Anda di halaman 1dari 93

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN

KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Keperawatan Kritis II
Dosen Pengampu : 1. M. Budi Santoso, S.Kep., Ners., M.Kep.
2. Yuswandi, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh: Kelompok 5 (I-A)


1. Rizki Sulthonul Hakim 213221007
2. Dahlia Putri Rahmawati 213221010
3. Regina Febrizki 213221012
4. Lutky Dahlina 213221017
5. Amelia Sabila 213221031
6. Syifa Sari Nurannisa 213221034
7. Ahmad Fahrudin 213221042

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN LINTAS JALUR


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien dengan Ketoasidosis
Diabetik (KAD)” dengan semestinya.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan di
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak M. Budi Santoso, S.Kep.,Ners.,M.Kep. dan Bapak Yuswandi,
S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen koordinator dan dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Kritis II program studi S1 Keperawatan Lintas Jalur, yang
telah memberikan tugas makalah ini sehingga kami mengerti dan memahami
tentang asuhan keperawatan Kritis pada pasien dengan Ketoasidosis Diabetik.
2. Anggota kelompok 5 yang telah banyak membantu, bekerjasama dalam
penyusunan tugas makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan lancar.
Hanya ucapan terimakasih dan doa yang penulis berikan kepada mereka, semoga
amal baik mereka di balas oleh Allah SWT dengan sebaik-baik balasan.
Dengan segenap kerendahan hati, kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
perbaikan dalam penelitian selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan bagi kami selaku penulis terkhususnya.

Cimahi, 25 Oktober 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2

1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................2

1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

2.1 Konsep Penyakit............................................................................................4

2.1.1 Pengertian................................................................................................4

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Pankreas.............................................................5

2.1.3 Etiologi dan Faktor Pencetus..................................................................8

2.1.4 Patofisiologi..........................................................................................12

2.1.5 Klasifikasi.............................................................................................14

2.1.6 Manifestasi Klinis.................................................................................15

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................16

2.1.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan.........................................................19

2.1.9 Komplikasi............................................................................................33

2.1.10 Pathways.............................................................................................37

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................40

2.2.1 Pengkajian.............................................................................................40

ii
2.2.2 Diagnosis Keperawatan.........................................................................45

2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................46

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................56

3.1 Kasus............................................................................................................56

3.2 Asuhan Keperawatan Kritis dengan Ketoasidosis Diabetik........................57

3.2.1 Pengkajian.............................................................................................57

3.2.2 Analisa Data..........................................................................................72

3.3.3 Diagnosis Keperawatan.........................................................................73

3.3.4 Intervensi Keperawatan.........................................................................73

3.3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.............................................79

BAB IV PENUTUP...............................................................................................85

4.1 Kesimpulan..................................................................................................85

4.2 Saran.............................................................................................................85

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................86

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang
mengancam jiwa seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium,
amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan
elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak
bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma. KAD merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat (Tarwoto,2012).
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa
insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok
umur, sedangkan untuk sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30
tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per
tahun. Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar sebesar 4,6 – 8/1000
pasien DM per tahun. KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari
100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat. Walaupun data
komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak
sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah.
Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit
dan terutama pada pasien DM tipe 2 (Tarwoto,2012).
Pasien dengan KAD sering dijumpai dengan penurunan kesadaran,
bahkan koma (10% kasus). Beberapa faktor yang dapat berperan dalam
terjadinya KAD yaitu diabetes mellitus yang tidak terkontrol, infeksi dan
riwayat stroke (Tarwoto,2012).
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi
ketoasidosis diabetik manakala terjadi diabetik tipe 1 yang tidak dapat
terdiagnosa, ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin,

1
2

adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan
stress yang berhubungan dengan penyakit, atau tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain rehidrasi,
pemberian pemberian kalium lewat infus, dan pemberian pemberian insulin.
insulin. Beberapa Beberapa komplikasi komplikasi yang mungkin terjadi
selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia, IMA, dan
komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut adalah hipokalemia,
hipoglikemia, edema otak dan hipokalsemia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: “Bagaimana
gambaran asuhan keperawatan Kritis pada pasien dengan ketoasidosis
diabetik?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai yaitu untuk menggambarkan
asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan ketoasidosis metabolik.
Diharapkan pembaca dan penulis mampu menjelaskan dan melaksanakan
asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan ketoasidosis diabetik.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui gambaran konsep penyakit pada pasien dengan
ketoasidosis diabetik. Meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi pankreas,
etiologi dan faktor pencetus, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan pencegahan, komplikasi, dan
juga pathway.
2. Untuk mengetahui gambaran dan penjelasan mengenai konsep dasar
asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan penyakit ketoasidosis
diabetik mulai dari pengkajian, diagnosis keperawatan, hingga intervensi
keperawatan.
3. Untuk mengetahui gambaran pengaplikasian asuhan keperawatan kritis
pada pasien dengan ketoasidosis diabetik, dimulai dari pengkajian, analisa
data, diagnosis, intervensi, implementasi, dan juga evaluasi keperawatan.
3

1.4 Manfaat Penulisan


Adapaun manfaat yang bisa didapatkan dari makalah ini adalah agar
mahasiswa dan masyarakat bisa memperluas wawasannya mengenai penyakit
kegawatdaruratan yaitu ketoasidosis diabetik. Selain itu, dapat dijadikan
sebagai sumber informasi dan acuan dalam mengembangkan dalam pemberian
asuhan keperawatan kritis, khususnya pada pasien dengan ketoasidosis
deabetik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Pengertian
Ketoasidosis Diabetik (KAD) ialah suatu keadaan kegawatdaruratan
atau akut DM tipe I yang disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh
pada benda-benda ‘Keton’ akibat kekurangan atau defisiasi insulin.
Karakteristik yang muncul pada pasien dengan KAD (ketoasidosis diabetik)
yaitu hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kekurangan insulin dalam
tubuh (Romli & Indrawati, 2018). Ketoasidosis diabetik ini
bertanggungjawab pada lebih 160.000 pasien yang dirawat dan mempunyai
andil pada angka kematian antara 6-10%.
Ketoasidosis diabetes ini merupakan akibat dari defisiensi insulin
yang disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat, dan
lemak. Keadaan ini terkadang disebut sebagai status “akselerasi puasa” dan
merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes dengan
ketergantungan insulin. Hal ini disebabkan karena terjadinya dekompensasi
kekacauan metabolisme, ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan
ketosis terutama disebabkan oleh kekurangan insulin yang absolut atau
relative. Ketoasidosis diabetik dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut
pada penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang serius dan tidak terkontrol,
sehingga membutuhkan pengelolaan kegawatdaruratan akibat diuresia
osmotik. Ketoasidosis diabetik ini, biasanya penderita akan mengalami
dehidrasi berat, juga bisa sampai mengalami syok (Romli & Indrawati,
2018). Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium
menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa
darah sangat tinggi, dan pemecehan asam lemak bebas yang menyebabkan
asidosis disertai dengan koma (Anggraeni & Leniwita, 2019).

4
5

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Pankreas


A. Anatomi
Pankreas ialah kelenjar majemuk yang terletak berdekatan dengan
dudenum. Panjangnya sekitar 15 cm mulai dari duodenum hingga limfa.
Pankreas terdiri dari bagian yang paling lebar disebut kepala, badan
pankreas ynag merupakan bagian utama pada organ pankres, terletak di
belakang lambung dan di depan vertebrata lumbalis, sedangkan bagian
runcing sebelah kiri disebut ekor. Pankreas merupakan bagian dari sistem
pencernaan yang membuat dan mngeluarkan enzim pencernaan ke dalam
usus, dan bagian dari sistem endokrin yang membuat dan mengeluarkan
hormon ke dalam darah untuk mengontrol metabolisme energi serta
penyimpanan seluruh tubuh (Anggraeni & Leniwita, 2019).
Kelenjar pankreas merupakan sekelompok sel yang terletak pada
pankreas, sehingga dikenal dengan pulau-pulau langerhans (berbentuk
ovoud). Kelenjar pankreas ini dapat menghasilkan hormon insulin dan
glukagon. Dimana kadar glukosa yang tinggi akan merangsang kelenjar
pankreas untuk mensekresikan insulin. Hormon insulin ini akan
mempermudah gerakan glukosa dari darah menuju ke sel-sel tubuh,
menembus membran sel. Di sel hati, insulin mempercepat proses
pembentukan glikogen (glikogenesis) dan pembentukan lemak
(lipogenesis). Glukagon ini berfungsi untuk mengubah glikogen menjadi
glukosa sehingga kadar glukosa naik. Contohnya pada saat kita berpuasa.
Karena tubuh tidak mendapatkan asupan glukosa ketika berpuasa, maka
tubuh mensekresikan glukagon untuk menyeimbangkan kekurangan
glukosa tersebut (Sukaesih & Sopiah, 2018).
Pankreas berhimpitan sebelah atas dengan duodenum, melintang
di atas jejenum sampai dengan ginjal kiri (bagian cauda dari pankreas).
Berdasarkan permukaannya, pankreas terdiri dari bagian: (1) Caput
(menempel pada duodenum); (2)Corpus; dan Cauda (yang bersinggungan
dengan ginjal bagian kiri). Didalam pankreas terdapat saluran yang
disebut duktus pankreaticus yang terletak sepanjang pankreas (mulai dari
caput, corpus, sampai cauda). Cabang-cabang dari duktus pankreaticus
6

yang halus bergabung menjadi ductus pankreaticus asesoris (ductus


santorini). Ductus pankreaticus ini akan bermuara pada duodenum
tepatnya pada papilla duodeni major dan papulla dudenia minor.
Bagian pankreas yang mesekresikan getah adalah kelenjar
alveolus yang bentuknya seperti kelenjar saliva. Didalam kelenjar
tersebut bentuknya berupa granula-granula yang berisi enzim (granula
zimoge). Kelenjar tersebut dikeluarkan dari aspek sel menuju alumen
ductus pankreaticus, kemudian menuju ke lumen duodenum.
Insulin yang dihasilkan oleh pulau-pulau langerhans pancreas
(baik yang terdapat di caput, corpus, maupun cauda pankreas). Pada
manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau langerhans. Sel-sel pada pulau
langerhans di golongkan menjadi beberapa jenis yaitu sel A (alfa ), se; B
(beta ), sel D (delta ) dan sel F. Sel B yang merupakan bagian terbanyak
dari pulau-pulau langerhans ( 60 – 70 persen ) terletak di tengah pulau.
Adapun hasil yang disekresikan masing-masing bagian sel meliputi: sel
A mensekresikan glucagon, sel B mensekresikan insulin, sel D
mesekresikan somaotstatin, dan sel F mensekresikan polipeptida
pancreas.
Produk yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas akan disalurkan
melalui ductus/saluran (eksokrin). Sedangkan produk dari pulau-pulau
langerhans langsung ikut dalam aliran darah (endokrin). Pankreas
nantinya akan mendapatkan nutrisi dan oksigenasi melalui percabangan
arteri dari arteri hepatia comunis, arteri splenic, arteri mesentrica.
Sedangkan pembuluh darah baliknya melalui vena gastro duodenalis,
vena gastric sinistra, dan vena hepatica.
7

B. Fisiologi
Berikut beberapa penyusun bagian pankreas yaitu:
1) Pankreas eksokrin (getah pankreas), yaitu bagian yang membuat
serta mengeluarkan enzim pencernaan ke duodenum. Komponen
eksokrin terdiri dari 95% massa pankreas. Getah pankreas ini
bersifat basa dengan komposisi: HCO3 (asam) dengan kadar 113
meq/L. setiap hari disekresikan sekitar 1500ml getah pankreas.
Sekresi getah pankreas yang bersamaan dengan skresi empedu dan
getah usus nantinya akan mempunyai efek terhadap penetralan asam
lambung, sehingga nantinya pH pada duodenum menjadi naik (6,0-
7,0). Di dalam getah pankreas ini terdapat tripsinogen yang nantinya
akan diubah menjadi enzim aktif tripsi. Dimana tripsin ini berfungsi
untuk mengubah kimotripsinogen menjadi kimitripson yang
merangsang kerja enzim enteropeptidase. kekurangan enzim ini akan
mengakibatkan kelainan kongenital dan malnutrisi protein.
2) Pankreas endokrin, yaitu bagian yang membuat serta mensekresikan
insulin, glukagon, polipeptida, dan somatostatin ke dalam darah.
Bagian islet terdiri dari 1-2% massa pankreas. Susunan insulin terdiri
dari pioipeptida yang mengandung dua mata rantai asam amino yang
8

dihubungkan dengan jembatan disulfide. Insulin dibentuk di kulum


endoplasmic sel B. kemudian insulin di kemas oleh apparatus golgi
dalam sebuah granula. Granula ini yang kemudian bergerak ke
membrane plasma. Insulin kemudian di keluarkan melalui proses
eksositosis kemudian melintasi lamina basalis sel B menuju kapiler
dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah. Waktu
paruh insulin dalam sirkulasi berlangsung selam 5 menit. Secara
umum insulin mempunyai efek yang paling populer yaitu
memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel. Berikut efek fisiologi
insulin:
Lambat (jam Peningkatan mRNA enzim lipogemik
(penumpukan lemak)
Sedang (menit) Stimulasi sintesi protein
Penghambatan pemecahan protein
Pengaktifan glikogen sintetase
Penghambatan fosfolirase
Cepat (detik) Peningkatan transportasi glukosa, asam amino
dan K+ ke dalam sel yang peka insulin
Selain itu, ada efek insulin terhadap jaringan tubuh:
Otot Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis glikogen
Meningkatkan ambilan asam amino
Meningkatkan sintesis protein
Meningkatkan ambilan keton
Meningkatkan ambilan K+
Hati Menurunkan ketogenesis
Meningkatkan sintesis protein
Meningkatkan sintesis lemak
Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan
glukogenesis
Meningkatkan sintesis glukosa
Jaringan adiposa Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis asam lemak
Meningkatkan sintesis glisrol fosfat
Meningkatkan pengendapan trigliserid
Mengaktifkan lipoprotein lipase
Meningkatkan ambilan K+
9

2.1.3 Etiologi dan Faktor Pencetus


Etiologi yang mendasari KAD bervariasi di seluruh dunia. Pada
orang dewasa, KAD adalah presentasi awal diabetes yang terjadi hingga
hingga 20% kasus. Presipitasi yang paling umum mengenai KAD di seluruh
dunia adalah infeksi, meskipun kepatuhan yang kurang terhadap terapi
insulin adalah etiologi umum lainnya pada pasien usia muda dan orang-
orang yang tinggal di lingkungan perkotaan, persentase hingga 56% pasien
dengan kejadian pertama KAD dan 78% kasus berulang di Amerika Serikat.
Etiologi lainnya termasuk penggunaan alkohol, perdarahan gastrointestinal,
obat-obatan, infark miokard, pankreatitis, kehamilan, emboli paru,
penurunan asupan oral, cedera ginjal, kejang, stroke (iskemik atau
hemoragik), tiroid, kecacatan, dan konsumsi racun (Long et al., 2020). KAD
pada diagnosis diabetes mungkin timbul dari penyakit yang baru terdiagnosa
karena kurangnya kesadaran akan gejala diabetes atau kegagalan penyedia
layanan kesehatan untuk mempertimbangkan diabetes ketika ada masyarakat
datang dengan nyeri perut, mual dan muntah. Hal ini terkait dengan kontrol
glikemik jangka panjang yang buruk dan kejadian berulang dari KAD
(Wolfsdorf et al., 2018).
Dalam 50% kejadian KAD, kekurangan insulin, peningkatan
konsumsi atau produksi glukoasa, atau infeksi adalah faktor pencetus.
Stressor-stressor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis
adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional (Romli &
Indrawati, 2018). Sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita
DM untuk pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM
sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20%
lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya.
Faktor pencetus tersering dari KAD 50% adalah infeksi. Pada infeksi
akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi
peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Infeksi yang paling sering
diketemukan adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih yang mencakup
antara 30% sampai 50% kasus. Penyakit medis lainnya yang dapat
mencetuskan KAD adalah penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli
10

pulmonal dan infark miokard. Beberapa obat yang mempengaruhi


metabolisme karbohidrat juga dapat menyebabkan KAD diantaranya adalah
kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik, penyekat alpha dan beta
serta penggunaan diuretik berlebihan pada pasien lansia. Mengatasi faktor
pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata dapat disebabkan oleh insulin yang tidak berikan atau dosisnya tidak
sesuai yang diperlukan, keadaan infeksi atau sakit, dan manifestasi pertama
pada panyeakit diabetes yang tidak terdiagnosisi dan tidak diobati. Beberapa
penyebab terjadinya KAD sebagai berikut (Anggraeni & Leniwita, 2019):
1) Infeksi: pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. Diketahui
bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang
mendasari infeksi.
2) Stress fisik dan emosional: respon hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik.
3) Menolak terapi insulin.
4) Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis. Kepatuhan akan
pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan faktor komorbid
penderita.
5) Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat. Obat-
obatan yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti
kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti
dobutamin dan terbutalin). Obat lainnya yang diketahui dapat
mencetuskan KAD yaitu betabloker, obat antipsikotik,, dan fenitoin.
Pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang
disertai kelainan makan memberikan kontribusi pada 20% KAD
berulang. Faktor yang memunculkan kelalaian penggunaan insulin pada
pasien muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan
dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia,
dan stres akibat penyakit kronik. Namun demikian, seringkali faktor
pencetus KAD tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20-30% dari
11

semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat KAD itu sendiri.
6) Infark miokardium, cerebrovascular accident, alcohol abuse, infark
jantung, trauma,
7) Penyebab lain:hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan,
kortikosteroid dan adrenergik.

Kondisi pencetus terjadinya KAD yaitu:


1) Terjadinya krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2. Faktor pencetus
krisis hiperglikemia yaitu:
a) Infeksi, meliputi 20 –55% dari kasus krisis hiperglikemia
dicetuskan oleh Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia,
Infeksi traktus urinarius, Abses, Sepsis, Lain-lain.
12

b) Penyakit vaskular akut: penyakit serebrovaskular, infark miokard


akut, emboli paru, thrombosis V. Mesenterika.
c) Trauma, luka bakar, hematom subdural.
d) Heart stroke.
e) Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut, Kholesistitis akut,
obstruksi intestinal.
f) Obat-oatan: diuretika, steroid, dan lain-lain.
g) Penyakit kardiovaskular.
h) Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi bersangkutan
dengan Insulin inadekuat/stop atau pengobatannya tidak adekuat.
Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD.
i) Diabetes awitan baru.
j) Penyakit medis lainnya.
Selain itu, faktor risiko dari penyakit ketoasidosis diabetik ini yaitu:
1) Faktor risiko pada pasien yang baru di diagnosis: usia, penyakit yang
terlambat di diagnosa, status ekonomi yang rendah, dan tempat tinggal
di negara dengan prevelensi rendah diabetes mellitus tipe 1.
2) Faktor risiko pada pasien dengan diabetes yang sudah diketahui
meliputi: kelalaian pengobatan nsulin karena berbagai alasan, akses
terbatas kepada layanan kesehatan, masaah pada pemberian insulin
yang tidak diketahui pada pasien yang menggunakan insulin via
intravena (Wolfsdorf et al., 2018).
2.1.4 Patofisiologi
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi metabolik yang
disebabkan oleh DM tipe 1. Dimana apabiala kadar insulinnya mengalami
penurunan, maka pasien akan mengalami hiperglikemia dan glukosuria
berat, penurunan liposgenesis, peningkatan lipolisi dan peningkatan asam
lemak bebas disertai pembentukan beda keton (asetoasetat, hidroksibutirat,
dan asetin). Peningkatan produksi keton ini akan meningkatkan bebasnya
ion hidrogen dan asidosis metabolik. Dimana glukosuria dan ketonuria yang
jelas juga dapat mengakibatkan dieresis osmotik, sehingga pasien akan
mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien akan mengalami
13

hipotensi dan mengalami syok. Akibatnya akan mengalami penurunan


penggunaan oksigen di otak, sehingga pasien mengalami koma dan bahkan
meningga. Koma dan kematian pada pasien dengan KAD untuk saat ini
jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari
potensi komplikasi dan pengobatan KAD dapat dilakukan sedini mungkin
(Triyani, 2019).
Bahwa kita ketahui, tanda dan gejala ketoasidosis ini dapat dibagi
menjadi 2 kelompok besar yaitu gejala yang timbul akibat terjadinya
defisiensi insulin dan gejala akibat ketosis. Hiperglikemia ini terjadi akibat
defisiensi insulin yang menyebabkan jaringan perifer kurang menggunakan
glukosa dan meningkatnya glukoneogenesis di hati. Sebagai akibat
defisiensi insulin maka akan terjadi peningkatan kadar glukagon. Perubahan
rasio ini akan menyebabkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak dan
ketogenesis di hati. Defiisiensi insulin ini akan memacu kegiatan lipase di
jaringan lemak dan berakibat bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke
hati. Enzim karnitil asil transferas I di dalam mitokondria hati akan
teraktivasi untuk mengubah asam lemak bebas menjadi keton, atau
teroksidasi menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserida.
Serangkaian proses ketoasidosis ini akan menghasilkan asan
betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis.
Dalam kejadian ini, aseton tidak adekuat berperan, walaupun aseton penting
untuk diagnosis ketoasidosis (Setiawan, 2021). Keton dapat digunakan
sebagai energi, namun cepat terakumulasi. Glikogen dan protein
dikatabolisasi untuk membentuk glukosa. Bersama-sama, faktor-faktor di
atas menyebabkan hiperglikemia, yang memicu diuresis osmotik, kemudian
mengakibatkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan keadaan hiperosmolar
(Febrianto & Esti Hindariati, 2021).
Pada waktu yang bersamaan juga terjadinya penambahan stres
hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin, sehingga defisiensi
insulin yang menyebabkan ketoasidosis insulin, sehingga defisiensi insulin
yang menyebabkan ketoasidosis bersifat defisiensi insulin relatif. Yang
mengakibatkan terjadinya kenaikan kadar glukagon, katekolamin, kortisol,
14

dan somatopin yang masing-masing kadarnya naik menjadi 450%, 760%,


dan 250% dibanding dengan kadar normalnya 100% (Setiawan, 2021).
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, system
homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam
jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin
dan peningkatan konsentrasi hormone kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dsn hormon pertumnuhan) terutama epinefrin yang
mengaktivasi hormone lipase sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya
lipolisis meningkat sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton oleh
sel hati dapat menyebabkan metabolic asiodosis (Triyani, 2019).
Terdapat dua faktor pemicu yang paling umum dalam terjadinya
KAD, yaitu terapi insulin yang tidak adekuat serta adanya infeksi. Faktor-
faktor pemicu lainnya di antaranya infark miokardium, serangan akut
serebrovaskular, emboli paru, pankreatitis, serta alkohol. Kriteria diagnosis
KAD antara lain: (i) klinis: poliuria, polidipsia, mual dan/atau muntah,
pernapasan Kussmaul (dalam dan cepat), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai
syok, kesadaran terganggu sampai koma; (ii) darah: hiperglikemia lebih dari
300 mg/ dL (biasanya melebihi 500 mg/dL), bikarbonat kurang dari 20
mEq/L, pH kurang dari 7,35, ketonemia; serta (iii) urine: glukosuria dan
ketonuria (Tjokroprawiro, 2015).
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan derajat beratnya asidosis pada penyakit KAD, dibagi
menjadi (yati & Tridjaja, 2017):
a. KAD ringan : pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L
b. KAD sedang : pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L
c. KAD berat : pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L
Sedangkan menurut Anggraeni & Leniwita (2019) kalsifikasi KAD
berdasarkan derajat beratnya asidosis dibagi menjadi:
Stadium Jenis KAD pH Darah Bikarbonat darah (Meq/L)
Ringan KAD ringan 7,3—7,35 15-20
sedang Pre-kom diabetik 7,2-7,3 12-15
Berat Koma diabetik 6,9-7,2 8-12
Sangat Berat KAD berat <6,9 <8
15

Berikut kriteria diagnostik KAD menurut American Diabtes


Association
KAD
Parameter Satuan
Ringan Sedang Berat
Gula darah >250 >250 >250 Mg/dl
pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00 -
Serum
bikarbonat 15-18 10-(<15) <10 mEq/L
(HCO3-)
Keton urine + + - -
Keton serum + + - -
Osmolaritas
variabel variabel variabel mOsm/kg
serum efektif
Anion gap >10 >12 >12 -
Perubahan
sensorial atau
alert Alert/crowsy Stuport/coma -
mental
obtundation
Catatan 1) Pengukuran keton seum dan urine memakai metode
raksi initroprusida
2) Osmolaritas serum efektif (mOsm/kg) = 2x Na (mEq/L)
+ Glukosa (mg/dL) / 18
3) Anion gap = Na+ - (Cl + HCO3- (mEq/L)

2.1.6 Manifestasi Klinis


Berikut ini, manifestasi klinis atau tanda dan gejala dari KAD
diantaranya yaitu:
a. Poliuria dan polydipsia (rasa haus meningkat).
b. Pandangan kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
c. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau >
pada saat berdiri). Terjadi pada pasien dengan depresi volume.
a. Hipotensi sejati disertai nadi yang lemah dan cepat.
b. Kulit kering.
c. Berkeringat.
d. Gejala gastrointestinal, seperti anoreksia, mual/muntah, dan nyeri
abdomen (mungkin berat). Nyeri abdominal terkadang dapat diketemukan
pada pasien dewasa (lebih sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai
akut abdomen. Meskipun penyebabnya belum dapat dipastikan, dehidrasi
16

jaringan otot, penundaan pengosongan lambung dan ileus oleh karena


gangguan elektrolit serta asidosis metabolik telah diimplikasikan sebagai
penyebab dari nyeri abdominal.
e. Napas aseton (berbau buah).
f. Pernapasan Kussmaul : hiperventilasi, pernapasan sangat dalam tapi
tidak sulit. Hal ini disebabkan karena terjadinya asidosis metabolik.
g. Status mental setiap pasien sangat bervariasi (sadar hingga letargi atau
koma). Meskipun demikian, kurang dari 20% pasien KAD yang
diperawatan dengan penurunan kesadaran.
h. Berat badan menurun.
i. Kadar gula darah tinggi (>240 mg/dL).
j. Terdapat keton di urin.
k. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik.
l. Dehidrasi dan syok hipovolemi (kulit/mukosa kering dan penurunan
turgor, hipotensi, dan takikardia).
m. Riwayat berhenti terapi insulin..
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan labolatorium
1) Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami
asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200
mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
2) Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg /
17

dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan
jumlah yang sesuai.
3) Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung
ekstrem di tingkat potasium.
4) Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat PaCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya
dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
5) Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6) Gas Darah Arteri (AGD)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada AGD. PH rendah (6,8-7,3).
7) Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
8) Β-hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat ß kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar
dari 0,5 mmol/ L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L
berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
18

9) Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
10) Osmolaritas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada
dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm /
kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini,
maka pasien jatuh pada kondisi koma. Untuk osmolaritas serumnya
mengalami peningkatan, tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
11) Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12) Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13) Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehidrasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Berikut dibawah ini terdapat sifat-sifat penting dari tiga bentuk
dekompensasi (peruraian)
Sifat-sifat Diabetes Hyperosmolar Asidosis
ketoasidosis non laktat
(KAD) ketoticcoma
(HONK)
Glukosa Tinggi Sangat Tinggi Bervariasi
plasma
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada
b. Pemeriksaan diagnostik
19

1) Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).


Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
6) Aseton plasma: Positif secara mencolok.
7) Asam Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
8) Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat serum Fosfor
turun.
9) Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal. Mencerminkan
kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
10) Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
11) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi.
12) Ureum/creatinin: meningkat/normal.
13) Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut.
14) Pantau EKG untuk melihat adanya disritmia yang mengindikasikan
kadar kalium yang abnormal (Moraes & Surani, 2019; Smeltzer,
2018).
15) Kaji tanda-tanda vital (terutama tekanan darah dan nadi), gas darah
arteri, bunyi napas, dan status mental setiap jam (Moraes & Surani,
2019; Smeltzer, 2018).
16) Sertakan pemeriksaan neurologis sebagai bagian dari pengkajian per
jam sebab edema serebral dapat bertambah parah dan terkadang
berakibat fatal ((Moraes & Surani, 2019; Smeltzer, 2018).
17) Poto polos dada (Ramli & Indrayani, 2018).
20

2.1.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan


a. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi,
hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi
penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, KU jelek masuk
HCU/ICU (Romli & Indrawati, 2018). Sedangkan menurut Yati &
Tridjaja (2017) Prinsip tata laksana KAD meliputi terapi cairan untuk
mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian
insulin untuk menghentikan produksi badan keton yang berlebihan,
mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit, mengatasi penyakit yang
mendasari KAD serta monitor komplikasi terapi.
Berikut Tatalaksana awal untuk menangani KAD yaitu:
a. Amankan airway, breathing, circulation:
a) Airway: amankan jalan napas. Jika perlu kosongkan isi lambung
b) Breathing: berikan oksigen pada pasien dengan dehidrasi berat
atau syok.
c) Circulation: pemantauan jantung sebaiknya menggunakan EKG
untuk mengevalusi adanya kemungkinan hiperkalemia atau
hipokalemia.
d) Sebaiknya dipasang dua kateter intravena (IV).
b. Nilai kesadaran menggunakan GCS (Glagow coma scale).
c. Timbang berat badan pasien.
Gunakan berat badan aktual untuk menghitung kebutuhan cairan
maupun kebutuhan insulin.
d. Nilai derajat dehidrasi
21

a) Dehidrasi dianggap sedang jika dehidrasinya mencapai 5%-9%,


tanda-tanda dehidrasi meliputi: Capillary refill memanjang,
Turgor menurun, Hiperpnea, Serta adanya tanda-tanda dehidrasi
seperti membran mukus yang kering, mata cekung, dan tidak ada
air mata.
b) Dehidrasi dianggap lebih dari 10% atau berat jika terdapat nadi
yang lemah, hipotensi, dan oliguria.
c) Mengingat derajat dehidrasi dari klinis sangat subyektif dan
seringkali tidak akurat maka direkomendasikan bahwa pada KAD
sedang dehidrasinya adalah 5-7% sedangkan pada KAD berat
derajat dehidrasinya adalah 7-10%.
e. Evaluasi klinis apakah terdapat infeksi atau tidak.
f. Ukur kadar glukosa darah dan kadar beta hidroksi butirat/BOHB
(atau keton urin) dengan alat bedside.
g. Lakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
setidaknya glukosa plasma, elektrolit serum (perhitungan anion gap),
analisis gas darah (pH, HCO3 dan pCO2) vena, kadar BOHB, dan
darah tepi lengkap. Pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan
adalah serum kreatinin, osmolalitas plasma, serum albumin, fosfor,
dan magnesium.
h. Periksa HbA1c.
i. Lakukan pemeriksaan urinalisis.
j. Jika terdapat demam atau tanda infeksi lainnya lakukan kultur (darah,
urin, atau kultur dari spesimen lainnya) sebelum pemberian
antibiotik.
k. Lakukan EKG jika hasil pemeriksaan elektrolit tertunda. Perhatikan
ada tidaknya perubahan EKG sebagai berikut:
a) Hiperkalemia
1) Interval PR memanjang
2) QT memendek
3) Gelombang T simetris, tinggi, tajam
4) Gelombang sinus
22

b) Hipokalemia
1) Terdapat gelombang U
2) Interval QT melebar
3) Gelombang T mendatar
4) Segmen ST menurun
c) Hipokalsemia
1) Interval QT memanjang
d) Lain-lain
1) QTc memanjang
2) QTc: Corrected QT.
1) Fase I/ Gawat
a. Rehidrasi
a) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam
2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm
selama 18 jam (4-6L/24jam).
b) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam).
c) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
d) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi
batang otak (24-48 jam).
e) Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%.
f) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam).
g) Monitor keseimbangan cairan.
Pasien mungkin membutuhkan 6-10 L cairan IV(NS 0,9%
yang diinfuskan dalam kecepatan tinggi 0,5-1 L/jam selama 2-3
jam) untuk menggantikan cairan yang hilang akibat polyuria,
hiperventilasi, diare, dan muntah. Larutan NS hipotonik (0,45%)
dapat digunakan untuk kasus hipertensi atau hipernatremia dan
untuk mereka yang berisiko tinggi mengalami gagal jantung.
Larutan tersebut merupakan cairan pilihan (200 sampai
500ml/jam) untuk beberapa jam lagi) setelah beberapa jam
pertama, asalkan tekanan darah stabil dan kadar natrium tidak
rendah. Apabila kadar glukosa darah mencapai 300mg/dl (16,6
23

mmol/L) atau kurang, larutan IV dapat diganti menjadi dekstrosa


5% dalam air (D5W) untuk mencegah penurunan kadar glukosa
darah secara drastic. Pengembang plasma (plasma expander)
tidak berespon terhadap terapi cairan IV (Eledrisi & Elzouki, 2020;
Smeltzer, 2018).
b. Insulin
a) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc).
b) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan
isotonic.
c) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya
tiap 4 jam sekali.
d) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15
mEq/L ³250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3.
c. Infus K (tidak boleh bolus)
a) Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
b) Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
c) Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
d) Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
d. Infus bikarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan.
e. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi.
2) Fase II/ Maintenace
a. Cairan maintenance
Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian. Sebelum
maltose, berikan insulin reguler 4IU.
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila
tidak nafsu makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori
lain.
d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
24

Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi


dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi
faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan
pasien terus menerus. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan
pada penatalaksanaan KAD:
1) Terapi cairan dan elektrolit
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi
cairan. Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap
awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar
gula darah menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama
empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah
disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama yang
harus dipahami adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya
kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia
yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita. Serum sodium
concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l tiap
kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl.
Nilai corrected serum sodium concentration >140 dan osmolalitas
serum total > 330 mOsm/kg air menunjukkan defisit cairan yang
berat. Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali
sukar dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat
menolong untuk menentukan derajat dehidrasi adalah
a) Dehidrasi sebesar 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa
kering, takikardia.
b) Dehidrasi sebesar 10% : capillary refill time lebih dari 3 detik,
mata cekung.
c) Dehidrasi sebesar > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi,
syok, oliguria.
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif.
Targetnya adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan
cairan dalam 8-12 jam pertama dan sisanya dalam 12-16 jam
berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan
25

pada pasien KAD sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter. Untuk
jam pertama diberikan 1-2L. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal
langsung diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan
ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal. Keuntungan rehidrasi pada
KAD yaitu untuk memperbaiki perfusi jarinan dan menurunkan
hormon kontra regulator insulin.
Langkah pertama pada dehidrrasi cairan pada pasien dengan
ketoasidosis diabetik yaitu melakukan rehidrasi. Untuk rehidrasi
tahap awal kamu bisa memberikan 500 mL NaCl 0.9% bolus selama
1 jam jika Tekanan darah sistolik pasien >90 mmHg, atau jika
Tekanan darah sistoik <90 mmHg kamu bisa memberikan 1000mL
NaCl 0.9% dalam 1 jam. Jika tekanan darah sistolik masih <90mmHg
kamu bisa mengulangi dosis diatas. Jika glukosa serum mencapai 200
mg/dL (KAD) atau 300 mg/dL (SHH), ganti cairan dekstrosa 5%
menjadi NaCl 0.45% (150-250 mL/jam).
Berikut dibawah ini terdapat logaritmea terapi cairan pada
kritis hiperglikemia:

Cairan intravena

Menentukan hidrasi Renjatan kardiogenik

Observasi
hipovolemia Dehidrasi ringan hemodinamik

Evauasi
natrium serum

Na serum Na normal Na rendah

NaCl 0.45% (250- NaCl 0.9% (250-


500 ml) tergantung 500 ml/jam
status hidrasi
26

2) Terapi insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis
KAD dan dehidrasi yang memadai. Pemberian insulin yang dapat
menurunkan kadar hormone glucagon, sehingga dapat menekan
produksi benda keton di hati.
Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin umumnya secara
bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan. Sejak pertengahan
tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin
intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. Cara
ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin,
menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat
menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi
hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.
Terapi insulin mulai diberikan 1-2 jam setelah pemberian
cairan. Pemberian insulin diawal merupakan tatalaksana guna
meningkatkan risiko hipokalemia. Pemberian insulin dengan infus
intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang
disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan
insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan. Jika tidak
terdapat hipokalemia (K < 3,3mEq/l), dapat diberikan insulin regular
0,15 u/kgBB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5-7
u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu
untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat
mengakibatkan aritmia jantung (Hidayati, 2015).
Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula darah dengan
kecepatan 50-75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis
lebih tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari
nilai awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien. Jika status
hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap
jam sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75
mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan
infus insulin menjadi 0,05-0,1 u/kgBB/jam (3-6 u/jam), dan
27

tambahkan infus dextrose 5-10%. Setelah itu kecepatan pemberian


insulin atau konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk memelihara
nilai glukosa sampai keadaan asidosis membaik. Pada kondisi klinik
pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan, maka insulin
diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi
setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan
atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara
intramuskular atau subkutan 0,1iu/kgBB/jam, selanjutnya protokol
penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.
Untuk mencegah penurunan glukosa darah yang terlalu cepat
selama asidosis belum teratasi maka tambahkan cairan Dektrosa 5%
dalam cairan intravena (Dekstrosa 5% ditambahkan pada NaCl 0,9%
atau 0,45%) jika kadar glukosa plasma turun menjadi 250-300 mg/dL
(14-17 mmol/L).
a) Terkadang perlu menggunakan cairan Dekstrosa 10% atau 12,5%
untuk mencegah terjadinya hipoglikemia sekaligus mengkoreksi
asidosis metabolik.
b) Jika penurunan glukosa darah lebih dari 90 mg/dL/jam (5
mmol/L/jam) maka pertimbangkan untuk menambahkan cairan
yang mengandung glukosa meskipun kadar glukosa darah belum
turun < 300 mg/dL.
Jika parameter KAD (seperti pH, anion gap, konsentrasi
betahidroksi butirat) tidak mengalami perbaikan, evaluasi ulang
pasien, dosis insulin, dan penyebab lainnya yang menyebabkan
pasien tidak berespon terhadap terapi insulin (misalnya infeksi atau
salah dalam pengenceran insulin dan lain lain).
Jika pemberian insulin intravena kontinu tidak
memungkinkan pada pasien dengan KAD tanpa gangguan sirkulasi
perifer maka dapat
diberikan insulin subkutan atau intramuskuler tiap jam atau tiap dua
jam. Insulin yang digunakan adalah insulin kerja cepat atau kerja
pendek.
28

a) Dosisnya dapat dimulai dari 0,3 U/kgBB dilanjutkan satu jam


kemudian dengan insulin lispro atau aspart dengan dosis 0,1 U/
kgBB/jam atau 0,15-0,2 U/kgBB tiap 2 jam.
b) Jika kadar glukosa darah < 250 mg/dL (< 14 mmol/L) sebelum
KAD teratasi, kurangi dosis insulin menjadi 0,05 U/kgBB/jam
untuk mempertahankan glukosa darah 200 mg/dL sampai KAD
teratasi.
Pasien KAD membutuhkan insulin untuk menurutkan
hipeglikemia. Berikan bolus insulin 0.1 unit/kgBB/jam, dibuat
dengan mencampur 50 unitinsulin dengan 50 mL NaCl 0.9%.

Berikut dibawah ini algoritma terapi insulin pada krisis


hiperglikemia:

Insulin: regular

0,1 U/kgBB sebagai


bollus IV

0,1 U/kgBB/jam sebagai


infus insulin kontinu IV
Jika GD tidak turun 50-75 mg/dl
naikkan drip insulin
Ketika kadar GD mencapai 200 mg/dl Ketika GD mencapai 200 mg/dl
diturunkan infus insulin regular menjadi turunkan infus insulin regular menjadi
0,05-0,1 U/kgBB/jam IV pertahankan 0,055-0,1 U/kgBB/jam IV. Pertahankan
kadar GD antara 150 dan 200 mg/dl kadar GD antara 200 dan 300 mg/dl
sampai terjadi resolusi KAD sampai pasien sadar penuh

Periksa kadar elektrolit, pH vena,


kreatinin dan GD tiap 2-4 jam sampai
pasien mampu untuk makan, berikan
regimen insulin subkutan. Untuk
mengganti dari IV subkutan, lanjutkan
infuse insulin IV 1-2 jam setelah insulin
subkutan dimulai untuk mencapai kadar
insulin plasma yang adekuat. Pada pasien
insulin-naïve, mulai dengan 0,5 U/kgBB
sampai 0,8 U/kgBB perhari dan sesuaikan
sesuai kebutuhan. Cari faktor presipitasi.
29

3) Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium
serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk
tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar
natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6mEq/l daripada kadar yang
diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih
rendah setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan
kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur 130, maka
level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138,
sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan
pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar
natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan
normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih
tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena
air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan
meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang lebih tinggi
daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.
4) Kalium
Kalium adalah elektrolit utama dalam menangani KAD.
Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati namun pada
waktu yang tepat sangat penting untuk mencegah disritmia jantung
yang menyertai hypokalemia.
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat.
Salami terapi KAD ion K kembali kedalam sel. Untuk mengantisipasi
masuknya ion K kedalam sel serta mempertahankan kadar K serum
dalam batas normal.
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam
tubuh (sampai 3-5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang
seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intra sel ke
ekstra sel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan
hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan
penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium
30

serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai


setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain
menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20-30 mEq kalium (2/3
KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk
memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4- 5 mEq/l.
Kadang-kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang
signifikan. Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai
dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga
kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal
jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat
terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada
produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6mEq/l
(Hidayati, 2015).
Lakukan koreksi kalium. Bila K <5,5 mEq/L, berikan 20-30
mEq/L kalium di dalam tiap liter kantong infuse. Target kalium
berada di rentang 4-5 mEq/L. berikut dibawah ini terdapat algoritma
terapi kalium pada kritis hiperglikemia:

Kalium

Periksa fungsi ginjal (urine


output 50 mL/hari/kgBB

Kalium < 3.0 mEq/L Kalium 3.0-5.0 mEq/L Kalium >5.0 mEq/L

Jangan 20-30
Kalium memberikan
mEq/L
kalium, periksacairan
dalamterlebih
insulin setiap kadar
dahulu.
Kslium20-30
intravena
Kalium setiapmEq/L
untuk 2 jam
menjadi
kadar kalium
sampai kalium 45
3.0meq/L
meq/L

5) Bikarbonat
31

Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada


pH > 7,0, pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan
memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi random
prospektif telah gagal menunjukkan baik keuntungan atau kerugian
pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat
pada pasien KAD dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak didapatkan studi
random prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat pada
KAD dengan nilai pH < 6,9. Mengetahui bahwa asidosis berat
menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan,
tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa
dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke
dalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200
ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9-7,0, 50 mmol natrium bikarbonat
dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan
kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH >
7,0. Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar
kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus
diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu
pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan
terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu
Terapi bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1.
6) Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa
darah akan turun. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka
dapat dimulai dengan infus yang mengandung glukosa.
7) Asidosis (mengembalikan asidosis)
Kondisi asidosis KAD dibalikkan dengan insulin, yang menghambat
pemecahan lemak. Insulin (hanya insulin regular) diinfuskan dengan
kecepatan lambat secara kontinu (misalkan 5 unit per jam). Larutan
cairan IV dengan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi, seperti
larutan NS (mis. D5NS, D5, 45NS), diberikan ketika kadar glukosa
32

darah mencapai 250-300 mg/dl (13,8-16,6 mmol/L), agar kadar


glukosa darah tidak anjlok terlalu cepat. Insulin IV harus terus
diinfuskan sampai kadar bikarbonat serum meningkat dan pasien
dapat makan.
Berikut:
a) Tanda vital (kesadaran, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan
darah, suhu) setiap jam.
b) Balans cairan tiap jam (jika terdapat penurunan kesadaran maka perlu
dipasang kateter urin).
c) Pada KAD berat, monitoring dengan EKG membantu untuk
mendeteksi adanya hiperkalemia atau hipokalemia.
d) Pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler tiap jam.
e) Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa
darah dan analisis gas darah harus diulang tiap 4-6 jam (pada kasus
yang berat elektrolit harus diperiksa tiap jam). Peningkatan leukosit
dapat disebabkan oleh stres dan belum tentu merupakan tanda infeksi.
f) Observasi tanda-tanda edema serebri, meliputi tiba-tiba sakit kepala
hebat, perubahan tanda-tanda vital (bradikardia, hipertensi, apnea),
muntah, kejang, perubahan status neurologis (iritabilitas, mengantuk,
inkontinensia) atau tanda neurologis spesifik (parese saraf kranial-
opthalmoplegia, pelebaran pupil dan respon pupil terganggu),
menurunnya saturasi oksigen.
g) Pemantauan keton urin tidak menggambarkan intervensi untuk
perbaikan metabolik asidosis. Dengan perbaikan metabolik asidosis,
keton urin tampak seolah-olah meningkat. Perbaikan metabolik
asidosis mengakibatkan BOHB diubah menjadi asetoasetat,
sedangkan pemeriksaan keton urin tidak bisa mendeteksi BOHB.
b. Pencegahan
Factor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang
kurang memadai dan kejadian infeksi.Pada beberapa kasus, kejadian
tersebut dapat di cegah dengan akses pada system pelayanan kesehatan
lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada
33

saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare,


demam, luka). Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada
penatalaksanaan DM secara komprehensif.Upaya pencegahan sekunder
untuk mencegah terjadinya komplikasi DM kronik dan akut melalu
edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien yang
baik.Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program
edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut
(Triyani, 2019).
2.1.9 Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD
adalah (Romli & Indrawati, 2018):
6. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah
koma.
7. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
8. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat,
seperti: renjatan (syok), stroke, dan lain-lain.
9. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya
penatalaksanaan KAD.
Berikut ini komplikasi dari ketoasidosis diabetik diantaranya yaitu
(Anggraeni & Leniwita, 2019):
a. Ginjal diabetik (nefrotik diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah.
Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
b. Kebutaan (renopati diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
c. Syaraf (neuropati diabetik)
34

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa


stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
d. Kelainan jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot
jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini
merupakan penyebab kematian mendadak.
e. Hipoglikemia dan hipokalemia
Sebelum penggunaan protokol insulin dosisi rendah, kedua komplikasi
ini dapat dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan
insulin dosis tinggi. Kedua komplikasi ini diturunkan secara drastis
dengan digunakannya terapi insulin dosis rendah. Penggunaan cairan
inffus menggunakan deksrosa pada saat kadar glukosa mencapai 25o
mg/dL pada KAD dengan diikuti penurunan laju dosisi insulin dapat
menurunkan insiden hipoglikemia lebih lanjut. Serupa dengan
hipoglikemia, penambahan kalium pada cairan hidrasi dan pemantauan
kadar kalium serum ketat selama fase-fase awal KAD dan KHH dapat
menurunkan insiden hipokalemia (Elmas, 2020).
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan
segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang
timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
f. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan
kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi,
secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk
menambah tekanan darah.
g. Edema serebri
35

Edema serebri merupakan komplikasi paling berat dari KAD. Ini terjadi
pada 0,5-1% dari seluruh kasus KAD dan menyebabkan tingkat
kematian sebesar 21-24%. Mereka yang bertahan hidup berisiko
mengalami sisa-sisa masalah neurologis. Edema serebri lebih sering
terjadi pada anak-anak, meskipun dilaporkan juga dapat terjadi pada
dewasa. Faktor risikonya antara lain usia muda, DM awitan baru, durasi
KAD yang memanjang, tekanan parsial CO2 yang menurun, asidosis
berat, kadar bikarbonat awal yang rendah, hiponatremia, glukosa darah
awal yang tinggi, dan rehidrasi yang terlalu cepat. Tanda-tanda edema
serebri yang memerlukan evaluasi segera meliputi nyeri kepala, muntah
persisten, hipertensi, bradikardia, letargi, dan perubahan neurologis
lainnya (Wolfsdorf et al., 2018).
h. Sindrom distress napas akut dewasa (adult respiratory distress
syndrome)
Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal. Selama rehidrasi
dengan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan koloid osmotik awal
dapat diturunkan samoau kadar subnormal. Perubahan ini disertai
dengan penurunan progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan
gradien oksigen arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien
dengan KAD saat presentasi. Pada beberapa sub set pasien ini dapat
berkembang menjadi ARDS. Dengan meningkatkan tekanan atrium kiri
dan menurunkan tekana koloid osmotik, infus kristaloid yang berlebihan
dapat menyebabkan pembentukan edema gradien AaO2 atau yang
mempunyai rales paru pada pemeriksaan ffisis dapat merupakan risiko
dari sindrom ini. pemantauan PaO2 dengan oksimetri nadi dan
pemantauan gardien AaO2 dapat membantu pada penanganan pasien ini.
Infus kristaloid dapat merupakan faktor utama, disarankan pada pasien-
pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah dengan penambahan
koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan penggantian
kristaloid (Elmas, 2020).
i. Asidosis metabolik hiperkoremik
36

a) Asidosis metabolik hiperkoremik dengan gap anion normal, dapat


ditemukan pada kurang lebih 10% pasien KAD. Meskipun demikian
hampir semua pasien KAD akan mengalami keadaan ini setelah
resolusi ketonemia. Asidosis ini tidak mempunyai efek klinis buruk
dan biasanya akan membaik selama 24-48 jam dengan ekskresi
ginjal yang baik. Derajat keberatan hiperkloremia dapat diperberat
dengan pemberian klorida yang berlebihan oleh karena NaCl normal
mengandung 154 mmol/L natrium dan klorida, 54 mmol/L lebih
tinggi dari kadar klorida serum sebesar 100 mmol/L.
b) Asidosis meatbolik hiperkoremik non gap anion yaitu kehilangan
bikarbonat potensial, diakibatkan karena ekskresi ketoanion sebagai
garam natrium dan kalium, penurunan availabilitas bikarbonat di
tubulus proksimal, menyebabkan reabsorbsi klorida lebih besar,
penurunan kadar bikarbonat dan kapasitas lainnya pada komponen-
konponen tubuh. Secara umu, asidosis metabolik hiperkoremik
membaik secara sendirinya dengan reduksi pemberian klorida dan
pemberian cairan hidrasi secara tiba-tiba. Bikarbonat serum yang
tidak membaik dengan parameter metabolik lainnya harus dicurigai
sebagai kebutuhan terapi insulin lebih agresif dan pemeriksaan
lanjutan (Elmas, 2020).
j. Trombosis vaskular
Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien
terhadap trombosis, seperti dehidrasi dan kontraksi volume vaskular,
keluaran jantung rendah, peningkatan viskositas darah dan seringnya
frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan, beberapa perubahan
hemostatik dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada saat osmolaritas sangat tinggi. Heparin dosis rendah
dapat dipertimbangkan untuk profilaksis pada pasien dengan risiko
tinggi trombosis, meskipun demikian belum ada data yang mendukung
keamanan dan efektivitasnya (Elmas, 2020).
37

2.1.10 Pathways
38
39
40

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1) Anamnesis
a. Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung
mengalami IDDM Tipe I) tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
(Data fokus)
a. Riwayat DM.
b. Poliuria, polidipsi.
c. Berhenti menyuntik insulin.
d. Demam dan infeksi.
e. Nyeri perut, mual, muntah.
f. Penglihatan kabur.
g. Lemah dan sakit kepala.
2) Pemeriksaan fisik
a. Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri).
b. Hipotensi, Syok.
c. Nafas bau aseton (bau manis seperti buah).
d. Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam).
e. Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
f. Dehidrasi
3) Pengkajian Primer
a. Airway dan Breathing
Perkenalkan namamu jelaskan pemeriksaan apa yang akan kamu
lakukan. Respon verbal yang baik dari pasien meunjukkan airway
bebas. Jika pasien kesulitan memberikan respon verbal, lakukan
pemeriksaan atau upaya membuka airway (head till, chin lift ). Jika
airway tidak ada gangguan namun pasien mengalami kesulitan
memberikan respon verbal, maka evaluasi di breathing Jalan napas dan
pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan kesadaran / koma
(GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien
tersebut sementara saluran napas dapat dipertahankan oleh penyisipan
Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson atau
41

non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik


dan biarkan drainase jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah
berulang. Airway, pernafasan dan tingkat kesadaran harus dimonitor di
semua treatment DKA.
Pasien yang mengalami ketoasidosis diabetik jarang ditemukan adanya
sumbatan jalan napas, tetapi dapat terjadi kemungkinan apabila pasien
sudah sampai mengalami penurunan kesadaran untuk itu pembebasan
jalan napas dengan teknik head tilt chin lift dapat dilakukan.
Pada fase breathing, pasien yang mengalami ketoasidosis diabetik akan
mengalami hiperventilasi yang disebabkan oleh keasaman dalam tubuh
meningkat karena peningkatan paCO2 dan keton dalam tubuh. Untuk
itu, kompensasi tubuh melakukan pernapasan cepat bertujuan untuk
mengeluarkan CO2 dan meningkatkan kadar O2 dalam tubuh.
b. Circulation
Penggantian cairan Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien
yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik.
Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi
bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan
counterregulatory hormon, terutama dalam beberapa jam pertama,
sehingga mengurangi resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling
efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian elektrolit.
Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter
cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk
mengembalikan volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal
dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai.
Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam
pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan
status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap
15 menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan
diperlukan untuk menghindari overload cairan.(Elisabeth Eva Oakes,
RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA)
42

I. Periksa denyut nadi, tekanan darah dan CRT. Pasang EKG jika
perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
II. Pasang 1-2 kanul cairan intraena jika terdapat tanda-tanda syok
(takikari, hipitensi, pemanjangan CRT) dan berikan IV bolus
III. Pertimbangkan utuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di
bawah ini
a) Urea (BUN), serum kretinin
b) Serum elektrolit
c) Darah lengkap
d) Tes fungsi hati
e) Amylase
f) Serum eton
g) Laktat dan kultur darah jika pasien demam
Pertimbangkan pemasangan kateter urine untuk memantau
produksi urin 24 jam. Jika pasien demam dan penyebabnya
tida dietahui, mulailah emberika anibiotik spectrum luas. Bila
memungkinkan, usulkan pemeriksaan keon uri. Jika hasilnya
positif, aka sangat menunjang diagnosis ketoasidosis diabetes.
c. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah puil isokor dan
memberikan respons terhadap penyinaran.
d. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan atau edema.
Lakukan inspeksi dan palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda-
tanda klinis lain. Pengkajian sekunder
4) Pengkajian Sekunder
a. Data subyektif:
1. Riwayat penyakit sekarang: datang dengan atau tanpa keluhan
Poliuria, Poliphagi, lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau
penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat
terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit
pembuluh darah.
43

2. Riwayat penyakit dahulu: mungkin klien telah menderita penyakit


sejak beberapa lama dengan atau tanpa menjalani program
pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit
neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi
klinis.
3. Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai
penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu
muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital).
Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
4. Status metabolik: Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori,
infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan
dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi
lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau
obat anti hiperglikemik oral.
b. Data Obyektif
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas,
Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.

2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3.
1.
2.
44

3. Integritas/Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin
berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet,
peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi
abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon
dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernafasan
45

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum


purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi
pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya
kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan.
Rencana pemulangan: Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas/hambatan upaya napas hiperventilasi (D.0005).
2. Pefusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia (D.0009).
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas (D.0027).
4. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
(D.0023).
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111).
6. Risiko syok (D.0039)
46
47

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa keperawatan (SDKI Tujuan dan Kriteria hasil (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI)
1 Pola nafas tidak efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pemantauan respirasi (I.01014)
Kategori: fisiologi selama....x24jam, maka pola napas membaik Observasi
Subkategori: respirasi (L.01004) 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
Definisi: inspirasi/ekspirasi yang tidak Dengan kriteria hasil : upaya napas.
memberikan ventilasi adekuat. a. Dispnea menurun (5). 2) Monitor pola napas.
Penyebab: b. Penggunaan otot bantu napas menurun (5). 3) Monitor kemampuan batuk efektif.
1. Depresi pusat pernapasan. c. Pernapasan cuping hidung menurun (5). 4) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri d. Frekuensi napas membaik. (5). 5) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
saat bernapas, kelemahan otot e. Kedalaman napas membaik (5). 6) Auskultasi buyi paru.
pernapasan). f. Ventilasi semenit meningkat (5). 7) Monitor saturasi oksigen.
3. Deformitas dinding dada. 8) Monitor nilai AGD.
4. Deformitas tulang dada. 9) Monitor hasil x-ray toraks.
5. Gangguan neuromuskular. Terapeutik
6. Gangguan neurologis (mis. 1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Elektrosefalogram [EEG] positif, kondisi pasien.
cedera kepala, gangguan kejang). 2) Dokumentasikan hasil pemantauan.
7. Imaturitas neurologis. Edukasi
8. Penurunan energi. a Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
9. Obesitas. b Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
10. Posisi tubuh yang menghambat 2. Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)
ekspansi paru. Observasi
11. Sindrom hipoventilasi. 10) Periksa indikasi ventilator mekanik.
12. Kerusakan inervasi diafragma 11) Monitor kriteria perlunya terhadap status
(kerusakan saraf C5 ke atas). oksigen.
13. Cedera pada medula spinalis 12) Monitor efek negatif ventilator.
14. Efek agen farmakologis. 13) Monitor gejala peningkatan pernapasan.
15. Kecemasan. 14) Monitor kodisi yang meningkatkan konsumsi
Gejala dan Tanda Mayor: oksigen.
Subjektif: 15) Monitor gangguan mukosa, oral, nasal, trakea,
1. dispnea dan laring.
Objektif: Terapeutik
48

1. Penggunaan otot bantu pernapasan. 1) Atur posisi kepala 45-60 ̊ untuk mencegah
2. Fase eksprirasi memanjang. aspirasi.
3. Pola napas abnormal (kussmaul, 2) Reposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu.
hiperventilasi). 3) Lakukan perawatan rutin.
Gejala dan Tanda Minor: 4) Lakukan fisioterapi dada.
Subyektif 5) Lakukan penghisapan lendir sesuai kebutuhan.
1. Orthopnea. 6) Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai
Objektif kebutuhan pasien.
1. Pernapasan pursed lip. 7) Siapkan bag-vulve mask di samping tempat
2. Pernapasan cuping hidung. tidur.
3. Diameter thoraks anterior-posterior. 8) Dokumentasikan respon terhadap ventilator.
4. Ventilasi semenit menurun. Kolaborasi
5. Tekanan ekspirasi menurun. 1) Kolaborasi pemilihan mode ventilator.
6. Kapasitas vital menurun. 2) Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot,
7. Tekanan ekspirasi menurun. sedatif, analgesik, sesuai kebutuhan.
8. Tekanan inspirasi menurun. 3) Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk
9. Ekskursi dada berubah. meminimalkan hipoventilasi alveolus.
Kondisi Klinis Terkait:
1. Depresi sistem saraf pusat.
2. Cedera kepala.
3. Trauma thoraks.
4. Gullian Barre Syndrome.
5. Multipe sclerosis.
6. Myasthenia gravis.
7. Stroke.
8. Kuadriplegia.
9. Intoksikasi alkohol.
2 Pefusi perifer tidak efektif (D.0009) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Perawatan sirkulasi (I.02079)
Kategori: fisiologi ….x24 jam, maka perfusi perifer meningkat Observasi
Subkategori: sirkulasi (L.02011) 1) Perksa sirkulasi perifer.
Definisi: Penurunan sirkulasi darah Dengan kriteria hasil: 2) Identifiksi factor resiko gangguan sirkulasi.
pada level kapiler yang dapat b. Denyut nadi perifer meningkat (5). 3) Monitor panas , kemerahan nyeri atau bengkak
mengganggu metabolisme tubuh. c. Warna kulit pucat menurun (5). pada ekstrimitas.
Penyebab: d. Kelemahan otot menurun (5).
49

1. Hiperglikemia e. Pengisian kapiler membaik (5). Terapeutik


2. Penurunan konsentrasi gemoglobin f. Turgor kulit membaik (5). 1) Hindari pemasangan infuse atau pengambilan
3. Peningkatan tekanan darah g. Tekanan darah sistolik membaik (5). darah di area keterbtasan perfusi
4. Kekurangan volume cairan h. Tekanan darah diastolik membaik (5). 2) Hindari pengukuran tekanan darah pada
5. Penurunan aliran arteri dan / atau ekstremitas dengan keterbatasan perfusi.
vena 3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
6. Kurang terpapar informasi tentang pada area cidera.
faktor pemberat (mis. merokok, 4) Lakukan pencegahan infeksi
gaya hidup monoton, trauma, 5) Lakukan perawata kaki dan kuku.
obesitas, asupan garam , imobilitas) 6) Lakukan hidrasi.
7. Kurang terpapar informasi tentang Edukasi
proses penyakit (mis. diabetes 1) Anjurkan berhenti merokok.
melittus, hiperlipidemia) 2) Anjurkan berhenti olahraga
8. Kurang aktivitas fisik. 3) Anjurkan untuk mengecek air mandi untuk
Gejala dan Tanda Mayor menghindari kulit terbakar.
Subyektif: (Tidak tersedia) 4) Anjurkan untuk menggunakan obbat penuru n
Objektif: tekanan darah, antikoagulan dan penurun
1. Pengisian kapiler >3 detik. kolesterol.
2. Nadi perifer menurun atau tidak 5) Anjurkan untuk menghindari penggunaan obat-
teraba. obat penyekat beta
3. Akral teraba dingin. 6) Anjrkan melakukan perawatan kulit yang tepat.
4. Warga kulit pucat. 7) Anjurkan program rehabilitas vascular
5. Turgor kulit menurun. 8) Ajarkan program diet untuk memperbaiki
Gejala dan Tanda Minor sirkulasi.
Subyektif: 9) Informasikan tanda dan gejala darurat yang
1. Parastesia. harus dilaporkan.
2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi 2. Manajemen sensasi perifer (I.06195)
intermiten). Observasi
Objektif: 1) Identifikasi penyebab perubahan sensasi.
1. Edema. 2) Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis,
2. Penyembuhan luka lambat. sepatu, dan pakaian.
3. Indeks ankle-brachial < 0,90. 3) Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul.
4. Bruit femoral. 4) Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin.
Kondisi Klinis Terkait 5) Monitor terjadinya parestesia.
50

