Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH :

1. HERU PRASETYO (2014901015 )


2. RADITYA DWI PAMBUDI (2014901034 )
3. SISMAWATI (2014901038 )
4. ZURIA (2014901049 )

POLTEKKES KEMENTRIAN KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NERS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul "Aspek Legal Keperawatan
Kegawatdaruratan" mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan di Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan yang telah membantu.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena


keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat konstruktif sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.

Bandar Lampung, 25 Agustus 2020

Penulis

ii
Daftar Isi

Halaman Depan ............................................................................................. i

Kata pengantar............................................................................................... ii

Datar Isi........................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan....................................................................................................... 3

BAB II Tinjauan Teoritis

A. Konsep Kegawat Daruratan................................................................... 4


B. Landasan Hukum pelayanan Gawat darurat....................................... 4
C. Aspek Legal Hukum Dalam Keperawatan Gawat Darurat................ 7

BAB III Pentutup

A. Kesimpulan .............................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................ 15

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandangan masyarakat atas hukum yang beragam telah menimbulkan berbagai


persepsi pula tentang hukum. Hukum dalam arti peraturan perundang-undangan
yang dikenal oleh masyarakat sebagai undang-undang umumnya diberi pengertian
sebagai pengatur. Oleh karena itu aturan aturan di bidang kesehatan dikenal
sebagai hukum kesehatan, meskipun hukum kesehatan mungkin lebih luas lagi
cakupannya dari itu.

Dalam pandangan yang lebih luas sebagaimana dikatakan oleh cicero, yaitu
dimana setiap masyarakat disitu ada hukum (ibi societas ibi ius) telah
mengindikasikan bahwa setiap aktivitas masyarakat pasti ada hukumnya.
Demikian halnya dengan praktek penyelenggaraan kesehatan, yang tentunya pada
setiap kegiatannya memerlukan pranata hukum yang dapat menjamin
terselengaranya penyelenggaraan kesehatan. Pranata hukum yang mengatur
penyelenggaraan kesehatan adalah perangkat hukum kesehatan. Adanya perangkat
hukum kesehatan secara mendasar bertujuan untuk menjamin kepastian hukum
dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara kesehatan maupun
masyarakat penerima pelayanan kesehatan.

DI Indonesia hukum kesehatan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan


manusia, dia lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan
kesehatan, dan lebih spesifik lagi hukum kesehatan mengatur antara pelayanan
kesehatan dokter, rumah sakit, puskesmas, dan tenaga-tenaga kesehatan lain
dengan pasien. Karena merupakan hak dasar yang harus dipenuhi, maka dilakukan
pengaturan hukum kesehatan, yang di Indonesia dibuat suatu aturan tentang
hukum tersebut, yaitu dengan disahkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Hukum Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hukum kesehatan di Indonesia
2

diharapkan lebih lentur (fleksibel dan dapat mengikuti perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi bidang kedokteran.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Bab II Pasal 4,


setiap orang berhak atas kesehatan, dalam penjelasannya hak untuk memperoleh
kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan, agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal ini mengatakan setiap individu dan
masyarakat berhak atas nilai nilai kesehatan serta mendapatkan pelayanan
kesehatan yang optimal dan paripurna.

Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah sakit yang
memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya pasien
dengan kondisi gawat darurat. Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan klinis
dimana pasien membutuhkan pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan
nyawa dan kecacatan lebih lanjut (DepKes RI, 2009)

Tugas tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU 23/1992 adalah


menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang
keahliannya dan atau kewenangannya masing-masing. Agar tugas terlaksana
dengan baik, Pasal 3 PP 32/1996 menentukan ”setiap tenaga kesehatan wajib
memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jenis dan jenjang
pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah.” Ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU
23/1992. Pasal 21 ayat (1) PP 32/1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tugas diwajibkan untuk memenuhi stadar profesi dan menghormati hak pasien.

Salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan adalah tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga profesional
yang memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam
menjalankan praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat,
sehingga perawat juga sangat terikat oleh atauran-aturan hukum yang mengatur
praktik tenaga kesehatan.

Aspek hukum praktik keperawatan merupakan perangkat hukum atau aturan-


aturan hukum yang secara khusus menentukan hal-hal yang seharusnya dilakukan
atau larangan perbuatan sesuatu bagi profesi perawat dalam menjalankan
3

profesinya. Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik keperawatan


diantaranya adalah UU 23/1992 tentang kesehatan; PP 32/1996 tentang tenaga
kesehatan; Kep.Men.Pan/II/2001 tentang jabatan fungsional perawat dan angka
kreditnya; Kep.Men.Kes 1239/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat;
Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No. Y.M.00.03.2.6.956 tentang hak
dan kewajiban perawat. Sampai saat ini profesi keperawatan di Indonesia belum
memiliki aturan hukum khusus tentang praktik perawat setingkat Undang-
Undang.

Orang yang tiba tiba menjadi gawat baik akibat penyakit atau trauma kecelakaan
tentu saja memerlukan tindakan darurat agar terhindar dari kematian dan
kecacatan serta dapat dirujuk untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan
secara definitif, apabila tidak atau terlambat mendapatkan tindakan darurat atau
pertolongan akan dapat menimbulkan kematian dan kecacatan, oleh sebab itu
peran tenaga kesehatan khusus perawat dan dokter mempunyai peran penting
dalam memberikan pelayanan gawat darurat secara holistik.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami prioritas masalah di masyarakat dan keperawatan gawat
darurat.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi aspek hukum dalam kgd (kegawat daruratan).
b. Mampu mengidentifikasi undang-undang dalam kgd (kegawat daruratan).
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Gawat Darurat

Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu mendapatkan


penanganan atau tindakan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban.
Jadi, gawat darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan
tindakan segera untuk menghindari kecacatan bahkan kematian korban (Hutabarat
& Putra, 2016)

Situasi gawat darurat tidak hanya terjadi akibat lalu lintas jalan raya yang sangat
padat saja, tapi juga dalam lingkup keluarga dan perumahan pun sering terjadi.
Misalnya, seorang yang habis melakukan olahraga tiba-tiba terserang penyakit
jantung, seorang yang makan tiba-tiba tersedak, seorang yang sedang
membersihkan rumput di kebun tiba-tiba digigit ular berbisa, dan sebagainya.
Semua situasi tersebut perlu diatasi segera dalam hitungan menit bahkan detik,
sehingga perlu pengetahuan praktis bagi semua masyarakat tentang pertolongan
pertama pada gawat darurat. Pertolongan pertama pada gawat darurat adalah
serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat
darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian (Sutawijaya, 2009).

B. Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat


1. UU RI NO 36 TAHUN 2009 tentang Kesehatan
a. Bab II Pasal 32 ayat 1 dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan baiik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu
b. Bab II Pasal 32 ayat 2 Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan
kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan
atau meminta uang muka
c. Bab VI pasal 58 ayat 1 setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
5

kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau


kelalaian dalam pelayanan kesehatan
d. Bab VI pasal 58 ayat 2 Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang
dalam keadaan darurat.
e. Bab VI pasal 58 ayat Ketentuan mengenai tata cara pengajuan
tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
f. Bab XX pasal 190 ayat 1 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
g. Bab XX pasal 190 ayat 2 Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau
kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah)
2. UU RI NO 44 tentang RUMAH SAKIT
a. Pasal 1: gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut
b. Pasal 29 ayat 1 butir c:Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
3. UU RI no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
6

a. Pasal 33: penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari tiga


tahap meliputi: pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana
b. Pasal 34 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan
prabencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf a. meliputi
: dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat
potensi terjadinya bencana
c. Pasal 44 : penyelenggaraan bencana dalam situasi terdapat potensi
terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b.
meliputi: kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana
d. Pasal 48 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf b
meliputi: pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan dan sumber daya , Penentuan status keadaan darurat
bencana , Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana,
Pemenuhan kebutuhan dasar , Perlindungan terhadap kelompok
rentan , Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana
e. Pasal 57 : Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap
pascabencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf c
meliputi:Rehabilitasi, rekontruksi, Informed consent
4. Permenkes No. 585 / 1989 (Pasal 11) bahwa dalam kondisi emergency
situasi yang mengancam nyawa persetujuan tindakan medis tidak
diperlukan
5. Dalam pasal 56 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan :hak pasien
untuk menerima atau menolak suatu tindakan tidak berlaku salah satunya
ketika pasien dalam kondisi pingsan atau tidak sadarkan diri.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan
7

C. Aspek Legal Hukum Dalam Keperawatan Gawat Darurat


1. Pengertian Aspek Legal Hukum
Menurut Deden Dermawan dan Sujono Riyadi (2010) hukum didefinisikan
sebagai Ugeran (norma) yang mengatur hubungan kemasyarakatan. Menurut
KBBI hukum adalah Undang-Undang peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah
dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang
berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi.
Masyarakat profesi dengan masyarakat umum telah mengadakan suatu kontrak
( social contract) yang memberikan hak otonomi profesi untuk melakukan self
regulation, self governing dan self disciplining. Dengan kewajiban memberikan
jaminan profesional yang kompeten dan melaksanakan praktik sesuai etika dan
standar profesinya. Profesi perawat memiliki kewajiban untuk mampu
memberikan jaminan pelayanan keperawatan yang profesional kepada masyarakat
umum. Kondisi demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi
hukum dalam praktik keperawatan. Sehingga dalam praktik profesinya dalam
melayani masyarakat perawat terikat oleh aturan hukum, etika dan moral.

2. Aturan-aturan yang mengatur gawat darurat


Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas
diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana
seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan.
Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan
istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan
pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal (pasal 4). Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa
“Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang
mampu. 6 Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
8

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan


gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam
pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai
persyaratan pemberian pelayanan.Dalam penanggulangan pasien gawat darurat
dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan
pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23
telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada
pengaturan yang spesifik.
Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal
7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan
yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk
peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut
berbagai instansi di luar sector kesehatan.

Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu, yaitu yang berhubungan langsung dengan
pasien, seperti dokter dan perawat berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) PP No.
32 tahun 1996 dalam menjalankan tugas profesinya wajib untuk menghormati hak
pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien,
memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan, dan
membuat dan memelihara rekam medis. Pelaksanaan tugas tenaga kesehatan
sesuai dengan standar profesi sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi
tenaga kesehatan maupun pasien, sebagaimana ketentuan pada pasal 53 ayat (1)
UU No. 23 tahun 1992 jo. Pasal 24 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996.

Perlindungan hukum bagi pasien diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun
1992, yaitu ”Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan”, sedangkan perlindungan hukum bagi
tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 23 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996 yang
menentukan pemberian perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan yang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesinya. Dengan perkataan lain,
9

pasien yang gagal untuk sembuh tidak berhak atas ganti rugi, sepanjang pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan/perawat sudah dilakukan sesuai
dengan standar profesinya atau tenaga kesehatan yang sudah menjalankan
tugasnya sesuai dengan stadar profesinya tidak akan dapat digugat oleh pasien
atas kegagalan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukannya

Hubungan hukum antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan di rumah
sakit dalam upaya mencari kesembuhan, dikonstruksikan dalam hubungan
perikatan dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit (Koeswadji, 1998
dalam Praptianingsih, 2006) khususnya yang menyangkut perawat yaitu :

a. Hubungan antara rumah sakit dengan perawat diatur oleh perjanjian kerja
dalam Pasal 1601 KUHPerdata bagi rumah sakit swasta, sedangkan bagi
perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah tunduk pada ketentuan
hukum kepegawaian. Berdasarkan Pasal 1601 KUHPerdata jo. 1601a
hubungan perawat dengan rumah sakit termasuk dalam perjanjian
perburuhan, yaitu persetujuan berdasarkan syarat tertentu pihak yang satu,
dalam hal ini perawat, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak
lain, rumah sakit, untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan
menerima upah. Aspek keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh
perawat niscaya menentukan macam dan lingkup tugas yang akan
diberikan kepada perawat. Dalam melaksanakan tugasnya, perawat diikat
oleh standar pelayanan keperawatan dan Kode Etik Keperawatan.
b. Hubungan antara dokter dengan perawat, dalam suatu tindakan medik
tertentu dokter memerlukan bantuan perawat. Perawat dalam tindakan
medis hanya sebatas membantu dokter, karenanya yang dilakukan sesuai
order dan petunjuk dokter. Perawat tidak bertanggung jawab dan
bertangung gugat atas kesalahan tindakan medis tertentu yang dilakukan
oleh dokter.

Dalam melakukan tindakan-tindakan keperawatan perawat harus menerapkan


informed consent, sebagai bagian dari pertimbangan aspek hukum. Perawat juga
harus mencatat kecelakaan yang terjadi pada pasein, catatan ini segera dibuat
untuk memudahkan analisa sebab kecelakaan dan mencegah pengulangan
10

kembali. Dalam melaksanakan tugasnya perawat harus mempertahankan


hubungan saling percaya yang baik dengan pasein. Pasien harus mengetahui
tentang diagnosa dan rencana tindakan, serta perkembangan keadaan pasien.

Sesuai dengan pasal 35 Undang-undang No.38 tahun 2014 bahwa perawat :


a. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat
dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan
kompetensinya.
b. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
c. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan
yang mengancam nyawa atau kecacatan Klien.
d. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pelayanan gawat darurat dikenal prinsip cepat dan tepat, khususnya dalam kasus
gawat darurat dalam proses tindakan ini aspek hukum bagi tenaga kesehatan dan
penderita sangat penting untuk dipahami, untuk menghindari konflik dan kesalah
pahaman yang dapat berakibat terjadinya tuntutan hukum bagi pihak yang
dirugikan.

Pada Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 (pasal 16) dalam melaksanakan
kewenangannya perawat berkewajiban untuk:

a. Menghormati hak pasien


b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
d. Memberikan informasi.
e. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
f. Melakukan catatan perawatan dengan baik.
11

3. Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan gawat darurat bagi perawat :
a. Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan asuhan
keperawatan gawat darurat.
b. Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab perawat
gawat darurat yang berbeda dari tanggung jawab tenaga kesehatan lainnya
c. Hukum dapat membantu perawat gawat darurat menetapkan batas batas
tindakan keperawatan mandiri (otonomi profesi)
d. Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan
keperawatan yang dibuat oleh profesi keperawatan.
e. Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat Darurat
oleh profesi keperawatan.
f. Dalam Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat. Ini membuktikan bahwa
rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
atau penderita dengan arti kata setiap rumah sakit wajib memiliki sarana,
pra sarana dan SDM dalam pengelolaan pelayanan gawat darurat, ini
membuktikan adanya kepastian hukum dalam pelayanan gawat darurat di
rumah sakit”.
g. Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan
medis.
h. Gawat Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita,
keluarga, atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa
penderita ke rumah sakit memerlukan pelayanan medis segera. Penderita
gawat darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat, bermutu dan
terjangkau. (Notoatmojo 2010).
i. Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan
Praktik Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15,
12

Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1


ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
j. Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi dn
izin praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang
mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat berhak Memperoleh perlindungan
hukum.
4. Peran Fungsi Perawat Dalam Penanganan Kasus Emergency
Peran perawat di bagian emergency telah mengalami perubahan dalam kaitannya
dengan perkembangan beberapa tahun terakhir ini yaitu meningkatnya
penggunaan bagian emergency oleh mereka yang memerlukan pengobatan dan
meningkatnya kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan serta mampu
menekan angka kematian dan kecatatan pada kasus emergency. Perawat-perawat
di bagian emergency mempunyai ketrampilan sebagai berikut :
a. Mengkaji dan menentukan priorotas (penyeleksi: pasien yang memerlukan
pengobatan segera)
b. Menangani pasien-pasien yang menpunyai resiko dan kecemasan yang
tinggi.
c. Ketrampilan teknik yang khusus (memberi cairan per parutral Defrilator,
resusitasi intubasi, mengoperasikan alat-alat monitoring)
d. Menginterprestasikan hasil pemeriksaan laboratorium dan EKG serta
tindakan-tindakan yang diperlukan.

5. Hak perawat, Kewajiban, Larangan serta Sanksi bagi Perawat


a. Hak perawat dalam melaksanakan Tugas
Dalam pasal 36, perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan
berhak:
1) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
professional dan ketentuan peraturan perundang-undangan .
13

2) Memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur dari klien dan atau
keluarganya.
3) Menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah
diberikan
4) Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan
kode etik.
5) Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar
b. Kewajiban
1) Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai dengan
standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
2) Memberikan pelayanan sesuai dengan kode etik.
3) Merujuk klien yang tidak dapat ditangani kepada perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya
4) Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar
Memebrikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas dan mudah
dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien dan atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya
5) Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi perawat
6) Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah
c. Larangan
1) Perawat dilarang menjalankaan praktik selain dalam izin dan
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi
2) Bagi perawat yang memebrikan pertolongan dalam keadaan darurat
atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga
kesehatan lain, dikecualikan dari larangan ini.
3) Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan lisan
atau tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran
4) Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 kali apabila tidak di
indahkan SIK dan SIPP dapat dicabut .
14

5) Sebelum DIK dan SIPP dicabut kepala dinas kesehatan terlebih dahulu
mendengar pertimbangan dari MDTK atau MP2EM
d. Sanksi bagi Perawat
1) Pasal 58 Setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 18 ayat (1), pasal
21, pasal 24 ayat (1) dan pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif,.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Teguran lisan, Peringatan tertulis, Denda administrative, Pencabutan
izin, dan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan pemerintah.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pelayanan gawat darurat dikenal prinsip cepat dan tepat, khususnya dalam kasus
gawat darurat dalam proses tindakan ini aspek hukum bagi tenaga kesehatan dan
penderita sangat penting untuk dipahami, untuk menghindari konflik dan kesalah
pahaman yang dapat berakibat terjadinya tuntutan hukum bagi pihak yang
dirugikan.

Dalam menjalankan tugasnya, perawat memiliki beberapa tanggungjawab.


Tanggung jawab perawat secara umum:
a. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
b. Menghargai hak pasien untuk menolak prosedur pengobatan dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang
tepat.
c. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan
informasi
d. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien dan memberikan informasi
e. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting
kepada orang yang tepat.

B. SARAN

Proses praktik keperawatan harus melihat aspek-aspek dalam keperawatan gawat


darurat. Yang mana perawat harus kompeten dan memilik perizinan saat bertugas
menjadi perawat gawat darurat, walaupun bertugas diperbatasan ataupun di desa
terpencil.
Daftar Pustaka

Darmawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No.


585/MenKes/Per/IX/1989. Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang republic Indonesia Nomor 44


tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. DepKes RI

Hutabarat, R. Y., & Putra, C. S. (2016). Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan


(1st ed.). Bogor: IN MEDIA.

Keputusan menteri kesehatan RI Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang


registrasi praktik keperawatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun 2015

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang


Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018 Tentang


Pelayanan Kegawatdaruratan

Praptianingsih. S. (2006). Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan


Kesehatan Di Rumah Sakit. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,

Sutawijaya, R. B. (2009). Gawat Darurat, Aulia. Yogyakarta: Publishing.

Soekidjo Notoatmodjo(2010)..Etika dan Hukum Kesehatan, Renika Cipta, Jakarta,


Undang-Undang Republik Indonesia. No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana

Undang-Undang Republik Indonesia. NO 36 TAHUN 2009 tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai