Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

(Askep Pada Lansia Dengan Masalah Pemenuhan Kebutuhan Sirkulasi (HT),


Congestive Heart Failure (CHF), Cerebrovascular Accident (CVA)

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Program Studi Ilmu Keperawatan Reg A1 Semester 7

Dosen pengampu :

1. Ns. Isrizal, S. Kep, M. Kes


2. Abu Bakar Sidik, S. Kep., M. Kes

Disusun Oleh : Kelompok 4

1. Dayu Lestari 17142013004


2. Eka Yulianto Hadi 17142013024
3. Almareta Fajrin 17142013029

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena anugerah dari-Nya kelompok 4 dapat
menyelesaikan makalah tentang “Askep Pada Lansia Dengan Masalah Pemenuhan
Kebutuhan Sirkulasi (HT), Cronic Heart Failure (CHF), Cerebrovascular Accident (CVA)”
ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu
Nabi Muhammad SAWyang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Kelompok 4 selalu bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas mata kuliah keperawatan gerontik.
Makalah ini dibuat untuk mengetahui Askep Pada Lansia Dengan Masalah
Pemenuhan Kebutuhan Sirkulasi (HT), Cronic Heart Failure (CHF), Cerebrovascular
Accident (CVA). Untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kelompok 4 sampaikan
dan apabila ada kata-kata yang tidak sopan tolong dimaafkan sebesar-besarnya.
Demikian yang dapat kelompok 4 sampaikan , semoga makalah ini bisa bermanfaat
dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
diperbaiki.

Palembang, 23 November 2020


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Patofisiologi
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
H. Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi berarti tekanan darah di dalam pembuluh-pembuluh darah sangat


tinggi atau di atas nilai normal. Batasan mengenai tekanan darah yang dikemukakan
oleh JNC VII (The Seventh Reporth of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure) seseorang dikatakan
memiliki tekanan darah normal bila tekanan darahnya kurang dari 120/80 mmHg.
Dikatakan pre-hipertensi adalah yang memiliki tekanan darah sistolik 120-139
mmHg dan diastolic 80-90 mmHg. Sedangkan orang yang mengalami hipertensi
juga dapat dibedakan berdasarkan derajat ketinggiannya. Hipertensi derajat 1 adalah
mereka yang memiliki tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-99 mmHg. Hipertensi derajat 2 adalah orang-orang yang memiliki
tekanan darah lebih dari 160/90 mmHg (Susilo, 2011).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian nomor


satu di dunia. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer, karena hipertensi
merupakan pembunuh tersembunyi, 50% penderita hipertensi tidak menunjukkan
gejala yang jelas, apalagi bila masih dalam taraf awal. Penyakit ini banyak ditemui
seiring perkembangan zaman dan perubahan pola dan gaya hidup. Perubahan
beberapa jenis gaya hidup menjadi modern ternyata membawa dampak yang besar
bagi sektor kesehatan masyarakat.

Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik,


sama atau lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan kerusakan berbagai
organ tubuh seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina.
Selain itu, juga menyebabkan peningkatan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas
(kematian) pada gangguan kardiovaskuler dan stroke. Di Amerika Serikat dan
beberapa negara maju lainnya hipertensi terjadi pada satu dari empat orang dewasa di
antara umur 18 tahun dan satu dari dua orang di atas 50 tahun.

Satu-satunya jalan untuk mengetahui bahwa seseorang menderita hipertensi


atau tidak, adalah dengan melakukan kontrol teratur terutama bagi yang berusia di
atas 40 tahun. "Bila angka diastolik di atas 85, seharusnya sudah mulai hati-hati,"
Untuk mereka yang mempunyai bawaan atau keturunan, pengontrolan hendaknya
sudah dimulai sejak usia 20–30 an. Kontrol tekanan darah 24 jam sangat penting
pada pasien hipertensi “Hipertensi dapat dicegah dengan memodifikasi gaya hidup
seseorang,”

Salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian akibat


hipertensi disebabkan oleh perilaku masyarakat itu sendiri. Diperkirakan bahwa 40%
sampai 50% klien dengan hipertensi menghentikan program pengobatan dalam tahun
pertama. Mengidentifikasi adanya hambatan terhadap kepatuhan memungkinkan
perawat untuk merencanakan intervensi untuk menghilangkan masalah ini dan
memperbaiki kepatuhan (Miller,1992). Ketidakpatuhan terhadap program terapi
merupakan perilaku yang menjadi masalah besar pada penderita hipertensi.
Diperkirakan 50% diantara mereka menghentikan pengobatan dalam 1 tahun
pemulihan. Pengontrolan tekanan darah yang memadai hanya dapat dipertahankan
pada 20%. Namun bila pasien berpartisipasi secara aktif dalam program, termasuk
pemantauan diri mengenai tekanan darah dan diit, kepatuhan cenderung meningkat
karena dapat segera diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan semakin
terkontrol. (Brunner and Suddart, 2002).

Persepsi yang tidak akurat tentang status kesehatan biasanya meliputi


kesalahan pengertian penyakit yang dialaminya, keseriusan penyakit, kerentanan
untuk terjadinya komplikasi, dan perlunya prosedur untuk pengobatan atau
mengontrol penyakit. Untuk itu diperlukan adanya suatu proses penyuluhan
kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah proses belajar mengajar yang
mempengaruhi perilaku klien dan keluarga melalui perubahan dalam pengetahuan,
sikap dan kepercayaan, dan melalui kemahiran ketrampilan psikomotor.

Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan ketika jantung tidak


mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2015).
Menurut pendapat ahli yang lain, gagal jantung adalah suatu sindrom klinis
kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibatnya adanya gangguan struktural dan
fungsional dari jantung (Sudoyo, 2011).

Penyebab CHF yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau


yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload,
misalnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload meningkat pada
kondisi dimana terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Pada infrak miokard dan
kardiomiopati, kontraktilitas miokardium dapat menurun (Asikin, 2016).

Pada umumnya pasien dengan CHF muncul tanda dan gejala yang berbeda
disetiap letak gagal jantungnya seperti pada gagal jantung ventrikel kanan
mempunyai tanda dan gejala edema, anoreksia, mual, asites, dan sakit daerah perut.
Sedangkan pada gagal jantung ventrikel kiri mempunyai tanda dan gejala badan
lemah, cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, anoreksia, dan keringat
dingin. Jika tanda dan gejala tersebut tidak dapat diatasi dengan cepat dan tepat,
maka akan terjadi komplikasi, seperti: hepatomegali, edema paru, hidrotoraks, syok
kardiogenik, dan tamponade jantung (Kasron, 2012; LeMone, 2016).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan


Indonesia pada tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
29.550 orang. Paling banyak terdapat di provinsi kaltara yaitu 29.340 orang atau
sekitar 2,2% sedangkan yang paling sedikit penderitanya adalah pada provinsi
Maluku Utara yaitu sebanyak 144 orang atau sekitar 0,3%. Estimasi jumlah penderita
penyakit gagal jantung berdasarkan diagnosis atau gejala, terbanyak terdapat di
provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang atau sekitar (0,3%) sedangkan yang
paling sedikit adalah 945 orang atau (0,15) yaitu di provinsi kep Bangka Belitung.
Sedangkan untuk provinsi di Jawa Tengah. Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi
penyakit gagal jantung adalah sekitar 1,5% atau 29.550 orang. Sedangkan menurut
diagnosis atau atau gejala, estimasi jumlah penderita gagal jantung 0,4% atau sekitar
29.880 orang (Riskesdas, 2018).

Pasien CHF yang dirawat di rumah sakit akan megalami gangguan


pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan dan
elektrolit, dan kebutuhan aktivitas. Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Pada pasien CHF
gangguan kebutuhan oksigenasi terjadi karena adanya kegagalan pada fungsi
ventrikel yang menyebabkan hambatan pengosongan ventrikel, dan pompa jantung
meningkat, hal ini akan menurunkan kemampuan jantung memompa atau disebut
dengan penurunan curah jantung. Kemampuan jantung memompa mengakibatkan
adanya bendungan pada paru-paru dan ini mengakibatkan gangguan pertukaran gas.

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern


saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecatatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

Badan kesehatan se-dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta orang


terserang stroke setiap tahunnya. Stroke merupakan penyebab kematian utama urutan
kedua pada kelompok usia diatas 60 tahun, dan urutan kelima penyebab kematian
pada kelompok usia 15 – 59 tahun (Wahyu, 2011).

Data Riskesdas pada tahun 2018 menyatakan bahwa prevalensi stroke


(permil) berdasarkan diagnosis dokter provinsi dengan penderita stroke tertinggi ada
pada Provinsi Kalimantan Timur (14,7) dan terendah pada Provinsi Papua (4,1).
Pada tahun 2018 sendiri Sulawesi Utara menempati urutan ke tiga tertinggi untuk
penderita stroke di Indonesia.

Dari uraian prevalensi diatas terlihat kasus stroke pada lansia terus
meningkat. Ini dikarenakan kecenderungan stroke pada orang lanjut usia terjadi
sebenarnya karena gaya hidup orang lanjut usia pada saat masih muda. Perawat perlu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. Cara yang paling penting
untuk menurunkan morbiditas, morbilitas dan disabilitas yang berhubungan dengan
stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang pertama kali dan terjadinya
kembali stroke. Dari aspek promotif memberikan pendidikan kesehatan merupakan
suatu komponen yang sangat penting. Pendidikan kesehatan ditunjukan ke arah gaya
hidup sehat, seperti mengurangi merokok yang berisiko tinggi terhadap terjadinya
penyakit kardiovaskuler, diet rendah lemak, garam, gula serta memberikan
pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri. Aspek preventif dengan
cara memonitor tanda-tanda vital secara rutin, latihan secara teratur seperti senam
stroke yang menjadi suatu komponen penting dari jadwal lansia. Menganjurkan
menjaga personal hygiene dapat juga berperan sebagai pencegahan untuk mencegah
terjadinya gangguan perawatan diri. Aspek kuratif yaitu dengan berkolaborasi
pemberian obat-obatan seperti antihipertensi, antikoagulan serta antikonvulsan dan
membantu dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri sehari-hari. Aspek
rehabilitatif yaitu dengan melakukan latihan-latihan fisik tertentu, seperti fisioterapi
manual seperti melakukan Range Of Motion (ROM) ekstermitas secara
berkelanjutan (Stanley, 2012).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi, gagal jantung kongestif, dan stroke pada
lansia?

2. Apa saja klasifikasi penyakit hipertensi, gagal jantung kongestif, dan stroke pada
lansia?

3. Apa yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi, gagal jantung kongestif, dan
stroke pada lansia?

4. Apa saja tanda dan gejala hipertensi, gagal jantung kongestif, dan stroke pada
lansia?

5. Bagaimana dengan patofisiologi/ perjalanan penyakit hipertensi, gagal jantung


kongestif, dan stroke pada lansia?

6. Apa saja komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi, gagal jantung kongestif,
dan stroke?

7. Bagamana pengkajian yang dilakukan terhadap pasien lansia dengan hipertensi,


gagal jantung kongestif, dan stroke.

8. Bagaimana mendiagnosa keperawatan pada lansia dengan hipertensi, gagal


jantung kongestif, dan stroke sesuai dengan prioritas masalah?

9. Apa saja rencana tindakan yang dibutuhkan pada lansia denagn hipertensi, gagal
jantung kongestif, dan stroke?

10. Bagaimana melaksanakan tindakan sesuai dengan masalah yang telah


diprioritaskan?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk menerapkan Asuhan Keperawatan yang menyeluruh kepada lansia dengan


hipertensi, gagal jantung kongestif, dan stroke.

2. Tujuan khusus

a. Mampu dan mengetahui pengertian pada pasien lansia dengan hipertensi,


gagal jantung kongestif, dan stroke.

b. Mampu dan mengetahui klasifikasi dari penyakit hipertensi, gagal jantung


kongestif, dan stroke pada lansia.

c. Mampu dan mengetahui penyebab pada pasien lansia dengan hipertensi,


gagal jantung kongestif, dan stroke.

d. Mampu dan mengetahui tanda dan gejala pada pasien lansia dengan
hipertensi, gagal jantung kongestif, dan stroke

e. Mampu dan mengetahui patofisiologi pada pasien lansia dengan hipertensi,


gagal jantung kongestif, dan stroke.

f. Mampu dan mengetahui komplikasi pada pasien lansia dengan hipertensi,


gagal jantung kongestif, dan stroke.

g. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien lansia dengan hipertensi,


gagal jantung kongestif, dan stroke.

h. Mampu mendiagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.

i. Mampu membuat rencana tindakan sesuai dengan masalah yang


diprioritaskan.
j. Mampu melaksanakan tindakan sesuai dengan masalah yang telah
diprioritaskan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipertensi, Gagal Jantung Kongestif dan Stroke


Hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. Institut Nasional Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan
separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu
penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur
karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Brunner and Suddart , 2002).

Gagal jantung kongestif / Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan


ketika jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi
tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi
(Aspiani, 2015).

Stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) adalah gangguan dalam


sirkulasi intraserebral yang berkaitan vascular insuffiency, trombosis, emboli atau
perdarahan (Widagdo, 2008). Dapat disimpulkan bahwa stroke adalah penyakit yang
terjadi pada sistem persyarafan dimana aliran darah dan oksigen ke otak terhambat.

B. Klafifikasi Hipertensi, Gagal Jantung Kongestif , dan Stroke

 Klasifikasi hipertensi

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89

Derajat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

derajat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

erajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi Sistolik ≥ 140 ≥ 90


 Klasifikasi gagal jantung kongestif
Klasifikasi Karakteristk
Kelas I  Tidak ada batasan aktivitas fisik
 Aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan dispnea
napas, palpitasi, atau keletihan berlebihan
Kelas II  Gangguan aktivitas fisik ringan
 Merasa nyaman ketika beristirahat
 Aktivitas fisik biasa menimbulkan keletihan, dan
palpitasi
Kela III  Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata
 Merasa nyaman ketika beristirahat
 Aktivitas fisik yang tidak biasanya menyebabkan
dispnea napas, palpitasi, atau keletihan berlebihan
Kelas IV  Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman
 Gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan
pada saat istirahat
 Ketidaknyaman semakin bertambah ketika melakukan
aktivitas fisik apapun

 Klasifikasi stroke

Berdasarkan kelainan patologis klasifikasi stroke dibagi menjadi dua:

1. Stroke Hemoragik

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid,


pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu, perdarahan otak di
bagi 2 yaitu:

a) Perdarahan intra serebral


Perdarahan intra serebral adalah perdarahan dari salah satu arteriotak
ke dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat
mirip dengan stroke iskemik. Diagnosis perdarahan intraserebral
bergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke
iskemik.
b) Perdarahan ekstra serebral (subarachnoid) Perdarahan subarachnoid
dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang antara dua meningen yaitu
piameter dan arachionea. Gejala yang terlihat jelas penderita tiba –
tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan biasanya terjadi
kehilangan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering
terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan neuroimaging
dan lumbal puncture.
2. Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)
Disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis dari arteri otak atau
yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu embolus dari pembuluh
darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak.
a) Stroke akibat trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan dengan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang
makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak
lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.
b) Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada
prosesoklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
Emboli serebri selain oklusi trombotik pada tempat asterosklerosis
arteri serebral, infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang
timbul dari lesiatheromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih
distal. Gumpalan – gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang
lebih besar dan di bawa ke tempat – tempat lain dalam aliran darah.
Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan
menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan berhenti,
mengakibatkan infark jaringan otak distal
c) Hipoperfusi sistemik pengurangan perfusi sistemik dapat
mengakibatkan kondisi iskemik karena kegagalan pompa jantung
atau proses perdarahan atau hipovolemik. Berkurangnya aliran darah
ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung
(Laode , 2012).

C. Etiologi Hipertensi, Gagal jantung kongestif, dan Stroke

 Etiologi Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :


a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).

b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan / sebagai akibat dari


adanya penyakit lain.
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas :

1. Tidak dapat dikontrol, seperti :

a. Keturunan (genetik), kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada


penderita kembar monozigot daripada heterozigot, apabila salah satu
diantaranya menderita hipertensi, menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran terhadap terjadinya hipertensi. Pada percobaan binatang
tikus golongan Japanese spontanously hypertensive rat (SHR), New
Zealand genetically hypertensive rat (GH), Dahl salt sensitive (H) dan Salt
resistant dan Milan hypertensive rat strain (MHS), dua turunan tikus
tersebut mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan
sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan dua turunan yang
lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan
secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.

b. Jenis Kelamin, kalau ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata,
ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di
Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk
wanita. Laporan dari Sumatera Barat, mendapatkan 18,6% pria dan 17,4%
wanita. Dari perkotaan di Jakarta (pertukangan) didapatkan 14,6% pria dan
13,7% wanita.

c. Umur, Penderita hipertensi esensial, sebagian besar timbul pada usia 25 –


45 tahun dan hanya 20% yang timbulnya kenaikan tekanan darah di bawah
usia 20 tahun dan diatas 50 tahun (Soeparman, 1999).
2. Dapat dikontrol :

a. Kegemukan (obesitas), belum terdapat mekanisme pasti, yang dapat


menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, akan tetapi
pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. Pada obesitas
tahanan ferifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

b. Kurang Olahraga, lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,


karena olah raga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer,
yang akan menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurang olah raga, kemungkinan
timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila asupan garam bertambah,
akan mudah timbul hipertensi.

c. Merokok, rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada


manusia mekanisme secara pasti belum diketahui. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan resiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.

d. Kolesterol tinggi, kehamilan

e. Konsumsi Alkohol. Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum


alkohol berat cenderung hipertensi, walaupun mekanisme timbulnya
hipertensi secara pasti belum diketahui.

f. Garam merupakan hal yang sangat sentral dalam patofisiologi hipertensi.


Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa
dengan asupan garam minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram
perhari, prevalensi hipertensi beberapa saja, sedangkan apabila asupan
garam antara 5 – 15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15 – 20%.

 Etiologi Congestif Heart Failure (CHF)

Menurut Asikin (2016). Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan


timbulnya gagal jatung yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload,
misalnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload meningkat pada
kondisi dimana terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Pada infrak miokard dan
kardiomiopati, kontraktilitas miokardium dapat menurun. Terdapat faktor fisiologis
lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa, anatara lain adanya
gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung). Berdasarkan seluruh penyebab tersebut, diduga yang paling mungkin
terjadi yaitu pada setiap kondisi tersebut menyebabkan gangguan penghantaran
kalsium didalam sarkomer, atau didalam sintesis, atau fungsi protein kontraktil.
Gagal jantung dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Gagal jantung kiri (gagal jantung kongestif) , dibagi menjadi 2 jenis yang
dapat terjadi sendiri atau bersamaan, diantaranya:
1) Gagal jantung sistolik yaitu ketidakmampuan jantung untuk
menghasilkan output jantung yang cukup untuk perfusi organ vital.
2) Gagal jantung diastolik yaitu kongesti paru meskipun curah jantung
dan output jantung normal.
b. Gagal jantung kanan, merupakan ketidakmampuan ventrikel kanan untuk
memberikan aliran darah yang cukup sirkulasi paru pada tekanan vena
sentral normal.
 Etiologi Cerebrovaskuler Accident (CVA)
Penyebab stroke pada lansia disebabkan karena menurunnya fungsi
pembuluh darah pada sistem neurologi akibat usia yang semakin bertambah. Aliran
darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara. Pecahnya arteriosklerotik kecil
yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah. Perdarahan lazimnya besar,
tunggal dan merupakan bencana. Perdarahan akibat dari aneurisma kongenital,
arteriovenosa, aau kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infrak otak
(infrak hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan,
dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vaskulitik jarang terjadi. Iskemia terjadi
ketika suplai darah ke bagian dari otak terganggu atau tersumbat total. Kemampuan
bertahan yang utama pada jaringan otak yang iskemik bergantung pada lama waktu
kerusakan ditambah dengan tingkatan gangguan dari metabolism otak. Iskemia
biasanya terjadi karena trombosis atau embolik. Stroke yang terjadi karena trombosis
lebih sering terjadi dibandingkan karena embolik (Black, 2014).

D. Tanda dan Gejala Hipertensi, Gagal Jantung Kongestif, serta Stroke Pada
Lansia
 Tanda dan gejala hipertensi
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K Chung,
1995)
a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu:
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemah, kelelahan
c. Sesak napas
d. Gelisah
e. Mual muntah
f. Epistaksis
g. Kesadaran menurun
 Tanda dan Gejala Congestif Heart Failure (CHF)
Menurut Kasron (2012) manifestasi klinik dari CHF tergantung ventrikel
mana yang terjadi.
a. Gagal jantung kiri

Manifestasi kliniknya antara lain:

1) Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan menganggu
pertukaran gas dan dapat mengakibatkan ortopnea (kesulitan bernafas
saat berbaring) yang dinamakan paroksimal nokturnal dispnea
(PND).

2) Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung kurang yang menghambat jaringan dari


sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
3) Sianosis

Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forwad failure) pada


ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke
organ-organ seperti : kulit, dan otot-otot rangka
4) Batuk

Batuk bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah
batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam
jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Batuk ini
disebabkan oleh kongesti cairan yang mengadakan rangsangan pada
bronki.
5) Denyut jantung cepat (Takikardi)

Terjadi karena jantung memompa lebih cepat untuk menutupi fungsi


pompa yang hilang, irama gallop umum dihasilkan sebagai aliran
darah ke dalam serambi yang distensi.
b. Gagal jantung kanan

Manifestasi kliniknya antara lain :

1) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen

2) Hepatomegali, dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen


3) Anoreksia, dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena dan status
vena di dalam rongga abdomen
4) Rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena perfusi renal
5) Badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan.
6) Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan terjadinya pelepasan
renin dari ginjal yang menyebabkan sekresi aldosteron, retensi
natrium, dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
7) Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli
 Tanda dan Gejala Stroke
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

E. Patofisiologi Hipertensi, Congestif Heart Failure (CHF), Dan Stroke Pada Lansia
 Patofisiologi hipertensi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
 Patofisiologi gagal jantung kongestif
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk
mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap
peningkatan volume
c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan.
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh
pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel
dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak
adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan
peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada
jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme
pemompaan.
 Patofisiologi stroke
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis
dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah
satunya cardiac arrest.
F. Komplikasi
 Kompliasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi bisa merusak pembuluh darah dan organ-organ lain dalam
tubuh. Jika dibiarkan dan tidak segera diobati, tekanan darah tinggi bisa menimbulkan
penyakit-penyakit serius, seperti:

1. Aterosklerosis. Tekanan darah tinggi memicu pengerasan arteri, yang kemudian


disertai dengan penimbunan lemak di dinding pembuluh darah. Kondisi ini
disebut aterosklerosis. Aterosklerosis ini dapat menimbulkan serangan jantung,
stroke, dan penyakit arteri perifer.
2. Kehilangan penglihatan. Kondisi ini terjadi karena penebalan dan penyempitan
pembuluh darah di mata.
3. Diseksi aorta, atau robeknya lapisan dinding dalam aorta. Diseksi aorta adalah
kondisi gawat darurat yang bisa mengancam nyawa.
4. Terbentuk aneurisma. Tingginya tekanan darah bisa memicu pembuluh darah
melemah dan melebar. Jika kondisi ini terus berlanjut, pembuluh darah bisa pecah
dan menyebabkan kematian. Aneurisma bisa terbentuk di aorta (aneurisma aorta)
atau di arteri yang ada di otak (aneurisma otak).
5. Gagal ginjal. Tekanan darah tinggi bisa memicu penyempitan pembuluh darah di
ginjal. Bila tidak segera diobati, kerusakan ginjal bisa mencapai stadium akhir.
6. Gagal jantung. Tingginya tekanan darah membuat jantung bekerja lebih keras
untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
7. Demensia vaskuler. Hipertensi bisa menyebabkan gangguan pada aliran darah ke
otak.

 Komplikasi gagal jantung kongetif


Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
 Komplikasi stroke
Stroke dapat menyebabkan munculnya berbagai masalah kesehatan lain atau
komplikasi, dan sebagian besar komplikasi tersebut dapat membahayakan nyawa.
Beberapa jenis komplikasi yang mungkin muncul, antara lain:

a) Deep vein thrombosis. Sebagian orang akan mengalami penggumpalan darah di


tungkai yang mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut dikenal sebagai deep vein
thrombosis. Kondisi ini terjadi akibat terhentinya gerakan otot tungkai, sehingga
aliran di dalam pembuluh darah vena tungkai terganggu. Hal ini meningkatkan
risiko untuk terjadinya penggumpalan darah. Deep vein thrombosis  dapat diobati
dengan obat antikoagulan.
b) Hidrosefalus. Sebagian penderita stroke hemoragik dapat
mengalami hidrosefalus. Hidrosefalus adalah komplikasi yang terjadi akibat
menumpuknya cairan otak di dalam rongga otak (ventrikel). Dokter bedah saraf
akan memasang sebuah selang ke dalam otak untuk membuang cairan yang
menumpuk tersebut.
c) Disfagia. Kerusakan yang disebabkan oleh stroke dapat mengganggu refleks
menelan, akibatnya makanan dan minuman berisiko masuk ke dalam saluran
pernapasan. Masalah dalam menelan tersebut dikenal sebagai disfagia. Disfagia
dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.

G. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan hipertensi
a) Penatalaksanaan non Farmakologis
- Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurusan berat
badan dapat menurunkan tekanan darah disertai dengan penurunan
aktifitas rennin dalam plasma dan kadar aldosteron dalam plasma.
- Aktifitas Pasien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan serta
berjalan, jogging atau berenang.
b) Penatalaksanaan farmakologis
Sesuai dengan rekomendasi WHO / ISH dengan mengingat kondisi pasien,
sasarkan pertimbangan dan prisif sebagai berikut :
- Mulai dosis rendah yang bersedia, naikkan bila respon belum optimal,
contoh : agen beta bloker ACE.
- Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis
tinggi. Contoh : diuretik dengan beta bloker.
- Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping
ganti DHA yang lain.
- Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan
meningkatkan kepatuhan.
- Pasien dengan DM dan insufisiensi ginjal terapi mulai lebih dini yaitu
pada tekanan darah normal tinggi ( Suyono, 2001 ).
 Penatalaksanaan gagal jantung kongestif
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:
1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan
jantung dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal.
Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan
mengurangi edema
3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air
dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat,
volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan
volume intravaskuler menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik
positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif)
7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada
klien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.
 Penatalaksanan stroke

Penanganan stroke berupa terapi suportif untuk mengurangi dan mencegah


kerusakan serebral lebih lanjut. Tindakan penanganan meliputi:

a) Penatalaksanaan tekanan intrakranial melalui pemantauan,


hiperventilasi (untuk menurunkan tekanan parsial karbon dioksida
arterial PaCO3), pemberian diuretik osmotic (manitol untuk
mengurangi edema serebri), dan kortikostreoid (deksametason) untuk
mengurangi inflamasi serta edema serebri.
b) Pemberian preparat pelunak feses agar pasien tidak mengejan pada
saat defekasi yang akan meningkatkan tekanan intracranial.
c) Pemberian antikonvulsan untuk mengatasi atau mencegah serangan
kejang.
d) Pembedahan pada infark serebelum yang luas untuk mengangkat
jaringan infark dan mengurangi tekanan (dekompresi) pada jaringan
otak yang masih hidup.
e) Perbaikan aneurisma untuk mencegah perdarahan selanjutnya.

f) Angioplasti transluminal perkutaneus atau pemasangan slent untuk


membuka pembuluh darah yang tersumbat
Pada stroke iskemik:
a) Terapi trombolitik (tPA, alteplase [Activase]) dalam tiga jam pertama
sesudah gejala. Terapi ini bertujuan melarutkan bekuan,
menghilangkan oklusi dan memulihkan aliran darah sehingga
kerusakan otak dapat dikurangi.
b) Terapi antikoagulan (heparin, warfarin) untuk mempertahankan patensi
pembuluh darah dan mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut pada
kasus-kasus stenosis karotis derajat tinggi atau pada penyakit
kardiovaskuler yang baru terdiagnosis
Pada stroke hemoragik:
a) Pemberian obat analgetik, seperti asetaminofen, untuk mengurangi
keluhan sakit kepala yang menyertai stroke hemoragik (Kowalak,
2012).

H. Asuhan Keperawatan
3.

Anda mungkin juga menyukai