Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN TERAPI RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK

MENGURANGI SKALA NYERI PADA PASIEN CONGESTIVE HEART


FAILURE (CHF) YANG SEDANG DI RAWAT DI RSUD BAYU ASIH
PURWAKARTA

PROPOSAL KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan

Program Keperawatan Diploma III Akademi Keperawatan RS Efarina

Oleh : Ramadhan Nurzamzam

NIM 2000001021

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA AKADEMI KEPERAWATAN RS

EFARINA PURWAKARTA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut jurnal penelitian M. Hasan Azhari (2022). Congestive Heart Fallure

(CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana jantung

mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel

tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat. Salah satu gejala yang sering

membawa pasien berobat adalah nyeri dada yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen miokardium pada

pasien dengan penyakit arteri coroner.

Menurut jurnal penelitian Tri Wahyuni Imoyowati (2021). Congestive Heart

Fallure (CHF) merupakan masalah Kesehatan yang terus berkembang di dunia.

Congestive Heart Fallure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah dalam memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi,

akibatnya akan menimbulkan berbagai gejala klinis yaitu nyeri dada. Congestive

Heart Fallure (CHF) mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi

penimbunan cairan dan alveoli, hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi

dengan maksimal dalam memompa darah.

Menurut data World Health Organization (WHO, 2016) bahwa sebanyak 17,9

juta orang di dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler atau setara dengan

31% dari 56,5 juta dari kematian global dan lebih dari ¾ atau 85% kematian yang

disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler tersebut sering terjadi di negara

berkembang dengan penghasilan rendah sampai sedang terjadi lebih dari 75% ,
dan 80% kematian yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler disebabkan

oleh serangan jantung dan stroke. Menurut American Health 2 Association (AHA,

2017) angka insiden penderita gagal jantung sebanyak 6,5 juta orang didalam

(Benjamin Emelia, 2017).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan

Indonesia pada tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia

berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% total penduduk atau

diperkirakan sekitar 29.550 orang. Ada tiga provinsi dengna prevalensi penyakit

gagal jantung tertingggi yaitu di provinsi Kalimantan Timur sekitar 2,2%, di

Yogyakarta 2%, dan Gorontalo 2%, selain itu 8 provinsi lain juga memiliki

prevalensi lebih tinggi dibanding prevalensi nasional, salah satunya Provinsi

Kalimantan Timur yaitu 1,8%. Sedangkan yang paling sedikit penderitanya adalah

pada provinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 0,3%. Penyebab kematian terbanyak

yang sebelumnya ditempati oleh penyakit infeksi sekarang telah beralih menjadi

ke penyakit kardiovaskular dan degeneratif dan diperkirakan akan menjadi

penyebab kematian 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan penyakit infeksi

pada tahun 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI,

2018).

Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan jantung yang

mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu : Penyakit jantung

iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral,

miokarditis, kardiomiopati, amioloidosis jantung, keadaan curah tinggi

(tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Apabila dominan pada sisi kanan


yaitu : Gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit

katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi 3 pulmonal,

emboli pulmonal masif di dalam (Aspaiani, 2016).

Masalah yang timbul pada gagal jantung kanan yaitu edema tumit dan

tungkai bawah, hati membesar, nyeri tekan, pembesaran vena jungularis,

gangguan gastrointestinal, BB bertambah, penambahan cairan badan, edema kaki,

perut membuncit. Pada gagal jantung kongestif adalah gejala kedua-duanya.

Sementara itu gagal jantung kiri menimbulkan gejala badan melemah, cepat lelah,

berdebar-debar, sesak nafas, batuk, anoreksia, keringat dingin, takikardi,

paroksimal nokturnal dispnea, ronchi basah paru bagian basal, bunyi jantung. Bila

jantung bagian kanan dan kiri sama-sama mengalami keadaan gagal akibat

gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak gejala gagal

jantung pada sirkulasi sitemik dan sirkulasi paru (Aspaiani, 2016).

Peran perawat dalam penanganan pasien gagal jantung sangat di perlukan

karena penyakit jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu masalah

penting kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang paling

utama. Adapun peran perawat yaitu Care giver merupakan peran dalam

memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan pemecahan masalah sesuai

dengan metode dan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi (Gobel & Gledis,

2016). Pada klien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan asuhan

keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya memperbaiki perfusi sistemik atau


kontraktilitas, istirahat total dalam posisi semi fowler, memberikan terapi oksigen

sesuai dengan kebutuhan, menurunkan volume cairan yang berlebih dengan

mencatat asupan dan haluaran urin (Aspaiani, 2016).

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal jantung

adalah aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung, nyeri dada, aktual/resiko

tinggi gangguan pertukaran gas, aktual/resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas,

aktual/ resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran, aktual/resiko tinggi kelebihan

kelebihan volume cairan, intoleransi aktifitas. Pada pasien gagal jantung dengan

penurunan curah jantung terjadi karena pada jantung ventikel kiri tidak mampu

memompa darah yang datang dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan

dalam sirkulasi paru yang menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.

Menurut Muttaqin, pada pasien gagal jantung kongestif sering kesulitan

mempertahankan oksigenasi sehingga mereka cenderung sesak nafas.

..

Menurut Pinky Anetdita Kusrifka Putri & Rusmanto (2019). Salah satu

intervensi yang dapat dilakukan pada pasien sesak nafas yaitu Slow Deep

Breathing. Slow Deep Breathing merupakan tindakan yang disadari untuk

mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Slow Deep Breathing lebih fokus

mengajarkan cara bernapas yang benar sehingga dapat menurunkan gejala pada

sesak nafas dan dapat terkontrol. Selain itu slow deep breathing dapat dilakukan

secara mandiri oleh penderita sesak nafas sehingga dapat diimplementasikan

sebagai salah satu terapi komplementer yang bertujuan untuk mengontrol sesak

nafas khususnya pada penderita CHF.


Menurut Tri Wahyuni Ismoyowati & Imelda Sri Desisi Teku (2021).

Terapi Teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk menurunkan rasa nyeri pada

pasien dengan CHF karena saat dilakukan Teknik relaksasi nafas dalam, pasien

merelaksasikan otot-ototskelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh

peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasolidatasi pembuluh darah dan akan

meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.

Kemudian mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu

endorphin dan enkefali, yang mana opoid ini berfungsi sebagai analgesic alami.

Menurut M. Hasan Azhari & Siska (2022). Penerapan Teknik relaksasi

nafas dalam mampu menurunkan skala nyeri dada dengan diukur menggunakan

PQRST, selain itu aplikasi intervensi Teknik relaksasi nafas dalam akan

meningkatkan suplai oksigen ke jaringan sehingga menurunkan tingkat rasa nyeri

yang dialami individu. Jadi penerapan Teknik relaksasi nafas dalam ini terbukti

mampu menurunkan skala nyeri dada dari 6 menjadi 2. Prinsip yang mendasari

penurunan nyeri oleh Teknik relaksasi dalam terletak pada fisiologi sistem saraf

otonom yang merupakan bagian dari sitem saraf perifer yang mempertahankan

homeostasis lingkungan internal individu.

Berdasarkan uraian diatas menunjukan pentingnya penerapan terapi

Teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan rasa nyeri pada penderita CHF,

sehingga memunculkan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitan yang

berjudul “Penerapan Terapi Komplementer slow deep breathing untuk

menurunkan rasa nyeri pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah hasil penerapan Teknik relaksasi nafas dalam penurunan

skala nyeri dada pada pasien dengan Congestive Heart Fallure (CHF) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis penerapan Teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan

skala nyeri dada pada pasien dengan Congestive Heart Fallure (CHF).

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui nilai skala nyeri dada pada pasien dengan Congestive

Heart Fallure (CHF) sebelum diberikan penerapan Teknik relaksasi

nafas dalam.

b. Mengetahui nilai skala nyeri dada pada pasien dengan Congestive

Heart Fallure (CHF) sesudah diberikan penerapan Teknik relaksasi

nafas dalam .

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Keluarga dengan kasus Hipertensi

memuat uraian tentang implikasi temuan studi kasus yang bersifat praktis

terutama :

a) Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian ini digunakan sebagai sasaran untuk membaca dan

menambah wawasan, pemahaman bagi mahasiswa keperawatan dalam hal

pemberian penerapan terapi komplementer khususnya bagi pasien,


sehingga duharapkan dapat meningkatkan perkembangan bagi ilmu dan

praktek keperawatan.

b) Manfaat Bagi Perawat

Sebagai khasanah ilmu dalam bidang keperawatan dan bahan kepustakaan

bagi profesi perawat serta perbandingan pada penanganan kasus gangguan

sistem kardiovaskuler : Congestive Heart Fallure (CHF) dengan

penerapan Teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan skala nyeri

dada.

c) Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai sarana untuk belajar lebih baik lagi ke depannya

dalam menerapkan semua ilmu yang didapat dan untuk meningkatkan

daya fikir dalam menganalisa masalah khususnya pada pasien dengan

gangguan sistem kardiovaskuler : Congestive Heart Fallure (CHF) dengan

penerapan Teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan skala nyeri

dada.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai