a. Laboratorium: 12 september 2022

Nama Test Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi
Hemoglobin 15.1 g/dl 13,2 – 17,3
Lekosit H. 13,0 /uL 3,8-10,6
Hematokrit 42,80 % 40-52
Netrofil H 83,8 % 50,0-70,0
Limfosit L 12,8 % 25,0-40,0
Eosinofil L 0,0 % 2-4
Basofil 0,1 % 0-1
Limfosit Absolut
1,4 10ˆ3/uL
(ALC)
Trombosit 278 /uL 150-400
MCH 26,9 pg 26-34
MCHC 32,4 % 32-36
MCV 82,5 fl 80-100
Monosit 3,2 % 2,0-8,0
Elektrolit
kalium H 5,85 Mmol/L 3,50-5,0
Calsium H 1,19 Mmol/L 1,00-1,15
Natrium L 135,0 Mmol/L 135,0-147,0
Neutrophil Absolut H 10,16 10ˆ3/Ul 1,8-8
NLCR 7,27
Kimia klinik
GDS H 570 mg/dL 70-110
SGPT H 326 u/l 0-50
SGOT H 481 u/l 0-50
Ureum H 92,0 Mg/dL 17,0-43,0
Creatinin H 2,6 Mg/dL 0,6-1,1
Albumin 3,0 g/dL 3,4-4,8
Hs troponin 1 0,303 ug/L MRR
HFLC 0,3 % 0,0-1,4
Immature granulostik 0,1

b. Terapi Obat tanggal 12 Sepetember 2022

No Nama Obat Dosis Manfaat


1 Cedocard inj 3mg/jam untuk membantu mencegah nyeri
dada (angina) pada pasien dengan
kondisi jantung tertentu (penyakit
arteri koroner)
2 Furosemide inj 40 mg untuk mengatasi edema
(penumpukan cairan di dalam
tubuh) atau hipertensi (tekanan
darah tinggi).
3 Novorapid 24 Unit Insulin yang digunakan untuk
pengobatan pada diabetes melitus.
4 Spironolactone 1x25 mg digunakan untuk menurunkan
tekanan darah pada hipertensi dan
bisa pengobatan gagal jantung,
hipokalemia, sirosis, edema, atau
kondisi ketika tubuh terlalu
banyak memproduksi hormon
aldosterone(hiperaldosteronisme).
5 RL 8 tpm untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang saat mengalami luka,
cedera, atau menjalani operasi
yang menyebabkan kehilangan
darah dengan cepat dalam jumlah
yang banyak.
6. Miniaspi 80 mg untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah, stroke,
serangan jantung, serta serangan
penyempitan darah ke otak.
7. Atorvastatin 1x20 mg obat untuk menurunkan kolesterol
jahat (LDL) dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar kolesterol
baik (HDL) di dalam darah
8. Ramipril 5 mg obat untuk menangani hipertensi.
Selain itu, obat ini juga digunakan
dalam pengobatan gagal jantung
dan setelah serangan jantung.
6. Hasil Radiologi
 X foto thorax AP (inspirasi kurang):
COR: bentuk dan letak jantung normal, ukuran tak dinilai
Pulmo: gambaran bronkopneumonia
 EKG: sinus Tachycardia, inferior myocardial infarction

B. Analisa Data

Data Fokus Masalah Penyebab


Keperawatan
Ds : Pola Napas tidak Hambatan
Pasien mengatakan sesak napas berat efektif upaya napas
Do:
 Pasien tampak sesak napas
 Tampak menggunakan otot bantu
napas
 Pola napas abnormal takipnea
 RR: 32 x/menit
Spo2: 92%
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
D. INTERVENSI

No. Dx Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Pola Napas tidak Setelah diberikan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan asuhan keperawatan Observasi
dengan hambatan 1X24 jam diharapkan  Monitor pola napas
upaya napas pola napas membaik (frekuensi, kedalaman
dengan kriteria hasil: usaha napas)
1. Sesak napas  Monitor bunyi napas
menurun tambahan (ronchi)
2. Penggunaan otot Terapeutik
bantu napas  Posisikan semi fowler
menurun  Berikan minum air hangat
3. Frekuensi napas  Berikan oksigen
membaik
4. Kedalaman
napas membaik
5. Eksursi dada
membaik
E. IMPLEMENTASI

