Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PADA PASIEN MASTITIS POST PARTUM
PERIODE 05-10 JULI 2021

DOSEN PEMBIMBING:
Retnayu Pradanie, S.Kep., Ns., M.Kep.

DISUSUN OLEH
Mastifah
NIM. 132023143029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS
PADA KASUS OBSTETRI MASTITIS
DI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MINGGU 1 (5 -10 JULI 2021)

Oleh:
Mastifah NIM 132023143029

Telah disahkan pada tanggal 10 Juli 2021

Oleh:
Pembimbing Akademik

Retnayu Pradanie, S.Kep., Ns., M.Kep


NIP. 19840606201504200
I. KONSEP TEORI MASTITIS PUERPERIUM
A. Pengertian
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan adanya sumbatan pada duktus
(saluran susu) hingga puting susu pun mengalami sumbatan. Mastitis ini biasanya
diderita oleh ibu yang baru melahirkan dan menyusui. Kondisi ini bisa terjadi
pada satu atau kedua payudara sekaligus. Mastitis hampir selalu unilateral dan
berkembang setelah terjadi aliran susu (Bobak, 2005 dalm firyunda ayu, 2019).
Mastitis adalah radang pada payudara (Soetjiningsih, 1997). Mastitis adalah abses
atau nanah pada payudara atau radang payudara.

B. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu. Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.
Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu
pertama setelah melahirkan.
Peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi
mastitis.
b) Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c) Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d) Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.

Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI
biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang
menuju infeksi
C. Manifestasi klinis
1. Bengkak, nyeri seluruh payudara / nyeri lokal.
2. Kemerahan pada seluruh payuara / hanya lokal.
3. Payudara keras dan berbenjol-benjol
4. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak
seperti pecah-pecah.
5. Badan demam seperti terserang flu.
6. Menggigil, deman malaise.
7. Nyeri tekan pada payudara.
8. Bila sudah masuk tahap abses, gejalanya
a. Nyeri bertambah hebat di payudara.
b. Kuli diatas abses mengkilap.
c. Suhu tubuh (39 - 40 C).
d. Bayi sendiri tidak mau minum pada payudara sakit, seolah bayi
tahu bahwa susu disebelah itu bercampur dengan nanah.

D. Patofisiologi
Pada dasarnya gejala yang timbul akibat mastitis ialah timbulnya
benjolan di payudara. Benjolan/penebalan ini berwarna merah, juga terasa panas
dan nyeri. Nyeri yang timbul ialah berupa rasa 'nyut-nyut' di daerah payudara,
apalagi bila benjolan ini sebagai bisul yang pecah, maka penampilannya jadi
mengerikan selain nyeri yang menyertainya. Rasa nyeri inilah yang merupakan
perbedaan mendasar antara mastitis dan kanker payudara. Pada kanker payudara,
pada awalnya pengidap tidak akan merasa nyeri sama sekali, melainkan hanya
timbul benjolan.
Benjolan yang ada pada mastitis bukan seperti kanker yang bentuknya
keras, melainkan berupa penebalan yang berisi cairan. Radang biasanya
menyerang salah satu payudara saja, tapi tidak menutup kemungkinan bisa
menyebar hingga kedua payudara terinfeksi. Pada beberapa kondisi, mastitis bisa
menyebabkan keluarnya cairan dari daerah puting, cairan ini berwarna putih
kekuningan serupa nanah. Lain dengan kanker payudara dimana cairan yang
keluar dari puting biasanya merah atau kuning kecoklatan seperti noda darah.
Terkadang perasaan seperti puting tertarik juga dialami pengidap.
Ada tiga jenis mastitis yaitu mastitis periductal, mastitis pueperalis,
dan mastitis supurativa. Mastitis pueperalis atau disebut juga lactational mastitis,
jenis ini banyak diidap wanita hamil atau menyusui. Menurut dr. Samuel, sekitar
90 persen penyebab utama mastitis jenis ini ialah akibat kuman yang menginfeksi
payudara ibu. Hal ini dikarenakan air susu merupakan media yang subur bagi
pengembang biakan berbagai jenis kuman. Jenis kuman yang paling umum
ditemui pada mastitis jenis ini ialah Staphylococcus aureus, yang bisa ditransmisi
ke puting ibu melalui kontak langsung. Ibu yang sedang menyusui, bisa
mendapatkan kuman ini dari kontak dengan mulut bayi, tapi bisa juga dilakukan
penularan sebaliknya, dari ibu ke bayi melalui plasenta.
E. WOC
Fisura pada puting
Stasis ASI

Jaringan mammae Terbukanya port


menjadi tegang de entry kuman

Lubang duktus laktiferus


lebih terbuka

Bakteri masuk

MASTITIS

Laktasi Proses infeksi


Ketegangan pada
terganggu bakteri
jaringan mamae

Reaksi imun
Ukuran Penekanan Menyusui
mammae reseptor tidak efektif
membesar nyeri Muncul pus
Kurang
terpapar Kurang
Gangguan Nyeri informasi pengetahua Risiko
citra tubuh akut n infeksi

Ansietas

Mammae bengkak
dan merah

Gangguan integritas kulit

Berdasarkan SDKI, 2017


F. Pemeriksaan penunjang
Uji Laboratorium
Infeksi mastitis biasanya didindikasikan oleh peningkatan jumlah lekosit
dan jumlah bakteri.
Rontgen tidak dilakukan pada ibu postpartum

G. Penatalaksanaan
Terapi :
 Terapi pengobatan.
Antibiotic yang dipesankan untuk pemakaian 10 hari penuh,
sekalipun jika gejala telah reda dalam beberapa hari. Antipiretik
seperti asetaminofen dan obat antiinflamasi nonsteroid juga
digunakan.
 Dianjurkan pemberian ASI kontinu. Bila ada infeksi jamur, baik
ibu dan bayi, keduanya diobati dengan nistatin selama 14 hari.
 Penatalaksanaan abses pada payudara.
Jika terbentuk abses pada mammae, drainase ASI dikultur. Area
yang mengalami abses perlu diinsisi, didrainase serta dikompres
dengan kasa steril.

Tindakan pencegahan

1) Diskusikan tentang faktor-faktor pencetus


2) Gunakan teknik mencuci tangan yang baik.
3) Latih ibu tentang perawatan mammae: mencuci tangan sebelum
memegang mammae atau puting susu, membersihkan mammae
hanya dengan air (untuk mempertahankan lapisan minyak
pelindung pada lapisan atas, pakai bra penyokong setip saat untuk
menghindari stasis susu pada lobus mamae yang lebih rendah, dan
mengganti bra dan pembalut mammae secara berkala
4) Pengurutan payudara/massage payudara sebelum laktasi
merupakan salah satu tindakan yang sangat efektif untuk
menghindari terjadinya sumbatan pada duktus
5) Usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang
benar. Kesalahan sikap saat menyusui dapat menyebabkan
terjadinya sumbatan duktus. Menggunakan penyangga bantal saat
menyusui cukup membantu menciptakan posisi menyusui yang
lebih baik
6) Susui bayi segera dan sesering mungkin. Bila payudara terasa
penuh, segera keluarkan dengan cara menyusui langsung pada
bayi. Kalaupun bayi belum lapar, keluarkan ASI dengan cara
diperah atau dipompa sehingga pengeluaran ASI tetap lancar
7) Jangan membersihkan puting dengan sabun. Kandungan soda
pada sabun dapat membuat kulit menjadi kering sehingga mudah
terjadi iritasi seperti lecet atau luka bila disusu bayi.
8) Memberikan tambahan pengetahuan kepada ibu, tentang teknik
pemberian ASI, seperti posisi, frekuensi, dan cara melepaskan
bayi dari puting mammae.
9) Memberikan perhatian khusus kepada ibu yang saluran susunya
terhalang, yang dapat meningkatkan risiko terhadap mastitis.

Jika ibu mengalami mastitis

1) Berikan obat-obatan analgetik per oral sesuai pesanan dan obat ini
biasanya diberikan sebelum menyusui, untuk mengurangi rasa
ketidaknyamanan.
2) Ajari ibu untuk meningkatkan frekuensi menyusui, meningkatkan
asupan cairan (6-8 gelas air sehari), anjurkan teman atau anggota
keluarga membantu dalam perawatan, sehingga dapat
meningkatkan masa istirahat, pemberian ASI mula-mula
diberikan, pada mammae yang tidak terkena, hingga terjadi
pengeluaran ASI (meningkatkan pengosongan yang komplet dari
kedua mammae), memperlihatkan pengeluaran susu paling sedikit
setiap 3 jam, dan memijat area mammae yang melekuk kearah
puting susu selama menyusui
3) Suhu tubuh ibu biasanya dipantau setiap 4 jam, hingga infeksi
dapat diatasi
4) Anjurkan ibu mengunjungi tempat pelayanan kesehatan jika tidak
ada kemajuan dalam 12-14 jam atau jika demam berlangsung
lama, sebaliknya ia memberi tahu penyedia asuhan kesehatan.
Jika ibu sedang mengkonsumsi antibiotik dan bayi menjadi diare,
sebaliknya ia menjelaskan hal ini kepada dokter.
5) Berikan motivasi jika ibu membutuhkan penghentian pemberian
ASI untuk sementara, dan melatihnya mengeluarkan susu.

II. KONSEP MASA NIFAS


A. Pengertian
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas
ini yaitu 6 – 8 minggu. (Rustam Mochtar,2010 )
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat
– alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal. ( Barbara F. weller
2012 )
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat - alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang
dari 24 jam. (Abdul Bari Saifuddin,2009 )
B. Tahapan masa nifas
Menurut Rustam Mochtar 2010, Masa post partum terbagi 3 tahap :
• Puerperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum.
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan untuk berdiri dan jalan-
jalan
• Puerperium Intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum.
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu
• Remote puerperium (later puerperium) waktu 1-6 minggu post partum.
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila
selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi, waktu untuk
sehat bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun
C. Perubahan fisiologi masa nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Perubahan uterus
Terjadi kondisi uterus yang meningkat setelah bayi keluar, hal ini
menyebabkan iskemia pada perlekatan plasenta sehingga jaringan
perlekatan antara plasenta dan dinding uterus mengalami nekrosis dan
lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan,
setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4
minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). Uteru akan mengalami
involusi secara berangsur-angsur sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil.
Ada beberapa jenis lochea, yaitu:
 Lochea rubra (cruenta) : ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua (selaput lendir rahim dalam keadaan
hamil), vernik selama 2 hari pasca persalinan
 Lochea sangulnolenta : warnnya merah kuning berisi darah dan
lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan
 Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi
pada hari ke 7-14 pasca persalinan
 Lechea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2
minggu
 Lochea purulenta : ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk
 Lochiotosis : lochea tidak lancar keluarnya
b. Perubahan vagina dan perineum
 Vagina : pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae
(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali
 Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai.
 Perubahan pada perineum : terjadi perobekan pada hampir semua
persalinan pertama dan jarang juga pada persalinan berikutnya.
2. Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya
disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama
persalinanan. Disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubunga
dengan jahitan pada perineum,
3. Perubahaan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 samapi 8 minggu, Distensi
berlebih pada vesikula urinari adalah yang umum terjadi karena peningkatan
kapasitas vasikula urinaria, pembegkakan memar jaringan disekitar uretra
dan hilang sensasi terhadap tekanan yang meninggi
4. Perubahan Tanda Tanda vital pada masa nifas
a. Suhu badan : Sekitar hari ke 4 seetelah persalinan suhu ibu mungkin
naik sedikit, antara 37,2 – 37,5Kemungkinan disebabkan karena ikutan
dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai 38 C pada hari kedua
sampai hari –hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau
sepsis nifas
b. Denyut nadi : Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 6 x/menit,
yaitu pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat
penuh. Ini terjadi umumnya pada minggu pertama post partum
c. Tekanan Darah : Tekanan darah < 140 /90 mmHg. Tekanan darah
tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari postpartum.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukan adanya pendarahan
post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi meerupakan petunjuk
kemungkinan adanya pre-eklamsia yang timbul pada masa nifas.
d. Pernafasan : Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Hal
ini tidak lain karena ibu dalam keadaan pemulihana atau dalam kondisi
istirahat. Bila ada respirasi cepat post partum > 30 x/menit mungkin
karena adanya ikutan tanda-tanda syok

D. Fase-fase penyesuain fisiologi pada masa nifas


1. Fase Taking in
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus
perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri
2. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase
taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
3. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini

III. KONSEP ASKEP MASTITIS POSTPARTUM


A. Pengkajian
b. Identitas pasien : Nama, umur (wanita yang berumur 21-35 tahun lebih
sering mengalami mastitis daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun
dan di atas 35 tahun. Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat
reproduksinya masih belum matang, mental dan psikisnya juga belum siap.
Sedangkan umur >35 tahun akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan
dalam masa nifas. Hal tersebut akan memicu terjadinya mastitis ini.), suku
(berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya dalam hal
teknik menyusui dan perawatan payudara), agama, pendidikan (biasanya
wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak yang mengalami
penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang penyakit serta
pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar untuk kesehatan),
pekerjaan (kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran
ASI sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah
satu pencetus penyakit mastitis ini. Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk
mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu
dimungkinkan dapat mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang
memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini)
c. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama : Mamae bengkak, nyeri dan terasa panas
2) Riwayat kesehatan sekarang : Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu
tubuh meningkat (>38 derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri
pada daerah mammae, bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai
komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat,
misalnya memberikan info tentang perawatan payudara, teknik
menyusui yang benar, dsb.
3) Riwayat penyakit dahulu : Asupan nutrisi yang tidak adekuat, adanya
faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI karena bayi yang susah
menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan penggunaan bra
yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab terjadinya
mastitis.
4) Riwayat kesehatan keluarga : faktor keturunan tidak mempengaruhi
kejadian mastitis
5) Riwayat menstruasi :
6) Riwayat obstetri :
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tingkat kesadaran : Keadaan umum ibu dengan
mastitis pada umumnya adalah baik dan tingkat kesadaran
composmentis.
2) Tanda-tanda vital :TD normal, nadi meningkat, suhu tubuh meningkat,
frekuensi napas meningkat
3) Kepala dan leher : ibu dengan mastitis mengalami nyeri kepala seperti
gejala flu. Pada area leher tdk ditemukan gangguan
4) Wajah dan mata : wajah terlihat meringis kesakitan. Mata Pada ibu
dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang
dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
5) Dada dan thoraks : Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding
dada simetris. Tidak ada gangguan pada derah toraks.
Cordis :
 Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
 Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo:
 Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
 Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan : (-/-)
6) Payudara : Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat,
gambaran pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat
lesi atau luka pada puting panyudara, panyudara teraba keras dan
tegang, panyudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan saat di lakukan
palpasi terdapat pus.
7) Kelenjar getah bening : Pada kelenjar bening yang terdapat pada area
ketiak terjadi pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak
pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena mastitis.
8) Abdoment :
 Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena
post partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi: tympani
 Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
9) Tangan dan kaki : tidak terdapat gangguan
10) Kulit : terdapat gangguan, pada area payudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang berfokus pada payudara.
11) Pengetahuan dan prilaku kesehatan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis (infeksi)


2. Gangguan integritas kulit b.d penurunan sistem imun tubuh
3. Menyusui tidak efektif b.d nyeri sekunder akibat mastitis
4. Resiko infeksi b.d fissura dan trauma pada jaringan atau puting
payudara
5. Ansietas b.d krisis situasional
6. Gangguan citra tubuh b.d penyakit/pembesaran mamae
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan b.d kurang
terpapar informasi
B. Intervensi keperawatan

No Daignosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi keperawatan


Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I 08238) :
berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agens maka diharapkan tingkat nyeri secara komprehensif ter-masuk
cedera menurun dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
biologis 1. Pasien mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan faktor
(infeksi). nyeri presipitasi
2. Keluhan nyeri berkurang, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
skala nyeri 0-3 ketidaknyamanan
3. Pasien mampu melakukan 4. Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti
napas dalam dan distraksi suhu rungan, pencahayaan dan
4. Tekanan darah membaik kebisingan
Sistole 110-130 mmHg 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Diastole 70-90 mmHg misalnya aktivitas yang
5. Nadi membaik 60-100x/mnt berlebihan
6. Ekspresi wajah rileks 6. Ajarkan tentang teknik non
7. Pola napas membaik farmakologi : napas dalam,
8. Klien tidak gelisah relaksasi, distraksi, kompres
n hangat/dingin
8. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
9. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
10. kolaborasi dalam pemberian
analgetik

2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit (I.


integritas keperawatan selama 4 x 24 jam, 11353)
kulit diharapkan integritas kulit 1. Periksa kulit terkait dengan
berhubungan membaik dengan kriteria hasil : adanya kemerahan, kehangatan
dengan a. Kerusakan lapisan kulit ekstrim , edema, atau drainase.
penurunan menurun 2. Monitor warna dan suhu kulit.
sistem imun b. Elastisitas kulit meningkat 3. Lakukan massage payudara
tubuh c. Nyeri menurun skala 0-3 untuk mencegah statis ASI
d. Kemerahan menurun 4. Anjurkan ibu untuk
e. Suhu kulit membaik menggunakan minyak pada
mammae
5. Anjurkan minum air yang cukup
dan meningkatkan nutrisi
(meningkatkan asupan buah dan
sayur)
6. Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik

3 Menyusui Setelah dilakukan tindakan Edukasi menyusui (I. 12393) dan


tidak efektif keperawatan selama 4 x 24 jam, promosi perlekatan (I. 10342)
b.d nyeri diharapkan status menyusui 1. Anjurkan ibu segera tidur bila
sekunder membaik, dengan kriteria hasil : menduga adanya mastitis dan
akibat a. Ibu tidak mengeluh nyeri istirahatlah dengan benar.
mastitis b. Bengkak menurun Duduk lama selama beberapa
c. Lecet pada puting menurun jam tanpa melakukan aktifitas
d. Tetesan/pancaran ASI dapat membantu memperpendek
meningkat durasi mastitis.
e. Bayi mendapatkan ASI 2. Berikan vitamin C untuk
adekuat/suplai ASI adekuat mencegah sumbatan ASI
f. Pengetahuan pemberian ASI 3. Pantau keterampilan ibu dalam
meningkat : ibu dapat menempelkan bayi ke puting
mengenali tanda bayi lapar dan pantau kemampuan bayi
g. Perlekatan bayi pada menghisap/menelan ASI
payudara ibu meningkat 4. Kompres air hangat pada daerah
yang mengalami sumbatan
duktus.
5. Bantuan pancuran air hangat
(shower hangat) untuk mandi,
akan sangat membantu
melancarkan ASI
6. Tetap berikan ASI kepada bayi,
bila gagal coba lagi, susui
terutama payudara yang sakit
sesering dan selama mungkin
sehingga sumbatan tersebut
lama-kelamaan akan
menghilang. Bila gagal gunakan
pompa sedot atau motivasi jika
ibu membutuhkan penghentian
pemberian ASI untuk
sementara, dan melatihnya
mengeluarkan susu
8. Lakukan pemijatan terus
menerus saat menyusui juga
sangat membantu
9. Ajarkan ibu tentang isyarat
menyusui pada bayi misalnya
reflex rooting, sucking dan
terjaga.
10. Evaluasi pemehaman ibu tentang
sumbatan susu dan mastitis.
11. Edukasi ibu tentang teknik
pemberian ASI, seperti posisi,
frekuensi, dan cara melepaskan
bayi dari puting mammae

DAFTAR PUSTAKA
Firyunda ayu putri, 2019. KTI Asuhan keperawatan pasien dengan postpartum
spontan di RSUD AWS Samarinda. Poltekes. Samarinda, 2019
Mansjoer, dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBP
Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC
Helen Farrer, 2011. Perawatan Maternitas. Jkarta : EGC
DPP PPNI, 2017 SDKI Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta 2017
DPP PPNI, 2017 SLKI Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI
Jakarta 2017
DPP PPNI, 2017 SIKI Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.DPP PPNI
Jakarta 2017

Anda mungkin juga menyukai