Anda di halaman 1dari 53

TUGAS MANDIRI – RESUME KULIAH

KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

Fasilitator :
Imroatul Farida, S.Kep., Ns., M.Kep.
NIP. 03.033

Oleh :
Vamila Meydiawati
NIM. 151.0054

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Kurrotul Aini

NIM : 151.0026

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Resume Tugas Mandiri KEPERAWATAN


KOMPLEMENTER

Menyatakan bahwa portofolio ini yang berjudul Tugas Mandiri KEPERAWATAN


KOMPLEMENTER saya susun sesuai dengan rancangan tugas mahasiswa dalam silabus
KEPERAWATAN KOMPLEMENTER yang berlaku di STIKES Hang Tuah Surabaya

Mengetahui, Surabaya, 06 September 2018


Penanggung Jawab Mata Kuliah
KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

Lilik Erviani, S.Si., M.Si. Vamila Meydiawti


NIP. 03.068 NIM. 151.0054

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

Pertemuan 1. Pertimbangan Etik & Aplikasi Legal Etik Dalam Praktik


Keperawatan Komplementer
1.1. Konsep Etik Prinsip Keperawatan ................................................................. 1
1.2. Sikap atau Perilaku Perawat Sesuai Etik........................................................
1.3. Dasar Hukum Terapi Komplementer .............................................................
1.4. Legalitas Hukum ............................................................................................
Daftar Pustaka ................................................................................................

Pertemuan 2. Konsep Terapi Komplementer


2.1. Pengertian ...................................................................................................... 1
2.2. Tujuan ............................................................................................................
2.3. Macam – macam atau Jenis Terapi Komplementer .......................................
2.4. Jenis Terapi Komplementer yang Dapat di Akses Perawat ..........................
2.5. Peran Perawat Dalam Terepi Komplementer.................................................
Daftar Pustaka ................................................................................................

Pertemuan 3. Hipnoterapi
3.1. Pengertian Hipnoterapi .................................................................................. 1
3.2. Manfaat Hipnoterapi ......................................................................................
3.3. Indikasi ..........................................................................................................
3.4. Kontraindikasi ...............................................................................................
3.5. Efek Samping .................................................................................................
3.6. Mekanisme atau Tahapan...............................................................................
3.7. Aplikasi atau Demonstrasi & SOP Hipnoterapi .............................................
3.8. Asuhan Keperawatan pada Pasien yang Diberikan Terapi Hipnoterapi ........
Daftar Pustaka ................................................................................................

Pertemuan 4. Terapi Zone


4.1. Pengertian ...................................................................................................... 1
4.2. Manfaat Akupuntur .......................................................................................
4.3. Indikasi ...........................................................................................................
4.4. Kontraindikasi ................................................................................................
4.5. Efek Samping Akupuntur ..............................................................................
4.6. Jenis Akupuntur .............................................................................................
4.7. Mekanisme atau Tahapan Akupuntu .............................................................

ii
4.8. Meridian Akupuntur.......................................................................................
4.9. Aplikasi / Demonstrasi & SOP Akupuntur ...................................................
4.10. Akupuntur Dalam Asuhan Keperawatan ....................................................
Daftar Pustaka ................................................................................................

Pertemuan 5. Hiperbarik Oksigen


5.1. Pengertian ...................................................................................................... 1
5.2. Manfaat ..........................................................................................................
5.3. Indikasi ...........................................................................................................
5.4. Kontraindikasi ................................................................................................
5.5. Efek Samping .................................................................................................
5.6. Hal – hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memulai Terapi HBO..............
5.7. Mekanisme atau Tahapan Terapi HBO ..........................................................
5.8. Komplikasi .....................................................................................................
5.9. HBO Dalam Asuhan Keperawatan ................................................................
Daftar Pustaka ................................................................................................

iii
Pertemuan 1.
Dosen : Imroatul Farida, S.Kep., Ns., M.Kep.
Tanggal : September 2018

Pertimbangan Etik & Aplikasi Legal Etik Dalam Praktik


Keperawatan Komplementer

1.1. Konsep Etik Prinsip Keperawatan


Etika berasal dari bahaya Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan, model
perilaku atau standart dalam menentukan tindakan seseorang. Sedangkan
menurut Kamus Webster, Etika adalah suatu ilmu yang membahas mengenai
tata cara bertindak seseorang yang berkaitan dengan baik dan buruk
berdasarkan nilai moral di masyarakat. Etika juga berkaitan erat dengan adat
istiadat suatu wilayah secara moral yang mempengaruhi manusia dalam
melakukan interaksi sosial.
Aspek legal etik keperawatan merupakan dasar bagi praktik keperawatan
professional. Tenaga professional rentan mengalami dilemma etik saat
menjalankan praktik keperawatan. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan
tentang kode etik keperawatan (Noviani, 2016).
Tujuan etika keperawatan pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk
menghargai dan menghormati martabat manusia secara utuh. Selain itu, etika
keperawatan dapat menciptakan dan mempertahankan kepercayaan hubungan
antara perawat dengan pasien, perawat dengan perawat, perawat dengan profesi
lain, serta perawat dengan masyarakat (Agustine, Happy, & Utami, 2016).

1.2. Sikap atau Perilaku Perawat Sesuai Etik


a. Autonomi (Otonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Pasien berhak membuat
keputusan mau atau tidak diberikan pelayanan keperawatan. Pasien berhak
untuk menerima atau menolak tindakan perawatan.
b. Beneficience (Berbuat Baik)

1
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Sebagai perawat
harus berbuat baik ketika berkomunikasi ataupun memberikan pelayanan
keperawatan dengan cara menjelaskan terlebih dahulu tindakan yang akan
dilakukan.

c. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil antara pasien
yang satu dengan yang lain dengan menjunjung prinsip-prinsip moral, legal
dan kemanusiaan.
d. Non-maleficience (Tidak Merugikan)
Segala bentuk tidakan yang diberikan tidak bertujuan untuk merugikan
pasien. Menghindarkan pasien dari resiko infeksi.
e. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Perawat harus menyampaikan
kebenaran penyakit dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
f. Fidellity (Metepati Janji)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji
serta menyimpan rahasia pasien.
g. Confidentiality (Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
Misalnya kondisi pasien sangat jelek dan parah, maka perawat tidak boleh
menceritakan hal tersebut kepada orang lain kecuali untuk kepentingan
medis.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa semua tindakan dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
i. Informed Consent

2
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti
telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent”
yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent”
mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat
didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Kode etik yang dimiliki oleh tenaga kesehatan harus selalu diterapkan
sebagai upaya untuk menerapkan budaya keselamatan pasien. Pasien akan
merasa puas apabila terlayani dengan baik oleh tenaga kesehatan. Untuk
menerapkan budaya tersebut dan menjalankan kode etik profesi diperlukan
perilaku dan sikap perawat yang baik (Mudayana, 2014). Aspek etika menjadi
bagian penting dalam melakukan pelayanan kepada pasien antara lain:

1. Kognitif (pengetahuan) yang memadai


2. Emosi (psikologis) yang seimbang dan terkontrol
3. Psikomotor (skill) yang cepat, tanggap, dan tepat
4. Fisik yang sehat
5. Spiritual yang bagus
6. Dapat berkomunikasi secara efektif
7. Displin dalam bekerja
8. Rendah hati dan ramah
9. Sabar dan baik

1.3. c
Pasien yang menggunakan terapi komplementer memiliki beberapa alasan.
Salah satu alasannya adalah filosofi pada terapi komplementer. Alasan lainnya
karena pasien ingin terlibat untuk penganmbilan keputusan dalam pengobatan
dan pengangkatan kualitas hidup (Widyastuti, 2008). Undang-Undang RI No.
36 tahun 2009 tentang Kesehatan:

3
1. Pasal 1 butir 16 Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan
atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
2. Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional
3. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI, Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisonal
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas
pelayanan kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang
standar pelayanan hiperbarik.
7. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.
HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode
pengobatan komplementer-alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas
pelayanan kesehatan

1.4. Legalitas Hukum


Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang Praktik Keperawatan
pasal 30 ayat (2) huruf m yang berbunyi “dalam menjalankan tugas sebagai
pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat
berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan kompelementer dan
alternatif” (Undang-Undang Republik Indonesia, 2014). Keterbatasan
pengobatan konvensional menjadi salah satu alasan terapi komplementer dapat
diterapkan untuk mengobati atau menyehatkan masyarakat Indonesia.
Pengembangan terap komplementer dan alternative harus menjadi tanggung
jawab tenaga kesehatan khususnya perawat.

Daftar Pustaka
Agustine, U., Happy, R. E., & Utami, N. W. (2016). Etika Keperawatan dan

4
Keperawatan Profesional. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Asmarani, F. L. (2018). Penurunan Nyeri Akibat Asam Urat Melalui Pemanfaatan
Terapi Komplementer Akupuntur. Jurnak Keperawatan Respati Yogyakarta,
5(2), 373–377.
Cahyadi, A. (2017). Metode hipnoterapi dalam merubah perilaku, 17, 73–82.
Mudayana, A. A. (2014). Peran Aspek Etika Tenaga Medis dalam Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Supplemen Majalah
Kedokteran Andalas, 37, 69–74.
Noviani, W. (2016). Persepsi Mahasiswa Profesi Ners Tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Indonesian Journal of Nursing Practices, 1(1),
30–39.
Nurgiwiati, E. (2015). Terapi Alternatif dan Komplementer dalam Bidang
Keperawatan. Bogor: In Media.
Satria, D. (2013). Complementary and alternative medicine: A fact or promise?
Idea Nursing Journal, IV No. 3.
Teten, W. (2011). Terapi Modalitas, Terapi Komplementer dan Konseling
Keluarga. UNSOED: Jurusan Keperawatan.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 52.
Widyastuti. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200

5
Pertemuan 2.
Dosen : Imroatul Farida, S.Kep., Ns., M.Kep.
Tanggal : September 2018

Konsep Terapi Komplementer

2.1 Pengertian
Terpi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas
atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan
kesehatan (Widyastuti, 2008). Terapi komplementer dan alternatif sebagai
sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem sistem
kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan
cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau
budaya yang ada. Complementary and Alternative Medicine (CAM) merupakan
pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik
tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional (Satria, 2013).
Terapi komplementer dan alternatif merupakan bagian dari praktik
keperawatan (asuhan keperawatan) yang harus berdasarkan fakta ilmiah
(evidence-based practice). Beberapa terapi komplementer yang sudah banyak
diteliti memiliki efek bagi kesehatan manusia diantaranya adalah akupuntur,
bekam, hipnocaring, taichi, dan terapi lainya yang bisa dijadikan pilihan
intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien (intervensi
dalam asuhan keperawatan).

2.2 Tujuan
Tujuan terapi komplementer adalah untuk mengurangi stress, meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, menghindari atau meminimalkan efek samping,
gejala-gejala, dana tau mengontrol serta menyembuhkan penyakit. Terapi

6
komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem–sistem tubuh,
terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat
menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya
mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita
mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang
baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.

2.3 Macam-Macam atau Jenis Terapi Komplementer


1. Nutrisi (Nutritional Therapy)
2. Terapi Herbal (Herbal Therapy)
3. Terapi Psiko-Somatik (Mind-Body Therapy)
4. Terapi Spiritual Berbasis Doa (Spiritual Therapy Based on Paper)
Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine
(NCCAM) pengobatan diatas dapat dikategorikan menjadi 5 yang terkadang
satu jenis pengobatan bisa mencakup beberapa kategori. Sistemnya adalah
sebagai berikut:
1. Alternative Medical System/ Healing System–non medic
terdiri dari Homeopathy, Naturopathy, Ayurveda dan Traditional Chinese
Medicine (selanjutnya disingkat TCM) seven chakras-ayurveda
2. Mind Body Intervention
terdiri atas Meditasi, Autogenics, Relaksasi Progresif, Terapi Kreatif,
Visualisasi Kreatif, Hypnotherapy, Neurolinguistik Programming (NLP),
Brain Gym, dan Bach Flower Remedy.
3. Terapi Biologis
terdiri dari Terapi Herbal, Terapi Nutrisi, Food Combining, Terapi Jus,
Makrobiotik, Terapi Urine, Colon Hydrotherapy.
4. Manipulasi Anggota Tubuh
terdiri atas Pijat/Massage, Aromatherapy, Hydrotherapy, Pilates,
Chiropractic, Yoga, Terapi Craniosacral, Teknik Buteyko.
5. Terapi Energi
terdiri dari Akupunktur, Akupressur, Refleksiologi, Chi Kung, Tai Chi,
Reiki, dan Prana healing.

7
2.4 Jenis Terapi Komplementer yang Dapat di Akses Perawat
Beberapa jenis terapi yang dapat di integrasikan ke dalam pelayanan
konvensional adalah sebagai berikut (Teten, 2011):
1. Akupuntur
Berasal dari Cina. Cara kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai
molekul signal yang berperan sebagai komunikasi antar sel. Salah satu
pelepasan molekul tersebut adalah pelepasan endorphin. Berfungsi
memperbaiki keadaan umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi
konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau
mengurangi efek samping yang timbul akibat dari pengobatan kanker itu
sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue (kelelahan) dan neuropati.
2. Terapi Hiperbarik
• Suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke dalam sebuah ruangan
yang memiliki tekanan udara 2-3 kali lebih besar daripada tekanan udara
atmosfer normal, lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%). Selama
terapi, pasien boleh membaca, minum, atau makan untuk menghindari
trauma pada telinga akibat tingginya tekanan udara. Oksigen bertekanan
tinggi efektif memicu sel dan jaringan rusak memperbaiki diri sendiri
sehingga kerap digunakan untuk memperhalus kulit dan kebugaran tubuh.
Umumnya digunakan untuk pasien-pasien dengan gangren supaya tidak
perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh
3. Terapi Herbal Medik
Terapi dengan menggunakan obat bahan alam yang telah melalui uji
preklinik pada hewan coba, baik terhadap keamanan maupun efektivitasnya.
Berfungsi dalam meningkatkan daya tahan tubuh.

2.5 Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer


Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi
komplementer diantaranya sebagai berikut:

8
1. Konselor
Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan
diskusi apabila pasien membutuhkan informasi ataupun sebelum
mengambil keputusan.
2. Pendidik Kesehatan
Perawat dapat menjadi pendidik di sekolah ataupun instansi keperawatan.
Selain itu, perawat juga dapat memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarganya.
3. Peneliti
Sebagai peneliti perawat berperan melakukan berbagai penelitian yang
dikembangkan dari hasil-hasil evidence-based practice.
4. Pemberi Pelayanan Langsung
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya
dalam praktik pelayanan kesehatan yang terintegrasi khususnya terapi
komplementer.
5. Koordinator
Perawat lebih banyak berinteraksi dengan pasien sehingga peran
Koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat
mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit
manajer terkait.
6. Advokat
Perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan
komplementer yang munkin diberikan termasuk perawatan alternatif.

DAFTAR PUSTAKA
Agustine, U., Happy, R. E., & Utami, N. W. (2016). Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Asmarani, F. L. (2018). Penurunan Nyeri Akibat Asam Urat Melalui Pemanfaatan
Terapi Komplementer Akupuntur. Jurnak Keperawatan Respati Yogyakarta,
5(2), 373–377.
Cahyadi, A. (2017). Metode hipnoterapi dalam merubah perilaku, 17, 73–82.

9
Mudayana, A. A. (2014). Peran Aspek Etika Tenaga Medis dalam Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Supplemen Majalah
Kedokteran Andalas, 37, 69–74.
Noviani, W. (2016). Persepsi Mahasiswa Profesi Ners Tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Indonesian Journal of Nursing Practices, 1(1),
30–39.
Nurgiwiati, E. (2015). Terapi Alternatif dan Komplementer dalam Bidang
Keperawatan. Bogor: In Media.
Satria, D. (2013). Complementary and alternative medicine: A fact or promise?
Idea Nursing Journal, IV No. 3.
Teten, W. (2011). Terapi Modalitas, Terapi Komplementer dan Konseling
Keluarga. UNSOED: Jurusan Keperawatan.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 52.
Widyastuti. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200

10
Pertemuan 3.
Dosen : Yoga Kertapati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom
Tanggal : September 2018

HIPNOTERAPI
3.1 Pengertian Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari bagaimana manfaat dari sugesti (hipnotis) untuk mengatasi
masalah pikiran, perasaan, dan perilaku, dapat juga dikatakan sebagai teknik
terapi pikiran dengan hipnotis (Meissy, 2007 dalam Ismayadi & Nasution,
2014). Hipnoterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan
hipnotis. Hipnotis salah satu cabang ilmu psikologi dengan memberikan
sugesti kepada alam bawah sadar guna utuk mengatasi masalah pikiran,
perasaan, dan perilaku (Susilo & Kemala, 2010 dalam Irianto, Kristiyawati,
& Supriyadi, 2014).
Menurut Cahyadi (2017) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa “hipnoterapi merupakan salah satu terapi psikologis yang diterapkan
oleh terapis (hipnosan) dengan metode hipnosis atau mengunakan sugesti
berupa kata – kata (saran) kepada klien yang langsung menyentuh alam
bawah sadar yakni pada saat tidur trans atau disaat pikiran klien hanya
terfokus pada kata – kata terapis (hipnosan) dengan tujuan menyembuhkan
permasalahan klien (gangguan psikosomatis).

3.2 Manfaat Hipnoterapi


Menurut Cahyadi (2017) dalam penelitiannya menuliskan bahwa
hipnoerapi mempunyai banyak manfaat untuk kehidupan manusia, antara
lain :
1. Manfaat hipnoterapi dalam bidang pendidikan
Salah satu manfaat hipnoterapi dalam dunia pendidikan ialah sebagai
selfconfidence. Hipnoterapi Selfconfidence bis digunakan untuk
membangkitkan kepercayaan diri seseorang dengan cara mensetting pola
pikir baru dan menyingkirkan berbagai bentuk pikiran seperti minder,

11
cemas, gugup, dan ketakutan berinteraksi di depan umum melaui media
audio hipnoterapi.
2. Manfaat hipnoterapi dalam bidang psikologi
Manfaat hipnoterapi dalam bidang psikologi adalah sebagai salah satu
cara untuk mangatasi masalah psikis seperti panik yang terlalu berlebih,
stress, depresi, frustasi, sakit hati dan emosi negatif.
3. Manfaat hipnoterapi dalam bidang kecantikan
Dengan hipnoterapi, weight loss anda bisa dengan mudah mensugesti diri
anda dengan hypnosis self untuk kontrol terhadap pola makan yang
menunjang program diet anda.
4. Manfaat hipnoterapi dalam bidang kesehatan
Dalam bidang kesehatan, hipnoterapi digunakan untuk memotivasi diri
untuk bisa lepas dari penyakit yang diderita. Hipnoterapi Pain adalah
memberikan kenyamanan yang luar biasa, dengan mengurangi rasa
nyeri. Hipnoterapi juga dapat digunakan untuk pecandu rokok agar
terlepas dari jeratan rokok yang telah meracuni tubuh dan otak anda.
5. Manfaat hipnoterapi dalam bidang peningkatan kualitas diri
Digunakan untuk meningkatkan kualitas diri sebagai penghambat
kesuksesan dengan adanya kebiasaan buruk yang selalu kontinyu anda
lakukan.

3.3 Indikasi Hipnoterapi


Gangguan-gangguan yang dapat diitangai dengan hypnosis secara garis
besar dibagi dalam 3 kategori:
1. Gangguan psikomatik
Gangguan yang dialami berupa faktor psikologis yang mempengaruhi
kondisi fisik, jadi gejala yang nampak adalah gejala fisik. Gangguan ini
meliputi sistem kardiovaskuler, pernapasan, endokrin, gastrointestinal
dan genitourinaria. Hipnosis efektif pada beberapa gangguan SSP,
seperti insomnia, nyeri kepala, gagap, tik, dan lain-lain.

12
2. Gangguan psikiatrik
Gangguan yang dialami berupa faktor psikologis yang gejalanya
nampak pada area psikologis. Hipnosis digunakan untuk mengatasi
beragam neurosis konversi, kecemasan, fobia, obsesi-kompulsif, depresi
reaktif atau depresi neurotik, dan neurotik pasca trauma.
3. Kasus-kasus pada bidaang lain, seperti anestesi, nyeri persalinan,
ekstraksi gigi, mengatasi obstipasi atau retensi unrin pasca bedah.

3.4 Kontraindikasi Hipnoterapi


Secara garis besar, kontraindikasi hipnoterapi adalah pada keadaan:
1. Seseorang yang dalam kondisi tidak tenang, gaduh gelisah, misalnya
pada psikosis akut sehingga tidak dapat dilakukan kontak psikis dengan
subjek.
2. Seseorang yang dalam keadaan tidak mengerti apa yang akan dilakukan,
misalnya pada orang imbesil atau dimensia. Pada mereka tidakdapat
dilakukan hipnotis dengan cara apapun.
3. Pada orang yang tidak tahu atau belum mengerti tentang apa yang kita
katakan, sugesti verbal tidak akan berpengaruh pada subjek.
4. Subjek yang memiliki kesulitan dengan kepercayaan dasar seperti pasien
paranoid atau yang memiliki masalah pengendalian seperti obsesi-
kompulsif.
5. Penggunaan hipnosis oleh operator yang tidak terlatih dengan baik.
6. Penggunaan hipnosis untuk tujuan yang tidak baik.

3.5 Efek Samping


Seperti terapi lainnya, hipnoterapi juga dapat menimbulkan efek samping.
Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan diantaranya:
1. Abreaksi.
Abreaksi merupakan suatu keadaan dimana pasien keluar dari rekaman
bawah sadarnya secara serentak. Akibatnya bisa menimbulkan rasa
kekesalan atau kesedihan secara berlebihan, reaksinya pasien bisa tidak

13
terkendali, namun kondisi biasanya tidak berlangsung lama dan bisa
dikendalikan oleh terapis.
2. Pegal – pegal
Jika beban emosi yang dirasakan sudah sangat dalam dan baru dilepaskan
setelah sesi terapi, maka ada kemungkinan setelah terapi selama 1 atau 2
hari kedepan badan akan terasa pegal-pegal. Dan ini adalah hal yang
wajar dan akan hilang dengan sendirinya dan diganti dengan tubuh yang
segar. Rasa pegal-pegal ini terjadi karena semacam tubuh membuang
racun emosi yang selama ini tersimpan di dalam tubuh kita. Namun tidak
semua orang akan mengalami hal ini setelah hipnoterapi.
3. Beberapa klien kadang-kadang mengalami sedikit “hang”.
Misalnya, klien ingin mengambil sendok tetapi yang diambil garpu atau
klien ingin pergi ke dapur tetapi yang dituju naik ke lantai 2. Namun, hal
ini juga merupakan pertanda baik, karena terjadi perubahan di bawah
sadarnya. Oleh karena itu tidak perlu takut dan hal ini juga berlangsung
hanya sebentar. Sekali lagi perlu diingat bahwa tidak semua orang akan
mengalami hal ini setelah diterapi hipnoterapi.

3.6 Mekanisme atau Tahapan


Dalam pelaksanaan hipnoterapi terdapat beberapa tahap yang dijalankan,
yaitu (Cahyadi, 2017) :
a. Preinduction interview
Ini merupakan tahap awal yang semua terapi melakukannya dan
merupakan tahap yang sangat penting dan menentukan hasil terapi yang
akan dilakukan. Terapis akan memerlukan cukup banyak waktu pada
tahap ini. Tahap ini dibagi menjadi 4 langkah:
1) Membangun dan menjaga relasi
Tahap ini dimulai ketika klien menghubungi pertama kali, baik lewat
telepon, SMS, media sosial, maupun bertemu langsung. Cara
menjawab terapis ini yang sangat mempengaruhi persepsi, sikap, dan
ekspetasi klien.

14
2) Mengatasi atau menghilangkan rasa takut
Pada tahap ini terapis perlu meyakinkan klien atau menangani persepsi
takut kien terhadap terapis mengenai hipnosis dan hipnoterapi. Disini
terapis perlu menjelaskan bahwa perannya adalah memberi petunjuk
jalan, dan proses terapi sesungguhnya dilakukan oleh klien sendiri.
3) Membangun ekspetasi
Jangan pernah menjanjikan bahwa dengan bantuan kita klien pasti
sembuh dar masalahnya. Cara yang tepa adalah menceritakan kasus –
kasus yang pernah kita tangani dan berhasil.
4) Menggali dan mengumpulkan informasi
Pada tahap ini, terapis berusaha menggali dan mengumpulkan
sebanyak mungkin informasi mengenai masalah yang dihadapi klien.
Hal yang perlu
diperhatikan adalah terapis harus jujur kepada klien. Apabila masalah
atau sakit yang dialami klien itu disebabkan oleh pikiran
(psikosomatis), hipnoterapis dapat membantu menyelesaikan
masalahnya. Jika penyebab sakitnya adalah fisik, misalnya kepala
pusing karena tekanan darah yang rendah, terapis hendaknya
menganjurkan klien untuk menemui dokter yang memang kompeten
untuk menangani masalah klien tersebut
b. Induction (induksi)
Pada tahap awal induksi seorang klien diberikan sugesti ringan agar
merasa nyaman dan rileks. Teknik ini dilakukan dengan memberikan
sugesti relaksasi tubuh secara menyeluruh agar suyet (klien) dapat benar-
benar masuk ke alam subconciousnya (alfa dan teta) serta menerima
sugesti dengan baik. Sehingga klien masuk kedalam kondisi trance.
Contoh induksi yang diberikan kepada klien:
1) Memejamkan mata
2) Relaksasi tubuh
3) Fraksinasi
4) Menjatuhkan tangan
5) Amnesia

15
6) Sugesti posthipnotik
7) Induksi
c. Deepening
Setelah berhasil membimbing klien masuk kedalam kondisi trance maka
dilakukan tahap deepening, yakni pada saat klien memasuki tidur trans
(tidur hipnosis) digunakan oleh terapis (hipnosan) untuk memberikan
sugesti secara mendalam berupa kata-kata yang membentuk sebuah
keyakinan dalam diri klien.
d. Depth level test (tes kedalaman hipnosis)
Depth level test dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman sugesti
klien memasuki alam bawah sadarnya. Depth level test dapat berupa
sugesti sederhana. Setiap orang memiliki tingkat kedalaman yang berbeda
tergantung dari keadaan, pemahaman, mood, waktu, lingkungan, dan
keahlian sang hipnotis sendiri
e. Termination (terminasi)
Terminasi adalah proses berpindah kembalinya pikiran bawah sadar
(suconcious) ke pikiran sadar (concious). Proses terminasi dilakukan
apabila klien telah siap untuk di bangunkan dari ‘tidur hipnosisnya’.
f. Post hypnotic behaviour (perilaku pasca hipnosis)
Post hypnotic behaviour adalah perilaku atau nilai baru yang didapatkan
oleh seorang klien setelah terbangun dari ‘tidur hipnosis’.

3.7 Aplikasi dan Demonstrasi & SOP Hipnoterapi


HIPNOTERAPI
(HIPNOSIS BIASA)
PROSEDUR NO DOKUMEN NO REVISI: HALAMAN:
TETAP
TANGGAL DITETAPKAN OLEH:
TERBIT

1. PENGERTIAN Hypnotherapy adalah suatu metode


dimana pasien dibimbing untuk
melakukan relaksasi, dimana setelah
kondisi relaksasi dalam ini tercapai maka

16
secara alamiah gerbang pikiran bawah
sadar sesesorang akan terbuka lebar,
sehingga yang bersangkutan cenderung
lebih mudah untuk menerima sugesti
penyembuhan yang diberikan.
2. TUJUAN Saat ini hipnoterapi dapat digunakan
untuk mengatasi masalah – masalah
sebagai berikut:
1. Fisik
2. Masalah Emosi
3. Masalah Perilaku
3. INDIKASI 1. Meningatkan mental klien
(kepercayaan diri, menghilangkan
trauma, mengurangi phobia)
2. Menyembuhkan psikosomatis klien
(alergi, asma)
3. Membantu proses penyembuhan
klien(kanker, aids)
4. KONTRAINDIKASI 1. Seseorang yang dalam kondisi tidak
tenang, gaduh gelisah, misalnya pada
psikosisakut sehingga tidak dapat
dilakukan kontak psikis dengan
subjek.
2. Seseorang yang dalam keadaan tidak
mengerti apa yang akan dilakukan,
misalnya pada orang imbesil atau dim
ensia. Pada mereka tidakdapat dilakuk
an hipnotis dengan cara apapun.
3. Pada orang yang tidak tahu atau belum
mengerti tentang apa yang kita
katakan,sugesti verbal tidak akan
berpengaruh pada subjek.

17
4. Subjek yang memiliki kesulitan
dengan kepercayaan dasar seperti
pasien paranoidatau yang memiliki
masalah pengendalian seperti obsesi-
kompulsif.
5. Penggunaan hipnosis oleh operator
yang tidak terlatih dengan baik.
6. Penggunaan hipnosis untuk tujuan
yang tidak baik.
5. PERSIAPAN PASIEN 1. Pasien sebagai subjek.
2. Terapis sebagai fasislitator
3. Bersedia dengan sukarela.
4. Memiliki kemampuan untuk fokus
5. Memahami komunikasi verbal.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Kursi
2. Bantal jika diperlukan
7. CARA KERJA
A. Pre induction
1. Klien dan penghipnotis memperkenalkan diri
2. Menganjurkan klien untuk menceritakan keluhan yang sedang dialami
3. Memberikan berbagai pemecahan masalah yang dapat diambil
4. Menjelaskan hipnoterapi secara singkat, jelas, dan mudah dipahami
5. Meminta persetujuan klien dan memberikan inform consent pada klien
untuk dilakukan hipnoterapi
6. Melakukan tes subjektifitas
a. Anjurkan klien duduk dengan nyaman
b. Mengajarkan klien tarik napas dalam
c. Menganjurkan klien untuk melakukan hand clasp test yaitu dengan
meminta subjek menangkupkan kedua tangan, kemudian
merekatkan kedua jari telunjuk dan sugestikan bahwa pada kedua
telunjuk terdapat lem yang akan merekatkan jari telunjuk tersebut.
Sugestikan bahwa semakin klien ingin memisahkan telunjuknya

18
maka jari telunjuknya akan semakin lengket. Selanjutnya minta
klien untuk menyatakan apakah jarinya semakin lengket atau tidak.
d. Anjurkan klien untuk rileks dan menarik napas dalam
e. Lepaskan jari tangan tersebut.
B. Induction
1. Pada tahap induksi hypnotherapist harus mahir dalam menyusun variasi
kalimat Pacing–Leading (Physical mirroring yaitu pencerminan fisik,
Match the voice yaitu penyelarasan kualitas suara, Match the breathing
yaitu penyelarasan irama nafas, Match the size of the pieces of
information yaitu penyelarasan pengelompokan informasi, Match their
common experience yaitu penyelarasan pengalaman umum)
2. Posisikan klien lebih rileks lagi dari Normal State ke Hypnosis State
(suasana sangat rileks dan sugestif)
3. Latih klien untuk nafas dalam lagi untuk merilekskan tubuh dan pikiran
klien
4. Bawa klien pada satu titik focus atau tanamkan sugesti yang
berkebalikan pada masalah klien (contoh kalimat “sekarang lihat telapak
tangan saya, bayangkan bahwa ditelapak tangan ini ada rokok dan rokok
ini digantikan dengan petis/makanan yang tidak disukai oleh klien”)
5. Pastikan klien sudah pada posisi yang benar-benar focus dan rileks
6. Apabila sudah, tepuk kedua tangan hypnoterapist secara cepat dan keras
C. Deepening dan dept level test
4.1 Pada tahap Deepening hypnotherapist akan membimbing klien untuk
berimajinasi melakukan suatu kegiatan atau berada di suatu tempat yang
mudah dirasakan oleh subjek untuk memasuki trance level yang lebih
dalam.
4.2 Pastikan bahwa klien hanya mendengarkan suara hypnotherapist dengan
memegang tubuh klien dan memberikan perintah untuk mendengarkan
suara hypnotherapist saja.
4.3 Pastikan bahwa klien mengerti perintah yang diberikan oleh
hypnotherapist dengan memerintahkan klien untuk menggerakkan
bagian tubuhnya.

19
4.4 Bimbing klien untuk berimajinasi ke suatu tempat yang nyaman untuk
klien dengan menggunakan 5 tahap.
a. Lima, perintahkan agar tubuh dan pikiran anda memasuki relaksasi
lebih dalam, total, semakin tenang, semakin lelap.
b. Empat, biarkan tubuh dan pikiran anda memasuki tidur yang lebih
dalam lagi, bahkan saat ini anda dapat membayangkan berada di
suatu tempat lain yang menurut anda adalah tempat yang nyaman,
tempat yang indah, dimanapun itu, buatlah semakin jelas, semakin
riel, semakin nyata, bahkan anda dapat merasakan detailnya,
emosinya.
c. Tiga, semakin lelap, lebih dalam lagi, rasakan tubuh anda semakin
ringan, bahkan anda dapat melupakannya.
d. Dua, masuki tidur lelap berkali lipat lebih dalam, dan rasakan
suasana menjadi sangat hening, bahkan anda benar-benar tidak
menghiraukan suara apapun juga, begitu tenang, fisik anda terlelap,
fikiran anda bersitirahat, bahkan seluruh panca-indra anda benar-
benar beristirahat.
e. Satu, silakan nikmati relaksasi yang sangat luar biasa ini, silakan
anda membayangkan diri anda di suatu tempat yang nyaman dan
indah, dan saat yang sama biarkan fisik dan pikiran anda beristirahat
total, nyaman, tenang, damai.
D. Suggestion
1. Sampaikan pada klien untuk merilekskan seluruh tubuhnya hingga
merasa rileks dan nyaman.
2. Setelah pasien sudah merasa nyaman mulailah dengan rangkaian kata
menjadi kalimat yang indah dan mudah difahami klien
3. Kemudian Sampaikan sugesti dengan rangkaian kata yang sudah biasa
di dengar, agar pasien akan mudah memahami dan mudah
mengimajinasikannya seperti “bayangkan oleh anda bahwa anda sedang
berada di tempat yang paling nyaman” dengan kalimat ini si pasien pasti
dapat dengan mudah membayangkannya, karena bahasa tersebut sudah
biasa di dengar dan di lakukan.

20
4. Tegaskan ke klien untuk memfokuskan hanya pada perkataan terapis.
Contoh “dengarkan kata-kata saya, jika anda menemui rokok anda
membayangkan roko adalah petis. Sesuatu yang menjijikan”.
5. Kata-kata tersebut diulang beberapa kali sampai klien benar-benar
memahami
6. Berikan reinforcement positif pada klien

E. Termination
1. Kaji respon klien
Membangun sugesti positif yang akan membuat tubuh seorang Client
lebih segar dan rileks, kemudian diikuti dengan proses hitungan
beberapa detik untuk membawa Client ke kondisi normal kembali.
Contoh: “Kita akan mengakhiri sesi Hypnotherapy ini … saya akan
menghitung dari 1 sampai dengan 5, dan tepat pada hitungan ke-5 nanti,
silakan anda bangun dalam keadaan sehat dan segar, dst.
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan reinforcement positif
4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik.
8. HASIL
Dokumentasikan tindakan:
1. Respon responden selama Hypnosis (respon subyektif dan obyektif).
2. Tanggal dan waktu pelaksaan tindakan.
3. Nama dan paraf peneliti.
9. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Klien bersedia untuk dilakukan hypnosis
2. Pastikan klien benar-benar focus saat dilakukannya hypnosis
Sumber : Fakultas Keperawatan, Universitas Jember

21
3.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien yang Diberikan Terapi Hipnoterapi
1. Teori Florence Nightingle
Model konsep teori Florence Nightingle yaitu klien dipandang dalam
kontak lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari:
a. Lingkungan fisik, yang terdiri dari ventilasi dan udara.
b. Lingkungan psikososial, yang bertujuan untuk membantu klien
dalam mempertahankan emosinya.
c. Lingkungan sosial, dalam hal ini perawat harus menggunakan
kemmapuan observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus
secara spesifik lebih dari sekedar kata-kata pasien pada
umumnya.
Dalam hal ini, teori Florence Nightengle dapat digunakan dalam aplikasi
hipnoterapi karena dilihat dari lingkungan psikososial. Bukan hanya
melihat klien tetapi harus memperlihatkan lingkungan psikososial klien.
2. Teori Orem
Suatu pelaksanaan kegaiatan yang dilakukan oleh individu sendiri untuk
memenuhi kebutuhan yang mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan
kesejahteraannya sesuai dengan keadaan baik sehat maupun sakit.
Teori Orem memiliki 3 teori:
a. Self care
Upaya tuntutan pelayanan diri yang sesuai dengan kebutuhan.
Penekanan teori self care:
1) Pemeliharaan intake udara
2) Pemeliharaan intake air
3) Pemeliharaan intake makanan
4) Mempertahankan hubungan perawatan proses eliminasi dan
ekskresi
5) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
6) Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi
sosial.
7) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok sosial sesuai dengan potensinya.

22
b. Self care deficit
Teori ini diterapkan apabila:
1) Anak belum dewasa.
2) Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan.
3) Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tetapi diprediksi
untuk masa yang akan datang, kemungkinan terjadi
penurunan kemampuan dan peningkatan kebutuhan.
c. Nursing system
Dalam nursing system ditentukan atau direncanakan berdasarkan
kebutuhan “self care”.
Klasifikasi nursing system:
1) The wholly compensatory system atau bantuan secara
keseluruhan.
2) The partly compensatory system atau bantuan sebagian.
3) The supportive-educative system atau dukungan pendidikan
dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya untuk dipelajari,
agar mampu melakukan perawatan mandiri.
4) Metode bantuan, dalam metode bantuan ini memliki 4 cara
yaitu acting atau melakukan sesuatu untuk klien,
mengajarkan klien, mengarahkan klien dan mensupport klien.

Fokus asuhan keperawatan pada model Orem yang diterapkan


pada praktek keperawatan keluarga atau komunitas adalah:

1) Aspek interpersonal, yaitu hubungan didalam keluarga.


2) Aspek sosial, yaitu hubungan keluarga dengan masyarakat di
sekitarnya.
3) Aspek prosedural, yaitu melatih ketrampilan dasar keluarga
sehingga mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi.
4) Aspek teknis, yaitu mngajarkan kepada keluarga tentang teknik
dasar yang dilakukan di rumah.

23
Dalam melakukan hipnoterapi menurut teori Orem, dengan self care,
bantuan cara mengajar, mengarahkan dan mensupport klien sangat
dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKAAgustine, U., Happy, R. E., & Utami, N. W. (2016). Etika


Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI.
Asmarani, F. L. (2018). Penurunan Nyeri Akibat Asam Urat Melalui Pemanfaatan
Terapi Komplementer Akupuntur. Jurnak Keperawatan Respati Yogyakarta,
5(2), 373–377.
Cahyadi, A. (2017). Metode hipnoterapi dalam merubah perilaku, 17, 73–82.
Mudayana, A. A. (2014). Peran Aspek Etika Tenaga Medis dalam Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Supplemen Majalah
Kedokteran Andalas, 37, 69–74.
Noviani, W. (2016). Persepsi Mahasiswa Profesi Ners Tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Indonesian Journal of Nursing Practices, 1(1),
30–39.
Nurgiwiati, E. (2015). Terapi Alternatif dan Komplementer dalam Bidang
Keperawatan. Bogor: In Media.
Satria, D. (2013). Complementary and alternative medicine: A fact or promise?
Idea Nursing Journal, IV No. 3.
Teten, W. (2011). Terapi Modalitas, Terapi Komplementer dan Konseling
Keluarga. UNSOED: Jurusan Keperawatan.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 52.
Widyastuti. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200

24
Pertemuan 4.
Dosen : Yoga Kertapati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom
Tanggal : September 2018

Terapi Zone
4.1 Pengertian
Akupuntur adalah teknik pengobatan dengan cara menusukkan
jarum. Dalam Bahasa Cina disebut Cen Jiu. Akupuntur adalah ilmu dan seni
pengobatan timur dengan penusukan jarum akupuntur, pada daerah khusus
di permukaan tubuh, dengan tujuan utama menjaga keseimbangan
bioenergy dalam tubuh manusia (Asmarani, 2018)
Akupunktur adalah memasukan jarum ke dalam tubuh melalui titik
khusus secara anatomis sesuai dengan keluhan. Pengobatan ini berasal dari
china semenjak 2000 tahun yang lalu dan berkembang secara popular di
Amerika Serikat sekitar 20 tahun yang lalu, ddi gunakan oleh para ahli
anastesi, penyakit syaraf, perawat, kedokteran fisik. Terapi ini bertujuan
untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi rasa sakit (Nurgiwiati,
2015).

4.2 Manfaat Akupuntur


1. Akupuntur bekerja untuk menghilangkan penyebab nyeri punggung
kronis rendah, arthritis dan nyeri lainnya. Pasien oleh karena itu dapat
mengalami kesehatan fisik secara keseluruhan dan penyembuhan alami.
2. Dapat mengatasi seseorang yang menderita gangguan insomnia dan
tidur.
3. Akupuntur dapat mengatasi seseorang yang kecanduan alcohol, rokok,
dan narkoba.
4. Salah satu manfaat terbaik akupuntur adalah memberikan sebuah
holistic pengobatan. Akupuntur menangani semua masalah. Needling
titik akupuntur membantu dalam menghilangkan semua kemungkinan
penyebab penyakit tertentu dan menyembuhkan secara efektif.
5. Akupuntur dapat mengatasi stress dan lega dari rasa cemas.

25
6. Akupuntur memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan
sirkulasi darah. Oleh karena itu, dapat membantu mencegah penyakit.
7. Akupuntur dapat mengatasi masalah sakit kepala biasa dan migraine.

4.3 Indikasi
WHO menetapkan indikasi pengobatan akupunktur sebagai berikut:
1. Saluran napas, berbagai radang yang ditujukan untuk mengatasi kondisi
alergi dan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Mata, kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot serta
refraksi.
3. Mulut, untuk penanggulangan nyeri dalam pencabutan dan peradangan
kronis.
4. Saluran makanan dan lambung, berbagai kelainan fungsional yaitu otot,
ekskresi asam lambung, nyeri dan keradangan.
5. Saraf, otot, dan tulang, yaitu problem nyeri, kelemahan dan kelumpuhan
serta keradangan persendian.

4.4 Kontraindikasi
WHO juga menetapkan kontra indikasi pengobatan akupunktur sebagai
berikut:
1. Penderita dalam keadaan hamil
2. Penderita memakai pacu jantung
3. Menusuk dekat daerah tumor ganas
4. Menusuk pada kulit yang sedang meradang

4.5 Efek Samping Akupuntur


1. Efek Positif, pasien akan mendapatkan beberapa efek samping
akupuntur yaitu:
a. Rasa nyeri berkurang
b. Daya tahan tubuh meningkat
c. Produksi hormone dapat dikendalikan
d. Kulit dan selaput lendir menjadi peka

26
e. Sirkulasi darah meningkat
f. Otot yang kaku dapat terelaksasikan sempurna

2. Efek Negatif
Pada umumya, terapi akupuntur atau tusuk jarum tidak memiliki
efek samping yang berbahaya. Pada saat jarum ditusukkan ke kulit, rasa
nyeri yang ditimbulkan tidak terlalu mengganggu. Rasa nyeri, ngilu atau
pegal yang ditimbulkan dikatakan sebagai tanda terangsangnya sistem
syaraf pasien. Kecil sekali kemungkinan adanya pendarahan, terkecuali
bagi mereka yang memang mengalami kelainan pada hemoglobin darah.
Bahaya infeksi yang kemungkinan timbul, dapat diminimalisir
dengan penggunaan jarum sekali pakai. Beberapa penelitian juga tidak
menemukan adanya bahaya yang dapat timbul berkenaan dengan
penggunaan jarum atau terapi ini. Setidaknya, fakta ini menunjukkan
bahwa efek samping akupuntur yang berbahaya, yang selama ini
dpertanyakan, tidak terbukti.

4.6 Jenis Akupuntur


Jenis akupuntur atau tusuk jarum secara umum dibagi menjadi 2 kategori,
yakni:
a. Akupuntur medis, digunakan untuk mengobati penyakit umum seperti
gangguan pencernaan, rematik, artritis, gangguan hormonal, migraine,
insomnia, keseleo, salah urat, sakit pinggang, strike, asam urat, liver,
gangguan seksualitas dan lain-lain.
b. Akupuntur kecantikan atau kosmetik, dikhususkan untuk menaikkan
atau menurunkan berat badan, menghilangkan jerawat dan flek hitam,
mengurangi kerutan di wajah, mengobati kebotakan atau kerontokkan
rambut dan sebagainya.

4.7 Mekanisme atau Tahapan Akupuntur


Mekanisme kerja akupunktur dalam penyembuhan diuraikan sebagai
berikut, titik akupunktur yang jumlahnya kurang lebih 720 titik yang

27
merupakan daerah kulit yang banyak mengandung banyak serabut-serabut
syaraf. Stimulasi pada titik akupunktur akan merangsang syaraf di titik
tersebut dan akan mempengaruhi berbagai neurotransmitter (Zat Kimiawi
Otak) serta perubahan biofisika. Zat kimiawi otak inilah yang di percaya
mampu menjaga keseimbangan fisiologik tubuh dalam keadaan sehat
maupun stress serta meninggikan imunitas dan resistensi (kekebalan dan
perlawanan) tubuh terhadap penyakit. Efek penusukan terjadi melalui
hantaran saraf dan melalui humoral atau endokrin. Secara umum efek
penusukan jarum terbagi atas efek lokal, efek segmental dan efek sentral:
a. Efek lokal.
Penusukan jarum akan menimbulkan perlukaan mikro pada jaringan.
Hal ini menyebabkan pelepasan hormon jaringan (mediator) dan
menimbulkan reaksi rantai biokimiawi. Efek yang terjadi secara lokal
meliputi dilatasi kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, perubahan
lingkungan interstisial, stimulasi nosiseptor, aktivasi respons imun
nonspesifik, dan penarikan leukosit dan sel Langerhans. Reaksi lokal ini
dapat dilihat sebagai kemerahan pada daerah penusukan.
b. Efek segmental atau regional
Tindakan akupunktur akan merangsang serabut saraf Aδ dan
rangsangan itu akan diteruskan ke segmen medula spinalis bersangkutan
dan ke sel saraf lainnya, dengan demikian mempengaruhi segmen
medula spinalis yang berdekatan.
c. Efek sentral.
Rangsang yang sampai pada medula spinalis diteruskan pula ke susunan
saraf pusat melalui jalur batang otak, substansia grisea, hipotalamus,
talamus dan cerebrum. Dengan demikian maka penusukan akupunktur
yang merupakan tindakan invasif mikro akan dapat menghilangkan
gejala nyeri yang ada, mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh,
sehingga memulihkan homeostasis.

28
4.8 Meridian Akupuntur
Meridian adalah jalur lalu lintas energi dalam tubuh. Dan
sebagaimana lalu lintas, pada meridian ada jalur/jalan, ada hambatan, ada
persimpangan, ada titik awal, ada titik akhir dan sebagainya. Jika jalan
energi pada meridian lancar, maka akan tercipta keharmonisan dalam tubuh,
dan tubuh kita mampu melawan penyakit, sebaliknya jika terjadi hambatan
pada meridian maka akan muncul gangguan kesehatan. Yang membedakan
meridian dengan jaringan lain dalam tubuh adalah jaringan darah dan syaraf
dapat terlihat oleh mata, sedangkan jaringan meridian tidak terlihat
walaupun nyata. Dalam ilmu kedokteran modern, rahasia teori jalur energi
meridian ini masih belum terungkap karena saat ini belum ada alat yang bisa
mendeteksinya, akan tetapi teori ini sudah dibuktikan manfaatnya selama
ribuan tahun. Fenomena teori meridian mungkin sama dengan keberadaan
nyawa pada mahluk hidup. Keberadaan nyawa sangat penting bagi
kehidupan tapi belum ada yang bisa mengungkap rahasia keberadaannya.
Jadi Keberadaan meridian belum dapat dibuktikan secara fisik menurut ilmu
kedokteran, walaupun riset telah menunjukkan bagaimana transmisi dari
informasi dari chi dapat berhubungan di bagian-bagian internal manusia. Di
dalam jalur meridian mengalir 2 macam arus energi yaitu energi "Yang"
(positif, panas) dan energi "Ying" (negatif, dingin). Manusia atau bagian
tubuh manusia akan sehat apabila arus energi yang melalui meridian
terdapat keseimbangan antara arus energi "Yang" dan arus energi "Ying".
Kalau "Yang" dan "Ying" tidak seimbang maka manusia akan terganggu
kesehatannya atau sakit. Kelebihan energi "Yang" akan menimbulkan
gangguan atau sakit dengan gejala kelebihan energi misalnya panas, kejang-
kejang, rasa nyeri. Kelebihan energi "Ying" atau kekurangan energi "Yang"
akan menimbulkan gangguan atau sakit yang ditandai dengan gejala
kekurangan energi misalnya dingin, lumpuh, baal/mati rasa/anaesthesia. Di
titik-titik tertentu pada meridian terdapat pusat kontrol yang mengatur arus
energi "Yang" dan "Ying" untuk suatu bagian tubuh atau organ tertentu.
Titik inilah titik yang dikenal sebagai titik akupunktur. Apabila terdapat
kelebihan energi "Yang" di suatu bagian tubuh atau organ tertentu maka

29
sinshe akan menusuk titik akupunktur untuk menghambat aliran energi
"Yang" sehingga tercapai keseimbangan antara energi "Yang" dan "Ying".
Apabila terdapat kelebihan energi "Ying" atau dengan kata lain kekurangan
energi "Yang" maka sinshe akan menusuk titik akupunktur lalu memutar-
mutar jarum akupunktur untuk merangsang energi "Yang" sehingga tercapai
keseimbangan antara energi "Yang" dan "Ying". Jadi yang dilakukan pada
akupunktur adalah merangsang atau menghambat energi "Yang".

4.9 Aplikasi atau Demonstrasi & SOP Akupuntur


1. Tahap Persiapan
a. Persiapan Alat: Jarum akupunktur
b. Persiapan Klien
1) Memberi salam dan memperkenalkan diri
2) Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan
3) Meminta pengunjung atau keluarga menunggu di luar
c. Persiapan Lingkungan
1) Menutup pintu atau memasang sampiran
2) Letakkan alat yang mudah dijangkau
2. Tahap Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan (handscoone)
3) Mendiagnosa pasien dengan 4 cara pemeriksanaan yaitu: Wang
(pengamatan), Wen (pendengaran dan penghiduan), Wun
(wawancara) dan Cie (perabaan).
4) Menentukan sebuah penyakit terdapat pada meridian ataukah organ
(melihat dari shen pasien). Pengamatan terhadap shen tidak berdiri
sendiri dan harus didukung oleh data yang lain, misalnya pada
perabaan (cie) denyut nadi apakah sifat nadinya bersifat superfisial
(mengambang) ataukah tenggelam dan sebagainya.
5) Setelah mengetahui tempat penyakit berada, buka pakaian pada
bagian yang akan diperiksa untuk menentukan titik- titik yang akan
ditusuk akupunktur.

30
6) Jika Sindromnya adalah Meridian maka titik yang dipilih adalah
Titik Luo dan Titik Shu dari U-Shu. Contoh: Jika yang terkena
adalah pada bagian Meridian Taiyin Tangan Paru, maka yang
ditusuk adalah Titik Lieque (LU 7) dan Titik Taiyuan (LU 9). Jika
yang terkena adalah pada bagian Meridian Yangming Kaki
Lambung, maka yang ditusuk adalah Titik Fenglung (ST 40) dan
Titik Xiangu (ST 43).
7) Jika Sindromnya adalah Organ, maka perlu dibagi lagi menjadi dua,
apakah Organ Cang (Padat) atau Organ Fu (Berongga). Untuk Organ
Cang, titik yang ditusuk adalah Titik Yuan dan Titik Shu Belakang.
Contoh: Organ Paru, maka yang ditusuk adalah Titik Taiyuan (LU
9) dan Titik Feishu (BL 13). Untuk Organ Fu, titik yang ditusuk
adalah Titik Mu Depan dan Titik He Bawah. Contoh: Organ
Lambung, maka yang ditusuk adalah Titik Zhongwan (CV 12) dan
Titik Zusanli (ST 36).
8) Kemudian lakukan manipulasi titik. Manipulasi titik adalah teknik
melakukan sedasi atau tonifikasi terhadap titik yang ditusuk
Kaidahnya, jika sindrom bersifat ekses maka teknik manipulasinya
bersifat sedasi dan jika sindrom bersifat defisien maka
manipulasinya bersifat tonifikasi. Salah satu cara manipulasi yang
digunakan adalah denga teknik Bing Xie-Bing Bu.
a. Teknik Bing Xie adalah Teknik Sedasi. Dilakukan dengan cara:
Setelah De Qi, jarum ditusuk dengan perlahan, setelah
manipulasi pemutaran setiap 5 menit (lama penusukan biasanya
di atas 10 menit) lalu diangkat dengan cepat. Pemutaran
dilakukan dengan amplitudo (putaran) panjang dengan cepat.
b. Teknik Bing Bu adalah Teknik Tonifikasi. Dilakukan dengan
cara: Setelah De Qi, jarum ditusuk dengan cepat, setelah
manipulasi pemutaran setiap 5 menit (biasanya lama penusukan
di bawah 10 menit) lalu diangkat dengan perlahan. Pemutaran
dilakukan dengan amplitudo (putaran) pendek dan lambat.

31
DAFTAR PUSTAKA
Agustine, U., Happy, R. E., & Utami, N. W. (2016). Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Asmarani, F. L. (2018). Penurunan Nyeri Akibat Asam Urat Melalui Pemanfaatan
Terapi Komplementer Akupuntur. Jurnak Keperawatan Respati Yogyakarta,
5(2), 373–377.
Cahyadi, A. (2017). Metode hipnoterapi dalam merubah perilaku, 17, 73–82.
Mudayana, A. A. (2014). Peran Aspek Etika Tenaga Medis dalam Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Supplemen Majalah
Kedokteran Andalas, 37, 69–74.
Noviani, W. (2016). Persepsi Mahasiswa Profesi Ners Tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Indonesian Journal of Nursing Practices, 1(1),
30–39.
Nurgiwiati, E. (2015). Terapi Alternatif dan Komplementer dalam Bidang
Keperawatan. Bogor: In Media.
Satria, D. (2013). Complementary and alternative medicine: A fact or promise?
Idea Nursing Journal, IV No. 3.
Teten, W. (2011). Terapi Modalitas, Terapi Komplementer dan Konseling
Keluarga. UNSOED: Jurusan Keperawatan.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 52.
Widyastuti. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200

32
33
Pertemuan 5.
Dosen :
Tanggal : 2018

Hiperbarik Oksigen
5.1 Pengertian
Terapi oksigen hiperbarik merupakan pengobatan dimana pasien
menghirup 100% oksigen murni di dalam ruang udaea yang bertekanan
tinggi secara berkala. Tekanan yang diberikan adalah lebih besar dari
pada 1 ATA (atmosfir absolut) (gill dan bell, 2004; hariyanto et al,
2009). Terapi oksigen hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi utama
maupun adjuvant untuk berbagai masalah kesehatan.

5.2 Manfaat
1. Menormalkan jaringan hipoksia dan anoksia.
2. Vasokonstriksi arteri.
3. Meningkatkan viabilitas sel dan jaringan.
4. Meningkatkan kemampuan lekosit membunuh
5. kuman.
5. Neovaskularisasi dan proliferasi.
6. Bakteriostatik kuman aerob.
7. Bakterisida kuman anaerob.
8. Penyakit dekompresi.

5.3 Indikasi
1. Dekompresi
2. Emboli udara
3. Intoksikasi gas
4. Pengobatan untuk infeksi
5. Bedah plastik dan rekonstruksi
6. Traumalogi
7. Ortopedi

34
8. Penyakit kardiovaskuler
9. Penyakit vaskuler perifer
10. Neurologi
11. Hematologi
12. Ophtamologi
13. Gastrointestinal
14. Merangsang radiosensivitas
15. Oto-rhino-laryngologi
16. Penyakit paru
17. Endokrin
18. Obstetric
19. Asfiksia
20. Membantu rehabilitasi

5.4 Kontraindikasi
A. Absolut
Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum
dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat
dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi pneumothorax tersebut
(LAKESLA, 2009).
Keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatik
akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik untuk
pengobatan dan termasuk kontraindikasi absolut, itulah anggapan
orang-orang selama bertahun-tahun. Namun penelitian-penelitian
yang dikerjakan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sel-sel ganas
tidak tumbuh lebih cepat dalam suasana oksigen hiperbarik.
Penderita keganasan yang diobati dengan oksigen hiperbarik
biasanya secara bersama-sama juga menerima terapi radiasi atau
kemoterapi (LAKESLA, 2009).
Kehamilan juga merupakan kontraindikasi absolut karena
tekanan parsial oksigen yang tinggi berhubungan dengan penutupan
patent ductus arteriosus, sehingga secara teoritis pada bayi prematur

35
dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun pada penelitian lebih
lanjut menunjukkan bahwa komplikasi ini nampaknya tidak terjadi
(LAKESLA, 2009).
B. Relatif
Beberapa kondisi yang memerlukan perhatian jika akan melakukan
terapi hiperbarik, tetapi bukan merupakan kontraindikasi absolut
adalah:

a) Infeksi saluran napas bagian atas


b) Sinusitis kronis
c) Penyakit kejang
d) Emfisema yang disertai retensi CO2
e) Panas tinggi yang tidak terkontrol
f) Riwayat pneumothorax spontan
g) Riwayat operasi dada
h) Riwayat operasi telinga
i) Infeksi virus
j) Spherositosis kongenital
k) Riwayat neuritis optic
l) Kerusakan paru asimptomatik yang ditentukan pada penerangan
atau pemotretan dengan sinar X (LAKESLA, 2009).

5.5 Efek Samping


a) Mual
b) Muntah
c) Pusing
d) Karacunan
e) Kerusakan paru-paru
f) Kebocoran atau keluarnya cairan dari telinga bagian dalam
g) Kerusakan di bagian sinus
h) Perubahan penglihatan, menyebabkan rabun jauh atau myopia
i) Keracunan oksigen. Ini bisa berakibat pada kegagalan pernapasan,
cairan di paru-paru, atau kejang

36
5.6 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memulai Terapi HBO
1. Anamnese kesehatan
2. Valsava
3. Barang2 yg dilarang
4. Pakaian
5. Edukasi ttg tohb
6. Orientasikan
7. Medical lock berfungsi dengan baik
8. Perlengkapan pasien
 Pakaian khusus pasien (catton 100 %)
 Sandal
 Dan mengingatkan larangan membawa benda yg dapat
menimbulkan kebakaran
9. Perlengkapan tender
 Pakaian khusus pasien (catton 100 %)
 Sandal
10. Hal yg perlu diperhatikan tender :
 Masker
 Urinal, bengkok, selimut
 Medical kit
 Medical lock berfungsi dengan baik
 Air minum, permen
 Jumlah pasien
 Embarkasi pasien

5.7 Mekanisme atau Tahapan Terapi HBO


Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) pada kasus klinis memakai tabel
Kindwall modifikasi Guritno dengan tekanan 2,4 ATA selama 3 x 30
menit hisap O2 100% yang diselingi hisap udara 5 menit.

37
5.8 Komplikasi
Oksigen hiperbarik relatif aman walaupun ada beberapa resiko yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan dan hiperoksia. Efek yang paling
sering adalah myopia yang progresif dan reversible yang disebabkan
karena deformasi fisik lensa. Toksisitas pada CNS berupa kejang
mungkin terjadi dan telah dibuktikan oleh Paul Bert pada tahun 1878.
Barotrauma sinus dan middle ear dapat dicegah dengan ekualisasi
tekanan atau menggunakan tympanostomy tubes dan otitis media dapat
dicegah dengan pseudoephedrine. Barotrauma telinga dalam jaran g
terjadi tetapi ruptur pada timpani dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran yang permanen, tinnitus dan vertigo. Barotrauma paru dan
penumothorax jarang terjadi, terutama disebabkan sebelumnya ada
riwayat penyakit paru. Selain itu efek samping psikologis seperti
claustrophobia sering terjadi (Bell et al, 2004).

5.9 HBO dalam Asuhan Keperawatan

38
1. Pengkajian
1. Identitas :
Nama, alamat, lahir, pekerjaan, pendidikan, dsb
2. Keluhan utama :
 DCS
 Klinis
 Kebugaran
3. Riwayat Penyakit Sekarang
 DCS (Penyelaman dilakukan dimana, dikedalaman berapa,
pasien menunjukkan gejala pada kedalaman brp, pingsan
berapa lama, menyelaman menggunakan apa, dan
pertolongan apa yang sdh dilakukan)
 Klinis : Riwayat penyakit s/d dilakukan terapi HBO
 Kebugaran
4. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
 Penulusuran terhadap bbrp penyakit yang menjadi kontra
indikasi terapi HBO
5. Pemeriksaan Fisik
 Observasi TTV.
Mencakup suhu, detak jantung, tekanan darah, suara paru-
paru, uji otoscopic dan gula darah pada semua penderita
IDDM
 Kepala, Mata, Telinga, Hidung dan Tenggorokan
 Neurologis
 Pernafasan
 Kardiovaskuler
 Pencernaan
 Perkemihan
 Musculoskeletal
 Integumen
6. Pengkajian Pra OHB

39
 Observasi TTV.
 Ambang demam.
 Evaluasi tanda-tanda pilek atau flu (batuk, demam, sakit
tenggorokan, pilek, mual, diare, malaise).
 Auskultasi paru-paru
 Lakukan uji gula darah pada pasien dengan IDDM.
 Observasi cedera orthopedic umum dalam luka trauma.
 Tes pada pasien keracunan CO/ Oksigen.
 Uji ketajaman penglihatan.
 Mengkaji tingkat nyeri
 Penilaian status nutrisi terutama pada pasien dengan DM
dengan pengobatan atau insulin
7. Ada zat dan barang-barang pribadi dilarang di ruang hiperbaric.
 Semua zat yang mengandung minyak atau alkohol (yaitu,
kosmetik, hair spray, cat kuku, deodoran, lotion, cologne,
parfum, salep)
 Pasien harus melepas semua perhiasan, cincin, jam tangan,
kalung, sisir rambut, dll Sebelum memasuki ruangan
 Lensa kontak harus dilepas sebelum memasuki ruang
 Alat bantu dengar harus dilepas
 Menggunakan pakaian berbahan katun 100%
 Untuk antisipasi claustrophobia, premedikasi dengan obat
anti-kecemasan (Valium, Ativan) diberikan sedikitnya 30
menit sebelum memulai pengobatan
8. Pengkajian Intra HBO
 Mengamati tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan
oksigen dan komplikasi/efek samping ditemui dalam
HBOT.
 Mendorong pasien untuk menggunakan teknik atau
kombinasi teknik yang paling efektif atau nyaman.

40
 Pasien perlu diingatkan bahwa manuver Valsava hanya
untuk digunakan selama dekompresi dan mereka perlu
bernapas normal selama terapi (tidak menahan napas).
 Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang,
hentikan dekompresi hingga nyeri reda. Jika nyeri ringan
sampai sedang tidak lega, pasien harus dikeluarkan dari
ruang dan diperiksa oleh dokter THT.
 Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas
secara normal (jangan menelan udara) dan menghindari
makan besar atau makanan yang memproduksi gas atau
minum sebelum perawatan.
 Pantau adanya claustrophobia, untuk mencegah atau
mengurangi efek dari claustrophobia gunakan media
seperti TV, film, buku-buku, kaset tape, atau
perawat/anggota keluarga duduk di sisi ruangan.
 Monitor pasien selama dekompresi terutama selama
dekompresi darurat untuk tanda-tanda pneumotoraks
tersebut.
 Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda
hypoglycemia
9. Pengkajian Pasca HBO
 Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, uji ontologis
harus dilakukan.
 Tes gula darah pada pasien IDDM.
 Pasien dengan iskemia trauma akut, sindrom
kompartemen, nekrosis dan pasca implantasi harus
dilakukan penilaian status neurovaskular dan luka.
 Pasien dengan keracunan CO mungkin memerlukan tes
psicyometri atau tingkat carboxyhemoglobin.
 Pasien dengan insufisiensi arteri akut retina memerlukan
hasil pemeriksaan pandangan yang luas.

41
 Pasien dirawat karena penyakit dekompresi, emboli gas
arteri, atau edema cerebral harus dilakukan penilaian
neurologis.
 Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama
terapi dilarang mengemudikan alat transportasi atau
menghidupkan mesin.
 Lakukan pendokumentasian pasien pasca HBOT untuk
alasan medis / hukum.
2. Diagnosa Keperawatan pada Pasien dengan HBO
1. Cemas b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen
hiperbarik dan prosedur perawatan
2. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang
(chamber), ledakan peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan
dukungan medis
3. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau
gas emboli serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam
ruang oksigen hiperbarik.
4. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100%
selama tekanan atmosfir meningkat.
5. Resiko terapi pengiriman gas tidak memadai b/d system
pengiriman dan kebutuhan / keterbatasan pasien
6. Kecemasan dan ketakutan b/d perasaan kecemasan kurungan
terkait dengan ruang oksigen hiperbarik (claustrofobia)
7. Nyeri b/d masalah medis yang terkait
8. Gangguan rasa nyaman b/d perubahan suhu dan kelembaban
di dalam ruang hiperbarik
9. Ketidakefektifan Koping individu b/d stress thd penyakit dan
atau kurangnya sistem dukungan psikososial
10. Resiko disritmia b/d patologi penyakit.
11. Kekurangan volume cairan b/d dehidrasi atau pergeseran
cairan.

42
12. Perubahan perfusi jaringan serebral yang b/d: Keracunan CO,
penyakit Dekompresi, Infeksi nekrotik akut, Gas emboli
13. Resiko perubahan dalam kenyamanan, cairan, dan
(ketidakseimbangan) elektrolit b/d mual dan muntah
14. Ketidakefektifan Pemeliharaan kesehatan b/d defisit
pengetahuan untuk : Manajemen luka kronis, keterbatasan yang
menyertai penyakit dekompresi, gejala yang dilaporkan setelah
keracunan gas karbon monoksida
3. Perencanaan
1. KECEMASAN
Kriteria hasil : Pasien dan klg mengungkapkan :
• Alasan terapi HBO
• Tujuan terapi HBO
• Prosedur dalam terapi HBO
• Resiko bahaya (efek samping) dari terapi HBO
Intervensi Keperawatan :
 Kaji dan dokumentasikan pemahaman pasien dan klg ttg
alasan dan tujuan terapi HBO dan prosedur dlm terapi serta
efek samping terapi
 Identifikasi hambatan dan kebutuhan belajarnya terkait
dengan informasi ttg :
• Tujuan dan hasil yang diharapkan dari terapi oksigen
hiperbarik
• Urutan prosedur perawatan dan apa yang diharapkan
(yaitu, tekanan, temperatur, suara, perawatan luka)
• Sistem pengiriman oksigen
• Tehnik mengosongkan telinga
2. RESIKO CIDERA
Kriteria Hasil :
pasien tidak akan mengalami cedera
Intervensi Keperawatan :
• Bantu pasien masuk dan keluar dari ruang dengan tepat

43
• Amankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan
dan prosedur
• Monitor peralatan dan supple untuk perubahan tekanan dan
volume
• Ikuti prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan yang
ditentukan dan prosedur
• Monitor adanya udara di IV linedan tekanan tubing line
invasif. udara semua harus dikeluarkan dari tabung, jika
ada.
• Dokumentasikan bahwa semua lini invasif terbebas dari
udara terutama saat chamber di berikan tekanan dan setelah
diberikan tekanan.
3. RESIKO BAROTRAUMA PADA TELINGA, SINUS,
GIGI, DAN PARU
Kriteria Hasil :
tanda dan gejala dari barotrauma akan diakui, ditangani, dan
segera dilaporkan
 Kelola dekongestan, instruksi dokter, sebelum perawatan
terapi oksigen hiperbarik
 Sebelum perawatan instruksikan pada pasien tentang
teknik pengosongan telinga,dengan carai menelan,
mengunyah, menguap modifikasi manuver valsava , atau
head tilt
 kaji kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan
telinga saat tekanan dilakukan.
 Lakukan tindakan keperawatan :
• Ingatkan pasien untuk bernapas dengan normal selama
perubahan tekanan,
• Konfirmasi ET / manset Trach diisi dengan NS
sebelum tekanan udara, dan
• Beritahukan operator ruang multiplace jika pasien
tidak dapat menyesuaikan persamaan tekanan.

44
 Dokumentasikan hasil pengkajian
• Monitor secara berkelanjutan untuk mengetahui
tanda-tanda dan gejala barotrauma termasuk:
• Ketidakmampuan untuk menyamakan telinga, atau
sakit di telinga dan / atau sinus (terutama setelah
pengobatan awal, dan setelah perawatan berikutnya)
• Peningkatan kecepatan dan / atau kedalaman
pernafasan
• Tanda dan gejala dari pneumotoraks, termasuk:
 tiba-tiba nyeri dada tajam
 Kesulitan, bernafas cepat
 Gerakan dada abnormal pada sisi yang terkena,
dan
 Takikardia dan / atau kecemasan
 Ikuti perintah dokter hiperbarik untuk manajemen
pasien
4. RESIKO KERACUNAN OKSIGEN
Kriteria Hasil :
Tanda dan gejala keracunan oksigen dikenali dan ditangani
dengan tepat
Intervensi Keperawatan :
 Catat hasil pengkajian pasien dari dokter hiperbarik :
• Peningkatan Suhu tubuh
• Riwayat penggunaan steroid
• Riwayat kejang oksigen
• Penggunaan vitamin C dosis tinggi atau aspirin
• FiO2> 50%, dan
• Faktor risiko tinggi lainnya
 Monitor kondisi pasien saat terapi berlangsung dan
dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen
pada sistem saraf pusat :
• mati rasa dan berkedut

45
• Telinga berdenging atau halusinasi pendengaran l
• Vertigo
• penglihatan kabur
• gelisah dan mudah tersinggung dan
• mual
(Catatan: SSP toksisitas oksigen pada akhirnya dapat
mengakibatkan kejang)
 ubah sumber oksigen 100% untuk pasien jika tanda-tanda
dan gejala muncul, dan beritahukan kepada dokter
hiperbarik.
 monitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan
dokumentasikan tanda dan gejala keracunan oksigen paru,
termasuk:
• Nyeri dan rasa terbakar di dada
• sesak di dada
• batuk kering (terhenti-henti)
• kesulitan menghirup napas penuh, dan
• Dispneu saat bergerak
 memberitahukan dokter hiperbarik jika tanda-tanda dan
gejala keracunan oksigen paru muncul.
5. RESIKO TERAPI PENGIRIMAN GAS TIDAK
MEMADAI
Kriteria Hasil:
tanda dan gejala pengiriman oksigen yang tidak memadai akan
diakui dan dilaporkan segera. menilai kondisi pasien,
kebutuhan, dan keterbatasan untuk sistem pengiriman gas yang
terbaik
 Kaji kondisi pasien, kebutuhan, dan keterbatasan untuk
sistem pengiriman gas terbaik:
• Face mask untuk anak-anak
• Wajah topeng,

46
• "T" piece untuk pasien yang menggunakan intubasi
atau trakeostomi, dan
• Ventilator untuk pasien dengan intubasi yang
memerlukan bantuan ventilasi.
 Monitor respon pasien dengan sistem pengiriman oksigen,
termasuk kemampuan mereka untuk mentolerir sistem
yang dipilih.
 Bantu teknisi hiperbarik dengan sistem pengiriman, yang
sesuai.
Tutup Kepala
 Bantu Pasien menggunakan dan melapas tutup kepala
 setelah terpasang, periksa kebocoran dan
 amati pasien untuk tanda-tanda dan gejala penumpukan
CO2, termasuk kegelisahan
Face Mask
 Bantu pasien menggunakan dan melepas masker dan
perbaiki posisi masker jika diperlukan
 periksa kebocoran dan kelangsungan seal pada wajah
pasien.
T-piece
 proses pemasangan
 Monitor kecepatan dan kedalaman respirasi, dan
dengarkan suara nafas
 Beritahukan kepada dokter hiperbarik jika pasien
mengalami kesulitan bernafas dan
 Lakukan penghisapan jika diperlukan
ventilator
 Dokumentasikan manajemen ET manset dengan NS
sebelum penekanan turun
 Letakkan peralatan suction di dekatnya dan siap untuk
digunakan (suction sesuai kebutuhan)

47
 monitor dan dokumentasikan volume tidal pasien, laju
pernapasan dan bunyi napas sebelum dan setelah diberikan
tekanan pada chamber, setiap 30-60 menit atau sesuai yang
diperintahkan.
 monitor terjadinya gangguan pernapasan, dan
memberitahu dokter hiperbarik jika terjadi
 Berikan oksigen secara manual pada pasien jika perlu
(ambubag)
 Monitor tingkat TCPO2 dan tingkat PO2 pada hasil analisa
gas darah (BGA) sebagaimana diperintahkan dan
 Beritahukan dokter hiperbarik apabila terdapat pembacaan
abnormal
4. Pelaksanaan / implementasi

 Pre chamber
 Ttv
 Info tentang terapi hbo
 Cara valsava yang benar
 Barang2 yg tidak boleh dibawa
 Cek ada tidaknya kontra indikasi
 Claustrophobia
 Bantu input pasien
 Intra chamber
 Atur posisi yang nyaman
 Ingatkan dan cek barang2 yg tidak boleh di bawa
 Monitor tanda2 barotrauma, keracunan o2
 Ingatkan valsava
 Monitor ku pasien
 Post chamber

48
 Monitor tanda2 barotrauma, keracunan gas
 Bantu output pasien
 Rapikan dan bersihkan chamber
 Dokumentasikan
5. Evaluasi
 Keluhan pasien
 Rencana tindak lanjut
SOAP

DAFTAR PUSTAKA

LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya:


Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL.

49

Anda mungkin juga menyukai