No.dx Waktu Implementasi Respon Ttd


1. senin, 12 Memonitor pola napas DS: Devia
September (frekuensi, kedalaman napas) Pasien mengatakan sesak napas
2022 berat
DO:
18.00
 RR: 32 x/menit
 Spo2: 92%
 Tampak ada penggunaan
otot bantu napas
 Pasien tampak bernapas
cepat

18.15 Memonitor bunyi napas DS: Devia


tambahan (ronchi) Pasien mengatakan dahak belum
bisa dikeluarkan
DO:
 Tampak masih terdengar
suara ronchi
18.30 Posisikan semi fowler DS: Devia
Pasien mengatakan sudah
nyaman dengan posisinya
DO:
 Pasien tampak sudah
nyaman
 Sesak napas pasien
tampak berkurng
19.00 Memberikan minum air hangat DS: Devia
Pasien mengatakan dahak belum
bisa dikeluarkan
DO:
 Pasien tampak mau
minum air hangat sedikit

18.00 Memberikan oksigen DS: Devia


Pasien mengatakan sesak napas
berat
DO:
Jam 18.00
 Pasien tampak terpasang
NK 6 lpm
 RR: 30x/menit
 Spo2: 96%

Jam 19.20
 RR: 29 x/menit
 Spo2: 98%
 Pasien tampak terpasang
oksigen NRM 12 lpm

F. EVALUASI

No. Hari dan Diagnosa keperawatan Evaluasi TTD


dx tanggal
1. senin, 12 Pola Napas tidak efektif S: Devia
September Pasien mengatakan sesak napas berkurang
berhubungan dengan
2022 O:
hambatan upaya napas  RR: 29 x/menit
19.30  po2: 96%
 Terdapat bunyi ronchi
 Pasien tampak sudah nyaman dengan
posisi semi folwler
 Pasien tampak mau minum air hangat
sedikit
 Pasien tampak menggunakan NRM
12 lpm Spo2: 98%, RR: 29 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan
(ronchi)
 Posisikan semi fowler
 Berikan minum air hangat
 Berikan oksigen
BAB IV

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. INDENTITAS KLIEN
a. Nama : Tn. S
b. Tanggal Lahir : 17-09-1960
c. Jenis Kelamin : Laki – laki
d. Pekerjan : tidak bekerja
e. Alamat : semarang
f. Tgl Masuk RS : 12 September 2022,
g. Diagnosa Medis : CHF

B. DATA FOKUS
1. Data subjektif
Pasien mengatakan sesak napas berat
2. Data objektif
 Pasien tampak sesak napas
 Tampak menggunakan otot bantu napas
 Pola napas abnormal takipnea
 RR: 32 x/menit
 Spo2: 92%
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JURNAL
EVIDENCE BASED NURSING RISET YANG DIPUBLIKASIKAN
Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG DITERAPKAN PADA KLIEN
Pemberian terapi oksigenasi dalam mengurangi ketidakefektifan pola napas pada pasien
CHF
E. ANALISA SINTESA JUSTRIFIKASI

CHF (Congestive Heart Failure)

Hipertensi pulmonal

Beban kerja jantung meningkat

Hipertrofi serabut otot

Ventrikel kiri gagal memompa darah


yang datang dari paru-paru

Backward failure

Peningkatan LEVD

Peningkatan tekanan
tekanan vena pumonalis

Peningkatan tekanan
kapiler paru

Edema paru (cairan di jaringan paru)

Menurunkan pertukaran oksigen dan


karbondioksida dan menimbulkan Pemberian Oksigenasi dan posisi semifowler
sesak napas
MK:(pola napas tidak efektif)

untuk perubahan frekuensi napas dan meningkatkan


saturasi oksigen, mengamankan pasien dalam
pemenuhan oksigenasi, untuk menghindari hipoksia
pada pasien, untuk meningkatkan ekspansi paru yang
maksimal, serta mengatasi kerusakan pertukaran gas
yang berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus, sehingga sehingga oksigen yang masuk
kedalam paru-paru akan lebih optimal dan pasien dapat
bernafas lebih lega dan mengurangi ketidaknyamanan
yang dirasakan.
F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE
Gagal jantung kongestif terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor
yang mempengaruhi kontraktilitas, after load, pre load atau fungsi lusitropik (fungsi
relaksasi) jantung dan respon neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan
untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal
jantung kongestif berespon terhadap neurohormonal yang efek gabungnya
memperberat dan memperlambat sindrom yang ada (Nugroho, 2016)
Salah satu tanda gejala gagal jantung yang muncul adalah sesak napas
(dyspnea). Penyebab adanya sesak nafas pada pasien jantung biasanya karena
hambatan upaya napas, terjadi ketika paru-paru gagal menukar karbondioksida dan
oksigen secara efisien sehingga dapat menghambat pusat pernapasan dan pasien akan
mengalami sesak napas. Sesak napas ini ditandai adanya peningkatan frekuensi napas
dan saturasi oksigen yang rendah. Pada pasien gagal jantung kongestif dengan pola
nafas tidak efektif terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang
datang dari paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru keadaan ini menyebabkan
penimbunan cairan di paru -paru sehingga menurunkan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dan menimbulkan sesak napas karena kesulitan untuk
mempertahankan oksigenasi (Nugroho, 2016).
Pasien dengan gangguan system pernapasan tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen secara normal, oksigen sangat berperan dalam pernafasan. Salah satu
intervensi keperawatan pada penderita gagal jantung dengan gangguan kebutuhan
oksigenasi adalah pemberian oksigen. Pemberian oksigen yaitu memasukkan oksigen
tambahan dari luar ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan
alat. Oksigen merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh
secara normal. Jika seseorang kekurangan oksigen maka akan berdampak buruk bagi
tubuh, sehingga diperlukan terapi tambahan untuk pasien yang mengalami gangguan
oksigenasi. Dikombinasi dengan memposisikan klien semifowler untuk meningkatkan
ekspansi paru yang maksimal, serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang
berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus, sehingga sehingga
oksigen yang masuk kedalam paru-paru akan lebih optimal dan pasien dapat bernafas
lebih lega danengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan.
BAB V
PEMBAHASAN

A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED


NURSING PRACTICE
Ada pengaruh terhadap penurunan frekuensi napas dan peningkatan saturasi oksigen
dari pemberian tindakan oksigen NRM 12 lpm dan kombinasi posisi semi fowler.
Oksigen merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme
tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal.
Tn. K dengan keluhan sesak napas, RR: 32x/menit, spo2: 92% pola napas abnormal.
Pemilihan tindakan terapi yaitu pemberian oksigen pada Tn. K merupakan salah satu
tindakan mandiri bagi perawat serta tidak memiliki efek samping yang merugikan.
Disamping itu, tindakan ini merupakan tindakan yang efektif, manfaat pemberian
oksigen dan posisi semi fowler tersebut untuk mengamankan pasien dalam pemenuhan
oksigenasi, untuk menghindari hipoksia pada pasien, untuk meningkatkan ekspansi paru
yang maksimal, serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perubahan membran kapiler alveolus, sehingga sehingga oksigen yang masuk kedalam
paru-paru akan lebih optimal dan pasien dapat bernafas lebih lega dan mengurangi
ketidaknyamanan yang dirasakan.

B. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE PADA


KASUS
Sebelum tindakan pemberian oksigen dan memposisikan semi fowler, pada tanggal 12
September 2022 jam 17.45, dilakukan pengkajian pada klien Tn. S dimana klien
mengalami sesak napas berat, keadaan umum gelisah, kesadaran apatis. Pemberian
oksigen dilakukan dengan cara memasukkan oksigen tambahan dari luar ke dalam paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen dengan
posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker tersebut umumnya bewarna bening dan
mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien dan
dikombinasikan dengan posisi semi fowler, berpengaruh terhadap perubahan frekuensi
napas dan meningkatkan saturasi oksigen. Masalah keperawatan yang muncul dengan
CHF adalah pola napas tidak efektif apabila tidak di tangani dengan segera akan akan
berdampak buruk bagi tubuh bisa menjadi hipoksia. Penanganan utama pada pasien CHF
dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif memberikan oksigenasi dan
dikombinasi dengan posisi semi fowler.
C.HASIL YANG DICAPAI
Pemberian tindakan terapi oksigen dan dikombinasi dengan posisi semi fowler pada
pasien didapatkan hasil bahwa terapi oksigen dan dikombinasi dengan posisi semi fowler
dapat menurunkan Respiratori rate dan menaikkan saturasi oksigen. pasien tampak ada
perubahaan Respiratori rate dan saturasi, hal ini menunjukan bahwa responden yang
dilakukan Pemberian tindakan terapi oksigen dan dikombinasi dengan posisi semi fowler
dapat merubah Respiratori rate dan saturasi oksigen
Waktu RR Spo2
Sebelum pemberian oksigen 32 x/menit 92%
Setelah pemberian oksigen 29 x/menit 98%

D.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN YANG DI TEMUKAN


Kelebihan dari pemberian tindakan terapi oksigen dan dikombinasi dengan posisi
semi fowler dapat menurunkan frekuensi Respiratori rate dan menaikkan saturasi
oksigen. terapi ini dapat diterapkan dengan mudah oleh pasien dirumah, caranya sangat
mudah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien, serta dapat mengurangi efek
samping obat yang berbahaya dan kecanduan obat. Sedangkan kekurangannya adalah
pemberian oksigen ini hanya bisa dipelayanan kesehatan.
BAB VI
PENUTUP

Berdasarkan hasil penulisan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


3. Pada pasien gagal jantung dengan pola nafas tidak efektif terjadi karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru sehingga terjadi peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru yang menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Gangguan kebutuhan oksigenasi menjadi masalah penting pada pasien gagal jantung
kongestif, upaya pemenuhan kebutuhan oksigenasi bisa dilakukan dengan pemberian
oksigen, memberikan posisi semi fowler dapat menurunkan frekuensi napas dan
menaikkan saturasi oksigen.
4. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. S, diagnosa utama keperawatan yang muncul
adalah Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas, Intervensi
yang dilakukan berdasarkan evidence based practice nursing adalah pemberian terapi
oksigenasi dalam mengurangi ketidakefektifan pola napas pada pasien CHF.
5. Evaluasi hasil aplikasi evidence based practice nursing adalah terdapat pengaruh
pemberian terapi oksigenasi dalam mengurangi ketidakefektifan pola napas pada Tn. S
dengan kriteria hasil adanya perubahan respiratori rate dan saturasi oksigen. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa tindakan pemberian terapi oksigenasi dan
dikombinasikan dengan posisi semi fowler memiliki pengaruh yang signifikan untuk
perubahan respiratori rate dan saturasi oksigen sesuai dengan jurnal evidence based
practice nursing.
DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Didik Aji. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien Congestive Heart Failure (CHF)
dengan Penurunan Curah Jantung di Ruang ICU RSU PKU Muhammadiyah Gombong.
Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong. Diakses pada tanggal 30 Maret 2019 Pukul 13.10 WIB
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/id/eprint/668
Aspaiani, R. Y. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Fikriana, Riza. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Deepublish
Majid, Abdul. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Mugihartadi, Handayani, M. R. (2020). Pemberian Terapi Oksigenasi dalam Mengurangi


Ketidakefektifan Pola Napas pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) di ruang
ICCU/ ICU RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

Nugroho, W D. (2015). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat denganRawat Inap Ulang
Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD DR. Moewardi. Jurnal Stikes
Kusuma Husada Surakarta
Nugroho, dkk. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat yogyakarta: Nuha Medika
Sudoyo, Aru W, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.
Suratinoyo, I. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif di Ruangan CVBC (Cardio Vaskuler Brain Centre)
Lantai III di RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou Manado Ejournal Keperawatan (e-Kp)
Volume 4 Nomor 1
SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Lampiran jurnal

Anda mungkin juga menyukai