1. Tromboflebitis. 6) Monitor perubahan kulit.


2. Diabetes melitus. 7) Monitor adanya tromboflebitis dan
3. Anemia. tromboemboli vena.
4. Gagal Jantung kongenital. Terapeutik
5. Kelainan jantung kongenital/ 1) Hindari pemakaian benda-benda tang
6. Thrombosis arteri. berlebihan suhunyya (terlalu panas atau dingin).
7. Varises. Edukasi
8. Trombosis vena dalam. 1) Anjurkan penggunaan termometer untuk
9. Sindrom kompartemen. mengukur suhu air.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgesik.
3 Ketidakstabilan kadar glukosa darah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Manajemen hiperglikemia (I.03115)
(D.0027) ….x24 jam, maka kestabilan glukosa darah Observasi
Kategori:fisiologi. meningkat (L.05022) 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
Subkategori: nutrisi dan cairan. Dengan kriteria hasil: hiperglikemia.
Definisi: Variasi kadar glukosa darah a. Kadar glukosa darah membaik (5). 2) Identifikasi situasi yang menyebabkan
nail/turun dari rentang normal. b. Kesadaran meningkat (5). kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit
Penyebab: c. Kadar glukosa darah dalam urine membaik (5). kambuhan).
Hiperglikemia d. Berkeringat menurun (5). 3) Monitor kadar glukosa darah.
1. Disfungsi Pankreas. e. Lelah.lesu menurun (5). 4) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
2. Resistensi insulin. f. Mulut kering menurun (5). Poliuria, polydipsia, poligia, kelemahan,
3. Gangguan toleransi glukosa darah. g. Rasa haus menurun (5). malaise, pandangan kabur, sakit kepala).
4. Gangguan glukosa darah puasa. h. Jumlah urine membaik (5). 5) Monitor intake dan output cairan.
Tanda dan Gejala Mayor 6) Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
Subyektif elektrolit, tekanan darah ortostatik dan
1. Lelah/lesu. frekuensi nadi.
Objektif Terapeutik
1. Kadar glukosa dalam darah/urin 1) Berikan asupan cairan oral.
tinggi. 2) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
Tanda dan Gejala Minor hiperglikemia tetao ada atau memburuk.
Subyektif 3) Fasilitasi ambulansi jika ada hipotensi
1. Mulut kering. ortostatik.
2. Haus meningkat. Edukasi
1) Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
51

Objektif glukosa darah lebih dari 250 mg/dl.


1. Jumlah urin meningkat. 2) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
Kondisi Klinis Terkait mandiri.
1. Diabetes melitus. 3) Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.
2. Ketoasidosis diabetik. 4) Anjarkan indikasi dan pentingnya pengujian
3. Hipoglikemia. keton urin.
4. Hiperglikemia. 5) Anjarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunan
5. Diabetes gestasional. insulin, obat oral, monitor asupan cairan,
6. Penggunaan kortikosteroid. penggantian karbohidrat, dan bantuan
7. Nutrisi Parental total (TPN). profesional kesehatan).
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian insulin.
2) Kolaborasi pemberian cairan IV.
3) Kolaborasi pemberian kalium.
4 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … 1. Manajemen hipovolemia (I.03116)
Kategori: fisiologi. x24 jam, maka status cairan membaik (L.03028) Observasi
Subkategori: nutrisi dan cairan. Dengan kriteria hasil: 1) Periksa tanda dan gejala hypovolemia.
Definisi: Peningkatan volume cairan a. Frekuensi nadi membaik (5) 2) Monitor intake dan output cairan.
intravaskular, interstisial, dan / atau b. Tekanan darah membaik (5). Terapeutik
intraselular. c. Tekanan nadi membaik (5). 1) Hitung kebutuhan cairan.
Penyebab: d. Membran mukosa membaik (5) 2) Berikan posisi modified Trendelenburg.
1. Kehilangan cairan aktif. e. Turgor kulit meningkat (5). 3) Berikan asupan cairan oral.
2. Kegagalan mekanisme regulasi. f. Dispnea menurun (5). Edukasi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler. g. Berat badan membaik (5). 1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
4. Kekurangan intake cairan. h. Perasaan lemah menurun (5). 2) Anjurkan menghindari perubahan posisi
5. Evaporasi. i. Suara napas tambahan menurun (5). mendadak
Tanda dan Gejala Mayor j. Intake cairan membaik (5). Kolaborasi
Subyektif: (tidak tersedia) 1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis.
Objektif 2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis.
1. Frekuensi nadi meningkat. 3) Kolaborasi pemberian cairan koloid.
2. Nadi teraba lemah. 4) Kolaborasi pemberian produk darah.
3. Tekanan darah menurun. 2. Pemantauan cairan (I.02056)
4. Tekanan Nadi menyempit. Observasi
5. Turgor kulit menyempit. 1) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi.
52

6. Membran mukosa kering. 2) Monitor frekuensi napas.


7. Voluem urin menurun. 3) Monitor tekanan darah.
8. Hemtokrit meningkat. 4) Monitor berat badan.
Tanda dan Gejala Minor 5) Monitor waktu pengisian kapiler.
Subyektif 6) Monitor elastisitas atau turgor kulit.
1. Merasa lemah. 7) Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urine.
2. Mengeluh haus. 8) Monitor kadar albumin dan protein total.
Objektif 9) Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
1. Pengisian vena menurun. Osmolaritas serum, hematokrit, natrium,
2. Status mental berubah. kalium, BUN).
3. Suhu tubuh meningkat. 10) Monitor intake dan output cairan.
4. Konsentrasi urin meningkat. 11) Monitor tanda-tanda hipovolemia.
5. Berat badan turun tiba-tiba. 12) Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan
Kondisi Klinis Terkait cairan.
1. Penyakit Addison. Terapeutik
2. Trauma/pendarahan. 1) Atur interval waktu pemantauan sesuai denga
3. Luika bakar. kondisi pasien.
4. AIDS. 2) Dokumentasi hasil pemantauan.
5. Penyakit Crohn. Edukasi
6. Muntah. 1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
7. Diare. 2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
8. Kolitis ulseratif.
9. Hipoalbuminemia.
5 Defisit pengetahuan (D.0111) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama… 1. Edukasi kesehatan (I.12383)
Kategori: Perilaku. x24 jam, maka tingkat pengetahuan meningkat Observasi
Subkategori: Penyuluhan dan (L.12111) 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pembelajaran. Dengan kriteria hasil: menerima informasi.
Definisi: Ketiadaan atau kurangnya a. Perilaku sesuai anjuran meningkat(5). 2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat
informasi kognitif yang berkaitan b. Verbalisasi mina dalam belajar meningkat (5). meningkatkan dan menurunkan motivasi
dengan topik tertentu. c. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
Penyebab: suatu topik meningkat (5). Terapeutik
1. Keteratasan kognitif. d. Kemampuan menggambarkan pengalaman 1) Sediakan materi dan media pendidikan
2. Gangguan fungsi kognitif. sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat kesehatan.
3. Kekeliruan mengikuti anjuran. (5). 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
53

4. Kurang terpapar informasi. e. Perilaku sesuai pengetahuan meningkat (5). kesepakatan.


5. Kurang minat dalam belajar. f. Pertanyaan mengenai masalah yang dihadapi 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
6. Kurang mampu mengingat. menurun (1). Edukasi
7. Ketidaktahuan menemukan sumber g. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun 1) Jelaskan faktor risiko yang dapat memengaruhi
informasi. (5). kesehatan
Tanda dan Gejala Mayor h. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat 2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Subyektif: (Tidak tersedia). menurun (5). 3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
Objektif i. Perilaku membaik (5). meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
1. Menunjukan perilaku tidak sesuai
anjuran.
2. Menunjikan presepsi yang keliru
terhadap masalah.
Tanda dan Gejala Minor
Subyektif: (Tidak tersedia).
Objektif
1. Menjalani pemeriksaan yang tepat.
2. Menunjikan perilaku berlebihan
(mis. apatis, bermusuhan,
agitasi,histeria).
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi klinis yang baru dihadapi
oleh klien.
2. Penyakit akut.
3. Penyakit kronis.
Keterangan
Diagnosis ini dispesifikasi bedasarkan
topik tertentu,yaitu:
1. Gaya hidup sehat
2. Keamanan diri
3. Keamanan fisik anak
4. Kehamilan dan persalinan
5. Kesehatan maternal pasca
persalinan
6. Kesehatan maternal prekonsepsi
54

7. Ketrampilan psikomotorik
8. Konservasi energi
9. Latihan toiletting
10. Manajemen arthritis rheumatoid
11. Manajemen asma
12. Manajemen berat badan
13. manajemen demensia
14. Manajemen depresi
15. manajemen disritmia
16. Manajemen gagal jantung
17. Manajemen gangguan lipid
18. Manajemen gangguan makan
19. Manajemen hipertensi
20. Manajemen kanker
21. Manajemen nyeri
22. Manajemen osteoporosis
23. Manajemen penyakit akut
24. manajemen penyakit arteri perifer
25. Manajemen penyakit ginjal
26. Manajemen penyakit jantung
27. Manajemen penyakit kronis
28. Manajemen penyakit paru
obstruktif kronis
29. Manajemen pneumonia
30. Manajemen proses penyakit
31. Manajemen sklerosis multipel
32. Manajemen stroke
33. Manajemen stroke
34. Manajemen penyakit jantung
koroner
35. Medikasi
36. Mekanika tubuh
37. Menyusui
38. Menyusui dengan botol
55

39. Nutrisi bayi/anak


40. Pencegahan jatuh
41. Pencegahan kanker
42. Pencegahan konsepsi
43. Pencegahan stroke
44. Pencegahan trombus
45. Pengontrolan penggunaan zat
46. Peningkatan fertilasi
47. Peran menjadi orang tua
48. Perawatan bayi
49. Perawatan kaki
50. Perawatan ostomi
51. Perilaku sehat
52. Program aktivitas
53. Program diet
54. Program latihan
55. Prosedur tindakan
56. Seks aman
57. Seksualitas
58. Stimulasi bayi dan anak
6 Risiko syok (D.0039) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pencegahan syok (I.02068)
Kategori: Fisiologi. selama….x24 jam, maka tingkat syok membaik Observasi
Subkategori: Nutrisi dan cairan (L.03032) 1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
Definisi: Berisiko mengalami Dengan kriteria hasil: kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP).
ketidakcukupan aliran darah ke jaringan a. Kekuatan nadi meningkat (5). 2) Monitor saturasi oksigenasi (oksimetri nadi,
tubuh, yang dapat mengakibatkan b. Output urine meningkat (5). AGD).
disfungsi seluler yang mengancam c. Tingkat kesadaran meningkat (5). 3) Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
nyawa. d. Saturasi oksigen meningkat (5). turgor kulit, CRT).
Faktor Risiko: e. Akral dingin menurun (5). 4) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
1. Hipoksemia. f. Pucat menurun (5). 5) Periksa riwayat alergi.
2. Hipoksia. g. Asidosis metabolik menurun (5). Terapeutik
3. Hipotensi. h. Tekanan darah sistolik membaik (5). 1) Berikan oksigen untuk mempertahankan
4. Kekurangan volume cairan. i. Tekanan darah diastolik membak (5). saturasi oksigen >94%.
5. Sepsis. j. Tekanan nadi membaik (5). 2) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
56

6. Sindrom respons inflamasi sistemik k. Pengisian kapiler membaik (5). perlu.


(system inflamatory response l. Frekuensi nadi membaik (5). 3) Pasang jalur IV, jika perlu.
syndrome [SIRS). m. Frekuensi napas membaik (5). 4) Pasang kateter urine untuk menilai produksi
Kondisi Klinis Terkait urine, jika perlu.
1. Perdarahan. 5) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi.
2. Trauma multipel. Edukasi
3. Pneumothoraks. 1) Jelaskan penyebab/faktor risiko syok.
4. Inark miokard. 2) Jelaskan tanda dan gejala awal syok.
5. Kardiopati. 3) Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan
6. Cedera medula spinalis.’anafilksis. tanda dan gejala awal syok.
7. Sepsis. 4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
8. Koagulasi intravaskuler diseminata. 5) Anjurkan menghindari alergen.
9. Sindrom respons inflamasi sistemik Kolaborasi
(system inflamatory response 1) Kolaborasi pemantauan IV.
syndrome [SIRS]). 2) Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu.
Keterangan
Diagnosis ini ditegakkan pada kondisi
gawat darurat yang dapat mengancam
jiwa dan intervensi diarahkan untuk
penyelamatan jiwa.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Ny.P (60 tahun) di bawa oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit
Dustira pada tanggal 7 November 2022 pukul 07.00 WIB. Klien mengeluh
sesak napas, lemas, sering kencing, mual, napas cepat, dan mengalami
penurunan kesadaran. Sehingga pada pukul 07.15 WIB klien dipindahkan ke
ruang ICU untuk dilakukan perawatan secara intensif.
Berdasarkan hasil anamnesa dengan keluarga, diperoleh data: klien
telah di diagnosis diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Selama ini, klien
mengunakan obat hipoglikemik oral (OHO) berupa metformin dengan rata-
rata gula darah 200 mg/dl. Klien telah mengalami keluhan yang sama setahun
yang lalu dan telah di diagnosis sebagai ketoasidosis diabetik. Klien telah
menggunakan insulin di rumah sudah 1 tahun, kemudian kembali ke OHO
dengan alasan yang tidak diketahui. 1 minggu yang lalu, klien memiliki
keluhan mual dan muntah. Sebelum masuk ke rumah sakit, klien muntah ±5
kali dengan volume ±300 ml yang berisi makanan dan air, serta berbau aseton.
Klien juga mengeluh sesak napas sehingga pada malam hari, klien sering
terbangun. Sesak bertambah pada saat posisi berbaring, dan sedikit berkurang
ketika duduk. Sesak yang dirasakan seperti tertimpa beban berat. Klien
memiliki riwayat DM dan hipertensi.
Pada saat dilakukan pengkajian di ruang ICU pukul 07.20 WIB, klien
mengalami sesak hebat, napas cepat dan dangkal, lemas,lelah dan lesu, akral
teraba dingin dengan CRT >3 detik, klien tampak pucat, klien mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS (M4V2E2 [8]). Pada saat dilakukan
pengecekan tanda-tanda vital TD: 140/92 mmHg, N: 138x/menit,
RR:46x/,menit, S: 36,5℃, suara napas gurgling, napas kussmaul, napas
berbau keton, penggunaan otot bantu napas (+), napas cuping hidung (+). Pada
saaat diperkusi klien mengalami hipersonor. Saturasi oksigen 85%.turgor kulit
buruk, membran mukosa kering, klien terpasang kateter no 16, Jumlah cairan
keluar : 2100cc/ 24 jam IWL : 520cc. Berdasarkan hasil pemeriksaan
labolatorium GDS: 316 mg/dl. Hemoglobin 12,2 gr/dl, leukositosis 22,3 x

57
103/ul, ketonemia (+), hematokrit 40%, klorida 120 mg/dl, urin 30 cc/jam,
BUN 50 mg/dl, hipokalemia 1,5 mmol/l, hiponetremia 120 mmol/l.
Berdasarkan analisa gas darahnya, ditemukan HCO3: 12 mEq/l; pH:7,24;
PaCO2:20 mmHg (mencerminkan kompensasi respiratorik [pernapasan
kussmaul] terhadap asidosisi metabolik). Pada pemeriksaan EKG ditemukan
adanya distrimia. Selain itu, klien terpasang IVFD NaCl 0.9% 60cc /jam, drip
insulin 50 unit dalam 50cc NaCl 0,9% dosis 0,5cc /jam via syringe pump,
terpasang NRM 15 liter/menit, SpO2 85%.
3.2 Asuhan Keperawatan Kritis dengan Ketoasidosis Diabetik
3.2.1 Pengkajian
A. Identitas
7. Identitas Pasien
1. Nama inisial : Ny.P
2. usia : 60 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Kawin
5. Pekerjaan : IRT
6. Agama : Islam
7. Pendidikan : SD
8. Suku : Sunda
9. Alamat rumah : Kota C
10. Sumber informasi : List klien, perawat ruangan, dan
keluarga klien.
11. Diagnosis medis : KAD (Ketoasidosis Diabetik)
12. No. Medrek : 017112022
13. Tanggal MRS : 7 November 2022, 07.00 WIB
14. Tanggal : 7 November 2022, 07.20 WIB
Pengkajian
8. Identitas Penanggung Jawab
1. Nama inisial : Tn. F
2. usia : 62 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Hubungan dengan pasien : Suami
5. Pendidikan : SD
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Alamat : Kota C.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama: klien mengeluh sesak napas.

58
2. Riwayat penyakit sekarang:

59
60

Ny.P (60 tahun) di bawa oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit


Dustira pada tanggal 7 November 2022 pukul 07.00 WIB. Klien mengeluh
sesak napas, lemas, sering kencing, mual, napas cepat, dan mengalami
penurunan kesadaran. Sehingga pada pukul 07.15 WIB klien dipindahkan
ke ruang ICU untuk dilakukan perawatan secara intensif.
Berdasarkan hasil anamnesa dengan keluarga, diperoleh data:
Sebelum masuk ke rumah sakit, klien muntah ±5 kali dengan volume ±300
ml yang berisi makanan dan air, serta berbau aseton. Klien juga mengeluh
sesak napas sehingga pada malam hari, klien sering terbangun. Sesak
bertambah pada saat posisi berbaring, dan sedikit berkurang ketika duduk.
Sesak yang dirasakan seperti tertimpa beban berat.
Pada saat dilakukan pengkajian di ruang ICU pukul 07.20 WIB,
klien mengalami sesak hebat, napas cepat dan dangkal, lemas,lelah dan
lesu, akral teraba dingin dengan CRT >3 detik, klien tampak pucat, klien
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS (M4V2E2 [8]). Pada saat
dilakukan pengecekan tanda-tanda vital TD: 140/112 mmHg, N:
138x/menit, RR:46x/,menit, S: 36,5℃, suara napas gurgling, napas
kussmaul, napas berbau keton, penggunaan otot bantu napas (+), napas
cuping hidung (+). Pada saaat diperkusi klien mengalami hipersonor.
Saturasi oksigen 85%.turgor kulit buruk, membran mukosa kering, klien
terpasang kateter no 16, Jumlah cairan keluar : 2100cc/ 24 jam IWL :
520cc. Berdasarkan hasil pemeriksaan labolatorium GDS: 316 mg/dl.
Hemoglobin 12,2 gr/dl, leukositosis 22,3 x 103/ul, ketonemia (+),
hematokrit 40%, klorida 120 mg/dl, urin 60 cc/jam, BUN 50 mg/dl,
hipokalemia 1,5 mmol/l, hiponetremia 120 mmol/l. Berdasarkan analisa
gas darahnya, ditemukan HCO3:12 mEq/l; pH:7,24; pCO2:40mmHg
(mencerminkan kompensasi respiratorik [pernapasan kussmaul] terhadap
asidosisi metabolik). Pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya distrimia.
Selain itu, klien terpasang IVFD NaCl 0.9% 60cc /jam, drip insulin 50 unit
dalam 50cc NaCl 0,9% dosis 0,5cc /jam via syringe pump, terpasang NRM
15 liter/menit, SpO2 85%.
61

3. Riwayat penyakit terdahulu:


Sign/syntom: klien tampak sesak napas, sesak hebat, napas cepat dan
dangkal, lemas,lelah dan lesu, akral teraba dingin dengan CRT >3 detik,
klien tampak pucat, klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS
(M4V2E2 [8])
Alergi: klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan dan cuaca serta
tidak memiliki riwayat merokok, kopi dan minuman beralkohol.
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi:
Nama Obat Dosis Jadwal Pemberian Keterangan
Metformin 500 2x1 sehari Sebelum makan
Insulin 20 unit 1x1 sehari Sebelum makan
Catopril 12,5 mg/24 jam 1x1 sehari Setelah makan
Piroxicam 10 mg/12 jam 2x1 sehari Setelah makan
Ibu profen 500mg/8 jam 3x1 sehari Setelah makan
B kompleks 1 tab/24 jam 1x1 sehari Setelah makan

Past medical history (Riwayat penyakit):


Klien memiliki riwayat penyakit DM sejak 10 tahun yang lalu dan
hipertensi sejak 2 tahun yang lalu. Keluarga klien mengatakan klien sering
kontrol ke pelayanan kesehatan terdekat.
4. Riwayat keluarga
Berdasarkan dari genogram dibawah ini, diketahui terdapat
anggota keluarga klien yaitu nenek dan Ibunya yang mengalami hipertensi
dan DM.
62

Keterangan :

: Laki - Laki : Tinggal Serumah

: Perempuan

: Klien

C. Riwayat psikososial dan spiritual


1. Psikologis
a. Ideal diri: klien ingin cepat sembuh dan beraktivitas seperti
biasanya.
b. Peran diri: klien merupakan seorang istri, sekaligus Ibu dari kedua
anaknya.
c. Gambaran diri: klien mengalami penurunan kesadaran, sehingga
tidak diketahui bagian tubuh yang diinginkan atau tidak.
d. Identitas diri: klien adalah seorang perempuan.
2. Support sistem terdiri dari dukungan keluarga, lingkungan, fasilitas
kesehatan terhadap penyakit
a. Sebelum sakit: klien mendapatkan dukungan dari eluarga,
lingkungan yang bersih, serta fasilitas kesehatan yang baik.
b. Saat sakit: pasien mendapatkan dukungan penuh dari keluarga.
Diberikan lingkungan yang nyaman, dan fasilitas kesehatan yang
memadai, serta mendapatkan perawatan yang optimal secara
intensif.
3. Komunikasi terdiri dari pola interaksi sosial sebelum dan sesudah sakit
a. Sebelum sakit: klien mempunyai hubngan baik dengan siapapun
termasuk keluarga dan lingkungan masyarakat.
b. Sesudah sakit: klien mengalami penurunan kesadaran, sehingga
klien mengalami kesulitan untuk melakukan interaksi seperti
biasanya.
63

4. Sistem nilai kepercayaan


a. Sebelum sakit: klien mempunyai keyakinan yaitu Islam. Sebelum
sakit, keluarga klien mengatakan rajin beribadah, dan selalu berdoa
demi keselamatan dan kesehatan keluarganya.
b. Saat sakit: klien tidak melakukan apapun karena mengalami
penurunan kesadaran.
D. Pola aktivitas sehari-hari
1. Pola nutrisi:
Sebelum sakit, BB klien 54kg TB 149cm, klien makan 1-2x sehari,
klien
menyukai semua jenis makanan, nafsu makan dalam 6 bulan terakhir
berkurang, tidak terjadi penurunan BB yang drastis.
Saat sakit, BB klien 52kg TB 149cm, frekuensi makan 6x200cc, jenis
makanan MC (susu/diabetasol). Jumlah cairan masuk : 1500cc /24 jam
2. Pola eliminasi:
Sebelum sakit, frekuensi BAB 1x sehari, waktu tidak menentu, warna
kuning, konsistensi lembek, frekuensi BAK 6-7x/hari, tidak ada
kesulitan BAB dan BAK.
Saat sakit, BAB belum ada, klien terpasang kateter no 16, Jumlah
cairan keluar : 2100cc/ 24 jam IWL : 520cc.
3. Pola tidur dan istirahat:
Sebelum sakit, klien tidur 5-7jam, waktu siang dan malam, tidak ada
kesulitan.
Saat sakit klien tidur 4-5 jam, klien tidur siang dan malam, klien sering
terbangun karena sesak. Ketika di Rumah Sakit, klien mengalami
penurunan kesadaran sehingga aktivitas klien hanya berbaring dan
tidur.
4. Pola aktivitas dan latihan:
keluarga klien mengatakan Ny.P hanya mengerjakan pekerjaan
dirumah, keluarga klien mengatakan Ny.P tidak pernah melakukan
olahraga, keluarga klien mengatakan kegiatan klien diwaktu luang
yaitu berkumpul bersama keluarga. Keluarga klien mengatakan
64

keluhan klien dalam beraktivitas yang sering dirasakan klien yaitu


sakit pinggang setelah beraktivitas, dan mudah lelah.
5. Pola bekerja:
Klien berkeja sebagai IRT.
E. Pengkajian Kegawatdaruratan (Primer)
1. Airways
Jalan napas tidak paten, pasien terpasang ETT, sekret (-), suara napas
gurgling (+).
2. Breathing
Klien sesak, RR 46x/menit, SPO2 85%, cuping hidung (+), penggunaan
otot bantu napas (+), napas cepat dan dangkal, pada saat dipalpasi
tidak ada krepitasi. Pada saat diperkusi hipersonor. Penggunaan alat
bantu napas NRM 15 liter/menit. Pada pemeriksaan AGD: asidosis
metabolik dibuktikan dengan HCO3: 12mEq/l; pH:7,24; pCO2:40
mmHg (Asidosis metabolik tidak terkompensasi sehingga
menimbulkan pernapasan kussmaul).
3. Circulation
Ditemukan TD: 140/112 mmHg, N: 138x/menit, RR:46x/,menit, S:
36,5℃, akral teraba dingin, CRT >3 detik. klien terpasang IVFD NaCl
0.9% 60cc /jam, drip insulin 50 unit dalam 50cc NaCl 0,9% dosis
0,5cc /jam via syringe pump, terpasang NRM 15 liter/menit, SpO2
85%.
4. Disability
Kesadaran somnolen, GCS (M4V2E2): 8, pupil isokor (+/+, 2/2)
5. Eksposure
Tidak ditemukan luka atau jejas.
6. Folley cateter
Kien terpasang kateter nomor 16, tidak ada perdarahan, Jumlah urin :
60cc/2 jam terakhir saat pengkajian, Warna urin : kuning
7. Gastric tube
Klien terpasang NGT 16, residu warna hijau bening ±30 cc.
65

8. Heart monitor
Gambaran EKG yang ditemukan adalah sinus tachikardia.
F. Pengkajian Fisik (Sekunder)
1. Kepala
a. Inspeksi /palpasi: Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan kulit kepala cukup bersih, rambut berwarna mulai
memutih, distribusi merata, tidak ada lesi.
2. Mata
a. Fungsi penglihatan: pada saat pengkajian tidak didapatkan data,
dikarenakan klien mengalami penurunan kesadaran..
b. Palpebra: normal.
c. Urkuran pupil: isokor (2/2).
d. Konjungtiva: anemis.
e. Sklera: an ikterik.
f. Edema/palpebral: tidak edema.
3. Telinga
a. Fungsi pendengaran: keluarga klien mengatakan fungsi
pendengaran klien baik.
b. Fungsi keseimbangan: tidak bisa dilakukan.
c. Serumen: pada saat dilakukan pemeriksaan menggunakan atoskop
tidak ada serumen.
d. Kebersihan: tampak bersih.
e. Kesimeterisan: simetris.
4. Hidung dan sinus:
a. Inspeksi: pada pemeriksaan hidung ditemukan Pernapasan cuping
hidung (+), hidung kanan dan kiri simetris, tidak ada polip.
b. Pembengkakan: tidak ada.
c. Pendarahan: tidak ada.
d. Penggunaan alat bantu napas: iya NRM 15 liter/menit
menggunakan non-reabrething mask.
e. Nyeri tekan: tidak ada.
66

5. Mulut dan tenggorokan:


a. Inspeksi: pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa kering, pucat,
tidak ada sianosis. Simetris.
b. Keadaan gigi: gigi klien kuning, cukup bersih, gigi tidak lengkap
dan terdapat caries gigi pada sela-sela gigi.
c. Keluhan: Pada saat pengkajian didapatkan klien mengalami
gangguan kesulitan menelan dikarenakan oleh penurunan
kesadaran.
d. Napas bau keton.
6. Leher:
a. Inspeksi / palpasi: Pada saat pengkajian didapatkan tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada jaringan parut, bentuk
simetris antara kiri dan kanan.
7. Paru-paru:
a. Inspeksi : Pada saat inspeksi pemeriksaan fisik didapatkan hasil
simetris antara dada kanan dan kiri, Frekuensi : 46x/menit, Pola
napas cepat dan dangkal, klien sesak, tampak menggunakan otot
bantu pernapasan.
b. Palpasi : pergerakan dinding dada tidak simetris, tidak ada jejas
ataupun retraksi dinding dada.
c. Perkusi paru : lapang paru terdengar hipersonor
d. Auskultasi paru : irama tidak teratur, gurgling (+).
e. Pola ventilator : VCV
8. Kardiovaskuler:
a. Palpasi : tidak teraba ictus kordis
b. Perkusi jantung : Pekak
c. Auskultasi jantung : S1 & S2 (Lub Dub)
d. Gambaran EKG : Sinus Tachikardi
9. Sirkulasi:
a. N: 138x/menit.
b. TD: 140/112 mmHg.
c. RR: 76x/menit.
67

d. SPO2: 85%.
e. MAP:121 mmHg.
f. S: 36,5℃.
g. Akral teraba dingin.
h. Sianosis: bibir pucat.
i. Turgor: tidak elastis.
10. Abdomen:
a. Inspeksi : Pada saat pengkajian ditemukan data perut simetris kiri
dan kanan.
b. Auskultasi : Bising usus 17x/menit.
c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada saat dilakukan.
d. palpasi dikarenakan klien mengalami penurunan kesadaran
e. Perkusi : Timpani.
f. Jenis diet : MC diabetasol 6x1500 kkal
g. Frekuensi BAB : Belum pernah BAB selama di RS.
h. Frekuensi BAK : Klien menggunakan Kateter nomor 16 (dengan
Volume : 60cc/2 jam ).
i. Penggunaan kateter : Klien terpasang kateter nomor 16.
j. Hematuria : Tidak ditemukan
k. Keluhan BAK : tidak ada masalah
11. Ekstrimitas:
a. Inspeksi: terpasang infus 2 jalur di tangan kanan dan kiri.
b. Masa otot: mengalami penurunan.
c. Kekakuan: tidak bisa dilakukan karena klien mengalami penurunan
kesadaran.
d. Kejang: tidak ada.
e. Kekuatan otot: 0/0, 0/0.
12. Seksualitas:terpasang kateter no.16.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Labolatorium.
a. Hematologi (07/11/2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hemoglobin 12,2 13-18 g/dl
68

Leukosit 22,3 5-10 103/uL


Hematokrit 40 40-48 %
Trombosit 34,1 150-400 103/uL
Eritrosit 249 4,5-6,2 103/uL
MCV 90,9 81-96 fL
MCH 31,5 27-36 Pg
Eosinofil 0,1 1-3 %
basofil 0,1 0-1 %
Neutrofil 60,1 50-70 %
limfosit 31,6 20-40 %
monosit 7,1 2-8 %

b. Kimia Darah (07/11/2022)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Gula Darah Sewaktu 316 < 180 mg/dl
Gula Darah Puasa 212 70-110 Mg/dl
Ureum 33 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,0 0,6 – 1,1 mg/dl
SGOT 71 < 38 U/L
SGPT 40 < 34 U/L
Natrium 150 135 – 150 mg/dl
Kalium 4,0 3,5 – 5,5 mg/dl
Klorida 108 76 - 102 mg/dl
BUN 50 6-23 Mg/dl
keton (+) (-) -
pH 7,24 7,35-7,45 -
PaCO2 20 35-45 mmHg
PO2 85 95-100 mmHg
HCO3 12 22-26 mmHg

2. Hasil pemeriksaan diagnostik lain.


Pada tanggal 07/11/2022 dilakukan pemeriksaan berikut, didapatkan
hasil:
a. EKG: gambaran sinus tachicardia.
69

H. Pengobatan
a. Terapi yang diberikan pada saat di IGD
Nama Obat Dosis/jam Kegunaan Efek samping
NaCl 0,9% Guyur 500 cc Merupakan obat yang Kelebihan kadar
habis dalam 1 biasa digunakan untuk Natrium dalam
jam. Mengganti cairan darah dan
Selanjutnya, 1 tubuh kekurangan Kalium
klof/8 jam. Yang hilang karena dalam
beberapa faktor. darah
Cefxon 1x1 gram Obat antibiotik dengan 1. Bengkak, nyeri,
fungsi untuk dan kemerahan
mengobati berbagai di tempat
macam infeksi bakteri. suntikan
Ceftriaxone termasuk 2. Reaksi alergi
ke dalam kelas 3. Mual atau
antibiotik bernama muntah
cephalosporin yang 4. Sakit perut
bekerja dengan cara 5. Sakit kepala
Menghentikan atau pusing
pertumbuhan bakteri. 6. Lidah sakit
atau bengkak
7. Berkeringat
8. Vagina gatal
atau
mengeluarkan
cairan
Dopamine 200 mg Merupakan salah satu 1. Sakit kepala
obat untuk menangani 2. Gelisah
syok yang diakibatkan 3. Mual dan
oleh kondisi tertentu muntah
seperti gagal jantung, 4. Menggigil
pasca trauma ataupun
serangan jantung
Insulin 2cc/jam Hormone yang 1. Kadar kalium
(50IV+NaCl berfungsi untuk didalam darah
0,9%) merubah zat gula menurun, yang
menjadi energy dan ditandai dengan
menyimpan glukosa berkeringat,
untuk keperluan pucat, merasa
diwaktu mendatang. lapar, jantung
berdebar dan
pusing
2. Pembengkakan,
kemerahan dan
gatal dibagian
tubuh yang
disuntikkan.
Novorapid 3x8 unit Mengurangi tingkat Efek samping yang
guka darah terjadi umunya
terjadi dalam
penggunaan
novorapid adalah
hipoglikemia.
furosemide 2 ampul Mengatasi 1. Pusing.
penumpukkan cairan 2. Vertigo.
dan pembengkakan 3. Mual dan
70

pada tubuh. muntah.


4. Diare.
5. Penglihatan
buram.
6. Diare.
7. Konstipasi.

b. Terapi yang diberikan pada saat di ICU


Enteral dan Parenteral
Tanggal 08 – 11 – 2022
Nama Obat Dosis Jam Kegunaan
IVFD NaCl 60cc/jam 09.00 Mengganti cairan
0,4% : Dex 5% tubuh yang hilang
karena beberapa
faktor
Ceftriaxone 1 gr 1x1 gr Ceftriaxone
termasuk ke
dalam kelas
antibiotic
Bernama
cephalosporin
yang bekerja
dengan cara
menghentikan
pertumbuhan
bakteri
Biknat tab 3x1 tab 12.00 Menetralkan asam
20.00 darah,urin yang
04.00 terlalu asam, dan
asam lambung
Omeprazole 1x40 mg 10.00 Omeprazole
40mg adalah obat
untuk mengatasi
masalah perut dan
kerongkongan
yang diakibatkan
oleh asam
lambung. Cara
kerjanya adalah
dengan
menurunkan
kadar asam yang
diproduksi
perut. Omeprazole
juga dapat
meringankan
gejala panas
perut, kesulitan
menelan, dan
batuk yang tak
kunjung hilang
Furosemide 100 100 mg 11.00 Mengatasi
mg dalam NaCl penumpukan
100cc/mikro cairan dan
71

pembengkakan
pada tubuh
Dopamin 1 amp 200 mg 12.00 Merupakan salah
satu obat untuk
menangani syok
yang diakibatkan
oleh kondisi
tertentu seperti
gagal jantung,
pasca trauma
ataupun serangan
jantung
Insulin 50 IV + 2 cc / jam 10.00 Hormone yang
NaCl berfungsi untuk
0,9 % = 50cc merubah zat gula
Siring pump menjadi energy
dan menyimpan
glukosa untuk
keperluan diwaktu
mendatang
Tanggal 09 – 11 – 2022
Nama Obat Dosis/jam Jam Kegunaan
IVFD RL : Dex 60cc/jam Merupakan obat
5% yang biasa
digunakan untuk
mengganti cairan
tubuh yang hilang
karena beberapa
factor
Biknat tablet 3x1 tab 04.00 Menetralisir asam
darah,urine yang
terlalu asam,dan
asam lambung
Lansoprazole 1x30 mg 10.00 Mengatasi
30mg gangguan pada
sistem pencernaan
akibat produksi
asam lambung
yang berlebih
seperti maag
NaCl 0,9% 60cc/jam Mengganti cairan
tubuh yang hilang
karena beberapa
factor
Furosemid 20mg 1x20 mg 12.00 Mengatasi
penumpukan
cairan dan
pembengkakan
pada tubuh
Dex 10% 60cc/jam Merupakan obat
yang biasa
digunakan untuk
mengganti cairan
tubuh yang hilang
karena beberapa
factor
72

Bioxon 1 gr 1 x 2 gram 10.00 Sebagai antibiotik


untuk mengobati
berbagai macam
infeksi bakteri
Tanggal 10 – 11 – 2022
Nama Obat Dosis/jam Jam Kegunaan
VFD Dex 5% : 60 cc / jam Merupakan obat
RL yang biasa
digunakan untuk
mengganti cairan
tubuh yang hilang
karena beberapa
faktor
Bioxon 1gr 1x2gr 10.00 Sebagai antibiotik
untuk
mengobati
berbagai macam
infeksi bakteri
Lansoprazole 1x30mg 10.00 Mengatasi
gangguan
pada sistem
pencernaan akibat
produksi asam
lambung yang
berlebih seperti
maag
Neurobion Drip dalam Untuk
5000mg cairan RL memperbaiki
1x5000mg Metabolism tubuh
dan memenuhi
kebutuhan sehari-
hari akan vitamin
B kompleks
dalam
pembentukan dan
kematangan sel
darah merah.

I. Tindakan yang sudah diberikan saat MRS (di IGD)


1. Pemberian cairan kristaloid NaCl 0,9%.
2. Pemasangan kateter untuk monitor output cairan.
3. Pemasangan EKG untuk monitor kerja jantung
4. Pemeriksaan glukosa darah.
J. Pengkajian risiko jatuh di ICU
SKALA RESIKO JATUH ONTARIO MODIFIED STRATIFY -
SYDNEY SCORING
N Parameter Skrining Jawaba Keterangan Skor
o n Nilai
73

1 Apakah pasien dating kerumah sakit Ya/Tidak


Salah satu
Riwayat karena jatuh?
hawaban Ya 0
Jatuh Jika tidak, apakah pasien mengalami jatuh Ya/Tidak
=6
dalam 2 bulan terakhir ini?
2 Apakah pasien delirium? (Tidak dapat Ya/Tidak Salah satu 14
membuat keputusan, pola pikir tidak jawaban Ya
terorganisir, gangguan daya ingat = 14
Status
Apakah pasien disorientasi? (salah Ya/Tidak
Mental
menyebutkan waktu, tempat, atau orang)
Apakah pasien mengalami agitasi? Ya/Tidak
(ketakutan,gelisah,dan cemas?
3 Penglihatan Apakah pasien memakai kacamata? Ya/Tidak Salah satu 0
Apakah pasien mengeluh adanya Ya/Tidak jawaban Ya
penglihatan buram? =1
Apakah pasien mempunyai Glaukoma? Ya/Tidak
Katarak/ degenerasi macula?
4 Kebiasaan Apakah terdapat perubahan perilaku Ya/Tidak Ya = 2 0
berkemih berkemih?
(frekuensi,urugensi,inkontinensia,nocturia)
5 Transfer Mandiri ( boleh memaikai alat bantu 0 Jumlah nilai 7
( dari jalan ) tranfer dan
tempat ke Memerlukan sedikit bantuan ( 1 orang ) / 1 mobilitas,
kursi dan dalam pengawasan jika nilai
Kembali Memerlukan bantuan yang nyata ( 2 2 total 0 – 3
lagi ke orang ) maka skor =
tempat Tidak dapat duduk dengan seimbang, 3 0
tidur) perlu bantuan total
6 Mobilitas Mandiri ( boleh menggunakan alat bantu 0 Jika nilai
jalan ) total 4 – 6
Berjalan dengan bantuan 1 orang ( verba; / 1 maka skor =
fisik ) 7

Menggunakan kursi roda 2


imobisasi 3
Total 21
74

3.2.2 Analisa Data


Data Penunjang Etilogi Masalah Keperawatan
DS: Kondisi asidosis metabolic Pola napas tidak efektif
1. Keluarga pasien (D.0005)
mengatakan pasien Kompensasi tubuh
sesak
DO: meningkatkan O2
1. Kesadaran menurun Hiperventilasi
2. GCS : 8
3. TD : 140 / 92 Pernapasan cepat, dalam,
4. Nadi : 138x/menit napas kusmaul
5. Otot bantu nafas
6. Cuping hidung
7. Nafas cepat dangkal
8. Akral teraba dingin
DS Kondisi asidosis metabolik Perfusi perifer tidak efektif
1. Keluarga pasien (D.0009).
mengatakan, badan
pasien lemas Oksigen dalam jaringan
DO berkurang
1. CRT : > 3 detik
2. Pasien tampak lemah
3. Akral teraba dingin Hipoksemia : perfusi
4. Pasien tampak pucat
jaringan

Akral dingin, pucat, CRT >


3 detik
DS Defisiensi insulin karena Ketidakstabilan kadar
1. Keluarga pasien DM glukosa darah (D.0027).
mengatakan pasien
pusing Insulin dalam darah
2. Keluarga pasien menurun
mengatakan pasien
memiliki riwayat DM Glukosa tidak bisa masuk
DO ke dalam sel
3. GDS : 316 mg/dl
4. Penurunan kesadaran Gula dalam darah
5. TD : 140 / 92 meningkat dan tidak bisa
6. Nadi : 138x/menit dikendalikan

Hiperglikemia, GD > 250


mg/dl
DS Diuresis osmotic Hipovolemia (D.0023)
Keluarga pasien
mengatakan, pasien sering Cairan intertisial dan
haus intersel tertarik ke
DO intravascular
1. Turgor Kulit menurun
2. Pasien tampak lemah Sel kekurangan cairan
3. Akral teraba dingin
4. Nadi : 138x/menit Perangsangan pusar haus,
polidipsi
75

Dehidrasi
3.3.3 Diagnosis Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas/hambatan upaya napas, hiperventilasi (D.0005).
2. Pefusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia (D.0009).
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas (D.0027).
4. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
(D.0023).
3.3.4 Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan SIKI
Keperawatan (SDKI) (LSKI)
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pemantauan respirasi
efektif berhubungan keperawatan (I.01014)
dengan penurunan selama....x24jam, maka Observasi
kemampuan pola napas membaik a. Monitor frekuensi,
bernafas / hambatan (L.01004) irama, kedalaman, dan
upaya napas, Dengan kriteria hasil : upaya napas.
hiperventilasi a. Dispnea menurun (5). b. Monitor pola napas.
b. Penggunaan otot bantu c. Monitor kemampuan
napas menurun (5). batuk efektif.
c. Pernapasan cuping d. Monitor adanya
hidung menurun (5). sumbatan jalan napas.
d. Frekuensi napas e. Palpasi kesimetrisan
membaik. (5). ekspansi paru.
e. Kedalaman napas f. Auskultasi buyi paru.
membaik (5). g. Monitor saturasi
f. Ventilasi semenit oksigen.
meningkat (5). h. Monitor nilai AGD.
i. Monitor hasil x-ray
toraks.
Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien.
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi
a Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
b Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
2. Manajemen Ventilasi
Mekanik (I.01013)
Observasi
a Periksa indikasi
ventilator mekanik.
b Monitor kriteria
perlunya terhadap status
oksigen.
76

c Monitor efek negatif


ventilator.
d Monitor gejala
peningkatan pernapasan.
e Monitor kodisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen.
f Monitor gangguan
mukosa, oral, nasal,
trakea, dan laring.
Terapeutik
a Atur posisi kepala 45-60
untuk mencegah aspirasi.
b Reposisi pasien setiap 2
jam, jika perlu.
c Lakukan perawatan
rutin.
d Lakukan fisioterapi
dada.
e Lakukan penghisapan
lendir sesuai kebutuhan.
f Ganti sirkuit ventilator
setiap 24 jam atau sesuai
kebutuhan pasien.
g Siapkan bag-vulve mask
di samping tempat tidur.
h Dokumentasikan respon
terhadap ventilator.
Kolaborasi
a Kolaborasi pemilihan
mode ventilator.
b Kolaborasi pemberian
agen pelumpuh otot,
sedatif, analgesik, sesuai
kebutuhan.
c Kolaborasi penggunaan
PS atau PEEP untuk
meminimalkan
hipoventilasi alveolus.

2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan sirkulasi (I.02079)


efektif berhubungan keperawatan selama Observasi
dengan hiperglikemia ….x24 jam, maka perfusi a Perksa sirkulasi perifer.
perifer meningkat b Identifiksi factor resiko
(L.02011) gangguan sirkulasi.
Dengan kriteria hasil: c Monitor panas ,
1. Denyut nadi perifer kemerahan nyeri atau
meningkat (5). bengkak pada
2. Warna kulit pucat ekstrimitas.
menurun (5). Terapeutik
3. Kelemahan otot a Hindari pemasangan
menurun (5). infuse atau pengambilan
4. Pengisian kapiler darah di area keterbtasan
membaik (5). perfusi
5. Turgor kulit membaik b Hindari pengukuran
(5). tekanan darah pada
6. Tekanan darah sistolik ekstremitas dengan
membaik (5). keterbatasan perfusi.
77

7. Tekanan darah c Hindari penekanan dan


diastolik membaik (5). pemasangan tourniquet
pada area cidera.
d Lakukan pencegahan
infeksi
e Lakukan perawata kaki
dan kuku.
f Lakukan hidrasi.
Edukasi
a Anjurkan berhenti
merokok.
b Anjurkan berhenti
olahraga
c Anjurkan untuk
mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar.
d Anjurkan untuk
menggunakan obbat
penurun tekanan darah,
antikoagulan dan
penurun kolesterol.
e Anjurkan untuk
menghindari penggunaan
obat- obat penyekat beta
f Anjrkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat.
g Anjurkan program
rehabilitas vascular
h Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi.
i Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan.
3. Manajemen sensasi perifer
(I.06195)
Observasi
a Identifikasi penyebab
perubahan sensasi.
b Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prostesis,
sepatu, dan pakaian.
c Periksa perbedaan
sensasi tajam atau
tumpul.
d Periksa perbedaan
sensasi panas atau
dingin.
e Monitor terjadinya
parestesia.
f Monitor perubahan kulit.
g Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena.
Terapeutik
a Hindari pemakaian
78

benda-benda tang
berlebihan suhunyya
(terlalu panas atau
dingin).
Edukasi
a Anjurkan penggunaan
termometer untuk
mengukur suhu air.
Kolaborasi
a Kolaborasi pemberian
analgesik.
3. Ketidakstabilan kadar setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen hiperglikemia
glukosa darah keperawatan selama (I.03115)
berhubungan dengan ….x24 jam, maka Observasi
disfungsi pankreas kestabilan glukosa darah a Identifikasi
meningkat (L.05022) kemungkinan penyebab
Dengan kriteria hasil: hiperglikemia.
a Kadar glukosa darah b Identifikasi situasi yang
membaik (5). menyebabkan kebutuhan
b Kesadaran meningkat insulin meningkat (mis.
(5). Penyakit kambuhan).
c Kadar glukosa darah c Monitor kadar glukosa
dalam urine membaik darah.
(5). d Monitor tanda dan gejala
d Berkeringat menurun hiperglikemia (mis.
(5). Poliuria, polydipsia,
e Lelah.lesu menurun poligia, kelemahan,
(5). malaise, pandangan
f Mulut kering menurun kabur, sakit kepala).
(5). e Monitor intake dan
g Rasa haus menurun output cairan.
(5). f Monitor keton urin,
h Jumlah urine membaik kadar analisa gas darah,
(5). elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi
nadi.
Terapeutik
a Berikan asupan cairan
oral.
b Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetao ada
atau memburuk.
c Fasilitasi ambulansi jika
ada hipotensi ortostatik.
Edukasi
a Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari
250 mg/dl.
b Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri.
c Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga.
d Anjarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
79

keton urin.
e Anjarkan pengelolaan
diabetes (mis.
Penggunan insulin, obat
oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan).
Kolaborasi
a Kolaborasi pemberian
insulin.
b Kolaborasi pemberian
cairan IV.
c Kolaborasi pemberian
kalium.
4. Hypovolemia Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen hipovolemia
berhubungan dengan keperawatan selama …x24 (I.03116)
kegagalan jam, maka status cairan Observasi
mekanisme regulasi membaik (L.03028) a Periksa tanda dan gejala
Dengan kriteria hasil: hypovolemia.
a Frekuensi nadi b Monitor intake dan
membaik (5) output cairan.
b Tekanan darah Terapeutik
membaik (5). a Hitung kebutuhan cairan.
c Tekanan nadi b Berikan posisi modified
membaik (5). Trendelenburg.
d Membran mukosa c Berikan asupan cairan
membaik (5) oral.
e Turgor kulit Edukasi
meningkat (5). a Anjurkan
f Dispnea menurun (5). memperbanyak asupan
g Berat badan membaik cairan oral.
(5). b Anjurkan menghindari
h Perasaan lemah perubahan posisi
menurun (5). mendadak
i Suara napas tambahan Kolaborasi
menurun (5). a Kolaborasi pemberian
j Intake cairan membaik cairan IV isotonis.
(5). b Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis.
c Kolaborasi pemberian
cairan koloid.
d Kolaborasi pemberian
produk darah.
2. Pemantauan cairan (I.02056)
Observasi
a Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi.
b Monitor frekuensi napas.
c Monitor tekanan darah.
d Monitor berat badan.
e Monitor waktu pengisian
kapiler.
f Monitor elastisitas atau
turgor kulit.
g Monitor jumlah, warna,
dan berat jenis urine.
h Monitor kadar albumin
80

dan protein total.


i Monitor hasil
pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum,
hematokrit, natrium,
kalium, BUN).
j Monitor intake dan
output cairan.
k Monitor tanda-tanda
hipovolemia.
l Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan
cairan.
Terapeutik
a Atur interval waktu
pemantauan sesuai
denga kondisi pasien.
b Dokumentasi hasil
pemantauan.
Edukasi
a Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
b Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
81

3.3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosis Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon Paraf
Keperawatan
(SDKI)
Pola nafas tidak 08 – 11 - 1. Pemantauan respirasi (I.01014) S : Klien mengatakan sudah tidak merasa sesak Kelompok 5
efektif 2022 Observasi
berhubungan a. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan O : Frekuensi nafas membaik, pola napas
dengan upaya napas. membaik, dipsnea menurun, pernapasan cuping
penurunan b. Memonitor pola napas. hidung menurun, penggunaan otot bantu napas
kemampuan c. Memonitor kemampuan batuk efektif. menurun, kedalaman napas membaik.
bernafas / d. Memonitor adanya sumbatan jalan napas. Dengan hasil TTV :
hambatan upaya e. Melakukan Palpasi kesimetrisan ekspansi Tekanan Darah : 120/80 mmHg
napas, paru. Nadi : 90x / menit
hiperventilasi f. Melakukan Auskultasi buyi paru. Respirasi : 20x/menit
g. Memonitor saturasi oksigen. Suhu : 36,5oC
h. Memonitor nilai AGD.
i. Memonitor hasil x-ray toraks. A : Tujuan Tercapai
Terapeutik
a. Mengatur interval pemantauan respirasi P : Intervensi dihentikan
sesuai kondisi pasien.
b. Mendokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
a Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
b Menginformasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
2. Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)
Observasi
a Memeriksa indikasi ventilator mekanik.
b Memonitor kriteria perlunya terhadap status
oksigen.
c Memonitor efek negatif ventilator.
d Memonitor gejala peningkatan pernapasan.
e Memonitor kodisi yang meningkatkan
konsumsi oksigen.
82

f Memonitor gangguan mukosa, oral, nasal,


trakea, dan laring.
Terapeutik
a Mengatur posisi kepala 45-60 ̊ untuk
mencegah aspirasi.
b Mereposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu.
c Melakukan perawatan rutin.
d Melakukan fisioterapi dada.
e Melakukan penghisapan lendir sesuai
kebutuhan.
f Mengganti sirkuit ventilator setiap 24 jam
atau sesuai kebutuhan pasien.
g menyiapkan bag-vulve mask di samping
tempat tidur.
h Mendokumentasikan respon terhadap
ventilator.
Kolaborasi
a Melakukan kolaborasi pemilihan mode
ventilator.
b Melakukan kolaborasi pemberian agen
pelumpuh otot, sedatif, analgesik, sesuai
kebutuhan.
c Melakukan kolaborasi penggunaan PS atau
PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi
alveolus.
Perfusi perifer 1. Perawatan sirkulasi (I.02079) S : Pasien mengatakan sudah merasa tidak lemas Kelompok 5
tidak efektif Observasi
berhubungan a Memeriksa sirkulasi perifer. O : Denyut nadi perifer meningkat, warna kulit
dengan b Mengidentifiksi factor resiko gangguan pucat menurun, kelemahan otot menurun,
hiperglikemia sirkulasi. pengisian kapiler membaik, turgor kulit membaik,
c Memonitor panas , kemerahan nyeri atau tekanan darah sistolik membaik, tekanan darah
bengkak pada ekstrimitas. diastolik membaik.
Terapeutik Dengan hasil TTV :
a Menghindari pemasangan infuse atau Tekanan Darah : 120/80 mmHg
pengambilan darah di area keterbtasan perfusi Nadi : 90x / menit
b Menghindari pengukuran tekanan darah pada Respirasi : 20x/menit
83

ekstremitas dengan keterbatasan perfusi. Suhu : 36,5oC


c Menghindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area cidera. A : Tujuan tercapai
d Melakukan pencegahan infeksi
e Melakukan perawata kaki dan kuku. P : Intervensi dihentikan
f Melakukan hidrasi.
Edukasi
a Menganjurkan berhenti merokok.
b Menganjurkan berhenti olahraga
c Menganjurkan untuk mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar.
d Menganjurkan untuk menggunakan obbat
penurun tekanan darah, antikoagulan dan
penurun kolesterol.
e Menganjurkan untuk menghindari
penggunaan obat- obat penyekat beta
f Menganjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat.
g Menganjurkan program rehabilitas vascular
h Menganjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi.
i Menginformasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan.
2. Manajemen sensasi perifer (I.06195)
Observasi
a Mengidentifikasi penyebab perubahan
sensasi.
b Mengidentifikasi penggunaan alat pengikat,
prostesis, sepatu, dan pakaian.
c Memeriksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul.
d Memeriksa perbedaan sensasi panas atau
dingin.
e Memonitor terjadinya parestesia.
f Memonitor perubahan kulit.
g Memonitor adanya tromboflebitis dan
84

tromboemboli vena.
Terapeutik
a Menghindari pemakaian benda-benda tang
berlebihan suhunyya (terlalu panas atau
dingin).
Edukasi
a Menganjurkan penggunaan termometer untuk
mengukur suhu air.
Kolaborasi
a. Melakukan kolaborasi pemberian analgesik.
Ketidakstabilan 1. Manajemen hiperglikemia (I.03115) S : Pasien mengatakan sudak tidak merasa pusing Kelompok 5
kadar glokusa Observasi
darah a Mengidentifikasi kemungkinan penyebab O : Kadar glukosa darah membaik, kesadaran
berhubungan hiperglikemia. meningkat, kadar glukosa darah dalam urine
dengan b Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan membaik, berkeringat menurun, lelah.lesu
disfungsi kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit menurun, mulut kering menurun, rasa haus
pankreas kambuhan). menurun, jumlah urine membaik.
c Memonitor kadar glukosa darah.
d Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia A : Tujuan tercapai
(mis. Poliuria, polydipsia, poligia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit kepala). P : Intervensi dihentikan
e Memonitor intake dan output cairan.
f Memonitor keton urin, kadar analisa gas
darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi.
Terapeutik
a Memberikan asupan cairan oral.
b Melakukan konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia tetao ada atau
memburuk.
c Memfasilitasi ambulansi jika ada hipotensi
ortostatik.
Edukasi
a Menganjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl.
b Menganjurkan monitor kadar glukosa darah
85

secara mandiri.
c Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga.
d Menganjurkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urin.
e Menganjurkan pengelolaan diabetes (mis.
Penggunan insulin, obat oral, monitor asupan
cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan).
Kolaborasi
a. Melakukan kolaborasi pemberian insulin.
b. Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV.
c. Melakukan kolaborasi pemberian kalium.
Hypovolemia 1. Manajemen hipovolemia (I.03116) S : Pasien mengatakan sudah tidak lemas dan Kelompok 5
berhubungan Observasi tidak merasa haus
dengan a Memeriksa tanda dan gejala hypovolemia.
kegagalan b Memonitor intake dan output cairan. O : Frekuensi nadi membaik, Tekanan darah
mekanisme Terapeutik membaik, Tekanan nadi membaik, Membran
regulasi a Meghitung kebutuhan cairan. mukosa membaik, Turgor kulit meningkat,
b Memberikan posisi modified Trendelenburg. Dispnea menurun, Perasaan lemah menurun,
c Memberikan asupan cairan oral. Intake cairan membaik.
Edukasi Dengan hasil TTV :
a Menganjurkan memperbanyak asupan cairan Tekanan Darah : 120/80 mmHg
oral. Nadi : 90x / menit
b Menganjurkan menghindari perubahan posisi Respirasi : 20x/menit
mendadak Suhu : 36,5oC
Kolaborasi
a Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV A : Tujuan tercapai
isotonis.
b Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV P : Intervensi dihentikan
hipotonis.
c Melakukan kolaborasi pemberian cairan
koloid.
d Melakukan kolaborasi pemberian produk
darah.
2. Pemantauan cairan (I.02056)
86

Observasi
a Memonitor frekuensi dan kekuatan nadi.
b Memonitor frekuensi napas.
c Memonitor tekanan darah.
d Memonitor berat badan.
e Memonitor waktu pengisian kapiler.
f Memonitor elastisitas atau turgor kulit.
g Memonitor jumlah, warna, dan berat jenis
urine.
h Memonitor kadar albumin dan protein total.
i Memonitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematokrit, natrium,
kalium, BUN).
j Memonitor intake dan output cairan.
k Memonitor tanda-tanda hipovolemia.
l Mengidentifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan.
Terapeutik
a Mengatur interval waktu pemantauan sesuai
denga kondisi pasien.
b Mendokumentasi hasil pemantauan.
Edukasi
a Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
b Menginformasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada KAD adalah asuhan keperawatan yang
diberikan kepada penderita Ketoasidosis Diabetik (KAD) yaitu kondisi
kegawatdaruratan atau akut DM tipe I yang disebabkan oleh meningkatnya
keasaman tubuh pada benda-benda ‘keton’ akibat kekurangan atau defisiansi
insulin, dengan munculnya karakteristik seperti hiperglikemia, asidosis, dan
keton akibat kekurangan insulin dalam tubuh. Penyebab terjadinya KAD bisa
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya infeksi, stress fisik dan emosional,
menolak terapi insulin, ketidakpatuhan, pengobatan, infark miokardium, dan
kehamilan. Jika tidak ditangani maka akan menyebabkan beberapa
komplikasi seperti nefrotik diabetic, kebutaan, neuropati diabetic, kelainan
jantung, hipoglikemia dan hipokalemia, hipertensi, edema serebri, dan lain-
lain. Berikut diagnose keperawatan yang terjadi pada asuhan keperawatan
pada KAD yaitu pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif,
ketidakstabilan kadar glukosa darah, dan hypovolemia.
4.2 Saran
Adapun saran yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Setelah membaca makalah diharapkan pembaca dapat menerapkan
asuhan keperawatan pada KAD ini dalam praktik keperawatan sehari-
hari
2. Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang
lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim Kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan
ketoasidosis diabetic (KAD) dan melakukan perawatan sesuai dengan
standard operasional prosedur.

87
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Y & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II.


Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.

Elmas, I. (2020). Asuhan Keperawatan dengan Ketoasidosis Diabetik (Doctoral


dissertation, Stikes Stella Maris Makssar).

Febrianto, D., & Esti Hindariati. (2021). Management of Diabetic Ketoacidosis in


Patient with Heart Tata Laksana Ketoasidosis Diabetik pada Penderita
Gagal Jantung. 8(1), 46–53.

Gotera, W., & Budiyasa, A. D. (2017). Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik


(Kad). Journal of Internal Medicine, 11(2), 126–138.

Handayani, E. (2022). Asuhan Keperawatan Kegwatdaruratan pada Tn.P dengan


Koteasidosis Diabetikum (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Malang).

Hidayati, N. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien


Ketoasidosis Diabetikum (KAD) di Ruang ICU RSUD A. Wahab Sjahranie
Samarinda (Doctoral dissertation, STIKes Muhammadiyah Samarinda).

Long, B., Willis, G. C., Lentz, S., Koyfman, A., & Gottlieb, M. (2020).
Evaluation and Management of the Critically Ill Adult With Diabetic
Ketoacidosis. Journal of Emergency Medicine, 59(3), 371–383.

Nusantara, A. F. (2020). Daily Behavioural Penderita Diabetes Mellitus Tipe 1


Sebagai Triggers Kekambuhan Ketoasidosis Diabetikum. The Indonesian
Journal of Health Science, 12(1), 1–10.

PPNI, S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


DPP PPNI.

Romli, L. Y., & Indrawati, U. (2018). Modul Pembelajaran Keperawatan Kritis.


Jombang: Icme Pres.

88
89

Setiawan, M. (2021). Sistem Endokrin dan Diabetes Mellitus. Malang: UMM


Press.

Smeltzer, S. C. (2018). Keperawatan Medikal- Bedah Brunner & Suddarth edisi


12. Jakarta: EGC.

Sopiah, P. & Sukaesih, N. S. (2019). Patofisiologi. Sumedang: Universitas


Pendidikan Indonesia

Sukaesih, N.S. & Sopiah, P. (2018). Modul Praktikum Anatomi dan Fisiologi.
Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia.

Triyani. (2019). Penerapan Perawatan ETT pda Ny. P dengan Penurunan


Kesadaran pada KAD di Ruang ICU RSUD H. Hanafie Tahun 2019
(Doctoral dissertation, STIKes Perintis Padang).

Tyas, M.D.C. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana.


Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Yati, N. P., & Tridjaja, B. (2017). Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serbri pada
Diabetes Melitus Tipe-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai