Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI RUANG HCU

Disusun untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners Keperawatan Medika Bedah 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DISUSUN OLEH
Luthfy Anshari

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
A. Definisi

Tuberkulosis merupakan salah satu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007). Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
menular yang ada diparu-paru dan disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis (Naga,
2012).
Tuberkulosis paru merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycrobacterium
tuberculosis dan biasanya terdapat di organ paru-paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lainnya
(Muttaqin, 2014). Tuberkulosis paru dapat menyebabkan perubahan pada fisik, mental dan sosial
penderita TB paru dan pada umumnya penderita TB paru akan terlihat tampak kurus, pucat, sering
batuk-batuk, lemah dan kemampuan fisiknya menurun (Purwanto, 2009).

B. Etiologi

Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri basil tahan asam yaitu Mycrobacterium tuberculosis
yang merupakan kuman berbentuk panjang sekitar 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Bakteri ini terdiri
atas lipid yang dapat membuat kuman lebih tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Bakteri
ini tahan terhadap udara kering dan keadaan dingin. Bakteri ini bersifat dorman karena dapat
kembali aktif lagi kemudian hari ketika faktor penyebab TB paru kembali lagi (Muttaqin, 2014).
Suryo (2010) menjelaskan mengenai faktor yang dapat menyebabkan penyakit TB adalah sebagai
berikut :
a. Faktor umur
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang
gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan usia. Insiden tertingi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia
dewasa dan lansia. Di indonesia tahun 2017 penderita TB didominasi oleh usia > 45 tahun.

b. Faktor Jenis Kelamin


Di benua Afrika banyak kasus TB terutama mengenai pria. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB
pada pria hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB pada wanita yaitu 42,34% pada
pria dan 28,9% pada wanita. Di Indonesia tahun 2017 penderita TB didominasi oleh pria dengan
jumlah 245.298 penderita pria dan 175.696 penderita wanita. TB lebih banyak menyerang pria
karena sebagian besar pria mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya
TB.
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan individu akan berpengaruh terhadap pengetahuan individu tersebut seperti
mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB sehingga dengan
pengetahuan yang cukup maka individu akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih
dan sehat. Selain itu, tingkat pendidikan individu akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaannya.
Berdasarkan data tahun 2017 tercatat penderita TB didominasi oleh penderita yang tidak pernah
sekolah dan semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah pula jumlah penderita TB.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat menentukan faktor resiko apa yang harus dihadapi oleh setiap individu. Bila
lingkungan kerja individu tersebut berdebu dan banyak polusi udara maka paparan partikel debu
didaerah tersebut dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan. Paparan udara kotor yang
terlampau sering dapat meningkatkan angka kesakitan pada saluran pernafasan dan umumnya TB.
Jenis pekerjaan individu juga mempengaruhi pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak
terhadap pola hidup sehari-hari seperti konsumsi makanan dan pemeliharaan kesehatan.
e. Kebiasaan merokok
Merokok memang mempunyai hubungan meningkatkan resiko terkena kanker paru-paru, penyakit
jantung koroner, bronkitis kronis dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok juga dapat
meningkatkan resiko untuk terkena TB sebanyak 2,2 kali lipat.

f. Kepadatan hunian kamar tidur


Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni didalamnya sehingga luas bangunan
rumah harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Jumlah penghuni yang terlalu banyak
menyebabkan lingkungan yang tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen juga apabila ada salah satu anggota keluarga yang terkena penyakit infeksi menular dapat
dengan mudahnya menularkan kepada anggota keluarga yang sehat.
g. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari maka diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% dari luas lantai. Jika peletakkan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat
dipasangkan genting kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen didalam rumah seperti misalnya bakteri TB. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
memiliki akses untuk masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
dibutuhkan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur dibutuhkan cahaya
yang lebih redup.
Semua jenis cahaya pada umumnya dapat mematikan kuman hanya saja waktu yang dibutuhkan
untuk membunuh kuman memiliki waktu yang berbeda pada setiap jenis kuman. Apabila cahaya
yang sama dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat daripada yang melalui kaca berwarna. Penularan kuman TB relatif tidak tahan pada
sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk ke dalam ruamh serta sirkulasi udara diatur dengan
baik maka resiko penularan akan sangat berkurang.
h. Ventilasi
Ventilasi memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama ventilasi adalah untuk menjaga agar sirkulasi
udara didalam rumah tersebut tetap bersih dan segar. Hal tersebut berarti keseimbangan oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetapi terjaga dengan baik. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah dan udara menjadi tidak segar. Di samping itu,
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan meningkat karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/bakteri penyebab penyakit seperti kuman
TB. Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri
terutama bakteri patogen karena sirkulasi udara terjadi secara terus menerus.
Sirkulasi udara yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas
lantai. Luas ventilasi permanen minimal adalah 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil
(dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur
dan kelembaban udara dalam ruangan tersebut. Umumnya temperatur kamar memiliki suhu sekitar
22°-30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
i. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB. Atap, dinding, dan
lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman apabila tidak lembab dan tidak terkena sinar
matahari. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu
sehingga akan dijadikan sebagai media untuk berkembangbiak kuman.
j. Kelembaban udara
Kelembapan udara didalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembapan yang
optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22°-30°C. Kuman TB akan cepat mati bila
terkena sinar matahari matahari secara langsung tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam
ditempat yang gelap dan lembab.
k. Status gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali
untuk menderita penyakit TB dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.
Kekurangan gizi pada indovidu akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
imunologik terhadap penyakit.
l. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan kebersihan lingkungan, gizi,
dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan seorang individu dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga
akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terkena infeksi kuman TB.
m. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB yang kurang
tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
sebagai orang yang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penularan bagi orang
disekitarnya.

C. Cara Penularan
a) Sumber penularan yaitu penderita TB paru dengan BTA positif melalui percikan dahak
ketika penderita tersebut bersin atau batuk. Tetapi bukan berarti penderita dengan BTA negatif
tidak terdapat kuman TB didalam dahaknya. Penderita TB pada BTA negatif tetap mengandung
kuman TB dalam dahaknya hanya saja jumlahnya kurang lebih dari 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit untuk dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b) Pasien TB paru dengan BTA negatif juga tetap memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB dengan BTA positif adalah 65%, pasien TB dengan
BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB paru dengan hasil kultur
negatif dan foto thoraks postifi adalah 17%.
c) Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percikan dahak
yang infeksius tersebut.
d) Pada waktu batuk atau bersin, penderita TB paru mungkin saja menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali penderita TB paru batuk dapat
menghasilakn sekitar 3.000 percikan dahak (KemenKes RI, 2014).

D. Klasifikasi
a. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB yang berasal dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan
dan mencapai alveoli dan bagian terminal saluran pernafasan. Aka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika proses ini, bakteri ditangkap oleh makrofag
yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan
menghancurkan makrofag (Muttaqin, 2014).
Dari proses ini dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran
membentuk tuberkel. Sebelum mengancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu
oleh lomfosit T. Bakteri TB yang berada di inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat
di hilus (kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya bersifta
unilateral dengan subpleura terletak di atas atau di bawahfisura (Muttaqin, 2014).
b. Tuberkulosis Sekunder
Sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman dijaringan parut. Sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB dapat terjadi apabila daya tahan
tubuh menurun. Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena dimana lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi
diawali dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer. Tetapi
nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkejuan) yang luas dan disebut
tuberkuloma. Secara umum dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya
dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler
(Muttaqin, 2014).
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen, terutama pada
usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi baktei TB. Hal ini mungkin dapat
disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan dalam
pertumbuhan bakteri TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru. Kerusakan paru
diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan (Muttaqin, 2014).

E. Manifestasi

Terdapat dua jenis dari manifestasi klinis TB paru antara lain :


a. Sistemik, penderita TB paru akan mengalami malaise, anoreksia, berat badan yang
menurun, berkeringat malam. Pada fase akut akan muncul demam tinggi, flu dan menggigil.
Sementara pada fase milier akan muncul demam akut, sesak nafas dan bahkan sianosis.
b. Respiratorik, penderita akan mengalami batuk berdahak lebih dari dua minggu, nyeri dada,
batuk darha, dan jika penyebaran bakteri sampai ke organ lain seperti pleura maka penderita akan
mengalami nyeri pleura, sesah nafas, ataupun terdapat gejala meningeal yaitu nyeri kepada, kaku
kuduk dan lain-lain (Muttaqin, 2014).

F. Patogenesis

Ketika seorang penderita TB paru batuk, bersin, berbicara, atau bahkan tertawa maka secara tidak
sengaja maka droplet nuclei akan keluar dan jatuh ke tanah, lantai atau ke tempat lainnya.
Kemudian droplet yang keluar tadi terkena sinar matahari atau terpapar suhu udara yang panas
sehingga droplet tersebut menguap. Menguapnya droplet bakteri TB ke udara akan terbang karena
terkena pergerakan angin yang membuat bakteri TB tersebut dapat melayang-layang diudara dan
bisa kapan saja terhirup oleh seseorang yang sehat.
Penularan bakteri TB dengan melalui udara dinamakan dengan istilah air-bone infection. Bakteri
yang terhirup akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga ke
alveoli. Pada titik dimana terjadinya implantasi bakteri, bakteri TB tersebut akan menggandakan
diri (multiplying). Bakteri TB dan fokus ini disebut dengan fokus primer atau lesi primer atau fokus
Ghon. Reaksi juga terjai pada jaringan limfe regional yang bersama dengan fokus primer disebut
sebagai fokus primer. Dalam waktu sekitar 3-6 minggu inang yang terkena infeksi menjadi sensitif
terhadap protein yang dibuat bakteri TB dan bereaksi postifi terhadap tes tuberculin atau tes
mantoux (Muttaqin, 2014).

Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh dengan melalui berbagai jalan yaitu :
a. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi yang melewati percabangan bronkus dapat mengenai area paru atau melalui
sputum yang menyebar ke laring yang dapat menyebabkan ulserasi laring maupun ke saluran
pencernaan.
b. Sistem saluran limfe
Penyebaran dengan melalui saluran limfe dapat menyebabkan adanya regional limfadenopati atau
akhirnya secara tidak langsung akan mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus
limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier.
c. Aliran darah
Aliran darah vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau menganggkut material
yang mengandung bakteri TB dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah
seperti ke tulang, organ ginjal, kelenjar adrenal, otak dan meningen.
d. Reaktivasi infeksi primer
Jika seseorang memiliki pertahanan tubuh yang kuat maka infeksi primer tidak akan berkembang
lebih jauh dan bakteri TB tidak dapat berkembang biak lebih lanjut menjadi doman atau tidur.
Ketika suatu saat kondisi pertahanan tubuh atau inangnya melemah akibat sakit lama atau sakit
keras maka bakteri TB yang dorman tersebut dapat aktif kembali. Infeksi tersebut dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi (Muttaqin, 2014).

Riwayat alamiah pathogenesis, meliputi :


Secara garis besar, riwayat alamiah Tuberkulosis sama dengan riwayat alamiah penyakit pada
umumnya. Berikut adanya penjelasan mengenai riwayat alamiah penyakit (Werdhani, 2016) :
1. Periode Prepatogenesis
Pada periode ini, keadaan Host, Agent, environment masih seimbang, dalam artian belum ada
bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam tubuh pejamu (host).

2. Periode patogenesis
Periode ini, keadaan Host, Agent, Environment sudah tak lagi seimbang.Hal tersebut karena agent
(Mycobacterium tuberculosis) sudah berada dalam tubuh pejamu. Periode ini terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
a) Tahap inkubasi
Tahap inkubasi tuberkulosis berbeda dengan tahap inkubasi penyakit infeksi lainnya. Apabila tahap
inkubasi penyakit infeksi lain adalah waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit (Budiarto & Anggraeni 2003), maka tahap inkubasi tuberkulosis adalah
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman tuberkulosis hingga berbentuknya kompleks primer
secara lengkap (Werdhani, 2016). Masa inkubasi dari tuberkulosis biasanya adalah 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Selama masa inkubasi, bakteri Mycobacterium
tuberculosis berkembang hingga mencapai jumlah yang cukup untuk merangsang imunitas seluler.
b) Tahap dini atau subklinis
Pada tahap dini/subklinis, selama minggu-minggu awal infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman tuberkulosis sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terdahap
tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas.Pada saat inilah, infeksi tuberkulosis primer
sudah dimulai.Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein,
yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.
c) Tahap lanjut
Tahap lanjutan dari infeksi Mycobacterium tuberculosis berupa menyebarnya bakteri dan
terjadinya mekanisme inflamasi pada kelenjar limfe regional.
d) Tahap pascapatogenesis
Disinilah tahap akhir dari proses perjalanan penyakit tuberkulosis, yang mana terdapat beberapa
keadaan yaitu :
1) Sembuh total
2) Sembuh dengan kecacatan
3) Carier penyakit tanpa gejala, yaitu kuman tuberkulosis masih tetap hidup dalam kelenjar
limfe selama bertahun-tahun
4) Penyakit bertambah kronis, parah
5) Meninggal

G. Komplikasi

Komplikasi pada tuberkulosis biasanya terjadi pada penderita stadium lanjut. Komplikasi yang
dapat terjadi yaitu :
a. Hemoptisis berat yaitu perdarahan yang berasal dari saluran nafas bawah. Hemoptisis bisa
menyebabkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiectasis dan fibrosis pada paru.
d. Pneumotoraks spontan alias kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi bakteri TB bisa menyebar ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya (Abata, 2014).

H. Pencegahan Tuberkulosis
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI, 2010) menjelaskan tentang
pencegahan penularan penyakit TB yaitu :
a. Bagi masyarakat
1) Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat dan dapat
mencegah tertularnya kuman TB
2) Tidur dan istirahat yang cukup
3) Tidak merokok, tidak minum alkohol dan menggunakan narkoba
4) Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan sekitarnya
5) Membuka jendela agar masuk sinar matahari disemua ruangan rumah karena kuman TB
akan mati bila terpapar sinar matahari
6) Imunisasi BCG bagi balita yang bertujuan untuk mencegah agar kondisi ballita tidak lebih
parah bila terinfeksi TB
7) Menyarankan apabila ada yang dicurigai sakit TB agar segera memeriksakan diri dan
berobat sesuai dengan aturan sampai sembuh
b. Bagi penderita
1) Tidak meludah disembarang tempat
2) Menutup mulut saat batuk atau bersin
3) Berperilaku hidup bersih dan sehat
4) Berobat sesuai aturan sampai sembuh
5) Memeriksakan balita yang tinggal satu rumah agar segera diberikan pengobatan
pencegahan tertular TB

I. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap penderita Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut
(Ratih, 2016) :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah yang
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
2. Untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat, dilakukan pengawasan langsung oleh
seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
4. Obat tuberkulosis yang diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi
5. Pemberian gizi yang adekuat
6. Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan

Bagi penderita tahap awal, adanya treatment intensif untuk meminum obat setiap hari dibawah
pengawasan ketat agar tidak terjadi resistensi, khususnya terhadap Rifampisin. Apabila terapinya
tepat, umumnya 2 bulan, penderita BTA positif menjadi tidak menular (Sardjana, 2007).
Perawatan tahap lanjutan, dengan frekuensi minum obat yang lebih sedikit, yaitu 3x/minggu, tapi
jangka waktu lebih lama, yaitu minimal 4 bulan.Tahap ini berguna untuk membunuh kuman
persister (dorman) sehingga terhindar dari kekambuhan. Panduan terapi tuberkulosisjuga dapat
dibagi berdasarkan kategori pasien (Sardjana, 2007):

a. Kategori 1 dengan panduan terapi 2HRZE/4H3R3


b. Kategori 2 dengan panduan terapi 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
c. Kategori 3 dengan panduan terapi 2HRZ/4H3R3

Dengan keterangan sebagai berikut :


● H : Isoniasid
● R :Rifampisin
● Z : Pirazinamin
● S : Streptomisin
● E : Etambutol

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Biodata

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain

b. Keluhan Utama
· Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.

· Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti
anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.

c. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat TB seperti diabetes mellitus.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor predisposisi
penularan di dalam rumah

f. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Umum

Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi
napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi.

b. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing)

1. Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga
terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.

2. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernapasan.

3. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.

4. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.

B2 (Blood)

1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.

2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.

3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.

4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.

B3 (Brain)

Kesadaran compos mentis.

B4 (Bladder)

Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjBal
masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.

B5 (Bowel)

Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.

B6 (Bone)

Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga tidak teratur.
2. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi

Pola napas tidak efektif b.d Tujuan : dalam waktu 3x24 Identifikasi factor penyebab
hambatan upaya napas jam setelah diberikan Kaji fungsi pernapasan, catat
intervensi pola napas kecepatan pernapasan,
kembali efektif. dispnea, sianosis, dan
perubahan tanda vital.
KH :
Berikan posisi
fowler/semifowler tinggi dan
1. Klien mampu melakukan
miring pada sisi yang sakit,
batuk efektif. bantu klien latihan napas
dalam dan batuk efektif.
2. Irana, frekuensi, dan
Auskultasi bunyi napas
kedalaman pernapasan
berada pada batas normal, Kaji pengembangan dada
sdan posisi trachea.
pada pemeriksaan rontgen
dada tidak ditemukan
adanya akumulasi cairan,
bunyi napas terdengar jelas.
Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
peningkatan keperawatan 7x24 jam Observasi
kebutuhanmetabolisme diharapkan berat badan 1. Identifikasi status
meningkat dengan Kriteria nutrisi
Hasil : 2. Identifikasi
1. Adanya peningkatan berat kebutuhan kalori dan jenis
badan sesuai dengan tujuan nutrient
2. Berat badan ideal sesuai 3. Monitor asupan
dengan tinggi badan makan
3. Mampu mengidentifikasi 4. Monitor berat badan
kebutuhan nutrisi 5. Monitor hasil
4. Tidak ada tanda tanda pemeriksaan laboratorium
malnutrisi Terapeutik
5. Tidak terjadi penurunan 1. Fasilitasi menentukan
berat badan yang berarti pedoman diet
Edukasi
1. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2014). Pusat Data dan Informasi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Muttaqin. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta
: Salemba Medika

Naga, S. Sholeh. (2012). Buku Panduan penyakit Dalam. Jakarta : EGC


Ratih, G. P. (2016). Hubungan antara pengetahuan dan sikap pasien tuberkulosis paru dengan
kepatuhan minum obat anti tuberkulosis di Kota Padang. Padang: Universitas Andalas.

Sardjana, H. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Menular. Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Dignostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai