Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

GAGAL JANTUNG

Dosen Pembimbing: Ns. Retno Setyawati, M.Kep. Sp.KMB.

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Nina Aenun Nasikha 30901700057
2. Rindang Dewi Anjani 30901700073
3. Silvia Lista Deviani 30901700084
4. Sofa Sufiana 30901700088
5. Soni Sufan Yuli P 30901700090
6. Titin Pujiastuti 30901700093
7. Yunita Isnaini 30901700104

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perawatan paliatif merupakan setiap bentuk perawatan medis atau perawatan
yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada
berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari
penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang
menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks .
Pengetahuan dan sikap perawat mengenai perawatan paliatif sangat
diperlukan dalam mengkaji dan mengevaluasi keluhan pasien. Perawat dengan
anggota tim berbagai keilmuan dapat mengembangkan dan mengimplementasikan
rencana perawatan secara menyeluruh untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(Maulida, dkk, 2017). Pasien dengan penyakit terminal biasanya menginginkan
perawatan kesehatan di tempat mereka tinggal yaitu di rumah bukan di rumah sakit
Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan
psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan
perawatan yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan
pasien. Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan
dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan tim kesehatan yang serius. Gagal
jantung merupakan salah satu masalah kesehatan dalam sistem kardiovaskular,
yang angka kejadiannya terus meningkat. Penderita gagal jantung di Indonesia
pada tahun 2012 menurut data Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa
penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Resiko kematian yag
diakibatkan oleh CHF adalah skitar 5-10% per tahun pada kasus gagal jantung
ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagl jantung berat. Menurut penelitia,
sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari
5 tahun (Kowalak, 2011). Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak
mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan
metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal
pada jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Harrison, 2013;
Saputra, 2013). Pada kondisi gagal jantung kongestif adanya peningkatan tekanan
vaskular pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta
gagal jantung kanan (Aaronson & Ward, 2010). Masalah keperawatan yang muncul
pada pasien dengan gagal jantung adalah aktual/ resiko tinggi penurunan curah
jantung, nyeri dada aktual/ resiko tinggi gangguan pertukaran gas, aktual/ resiko
tinggi ketidakefektifan pola nafas, aktual/ resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran,
aktual/ resiko tinggi kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep keperawatan paliatif pada penyakit gagal jantung
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi da penatalaksanaan
medis pada penyakit gagal jantung
b. Untuk mengetahui pengkajian, cara menegakkan diagnosa dan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien gagal ginjal.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling
sering terjadi di seluruh dunia yang mengakibatkan tingginya angka mortalitas,
morbiditas dan juga berdampak secara finansial terutama bagi lanjut usia.
Rehospitalisasi merupakan masalah umum yang sering terjadi pada pasien
gagal jantung yang sebagain besar disebabkan oleh keterlambatan dalam
pengenalan gejala, pengobatan dan ketidakpatuhan diet serta kurangnya
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan perawatan diri.
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks, dimana didasari
oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruhan jaringan
tubuh yang adekuat, mengakibatkan gangguan struktural dan fungsional dari
jantung. Pasien dengan gagal jantung memiliki tanda dan gejala, sesak nafas
yang spesifik pada saat istirahat atau saat melakukan aktifitas, rasa lemah, tidak
bertenaga, retensi air seperti kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas
dari struktur dan fungsi jantung, (Fajrin, 2016).
Gagal jantung dapat juga dinyatakan sebagai kelainan fungsi pada
jantung yang mengakibatkan jantung gagal dalam memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, atau kemampuan jantung hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri, (Kasron, 2012).

2. Etiologi Gagal Jantung


Penyebab dari gagal jantung antara lain :
a. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkanmenurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi ototmencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atauinflamasi.
b. Aterosklerosis Koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke


otot jantung.Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematiansel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.

c. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardiu
m perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
f. Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan c
urah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapatmenurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapatmenurunkan kontraktilitas jantung
g. Penyakit Jantung Lain
Secara garis besar gagal jantung terjadi akibat penyaki jantung yang
sesungguhnya, dan secara langsung berpengaruh terhadap jantung.
Biasanya mekanisme mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikarditif konstriktif, pericardium, stenosis AV), dan
peningkatan mendadak afterload

3. Patofisiologi Gagal Jantung

Fungsi daripada jantung normal merupakan sebagai pemompa darah yang


kaya akan oksigen dan nutrisi, setelah itu akan diedarkan keseluruh tubuh.
Namun jika pada keadaan gagal jantung, akan mengalami perbedaan pada
fungsi jantung. Berikut mekanisme penyebab terjadinya gagal jantung (Kasron,
2012):
1. Preload (beban awal)
Volume darah yang mengisi jantung sama dengan tekanan yang ditimbulkan
panjangnya regangan pada serabut jantung.
2. Kontraktilitas
Perubahan pada kekuatan kontriksi terkait dengan panjangnya regangan
pada serabut jantung
3. Afterload (beban akhir)
Besarnya tekanan pada ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah berlawanan dengan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri.
Apabila salah satu atau lebih dari keadaan diatas terganggu,
menyebabkan penurunan curah jantung, meliputi keadaan yang
menyebabkan terjadinya peningkatan prelood, contoh regurgitas aorta, cacat
septum ventrikel, yang menyebabkan afterlood meningkat pada keadaan
stenosis aorta dan hipertensi siskemik. Kontraktilitas miokardium menurun
pada infark miokardium dan keadaan otot jantung. Mekanisme yang
mendasari terjadinya gagal jantung meliputi, menurunnya kemampuan
kontraktillitas jantung. Sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi
menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila
suplai darah keginjal kurang akan berpengaruh pada mekanisme pelepasan
renin-angiotensin dan akan terbentuk angiotensin II, mengakibatkan
terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi air dan natrium.
Perubahan ini meningkatkan cairan ektra- intravaskuler sehingga terjadi
ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan mengakibatkan edema.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstial. Pada
proses ini akan timbul masalah seperti, nokturia dimana berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan redistribusi cairan dan absorpsi
pada waktu berbaring. Gagal jantung dapat mengakibatkan asites, dimana
dapat menimbulkan gejala gastrointestinal seperti muntah, mual, anoreksia.
Apabila suplai darah diparu-paru tidak lancar (tidak masuk kejantung) akan
menimbulkan penumpukan cairan diparu-paru dapat menurunkan perukaran
O₂ dan CO₂ antara darah dan udara diparu-paru. Sehingga oksigenasi arteri
berkurang dan terjadi peningkatan CO₂ yang akan membentuk asam dalam
tubuh. Kondisi ini akan menimbulkan gejala sesak nafas (dyspnea), ortopnea
(dyspnea saat berbaring) terjadi bila peningkata darah pada ekstrimitas,
aliran balik vena ke jantung dan paru-paru. Namun bila pembesaran terjadi
pada vena dihepar akan mengakibatkan hepaomegali dan nyeri tekan pada
kuadran kanan. Suplai darah kurang pada daerah otot dan kulit
menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin dan timbul letih, lemah, lesu

4. Penatalaksanaan Medis Gagal Jantung


Penatalaksanaan menurut NYHA (New York Heart Association)
1. Kelas I : terapi non farmakologi, meliputi batasi cairan, diet rendah garam,
menurunkan berat badan, menghindari alcohol dan rokok, aktifitas fisik, dan
manajemen stress

Kelas II, III : terapi farmakologi, meliputi, diuretic, vasodilatasor, ace inhibitor,
digitalis, dopamineroik, oksigen

2. Kelas IV : kombinasi diuretic, ACE inhibitor seumur hidup.

Penatalaksanaan medis gagal jantung menurut Oktavianus & Febriana (2014)

1. Glikosida jantung Digitalis


Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasilakan: peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis, dan mengurangi
edema.
2. Terapi diuretik Diberikan untuk memacu sekresi natrium dan air melalui ginjal
penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
3. Terapi vasodilator Obat-obatan fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadansi tekanan terhadap penyembuhan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena
sehingga tekanan pengisian ventrkel kiri dapat diturunkan.
B. Konsep Keperawatan Paliatif
1. Trend dan Issue Keperawatan Paliatif
Paliatif berasal dari bahasa latin yaitu “Palium”, yang berarti menyelimuti
atau menyingkapi dengan kain atau selimuti untuk memberikan kehangatan atau
perasaan nyaman. berangkat dari makna kata tersebut sehingga perawatan
paliatif di dimaknai sebagai pelayanan yang memberikan perasaan nyaman
terhadap keluhan yang di rasakan oleh pasien. Sehingga tujuan utama dari
pelayanan perawatan paliatif adalah memberikan perasaan nyaman pada
pasien dan keluarga. Namun, pelayanan perawatan paliatif tidak hanya
mengatasi masalah fisik pasien akan tetapi juga mencakup masalah dari aspek
psikologis, social dan spiritual. Kesemua aspek tersebut saling berintegrasi
sehingga dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu, tenaga
professional kesehatan, para pembuat kebijakan dan masyarakat luas,
memahami perawatan paliatif sama dengan perawatan di akhir kehidupan (end-
of-life care).
Pada tahun 2014 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan
perawatan paliatif untuk diintegrasikan sebagai elemen penting dari kontinum
perawatan kesehatan (Meier, D. E dkk. 2017). Sebagian besar penyedia
layanan kesehatan kurang pengetahuan tentang dan keterampilan dalam
manajemen rasa sakit dan gejala, komunikasi, dan koordinasi perawatan, dan
baik masyarakat dan profesional kesehatan hanya samar-samar menyadari
manfaat palliative care, bagaimana dan kapan harus mengaksesnya. Kurangnya
dukungan kebijakan untuk palliative care berkontribusi pada penderitaan pasien
terminal yang dapat dicegah (Meier, D. E dkk. 2017).
Perawatan paliatif merupakan pelayanan yang mencakup;
- pelayanan berfokus pada kebutuhan pasien bukan pelayanan berfokus pada
penyakit.
- menerima kematian namun juga tetap berupaya untuk meningkatkan kualitas
hidup.
- pelayanan yang membangun kerjasama antara pasien dan petugas
kesehatan serta keluarga pasien.
- berfokus pada proses penyembuhan bukan pada pengobatan.
Sehingga perawatan paliatif bukan untuk mempercepat proses kematian namun
bukan pula untuk menunda kematian, karena kematian merupakan proses
alamiah mahluk hidup. Sehingga dalam perawatan paliatif, kematian akan
berlangsung secara alamiah pada pasien.
Secara global, WHO (2014) melaporkan bahwa pendidikan dan
pengetahuan para petugas kesehatan masih sangat minim mengenai perawatan
pasien di area paliatif. WHO memperkirakan sekitar 19 juta orang di dunia saat
ini membutuhkan pelayanan perawatan paliatif, dimana 69% dari mereka adalah
pasien usia lanjut yaitu usia diatas 65 tahun. Sehingga hal ini menjadi tantangan
para petugas kesehatan terutama tenaga professional yang bekerja di area
paliatif untuk dapat memahami dengan baik cara memberikan pelayanan yang
berkualitas pada kelompok lanjut usia tersebut dengan mengacu pada pilosofi
dan standart pelayanan perawatan paliatif.
Saat ini telah banyak panduan atau guideline diterbitkan oleh lembaga
bereputasi yang memberikan penjelasan bagaimana memberikan pelayanan
perawatan paliatif yang berkualitas baik secara umum maupun untuk kelompok
pasien dengan penyakit tertentu seperti panduan perawatan paliatif untuk
pasien kanker paru. Di panduan tersebut, dijelaskan secara detail mengenai
peran masing-masing anggota tim interprofesional, komunikasi secara efektif
pada pasien, keluarga dan sesama anggota tim.
Perawatan Paliatif diberikan sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir
hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa
disembuhkan atau tidak, mutlak perawatan paliatif harus diberikan kepada
penderita itu. Perawatan paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal,
tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota
keluarga yang berduka. Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari
penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan
spiritual.
Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada
pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk
itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi
dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan
pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social,
dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif
yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas
social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.

Pengetahuan dan sikap perawat mengenai perawatan paliatif sangat


diperlukan dalam mengkaji dan mengevaluasi keluhan pasien. Perawat dengan
anggota tim berbagai keilmuan dapat mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana perawatan secara menyeluruh untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (Maulida, dkk, 2017).

Trend dan issue pada keperawatan paliatif diantaranya:


1. Perawatan paliatif pada pasien kondisi terminal belum optimal.
2. Perawat terkendala dari sisi pengetahuan dan kebijakan.
3. Perawatan menjelang ajal masih dianggap tabu.
4. Pemenuhan kebutuhan spiritual.

2. Aspek Psikososial Kondisi Paliatif pada Gagal Jantung


Psikososial adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan relasi sosial yang
ada disekelilingnya yang mencakup faktor psikologis dari pengalaman
seseorang berupa pemikiran, perasaan, dan/atau perilaku yang secara terus
menerus saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam perawatan paliatif untuk
dapat bekerja sama dengan keluarga pasien dan mengantisipasi kebutuhannya
selama proses perawatan pasien, maka pelibatan keluarga dalam setiap
kegiatan akan dapat membantu dan mendukung keluarga untuk mandiri.
Elemen psikososial merupakan bagian dari proses perawatan yang biasanya di
delegasikan ke pekerja sosial medis. karena pekerja sosial medis memiliki
wawasan dan akses yang lebih luas ke berbagai macam organisasi atau
instansi yang dapat diajak bekerja sama untuk memberikan dukungan kepada
pasien. karena mengingat peran perawat dalam tim paliatif begitu banyak
sehingga tidak memungkin untuk melakukannya. Akan tetapi bila, dalam tim
interprofesional tidak ada tenaga pekerja sosial medis, maka perawatlah yang
akan melakukannya. Membangun rasa percaya dan percaya diri selama
berinteraksi dengan pasien dan dengan menggunakan diri sendiri sebagai
bentuk terapeutik.

3. Assesment Keperawatan Paliatif

Assessment biopsikososial-spiritual yang komprensive dan berkelanjutan


adalah sebuah kunci fungsi dari pekerjaan sosial dalam setting perawatan
kesehatan dan dasar perencanaan perawatan yang efektif. 20 Assessment
seseorang dengan penyakit kronis atau penyakit yang membatasi kehidupan
melibatkan pengumpulan informasi yang mendalam tentang aspek fisiologis dari
gejala dan penyakit, penanganan pengobatan dan melengkapi manajemen
medis yang kompeten.
Orang dengan penyakit kronis mungkin mengalami kesedihan dan beberapa
gejala depresi dan kecemasan. Gejalanya bisa mengganggu fungsi dan kualitas
hidup dan menjadi meresap dan terus menerus. Assessment dan perawatan
yang terampil, termasuk farmakologi dan konseling, sangat penting untuk
meningkatkan hidup pasien (Hultman, Rader, Dahlin, 2010)
Ruang lingkup assessment perawatan paliatif memiliki banyak hal yang
dapat mencakup, fisik, emosional, sosioekonomi, kognitif, budaya, perilaku,
spiritual, eksistensial dan lingkungan hidup. Perawatan paliatif yang berkualitas
juga berfokus pada perencanaan perawatan dini dan faktor resiko untuk
kematian yang rumit. Assessment yang komprehensif melibatkan individu serta
orang lain yang signifikan dan berusaha untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
perbedaan dalam persepsi dan pemahaman.
Kerangka Penilaian Pasien Dalam Perawatan Paliatif

Ada berbagai kerangka kerja berbeda yang dapat digunakan untuk menilai pasien yang
menerima perawatan paliatif; perawat harus terbiasa dengan kerangka
penilaian yang digunakan di organisasi mereka. Salah satu yang paling umum
dijelaskan oleh mnemonik 'PEPSI COLA' :

  Topik untuk Dipertimbangkan

Kebutuhan fisik:
P  Penilaian gejala.
.  Penilaian pengobatan (termasuk efek samping). 
 Identifikasi dan hentikan perawatan yang tidak penting.

Kebutuhan emosional:
 Penilaian psikologis (misalnya depresi, kecemasan,
ketakutan). 
 Pahami harapan pasien akan perawatan / kematian.
E
 Mekanisme koping.
 Citra tubuh berubah.
 Hubungan dengan orang lain.
 Tidur terganggu.

Kebutuhan pribadi:
P
 Latar belakang sosial budaya dan latar belakang spiritual.
.
 Kebutuhan terkait etnis, bahasa, seksualitas, dll.

Kebutuhan sosial:
 Hubungan dengan orang lain.
S
 Hak kesejahteraan.
 Penilaian pengasuh.

Kebutuhan informasi dan komunikasi:


 Informasi apa yang dimiliki dan dibutuhkan pasien?
 Apakah dokumentasi perawatan muka pasien sudah teratur?
I
 Apakah pasien memahami rencana perawatan mereka?
 Tentukan keinginan pasien untuk kedalaman informasi.
 Apakah mode komunikasi dan bahasa yang digunakan sesuai?

C Kontrol dan kebutuhan otonomi:


 Kapasitas mental untuk membuat keputusan.
 Keterlibatan dalam pilihan dan rencana pengobatan.
 Identifikasi tempat perawatan yang disukai pasien.
 Rekap dokumentasi perawatan muka.

Kebutuhan di luar jam kerja:


 Identifikasi layanan di luar jam kerja yang sesuai.
O
 Identifikasi prioritas yang disukai untuk perawatan.
 Mentransfer informasi, termasuk layanan ambulans.

Hidup dengan penyakit Anda:


 Dukungan rehabilitasi (untuk meningkatkan kualitas hidup).
L
 Rujukan ke agensi lain.
 Perencanaan perawatan akhir hidup.

Setelah kebutuhan perawatan:


 Pengaturan pemakaman.
A
 Penilaian risiko kehilangan keluarga / pengasuh.
 Dukungan masa depan keluarga.
 

Ruang lingkup assessment dalam perawatan paliatif:


a. Fisik: diagnosis dan prognosis; sejarah penyakit atau rasa sakit; gejala;
dampak dan fungsi; tidur, suasana hati, dan keintiman.
b. Emosional: depresi; kecemasan; demoralisasi; takut; marah; kesedihan;
penerimaan; kesalahan; malu; kehilangan kendali; ktidakberdayaan;
keputusasaan; masalah psikiatri yang ada atau komorbidif; keahlian coping;
resiko kehilangan.
c. Sosioekonomi; sumber dan stabilitas pendapatan; akses ke perawatan;
hak; masalah asuransi; isu potensial terkait kerugian ekonomi atau status
etnis minoritas; dampak dan simbol makna; status kecacatan.
d. Kognitif: sikap, keyakinan dan nilai, harapan yang menginformasikan
tanggapan terhadap rasa skit dan penyakit, dialog internal dan makna
simbolik rasa sakit, penyakit, dan pengobatan, dampak self efficiacy, citra diri
dan lokus kontrol.
e. Kultural: komunikasi, gender, dan masalah bahasa, tingkat akulturasi,
asimilasi, perbedaan generasi, keyakinan terkait penyakit, rasa sakit,
pengambilan keputusan, menceritakan kebenaran, kematian; penggunaan
obat tradisional dan penyembuhan asli.
f. Tingkah laku: komunikasi verbal dan nonverbal, respon tubuh sadar atau
tidak sadar seperti meringis, gelisah atau menangis; regresi, tergantung dan
bertindak keluar; penanganan pengobatan yang bermasalah dan
ketidakmampuan untuk bekerjasama dengan rencana pengobatan.
Menurut Doenges (2010), asuhan keperawatan yang penting dilakukan pada
klien gagal jantung meliputi:
A. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan
pula pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas tambahan seperti
ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
B. Fokus Pengkajian:
Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan terhadap
tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal.
1. Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada
atau tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2. Jantung: Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan
S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3. Tingkat kesadaran: Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan kesadaran
4. Perifer: Kaji adakah sianosis perifer.
5. Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar
untuk mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis
(DVJ)

4. Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
ditandai dengan takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahanmembrane
alveolus-kapiler ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat/menurun,
PO2menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, dan bunyi napas
tambahan.

5. Intervensi Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung berhubungan 3x24 jam, maka Observasi :
dengan perubahan penurunan curah a. Identifikasi tanda dan
irama jantung jantung meningkat gejala primer
ditandai dengan dengan kriteria hasil : penurunan curah
takikardia, gambaran a. Kekuatan nadi jantung (meliputi:
EKG aritmia atau perifer meningkat dipsnea, kelelahan,
gangguan konduksi. b. Palpitasi menurun edema, ortopnea,
c. Brakikardia paroxysmal nocturnal
menurun dyspnea, peningkatan
d. Takikardia CPV)
menurun b. Monitor tekanan darah
e. Gambaran EKG c. Monitor saturasi
aritmia menurun oksigen
f. Lelah menurun d. Monitor keluhan nyeri
g. Edema menurun dada
h. Dipsnea menurun e. Monitor EKG 12
i. Oliguria menurun sapadan
j. Sianosis menurun f. Monitor aritmia
k. Batuk menurun (kelainan irama dan
l. Tekanan darah frekuensi)
cukup membaik Terapeutik:
a. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
b. Berikan terapi relaksasi
unruk mengurangi
stress, jika perlu
Edukasi:
a. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
Kolaborasi:
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi :
pertukaran gas intervensi selama a. Monitor frekuensi,
berhubungan dengan 3x24 jam maka irama, kedalaman dan
perubahanmembran status pernapasan upaya napas
e alveolus-kapiler meningkat, dengan b. Monitor pola napas
ditandai dengan kriteria hasil : (seperti bradipnea,
dispnea, PCO2 a. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi,
meningkat/menurun, b. Bunyi napas kussmaul, cheyne-
PO2menurun, tambahan stokes,biot, ataksik)
takikardia, pH arteri menurun c. Auskultasi bunyi napas
meningkat/menurun, c. PCO2membaik d. Monitor saturasi
dan bunyi napas d. PO2membaik oksigen
tambahan. e. pH arteri e. Dokumentasikan hasil
membaik pemantauan
f. Takikardia f. Jelaskan tujuan dan
membaik prosedur pemantauan
g. Pola napas Manajemen asam basa :
membaik a. monitor frekuensi dan
h. Kesadaran kedalaman napas.
membaik b. Monitor status
i. Rasa nyaman neurologis
meningkat c. Monitor irama dan
j. Warna kulit frekuensi jantung
membaik d. Monitor perubahan pH,
PaO2,PaCO2dan
HCO3
e. Berikan oksigen, sesuai
indikasi
Dukungan ventilasi :
a. Monitor status repirasi
danoksigenasi (mis.
frekuensi dan
kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi
oksigen)
b. Berikan posisi semi
fowler atau fowler
c. Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
d. Kolaborasi tim medis
untuk pemberian terapi
oksigen, diuretik, dan
brokodilator
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Keperawatan Paliatif pada Gagal Jantung


1. Tahapan perawatan pada pasien CHF
Tahap 1: Fase manajemen penyakit kronis (NYHA I-III)
Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif untuk
memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala, pendidikan pasien dan
pengasuh, dan didukung manajemen diri Pasien diberi penjelasan yang jelas
tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi, pengobatan, dan
prognosisnya Pemantauan reguler dan peninjauan yang tepat sesuai dengan
pedoman nasional dan protokol local.
Tahap 2: fase perawatan suportif dan paliatif: (NYHA III – IV)
Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang profesional kunci
diidentifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan perawatan dan bekerja
sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan paliatif, dan layanan lainnya
Tujuan perawatan bergeser untuk mempertahankan kontrol gejala dan kualitas
hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik dan multidisipliner terhadap
kebutuhan pasien dan perawat dilakukan Kesempatan untuk mendiskusikan
prognosis dan kemungkinan penyakit yang diderita secara lebih rinci disediakan
oleh para profesional, termasuk rekomendasi untuk menyelesaikan rencana
perawatan lanjutan Layanan di luar jam kerja didokumentasikan dalam rencana
perawatan jika terjadi kerusakan akut
Tahap 3: fase perawatan Terminal
Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan ginjal,
hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan gagal jantung
untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi diklarifikasi,
didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua penyedia perawatan
Jalur perawatan terpadu untuk orang yang sekarat dapat diperkenalkan untuk
menyusun perencanaan perawatan Peningkatan dukungan praktis dan
emosional untuk pengasuh disediakan, terus mendukung berkabung
Penyediaan dan akses ke tingkat yang sama perawatan generalis dan spesialis
untuk pasien di semua pengaturan perawatan sesuai dengan kebutuhan
mereka [ CITATION Jaa09 \l 1033 ]
2. Menurut Matzo dan Sherman (2006) dalam Ningsih (2011) peran perawat
paliatif meliputi:
a. Praktik di Klinik
Perawat memanfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan mengevaluasi
keluhan serta nyeri. Perawat dan anggota tim berbagai keilmuan
mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perawatan secara
menyeluruh. Perawat mengidentifikasikan pendekatan baru untuk mengatasi
nyeri yang dikembangkanberdasarkan standar perawatan di rumah sakit
untuk melaksanakan tindakan. Dengankemajuan ilmu pengetahuan
keperawatan, maka keluhan sindroma nyeri yangkomplek dapat perawat
praktikan dengan melakukan pengukuran tingkat kenyamanan disertai
dengan memanfaatkan inovasi, etik dan berdasarkan keilmuannya.
b. Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek,etik dan diskusi tentang
penatalaksanaan keperawatan di klinik,mengkaji pasien dan keluarganya
serta semua anggota tim menerima hasil yang positif. Perawat
memperlihatkan dasarkeilmuan/pendidikannya yang meliputi mengatasi nyeri
neuropatik,berperan mengatasi konflik profesi, mencegah dukacita, dan
resiko kehilangan. Perawat pendidik dengan tim lainnya seperti komite dan
ahli farmasi, berdasarkan pedoman dari tim perawatan paliatif maka
memberikan perawatan yang berbeda dan khusus dalam menggunakan
obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri neuropatik yang tidak mudah
diatasi.
c. Peneliti
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui
pertanyaanpertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang
ditunjukan padapertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat dapat meneliti
dan terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
d. Bekerja sama (collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staff dalam mengkaji bio-psiko-
sosialspiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan
mempertahankan hubungan kolaborasi dan mengidentifikasi sumber dan
kesempatan bekerja dengan tim perawatan paliatif,perawat memfasilitasi
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan anggota dalam
pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan komite penasihat. Perawat
memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan pasien dan
keluarganya,dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan lainnya
dalam memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
m.Penasihat (Consultan)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan paliatif
dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam pertemuan/rapat
tentang kebutuhan-kebutuhan pasien dan keluarganya. Dalam memahami
peran perawat dalam proses penatalaksanaan perawatan paliatif sangat
penting untuk mengetahui proses asuhan keperawatan dalam perawtan
paliatif.
Asuhan keperawatan paliatif merupakan suatu proses atau rangkaian
kegiatan praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien paliatif
dengan menggunakan pendekatan metodologi proses keperawatan
berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika profesi dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab perawat yang mencakup seluruh proses
kehidupan, dengan pendekatan yang holistic mencakup pelayanan
biopsikososiospiritual yang komprehensif, dan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien [ CITATION Ilm16 \l 1033 ].

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis di mana kelainan
fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan
dengan meningkatkan tekanan pengisian. Umumnya pasien yang mengalami
penyakit ini yang sudah berada pada fase akhir sulit untuk melakukan aktivitas
dan biasanya pasien sudah tidak kooperatif lagi untuk melakukan berbagai
macam hal dalam proses penyembuhan, sehingga diperlukan peranana perawat
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga pasien dalam proses
menjelang ajal dalam keadaan damai.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca makalah ini mengetahui hal apa saja yang
dapat dilakukan dalam melakukan penanganan pada pasien yang menderita
penyakit terminal, pasien menjelang ajal. seorang perawat harus senantiasa
memperbarui ilmu pengetahuannya sehingga ketika turun di lapangan seorang
perawat tersebut mampu mengaplikasikannya dalam dunia kerja
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M E dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

lmi, N. (2016). Analisi Perilaku Perawat dalam Melakukan Perawatan Paliatif Pada
pasien Gagal Ginjal Kronik Du RSI Faisal Makassar Dan RSUD Labuang Baji
Makassar. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 66-72.

Jaarsma, T. e. (2010). Palliative care in heart failure: a position statement from the
palliative care workshop of the Heart Failure Association of the European Society
of Cardiology. European Journal of Heart Failure , 433–443.

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika.
Meier, D. E dkk. (2017). A National Strategy For Palliative Care. Health Affairs; Chevy
Chase Vol. 36, Iss. 7,  (Jul 2017): 1265-1273. DOI:10.1377/hlthaff.2017.0164
Syahputra, Fajrin Ziad, 2016, „Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Pada Tn.J Di
Ruang Sekar Jagad RSUD Bendan Kota Pekalongan‟, Karya Tulis Ilmiah, Stikes
Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Anda mungkin juga menyukai