Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE) DI
RUANG IGD RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh:
Rahayu Purwanti 220300906

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE) DI
RUANG IGDRSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Rahayu Puranti 220300906

Telah mendapatkan persetujuan dan pengesahan


Pada tanggal………………………..

Preceptor Pembimbing Akademik

(Wahyu Dwi N, S.Kep., Ns) (Ns. Muhammad G A Putra, M.Kep)


NIP.198009012006041012 NIP.-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif merupakan masalah kesehatan yang progresif

dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun

negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung

relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis

yang lebih berat (PERKI, 2020). Berdasarkan data dari World Health

Organisation (WHO) pada tahun 2019, menyebutkan bahwa 17,9 juta orang

meninggal akibat penyakit kardiovaskular, yang mewakili dari 32% kematian di

dunia. Salah satunya adalah penyakit kardiovaskular yaitu gagal jantung kongestif

(WHO, 2021).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan

Indonesia pada tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia

berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar

29.550 orang. Paling banyak terdapat di provinsi Kalimantan Utara yaitu 29.340

orang atau sekitar 2,2% sedangkan yang paling sedikit penderitanya adalah pada

provinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 144 orang atau sekitar 0,3%. Estimasi

jumlah penderita penyakit gagal jantung berdasarkan diagnosis atau gejala,

terbanyak terdapat di provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang atau sekitar

(0,3%) sedangkan yang paling sedikit adalah 945 orang atau (0,15) yaitu di

provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan untuk provinsi di Jawa Tengah,

berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung adalah sekitar


1,5% atau 29.550 orang. Sedangkan menurut diagnosis atau gejala, estimasi

jumlah penderita gagal jantung 0,4% atau sekitar 29.880 orang (RISKESDAS,

2018).

Pada pasien gagal jantung kongestif sering kesulitan mempertahankan

oksigenasi sehingga mereka cenderung sesak nafas. Seperti yang kita ketahui

bahwa jantung dan paru-paru merupakan organ tubuh penting manusia yang

sangat berperan dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam darah,

sehingga apabila paru-paru dan jantung tersebut mengalami gangguan maka hal

tersebut akan berpengaruh dalam proses pernapasan. Gagal jantung kongestif

menyebabkan suplai darah ke paru-paru menurun dan darah tidak masuk ke

jantung. Keadaan ini menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru, sehingga

menurunkan pertukaran oksigen dan karbondioksida (Suratinoyo, 2016).

Peran perawat dalam penanganan kegawatdaruratan CHF sangat besar salah

satunya dalam hal pemenuhan oksigen. Peran perawat dilakukan melalui asuhan

keperawatan dengan proses keperawatan yaitu pengkajian, penentuan diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah

kesehatan CHF (Congestive Hearth Failure).

2. Tujuan Khusus

a. Pengkajian klien dengan masalah CHF (Congestive Hearth Failure)


b. Perencanaan untuk mengatasi masalah CHF (Congestive Hearth Failure).

c. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan

untuk menangani klien CHF (Congestive Hearth Failure).

d. Evaluasi pencapaian tujuan pengelolaan keperawatan klien dengan

gangguan CHF (Congestive Hearth Failure).

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis

Hasil laporan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam
keperawatan dalam mengelola kasus CHF (Congestive Hearth Failure juga
diharapkan menjadi informasi bagi tenaga kesehatan yang lain dalam
mengelola kasus yang bersangkutan.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi institusi kesehatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tentang


asuhan keperawatan klien CHF (Congestive Hearth Failure), serta untuk
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan di masa mendatang.

b. Manfaat bagi pelayanan kesehatan

Hasil penulisan ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi perawat dalam
upaya peningkatan mutu pealayanan keperawatan khususnya pada
pengelolaan klien dengan CHF (Congestive Hearth Failure).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep CHF (Congestive Hearth Failure)


1. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)

Menurut (Brunner & Suddarth (2017) gagal jantung kongestif adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk

memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan (Novela, 2019). Congestive

Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi

patofisiologis dicirikan oleh adanya bendungan (kongesti) di paru atau sirkulasi

sistemik yang disebabkan karena jantung tidak mampu memompa darah yang

beroksigen secara cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan

(Khairul & Bachtiar, 2019).

2. Klasifikasi Derajat Keparahan Congestive Heart Failure (CHF)

a. Berdasarkan klasifikasi oleh New York Heart Association (NYHA) derajat

keparahan gagal jantung adalahsebagai berikut (Arrafii, 2020) :

1) NYHA kelas I : Penderita dengan kelainan jantung tanpa batasan

aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan

kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.

2) NYHA kelas II : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibatkan

pembatasan aktivitas fisik ringan. Merasa enak istirahat. Aktivitas fisik

sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.

3) NYHA kelas III : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat

pembatasan aktivitas berat. Merasa enak saat istirahat.


4) NYHA kelas IV : Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat

tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun, keluhan timbul meski

beristirahat.

b. Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology/American Heart

Association (ACC/AHA) sepertiberikut (Arrafii, 2020) :

1) Tingkat A : Pasien dalam resiko tinggi untuk mengalami gagal jantung

di masa yang akan datang namun belum memiliki kelainan fungsional

maupun struktural jantung.

2) Tingkat B : Terdapat gangguan struktural jantung namunbelum

tampak gejala apapun.

3) Tingkat C : Tampak gejala gagal jantung namun dapat dikontrol

dengan pengobatan farmakologis.

4) Tingkat D : tahap lanjut dimana dibutuhkan perawatanrumah sakit,

transplantasi jantung atau perawatan intensif.

3. Etiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif menurut

Agustina (2017) sebagai berikut:

a. Penyakit jantung koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk

menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner

dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit

jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung

kongestif.
b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan

komplikasi terjadinya gagal jantung. Hipertensi menyebabkan gagal

jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik

dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi

terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya

akan berujung pada gagal jantung kongestif.

c. Cardiomiopathy

Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak

disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, atau kelainan

kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya

ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab

tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated Cardiomiopathy

berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel

kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan

peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis.

d. Kelainan katup jantung

Dari beberapa kelainan katup jantung, yang paling sering

menyebabkan gagal jantung kongestif ialah regurgitasi mitral.

Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan

volume di jantung. peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk


berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat di distribusi ke seluruh

tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung

kongestif.

e. Aritmia

Atrial fibrasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung

tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau

hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa

atrial fibrilasi dan ditemukan 50% pasien gagal jantung memiliki gejala

atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia

tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah

prognosis dengan meningkatkan mordibitas dan mortalitas.

f. Alkohol dan obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan

atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam

jangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapatkan 2-3%

kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol

jangka panjang.

g. Lain-lain

Merokok merupakan faktor risiko yang kuat danindependen untuk

menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan

pada wanita belum ada fakta yang konsisten. Sementara diabetes

merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap

ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan


struktur dan fungsi dari miokardium. selain itu, obesitas menyebabkan

peningkatan kolesterol yang meningkatkan risiko penyakit jantung

koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif.

4. Manifestasi Klinis Congestive Heart Failure (CHF)

Menurut Kasron (2012), manifestasi klinik dari CHF tergantung

ventrikel mana yang terjadi (Damayanti, 2021).

a. Gagal jantung kiri

Manifestasi kliniknya antara lain:

1) Dispnea

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan

menganggu pertukaran gas dan dapat mengakibatkan ortopnea

(kesulitan rnafas saat berbaring) yang dinamakan paroksimal

nokturnal dispnea (PND).

2) Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung kurang yang menghambat

jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya

pembuangan sisa hasil katabolisme.

3) Sianosis

Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forwad failure)

pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke

organ-organ seperti : kulit, dan otot-otot rangka.


4) Batuk

Batuk bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering

adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa

dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Batuk ini

disebabkan olehkongesti cairan yang mengadakan rangsangan pada

bronki.

5) Denyut jantung cepat (Takikardi)

Terjadi karena jantung memompa lebih cepat untuk menutupi

fungsi pompa yang hilang, irama gallop umum dihasilkan sebagai

aliran darah ke dalam serambi yang distensi.

b. Gagal jantung kanan

Manifestasi kliniknya antara lain :

1) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen

3) Anoreksia dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena dan status

vena di dalam rongga abdomen.

4) Rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena perfusi renal.

5) Badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,

gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme

yang tidak adekuat dari jaringan.


5. Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh

kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh tubuh,

baik dalam keadaan istirahat maupun mengalami stress fisiologis.

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagaljantung meliputi keadaan-

keadaan (Kasron, 2016) :

a. Preload (beban awal)

Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan

tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

b. Kontraktilitas

Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan

serabut jantung.

c. After Lood (beban akhir)

Besarnya tekanan ventrikel yang harus diihasilkan untuk memompa

darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan

gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas terganggu,

menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang

menyebabkan prelood meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum

ventrikel. Menyebabkan afterload meningkat yaitu pada keadaan stenosis

aorta dan hipertensi sistemik.

Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi

menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang

dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan


darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan

mempengaruhi mekanisme pelepasan rennin- angiotensin dan akhirnya

terbentuk angiostesin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron

dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut

meningkatkan cairan ekstra intravaskuler sehingga terjadi

ketidakseimbangan volume cairandan tekanan selanjutnya terjadi edema

ruang interstial. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana

asites dapat menimbulkan gejala- gejala gastrointestinal seperti mual,

muntah, anoreksia (Kasron, 2016).

Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk ke

jantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat

menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru.

Sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang

akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu

gejala sesak nafas (dispnea), ortopnea (dispnea saat berbaring) apabilah

aliran darah dari ekstremitas aliran balik vena kejantung dan paru-paru

sehingga timbullah masalah keperawatan gangguan pertukaran gas

(Kasron, 2016).

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Rahmadhani (2020) pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung kongestif di antaranya

sebagai berikut :

a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan

aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.

b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk

menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi

sebelummnya.

c. Ekokardiografi

1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik

dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan

bersama EKG)

2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan

transesofageal terhadap jantung)

d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau

insufisiensi

e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam

pembuluh darah abnormal

f. Elektrolit : Mungkin berubah karena perpindahan

cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik


g. Oksimetri nadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal

jantung kongestif akut menjadi kronis.

h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis

respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2

(akhir)

i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN

menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baikBUN dan kreatinin

merupakan indikasi

j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan

hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung

7. Penatalaksanaan

Menurut Rahmadhani (2020) penatalakasanaan gagal jantung dibagi

menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :

a. Terapi farmakologi : Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan

diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta blocker,

angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung, antagonis

aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien dengan keluhan

konstipasi.

b. Terapi non farmakologi : Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah

baring, perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit,

prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring dan

kontrol faktor resiko.


8. Pathway

Sumber: : (WOC) dengan menggunakan Standar Diganosa KeperawatanIndonesia dalam

(PPNI,2017)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a) Pengkajian Primer

Menurut Gillbert et al. (2009) dan Muttaqin (2009) dalam Primary

survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Pratiwi, 2017):

1) Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa

responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk

memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien

yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.

Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan

ventilasi. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi

lidah pada kondisi pasien tidak sadar.

Biasanya gejala yang muncul pada saat pengkajian airway pada

pasien CHF yaitu : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau

dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,

riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan. Serta

ditandai dengan, pernapasan takipnea, napas dangkal, penggunaan otot

asesori pernapasan. Batuk kering/nyaring/non produktif atau mungkin

batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum

mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi

napas mungkin ronchi. Fungsi mental mungkin menurun, kegelisahan,

letargi. Warna kulit pucat dan sianosis.Yang perlu diperhatikan dalam


pengkajian airway pada pasien antara lain:

(a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Terdapat suara napas tambahan

ronchi. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien

CHF antara lain:

Adanya snoring atau gurgling.

(1) Stridor atau suara napas tidak normal.

(2) Di temukan ronchi kanan kiri

(3) Agitasi (hipoksia).

(4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest

movements.

(5) Sianosis.

(b) Look dan listen pada pasien CHF merupakan bukti adanya masalah

pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :

(1) Muntahan.

(2) Perdarahan.

(3) Gigi lepas atau hilang.

(4) Gigi palsu.

(5) Trauma wajah.

(6) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.

(7) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cidera tulang belakang.

(8) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas


pasien CHF yang sesuai indikasi:
- Chin lift/jaw thrust.

- Lakukan suction.

- Oropharyngeal airway/ nasopharyngeal airway,


Laryngeal Mask Airway.

- Lakukan intubasi.

2) Pengkajian Breathing

Pengkajian breathing pada pasien CHF didapatkan tanda

kongesti vaskular pulmonal yaitu dispnea orthopnea dispnea nokturnal

paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronchi

umunya terdengar pada posterior paru. Hal ini di kenali sebagai bukti

gagal jantung kiri. Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai

kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika

pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang

harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension

pneumothorax/ haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi

buatan. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada

pasien CHF antara lain:

(a) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan

oksigenasi pasien. Penggunaan alat bantu pernapasan ET dan

NRM.

(b) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Ada tanda-tanda

sebagai berikut: terjadi tanda sianosis, penetrating injury, flail


chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu

pernafasan.

(c) Palpasi untuk adanya pergeseran trakea, fraktur ruling iga,

subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosa

haemothorax dan pneumotoraks.

(d) Auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada, suara nafas

ronchi.

(e) Bacaan pulse ocsimetry didapatkan takikardi hipertensi kadang juga

hipotensi.

3) Pengkajian Circulation

Pengkajian circulation pada pasien CHF didapatkangejala yang

mungkin muncul yaitu anemia, syok septik, bengkak pada kaki, asites.

Ditandai dengan:

(a) TD: mungkin rendah (gagal pemompaan).

(b) Tekanan Nadi: mungkin sempit.

(c) Irama Jantung: Disritmia.

(d) Frekuensi jantung: Takikardia.

(e) Nadi apical: PMI (point maksimum impuls) mungkin menyebar

dan merubah posisi secara inferior ke kiri.

(f) Bunyi jantung: S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapatterjadi, S1

dan S2 mungkin melemah.

(g) Murmur sistolik dan diastolic.

(h) Warna: kebiruan, pucat abu-abu, sianotik


(i) Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler

lambat.

(j) Hepar: pembesaran/dapat teraba.

(k) Bunyi napas: crackles, ronkhi.

(l) Edema: mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada

ekstremitas.

4) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan

skala AVPU:

(a) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi

perintah yang diberikan.

(b) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang

tidak bisa dimengerti.

(c) P - response to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika

ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk

merespon).

(d) U - unresponsive, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri

maupun stimulus verbal.

5) Pengkajian Expose, Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada

pasien. Jika pasien diduga memiliki cidera leher atau tulang belakang,

imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika


melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu

diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah

mengekspospasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua

pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat

dan jaga privasi pasien, kecuali jikadiperlukan pemeriksaan ulang.

6) Pengkajian Nyeri

(a) Provokatif/Paliatif

Hal yang menyebabkan nyeri bertambah berat, nyeri dikarenakan

pembesaran di vena pada hepar.

(b) Kualitas/Kuantitas

Bagaimana gejala dirasakan, nyeri yang di rasa bila ditekan.

(c) Regional

Di daerah mana nyeri dirasakan, nyeri pada ulu hati.

(d) Skala

Skala nyeri dari angka 5-10

(e) Timing

Apakah nyeri dirasakan tiba-tiba atau bertahap, sudah berapa lama

dirasakan, setiap berapa menit/jam. Nyeri di rasa saat pasien

beraktivitas atau melakukan kegiatan bahkan bisa saat istirahat

(hilang timbul).

7) Pengkajian tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHFyaitu :

Menurut Gray dalam Pratiwi 2017 manifestasinya adalah sebagai berikut


:

(a) Gagal Jantung Kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri

tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi

klinis yang terjadi yaitu :

(1) Dispnea: Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan

mengganggu pertukaran gas sehingga terjadi sesak atau sukar

bernafas.

(2) Orthopnea: Sesak nafas yang terjadi pada posisi berbaring.

(3) Paroksimal Noktural Dispnea (PND): Episode akut dari sesak

nafas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi pada malam

hari.

(4) Letargi dan kelelahan: Terjadi karena curah jantung yang kurang

yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen

serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

(5) Batuk (hemoptysis): Gejala batuk dapat menyertai sesak.

(6) Kegelisahan atau kecemasan: Terjadi karena akibat gangguan

oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan kurang

pengetahuan terhadappengobatan pada penyakit gagal jantung.

(7) Edema pleura: Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler,

peningkatan tekanan vena sistemik dikombinasi dengan

peningkatan volume darah.


(b) Gagal jantung kanan

Manifestasi klinis gagal jantung kanan antara lain:

(1) Edema ekstremitas bawah (edema dependen): Edema dimulai

dari kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah ke atas

tungkai dan paha yang selanjutnya ke genitalia eksterna dan

tubuh bagian bawah.

(2) Hepatomegali: Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

(3) Asites: Proses hepatomegali yang berkembang sehingga

tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan

terdorong keluar rongga abdomen.

(4) Dispnea: Terjadi sebagai akibat dari asites yang menyebabkan

penekanan pada diafragma sehingga menyebabkan distress

pernafasan.

(5) Anoreksia: Terjadi akibat pembesaran vena dan status vena

didalam rongga abdomen.

(6) Nokturia: Rasa ingin kencing dimalam hari terjadi karena

peningkatan perfusi renal didukung oleh posisi penderita saat

berbaring

(7) Lemah: Disebabkan karena menurunnya curah jantung,

gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah

katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

(8) Peningkatan Jugularis Vena Pressure (JVP): Gagal jantung


kanan membuat gangguan dan hambatan pada daya pompa

ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan

menurun, tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.

(9) Suara gallops: Pada auskultasi jantung dapat ditemukan suara

3 (S3) atau ventrikuler gallop (gallop=suara seperti telapak

kuda yang berlari).

8) Pengkajian Sekunder

Menurut Gillbert et al.dan Muttaqin dalam Pratiwi 2017 , pengkajian

sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara

head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya

dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak

mengalami syok atau tanda-tandasyok mulai membaik.

(a) Anamnesis

Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh

langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan

cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan

anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat

kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan

memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita.

Anamnesis meliputi riwayat SAMPLE yang bisa didapat dari pasien

dan keluarga:
(1) S (Symptomp): Gejala yang timbul, seperti yang sudah di

jelaskan pada tanda dan gejala yang timbul di atas yaitu dispnea,

orthopnea, kelelahan, anoreksia, peningkatan JVP dan edema.

(2) A (Allergies): Adakah alergi pada pasien, seperti obat- obatan

anti hipertensi dan alergi makanan yang memicu terjadinya

hipertensi.

(3) M (Medication): Obat-obatan yang diminum seperti sedang

menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis,

atau penyalahgunaan obat.

(4) P (Past medical history): Riwayat medis pasien seperti penyakit

yang pernah diderita yaitu penyakit jantung(hipertensi,

kardiomegali, gagal jantung), pernah mengonsumsi obat anti

hipertensi.

(5) L (Last meal): Obat yang baru saja di konsumsi seperti obat anti

hipertensi, dan pengkonsumsian makanan yang mengandung

natrium berlebih.

(6) E (Events prociding the incident): Riwayat merokok, pekerja

keras dan melakukan kegiatan yang menimbulkan kelelahan.

b) Pengkajian Head to Toe

Menurut Gillbert et al. (2009) yaitu (Pratiwi, 2017) :

(1) Penampilan umum dan tanda-tanda vital

(a) Pada pemeriksaan keadaan umum pasien gagal jantung

biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau


composmentis dan akan berubah sesuai dengan tingkat

gangguan yang melibatkan perfusi sistemsyaraf pusat.

(b) Tekanan darah sistolik: normal atau tinggi pada gagal

jantung awal, umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut

(c) Perubahan pada nadi: pemeriksaan denyut nadi selama

gagal jantung menunjukan denyut yang cepat dan lemah.

Denyut jantung yang cepat atau takikardi mencerminkan

respon terhadapperangsangan syaraf simpatis

(d) Sinus tachycardia

(e) Akral dingin: Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh

vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah

jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin yang

menyebabkan terjadinya sianosis.

(f) Sianosis pada bibir dan kuku

(2) Pada pemeriksaan kepala

Bentuk kepala simetris, tidak teraba masa dan warnarambut

di sesuikan dengan kondisi pasien.

(3) Pada pemeriksaan leher

(a) Distensi vena jugularis

Bila ventrikel kanan tidak mampu mengkompensasi, maka

akan terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan

pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi

ventrikel dan peningkatan lanjut pada atrium kanan,


peningkatan tekanan ini memantulkan ke hulu vena kava

yang menandakan tekanan vena jugularis.

Peningkatan tekanan atrium kanan

(b) Positif abdominojugular refluks: Pada tahap awal gagal

jantung, tekanan vena jugularis mungkin tampak normal

pada saat istirahat tetapi mungkin menjadi abnormal

meningkat dengan berkelanjutan (~1 menit) tekanan pada

perut.

(4) Pada pemeriksaan paru akan di temukan:

(a) Paru crackles (rales atau crepitations) dengan atau tanpa

mengiekspirasi

(b) Ditemukan suara nafas tambahan ronchi

(c) Penggunaan otot-otot bantu pernapasan.

(d) Jika di lakukan perkusi akan di temukan suara pekak

karena terjadi penumpukan cairan di paru.

(e) Efusi pleura: Sering bilateral, tetapi jika terjadi pada

unilateral, lebih sering pada ruang pleura kanan.

(5) Pada pemeriksaan jantung

(a) Titik impuls maksimum (PMI) dapat dipindahkan dan

berkelanjutan (seperti pada hipertensi) atau lemah, seperti

dalam kardiomiopati membesar idiopatik.

(b) Ketiga dan suara jantung keempat: sering ada tapi tidak

spesifik.
(c) Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid yang sering hadir

pada pasien dengan gagal jantung lanjut.

(d) Bunyi suara jantung S1 merupakan tanda kegagalan

kongesti, bunyi S3 tanda penting dari gagal ventrikel kiri,

bunyi S4 yaitu bunyi yang umum terdengar pada pasien

infark miokard akut. Bunyi S3 dan S4 berkaitan dengan

kegagalan ventrikel kiri.

(6) Pada pemeriksaan perut dan ekstremitas akan di temukan:

(a) Hepatomegali merupakan manifestasi dari kegagalan

jantung.

(b) Asites (tanda akhir).

(c) Penyakit kuning (menemukan akhir).

(d) Peripheral edema: terjadi terutama di pergelangan kaki dan

wilayah pretibial pada pasien rawat jalan, pada pasien sakit

edema dapat ditemukan di daerah sacral (edema presacral)

dan skrotum, lama edema dapat berhubungan dengan kulit

indurated dan berpigmen.

(7) Cardiac cachexia: ditandai dengan berat badan ↓ dan cachexia

(dengan gagal jantung kronis parah).

(8) Pemeriksaan pada genetalia: terjadi penurunan output urin,

adanya edema menandakan adanya retensi cairan


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis

perawat tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun

risiko yang mengancam jiwa. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan

merupakan dasar penyusunan rencana keperawatan dalam penyelamatan jiwa

dan mencegah terjadinya kecacatan. Diagnosa keperawatan gawat darurat

pada pasien CHF dalam masalah oksigenasi menurut Tim Pokja SDKI DPP

(2016), antara lain:

a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung;

perubahan frekuensi jantung; perubahan kontraktilitas;

b) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan

nafas; sekresi yang tertahan.

c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi; perubahan membranalveolus-kapiler.

d) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi; kelemahan

otot pernafasan; kelelahan.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah serangkaian langkah yang bertujuan

untuk menyelesaikan masalah/diagnosa keperawatan gawat darurat

berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan baik secara mandiri

maupun melibatkan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Intervensikeperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman

dalam melakukan tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.


Intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul

pada pasien CHF dengan pemenuhan kebutuhan oksigen adalah:

a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung;

perubahan frekuensi jantung; perubahan kontraktilitas miokard;

perubahan preload; perubahan afterload.

Tujuan: meningkatkan curah jantung. Kriteria hasil: sesak nafas menurun,

takikardia menurun, palpitasi menurun, paroksimal nocturnal dyspnea

menurun, ortopnea menurun, suara jantung S3 menurun, tekanan darah

membaik. Rencana tindakan menurut Tim Pokja SIKI DPP (2018)

adalah:

1) Identifikasi tanda/gejala primer dan sekunder penurunan

curah jantung.

2) Monitor keluhan nyeri dada.

3) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi).

4) Posisikan pasien semi fowler atau fowler.

5) Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi.

6) Kolaborasi pemberian obat.

b) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan

nafas; sekresi yang tertahan.

Tujuan: mempertahankan jalan nafas agar efektif. Kriteria hasil: batuk

efektif meningkat, sesak nafas menurun, ortopnea menurun, sulit bicara

menurun, frekuensi napas membaik. Rencana Keperawatan menurut


Tim Pokja SIKI DPP (2018)adalah:

1) Observasi status pernafasan: suara nafas, kecepatan, irama, kedalaman

dan penggunaan otot bantu pernafasan.

2) Auskultasi bunyi napas.

3) Berikan posisi semi fowler/fowler.

4) Anjurkan pasien minum air hangat.

5) Kolaborasikan pemberian bronkodilator.

c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi; perubahan membranalveolus-kapiler.

Tujuan: mempertahankan pertukaran gas. Kriteria hasil: sesak nafas

menurun, bunyi napas tambahan menurun, napas cuping hidung menurun,

PCO2 membaik, pola napas membaik. Rencana tindakan menurut Tim

Pokja SIKI DPP (2018) adalah:

1) Observasi saturasi oksigen dengan oksimetri.

2) Pantau nilai AGD.

3) Istirahatkan pasien dengan tirah baring optimal dan batasiaktivitas.

4) Berikan tambahan oksigen dengan nasal kanul atau masker sesuai

indikasi.

d) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi; hambatan

upaya nafas (nyeri, kelemahan otot pernafasan); penurunan

energi/kelelahan.

Tujuan: mempertahankan pola nafas agar kembali efektif. Kriteria hasil:


sesak napas menurun, penggunaan otot bantu napas menurun, ortopnea

menurun, pernapasan cuping hidung menurun. Rencana tindakan menurut

Tim Pokja SIKI DPP (2018) adalah:

1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2) Berikan oksigen, jika perlu

3) Atur posisi untuk mengurangi sesak (misal semi fowler)

4) Istirahatkan pasien dengan tirah baring optimal dan batasiaktivitas.

5) Kolaborasikan pemberian terapi oksigen dengan nasalkanul atau

masker sesuai indikasi.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat, implementasi dibedakan menjadi:

a) Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri

oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalah atau

menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit).

b) Saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent) adalah tindakan

keperawatan atas dasar kerja sama tim perawat dantim kesehatan

lainnya.

c) Ketergantungan (dependent) adalah tindakan keperawatan atas dasar

rujukan profesi lainnya. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah

sebagai berikut :

1) Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan

setelah validasi.
2) Dokumentasi implementasi dan respon pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan dari intervensi

tersebut tercapai/tidak. Evaluasi disusun menggunakan Subjective, Objective,

Analisis, Planning (SOAP) yaitu sebagai berikut (Pratiwi, 2017) :

a) S – Subjective: Data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali

pada pasien yang afasia.

b) O – Objective: Data objektif yang diperoleh dari hasilobservasi perawat,

misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan

keperawatan, atau akibat pengobatan.

c) A – Analysis: Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena status pasien

selalu berubah yang mengakibatkan informasi/data perlu pembaharuan,

proses analisis/assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu sering

memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosa,

rencana, dan tindakan keperawatan.

d) P – Planning: Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan

keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil

modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan

kesehatan pasien. Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan

periode yang telah ditentukan.


PENGKAJIAN DATA
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa: Rahayu Purwanti Tanggal Pengkajian: 21 Januari 2023


Tempat Praktik: IGD RSUP. Sardjito Sumber Informasi: Pasien, keluarga,
ERM

I. Identitas Diri Pasien


Nama : Ny. S
Umur : 73 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta
Suku : Jawa
Diagnosa Medis : CHF
NO. RM :0040XXX
II. Primary Survey
A. Airway :
Pasien tampak sesak, pasien dapat berbicara dengan jelas, tidak
terdapat sumbatan jalan nafas dan pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran

B. Breathing :
Pernafasan 24 x/menit, terdapat suara tambahan rales, SPO2 92% .

C. Circulation :
Akral teraba hangat, CRT kembali < 2 detik, tidak ada
pembengkakan pada ekstermitas, TD : 135/94 mmHg, N : 150
x/menit, S : 37.7 ⸰C

D. Disability :
Kesadaran composmentis, pasien dapat merespon suara, GCS: E4
M6 E5

E. Exsposure :
Terpasang nasal kanul 3 lpm, terpasang kateter, terpasang infus,
terpasang infus NaCl

III. Secondary Survey


1. Keluhan saat ini
Pasien masuk ke IGD tanggal 21 Januari 2022 dengan keluhan sesak
nafas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, badan terasa lemas,
sesak nafas jika tidur terlentang, jantung terasa berdebar-debar, dengan
tanda tanda vital TD :135/94 mmHg, S : 37.7⸰C, N :150 x/menit, RR;
24 x/menit, SPO2 : 92%,

2. Riwayat kesehatan yang lalu

Keluarga mengatakan pasien mengeluh susah nafas kemudian dan


semakin sesak nafas jika tidur terlentang. Tahun 2019 pasien pernah
melakukan BMV (Balloon Mitral Valvuloplasty), selalu control rutin
di dokter spesialis jantung parudengan terapi candesartan, bisoprolol,
furosemide,aspilet,tetapi tidak minum rutin. Pasien memiliki riwayat
penyakit herpes syaraf dan hipertensi.

3. Riwayat keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak terdapat anggota keluarga yang


memiliki riwayat penyakit jantung , hipertensi dan herpes syaraf.
4. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Garis menikah
: Garis Keturunan
: Perempuan : Garis tinggal serumah
: Pasien : Meninggal

5. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan


Keluarga mengatakan jika pasien mengeluh sakit langsung dibawa
berobat ke RS ataupun fasilitas kesehatan lainnya. Pasien tidak pernah
dibelikan obat warung.
6. Nutrisi dan Cairan
a. Nutrisi
 Sebelum Masuk Rumah Sakit:
Pasien makan dengan porsi seperti biasa dengan nasi, sayur
dan lauk, frekuensi makan 3 x sehari.
 Setelah Masuk Rumah Sakit:
Keluarga mengatakan selama di IGD pasien belum makan.

b. Cairan
 Sebelum Masuk Rumah Sakit:

Frekuensi minum kurang lebih 5-6 kali

 Setelah Masuk Rumah Sakit:


Pasien mengatakan pasien sedikit minum, turgor kulit baik
kembali < 2 detik
7. Aktivitas dan Latihan
Sebelum Masuk Rumah Sakit

Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAK/BAB √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
Keterangan :
0: mandiri,
1: Alat bantu,
2: dibantu orang lain,
3: dibantu orang lain dan alat
Setelah Masuk Rumah Sakit

Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAK/BAB √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √

Keterangan :
0: mandiri,
1: Alat bantu,
2: dibantu orang lain,
3: dibantu orang lain dan alat
8. Oksigenasi
Pasien tampak sesak nafas dengan frekuensi pernafasan 24 x/menit,
pasien terpasangterapi O2 Nasal kanul 3 lpm.

9. Kognitif dan Persepsi


a. Ggn. Penglihatan :Tidak
b. Ggn. Pendengaran : Tidak
c. Ggn. Penciuman : Tidak
d. Ggn. Sensasi Taktil : Tidak
e. Ggn. Pengecapan : Tidak
f. Riwayat penyakit : (-) Eye Surgery
(-) Otitis media
(-) luka sulit sembuh

 Kenyamanan dan nyeri


1. Nyeri : Ya
2. Paliatif : Ketika tidur terlentang
3. Qualitas : Nyeri seperti tertimpa benda berat
4. Region : dada sebelah kiri
5. Severity :5
6. Time : Setiap saat
7. Ambulasi di tempat tidur :mandiri/tergantung/bantuan
10. Tidur dan Istirahat
 Sebelum Masuk Rumah Sakit:
Keluarga mengatakan pasien tidak mempunyai masalah pada
pola tidur, pasien biasa tidur mulai jam 21.00-04.30.
 Setelah Masuk Rumah Sakit:
Pasien mengatakan kurang nyaman jika tidur karena merasa sesak
11. Eliminasi
Fekal

 Sebelum Masuk Rumah Sakit:


Keluarga mengatakan pasien ketika pergi ke WC/BAK bisa
melakukan sendiri, frekuensi BAK 5-6 x/hari.

 Setelah Masuk Rumah Sakit:


Pasien mengatakan belum bias buang air kecil tetapi memakai
pampers

Bowel
 Sebelum Masuk Rumah Sakit:
BAB lancar, frekuensi 1 kali dan pasien masih mampu
melakukan secara mandiri
 Setelah Masuk Rumah Sakit:
Pasien mengatakan belum BAB

12. Pola Hubungan dan Komunikasi


Keluarga mengatakan hubungan antara pasien dan keluarga terjalin
baik dan harmonis tidak ada perselisihan antar keluarga. Pasien juga
berhubungan baik dengan tetangga, komunikasi sehari-hari
menggunakan bahasa jawa.
13. Koping Keluarga
Keluarga mengatakan setiap ada masalah keluarga selalu
dimusyawarahkan bersama, kelurga selalu merawat pasien ketika sakit.
14. Seksual
pasien berjenis kelamin perempuan dan sudah mengalami menopause,
pasien memiliki 3 orang anak.
15. Nilai dan Kepercayaan
Pasien mengatakan beragama Islam, dan melakukan ibadah sholat baik
sakit maupun tidak, serta sering mengikuti kegiatan agama di
lingkungan rumah.
IV. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum: Cukup
Kesadaran : Composmentis
TD : 135/94 mmHg
N : 150 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 37,7⸰C
SPO2 : 92%
b. Kulit :
Warna kulit sedikit sawo matang, turgor kulit baik < 2 detik, akral
teraba hangat, terdapat kemerahan di wajah dan leher.
c. Kepala :
Tampak simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, rambut
panjang atas bahu, rambut tampak kusut dan beruban
d. Mata :
Kedua mata simetris, dapat melakukan kontak mata dengan
perawat, gerakan mata normal, konjungtiva non anemis, sklera non
ikterik.
e. Hidung :
Hidung simetris, tidak ada benjolan tidak ada nyeri tekan, terpasang
terapi oksigen nasal kanul.

f. Mulut dan tenggorokan :


Mulut simetris, tidak pucat, tidak ada sariawan, pasien tidak
mengalami kesulitanberbicara.
g. Leher :
Simetris, tidak ada lesi, tidak teraba adanya pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan.
h. Thoraks :
1. Paru-paru
Inspeksi : Terlihat pernafasan lebih cepat, terdapat penarikan
dinding dada, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, RR :24x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, pergerakan dinding dada
teraba cepat .
Perkusi : Suara paru terdengar hipersonor
Auskultasi : Terdengar suara nafas tambahan rales
2. Jantung
Inspeksi : Tidak ada lesi Ictus cordis tidak terlihat pada
intercosta 4-5,
Palpasi : Ictus cordis teraba pada intercosta 4-5
Perkusi : Terdengar pekak
Auskultasi : Terdengar suara jantung “lub-dub”
3. Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak membuncit, tidak ada penumpukan
cairan, tidak ada lesi.
Auskultasi : Bising usus terdengar 13 x/menit
Perkusi : Terdengar timpany
Palpasi : Perut teraba lunak, tidak ada penumpukan cairan,
tidak ada nyeri tekan.
i. Ekstermitas :
Tidak terdapat pembengkakan di kedua ekstremitas atas dan
bawah, akral teraba hangat, turgor kulit baik < 2 detik, terpasang
infus NaCl 20 tpm di tangan kanan.

5 5
5 5

j. Genitalia :
Bersih, persebaran rambut kemaluan merata, tidak ada kelainan

k. Anus dan rektum :

Bersih, tidak ada kelainan , tidak ada luka, tidak ada lesi
V. Data Laboraturium
Hari/tanggal : Sabtu, 21 Januari 2023

No Jenis Nilai Lab Nilai Normal Interpretasi


Pemeriksaan
1 Eritrosit 4.57 10^6 /µL 4.00-5.40 10^6/µL Normal
2 Hemoglobin 13.3 g/dL 12.0-15.0 g/dL Normal
3 Hematokrit 41.1 % 35.0-49.0 % Normal
4 Leukosit 10.410^3/µL 4.50-11.50 10^3/µL Normal
5 Netrofil 55.2 % 50.0-70.0 0 % Normal
6 Limfosit 32.9 % 18.0-42. 0 % Normal
7 Monosit 7.1 % 2.0-11.0 % Normal
8 Eosinofil 4.5% 1.0-3.0% Tidak Normal
9 Basofil 0.3 % 0.0-2.0 % Normal
10 Trombosit 166 10^3/µL 150-450 10^3/µL Normal
11 PTT 12.8 9.4-12.5 Tidak Normal
12 INR 1.17 0.90-1.10 Tidak Normal
13 Kontrol PTT 11.00 detik - -
14 APTT 26.0 detik 25.1-36.5 detik Normal
15 Kontrol APTT 31.20 detik - -
16 Natrium (Na) 131 mmol/L 136-145 mmol/L Tidak Normal
17 Kalium (K) 3.7 mmol/L 3.5-5.1 mmol/L Normal
18 Klorida (CI) 95 mmol/L 98-107 mmol/L Tidak Normal
19 Albumin 4.16 g/dL 3.97-4.94 g/dL Normal
20 SGOT/AST 43 U/L1 0-35 U/L Tidak normal
21 SGPT/ALT 25 U/L 10-35 U/L Normal
22 Kreatinin 0.91 mg/dL 0.51-0.95 mg/dL Normal
23 BUN 21 mg/dL 8-23 mg/dL Normal
24 GDS 128 mg/dL 82-115 mg/dL Tidak Normal
VI. Pemeriksaan Diagnostik
Hari/tanggal : Sabtu, 21 Januari 2023
1. Specimen darah
2. Antigen Hasil : Antigen negative
3. Rontgen Thorax
Kesan : Oedema pulmonum
Cardiomegaly (Pembesaran atrium kiti, ventrikel kanan
dan Ventrikel kiri
4. EKG
Hasil : AFRVR HR 155 x/menit
VII. Terapi Pengobatan
No Nama Obat Dosis Rute Kegunaan
1. Paracetamol 500 mg Per oral Untuk meredakan nyeri
ringan hingga sedang
seperti sakit kepala,
sakit gigi, nyeri otot,
serta menurunkan
demam.
2. Digoxin 0.25 0.25 mg intravena Obat yang digunakan
untuk mengobati
penyakit jantung,
seperti aritmia dan
gagal jantung.
3. Furosemide 40 mg bolus obat untuk mengatasi
40 mg penumpukan cairan di
dalam tubuh atau
edema.
4. Infus NaCl 20 tpm intravena Obat ini digunakan
0,9%2 untuk pengobatan
dehidrasi isotonik
ekstraseluler, deplesi
natrium dan juga dapat
digunakan sebagai
pelarut sediaan injeksi.
VIII. Analisa Data
No Tanggal Data Etiologi Masalah
1 21 Januari DS: Agen pencedera fisiologis Nyeri akut
2023  Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
kirinya
 Pengkajian nyeri
Paliatif : Ketika tidur terlentang
Qualitas : Nyeri seperti tertimpa
benda berat
Region : dada sebelah kiri
Severity :5
Time : Setiap saat

DO:
 Wajah tampak meringis menahan nyeri
 Pasien tampak gelisah
2 21 Januari DS : Gagal jantung kongestif Penurunan curah
2023 jantung
 Pasien mengatakan sesak nafas
 Pasien mengatakan sesak nafas
semakin bertambah jika berbaring

 Pasien mengatakan jantung nya


berdebar-debar

DO:
 Pasien tampak sesak na fas
 Hasil rongten thorax didapatkan
odema paru
 Tanda-tanda vital :
TD : 135/94 mmHg
N : 150 x/menit
RR : 24 x/menit
S :37,7⸰C
SPO2 : 92 %
IX. Prioritas Masalah

1. Penurunan curah jantung b.d gagal jantung kongestif

2. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis


X. Nursing Care Plan (NCP)

NO Diagnosa SLKI SIKI TTD


Keperawatan
1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075) Rahayu
jantung b.d gagal keperawatan selama 1 x 4 jam 1. Identifikasi tanda/gejala primer
jantung kongestif diharapkan penurunan curah jantung penurunan curah jantung
dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda/gejala
Curah Jantung (L.02008) sekunder penurunan curah
Indikator Outcome jantung
Awal Akhir 3. Monitor saturasi oksigen
Palpitasi 2 3 4. Posisikan pasien semi fowler
Dispnea 2 3 5. Berikan oksigen untuk
Ortopnea 2 3 mempertahankan saturasi
Keterangan : oksigen >94%
1 : Meningkat 6. Kolaborasi pemberian
2 : Cukup meningkat antiaritmia, jika perlu
3 : Sedang
4 : Cukup menurun
5 : Menurun
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Managemen nyeri (I.08238) Rahayu
cedera fisiologis keperawatan selama 1 x 4 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri dapat teratasi dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil:Tingkat nyeri (L.08066) intensitas nyeri
Indikator Outcome 2. Identifikasi skala nyeri
Awal Akhir 3. Kontrol lingkungan yang
Keluhan nyeri 3 4 memperberat rasa nyeri
Meringis 3 4 4. Ajarkan terapi nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Keterangan :
1 : Meningkat
2 : Cukup meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup menurun
5 : Menurun
XI. DOKUMENTASI
No Hari/ Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi TTD
Tgl Keperawatan
1 Sabtu/21 Penurunan 09.00 1. Mengenali 12.00 Rahayu
Januari curah jantung tanda/gejala
2023 b.d gagal primer penurunan S :
jantung 09.05 curah jantung  Pasien mengatakan sesak nafas
kongestif 2. Mengenali berkurang tapi jika terlentang masih
tanda/gejala agak sesak
09.10 sekunder  Pasien mengatakan jantungnya sudah
penurunan curah tidak terlalu berdeba-debar
09.15 jantung
3. Memposisikan O:
pasien dengan  Terlihat pasien sesak nafas berkurang
09.30 semi fowler  Telah memposisikan pasien semi
4. Memberikan
oksigen untuk fowler
11.30 mempertahankan  Telah terpasang oksigen dengan
saturasi oksigen
>94% nasal kanul 3 lpm
5. Melakukan
 Hasil rongten thorax didapatkan
kolaborasi
pemberian odema paru
antiaritmia, jika
 Tanda-tanda vital :
perlu
6. Memantau TD : 130/84 mmHg
saturasi oksigen N : 40 x/menit
RR : 20 x/menit
S :36,9⸰C
SPO2 : 98 %

 Telah diberikan obat injeksi digoxin


0,25 mg/ iv, furosemide 40 mg/bolus,
dan paracetamol 500 mg/po
A: Masalah penurunan curah jantung
teratasi sebagian
Indikator Outcome Capaian
Awal Akhir
Palpitasi 2 3 3
Dispnea 2 3 3
Ortopnea 2 3 2
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor dyspnea
2. Monitor ortopnea
3. Monitor palpitasi
4. Monitor saturasi oksigen
5. Posisika pasien semi fowler
6. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
7. Kolaborasi pemberian anti aritmia,
jika perlu
2. Sabtu/21 Nyeri akut b.d 09.40 1. Mengenali lokasi, 12.00 Rahayu
Januari agen cedera karakteristik,
2023 fisiologis durasi, frekuensi, S:
kualitas, intensitas  Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
09.45 nyeri kiri berkurang
2. Mengenali skala  Pengkajian nyeri
09.50 nyeri
10.00 3. Pengendalian P: Ketika tidur terlentang
lingkungan yang Q: Nyeri seperti tertimpa benda berat
memperberat rasa
nyeri R: dada sebelah kiri
4. Mengajarkan S: 3
terapi
nonfarmakologis T: Setiap saat
untuk mengurangi O:
nyeri
 Terlihat pasien sudah tidak meringis
 Telah diajarkan terapi relaksasi
benson
 Pasien tampak lebih tenang
A : Masalah nyeri akut teratasi
Indikator Outcome Capaian
Awal Akhir
Keluhan 3 4 4
nyeri
Meringis 3 4 4
P : Lanjutkan intervensi
1. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
2. Monitor terapi nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, A., Alfiyanti, Y., & Ilmi, B. (2017). Pengalaman Pasien Gagal Jantung
Kongestif Dalam Melaksanakan Perawatan Mandiri. Healthy-Mu Journal,
1(1), 6–14. https://doi.org/https://doi.org/10.35747/hmj.v1i1.63

AHA. (2022). Heart Failure Signs and Symptomps. American Heart


Association, Inc. https://www.heart.org/en/health-topics/heart-
failure/warning-sign-of- heart-failure
Arrafii, S. P. (2020). Faktor Resiko Penderita Congestive Heart Failure Di Rs
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari-
Desember 2018[Universitas Hasanuddin]. In E-Prints
Unhas (Vol. 21, Issue 1).
https://doi.org/10.1016/j.tmaid.2020.101607%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ij
s
u.2020.02.034%0Ahttps://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/cjag.12
2
28%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ssci.2020.104773%0Ahttps://doi.org/10.10
1 6/j.jinf.2020.04.011%0Ahttps://doi.o

Brunner & Suddarth. (2017). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-


SurgicalNursing (J. & Kerry (ed.); 14th ed.). Wolters Kluwer.
Damayanti, I. (2021). Penerapan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Ny.F
dengan Congestif Heart Failure (chf) di Ruang Jantung RSUD dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2019 [Universitas Perintis Indonesia].
http://repo.stikesperintis.ac.id/id/eprint/1203

Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. TIM.


Khairul, K., & Bachtiar, S. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Intervensi Inovasi Terapi
Yoga Pernafasan Terhadap Kestabilan Tekanan Darah dan Nadi di Ruang
ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019 [Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur]. In UMKT (Vol. 8, Issue 5).
https://dspace.umkt.ac.id//handle/463.2017/883
Kusnanto, D. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.
In Fakultas keperawatan Universitas Airlangga.

PERKI. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020. 2nd ed.


Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2020, 6(11), 951–
952.
Pratiwi, D. R. (2017). Asuhan Keperawatan Tn. W Dan Tn. K Yang Mengalami
Congestif Heart Failure (Chf) Dengan Penurunan Curah Jantung Di
Ruang Intensive Cardiologi Care Unit (Iccu) Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Suradji Tirtonegoro Klaten. file:///D:/KTI/JURNAL/w.pdf
Rahmadhani, F. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gagal Jantung
Kongestif (Chf) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit [Poltekkes
KalimantanTimur]. In Repository Poltekkes
Kaltim (Vol. 21, Issue 1).
https://doi.org/10.1016/j.tmaid.2020.101607%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ij
s
u.2020.02.034%0Ahttps://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/cjag.12
2
28%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ssci.2020.104773%0Ahttps://doi.org/10.10
1 6/j.jinf.2020.04.011%0Ahttps://doi.o

RISKESDAS. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.


KementerianKesehatan RI, 53(9), 1689–1699.
Suratinoyo, I. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme
Koping Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Diruangan Cvbc (Cardio
Vaskuler Brain Centre) Lantai Iii Di Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
E-Journal Keperawatan,4(1),1–7.
https://doi.org/https://doi.org/10.35790/jkp.v4i1.12011

Tim Pokja SDKI DPP, P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia(SDKI) (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP, P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) (1st ed.). DPP PPNI.
WHO. (2021). Cardiovascular Disease (CVDs). World Health Organization
Team. www.nejm.org

Anda mungkin juga menyukai