Anda di halaman 1dari 30

AKTIVITAS KOGNITIF LANSIA

(GRANDPOP COOKS)

Disusun Oleh:

Mellisa Octav .M (2016031050)

Tami Nuryanti (2016031048)

Gardani Praditya (2016031014)

Universitas Pembangunan Jaya

Program Studi Psikologi

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lanjut usia (lansia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Lansia
merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang
mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari
(Notoadmojo dalam Siahaan, 2014). Hurlock (dalam Pesik, 2015) mengatakan bahwa
orang-orang yang dikatakan lansia adalah orang-orang yang berusia lebih dari 60
tahun. Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah penduduk
lansia di Indonesia berjumlah 17,303 juta jiwa, meningkat sekitar 7,4% dari tahun
2000 yang sebanyak 15,882 juta jiwa dan diperkirakan jumlah penduduk lansia di
Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun (Putra dkk, 2014). Jika
dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase penduduk Lansia di atas
10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur
(10,40%) dan Jawa Tengah (10,34%) (Putra dkk, 2014).
Hidayati dkk (2013) mengatakan, lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan (Sirait, 2015). Proses penuaan (aging process) merupakan suatu
proses yang alami ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses menua dapat
menurunkan kemampuan kognitif dan kepikunan, masalah kesehatan kronis dan
penurunan fungsi kognitif serta memori (Putra et a el.,2013). Zulsita (2010)
mengatakan kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita
menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek
pengamatan, pemikiran dan ingatan
Penurunan fungsi kognitif memiliki tiga tingkatan dari yang paling ringan
hingga yang paling berat, yaitu: Mudah lupa (forgetfulness), Mild Cognitive
Impairment (MCI) dan Demensia. Mudah lupa merupakan tahap yang paling ringan
dan sering dialami pada orang usia lanjut. Berdasarkan data statistik 39% orang pada
usia 50-60 tahun mengalami mudah lupa dan angka ini menjadi 85% pada usia di atas
80 tahun. Ciri-ciri kognitifnya adalah proses berfikir melambat, kurang menggunakan
strategi memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih pada hal
yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang
baru dan memerlukan lebih banyak petunjuk/isyarat (cue) untuk mengingat kembali
(Legowo, 2015).
Mild Cognitive Impairment merupakan gejala yang lebih berat dibandingkan
mudah lupa. Pada mild cognitive impairment sudah mulai muncul gejala gangguan
fungsi memori yang menganggu dan dirasakan oleh penderita. Penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh (50-80%) orang yang mengalami MCI akan
menderita demensia dalam waktu 5-7 tahun mendatang. Berdasarkan rangkuman
berbagai hasil penelitian di berbagai negara prevalensi MCI berkisar antara 6,5 – 30%
pada golongan usia di atas 60 tahun. Kriteria diagnostik MCI adalah adanya gangguan
daya ingat (memori) yang tidak sesuai dengan usianya namun belum demensia
(Legowo, 2015).
Selanjutnya adalah demensia, demensia adalah suatu sindroma penurunan
kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan
fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas
sehari-hari. Demensia memiliki gejala klinis berupa kemunduran dalam hal
pemahaman seperti hilangnya kemampuan untuk memahami pembicaraan yang cepat,
percakapan yang kompleks atau abstrak, humor yang sarkastis atau sindiran. Dalam
kemampuan bahasa dan bicara terjadi kemunduran pula yaitu kehilangan ide apa yang
sedang dibicarakan, kehilangan kemampuan pemrosesan bahasa secara cepat,
kehilangan kemampuan penamaan (naming) dengan cepat. Dalam bidang komunikasi
sosial akan terjadi kehilangan kemampuan untuk tetap berbicara dalam topik, mudah
tersinggung, marah, pembicaraan bisa menjadi kasar dan terkesan tidak sopan. Namun
tidak disertai gangguan derajat kesadaran (Legowo, 2015). World Health
Organisation (WHO) melaporkan bahwa prevalensi penurunan fungsi kognitif
meningkat sejalan bertambahnya usia, kurang dari 3 % terjadi pada kelompok usia 65-
75 dan lebih dari 25 % terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (Putra, dkk,
2014).
Selain itu penelitian yang dilakukan Lumbantobing (2006) yang menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara lain fungsi
penyimpanan informasi (storage) mengalami sedikit perubahan. Menurut Suprenant,
seseorang yang lebih tua cenderung memiliki kemampuan mengingat yang kurang
dibandingkan orang yang lebih muda. Semakin bertambahnya usia maka sel-sel otak
akan semakin kelelahan dalam menjalankan fungsinya yang menyebabkan tidak bisa
bekerja secara optimal seperti saat masih muda (Putra, dkk, 2014).
Atkinson & Shriffin (dalam Jerry, 2010) mengembangkan suatu tahapan
ingatan yang dikenal dengan Three Stage Model of Memory yang membagi ingatan
manusia atas 3 komponen utama, yaitu Ingatan Sensori (Sensory Memory), Ingatan
Jangka Pendek (Short Term Memory), dan Ingatan Jangka Panjang (Long Term
memory). Hanifa (2016) mengatakan bahwa penurunan ingatan terkait penuaan
ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Memori jangka pendek, yang disebut juga sebagai memori primer atau working
memory menyimpan informasi dalam jangka waktu sementara dengan kapasitas
terbatas 7 ± 2 item dalam satu waktu (Suputra, 2015). Suputra (2015) juga
mengatakan bahwa memori jangka pendek menyimpan informasi selama 15-30 detik
dan akan hilang bila tidak dilakukan pengulangan. Memori jangka panjang adalah
suatu proses penyimpanan informasi yang relatif permanen (Jerry, 2010).
Sarwono (dalam Umam, 2016) mengatakan bahwa informasi yang baru
didapat disimpan dalam memori jangka pendek dengan kemampuan jumlah dan
waktu penyimpanan yang terbatas. Sarwono (dalam Umam, 2016) juga mengatakan
bahwa ingatan jangka pendek dapat bertahan selama beberapa menit sampai beberapa
jam. Kapasitas memori jangka pendek terbatas, lima sampai sembilan unit informasi.
Informasi bisa berupa angka, huruf atau kata Informasi dapat hilang bila terjadi
distraksi. Solso (dalam Umam, 2016) menjelaskan bahwa sebagian informasi akan
terlupakan, sebagian lain akan ditransfer ke dalam memori jangka panjang yang lebih
permanen. Wade & Travris (dalam Umam, 2016) mengatakan bahwa informasi dari
memori jangka panjang dapat kembali lagi ke memori jangka pendek untuk
digunakan. Informasi dari memori jangka panjang sering tidak ditemukan kembali
sehingga terjadi lupa.

Terdapat berbagai cara agar ingatan yang diterima dari luar dapat melakukan
recall atau pemanggilan informasi dan diharapkan tidak mengalami forgetting atau
lupa. Beberapa cara dalam mempertahankan memori yaitu melakukan pengulangan
(rehearsall), elaborative rehersall, deep processing, dan mnemonic (Lathifah et a el.,
2015). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Wreksoatmodjo pada tahun
2013, lansia yang tidak pernah masak sendiri meningkatkan risiko fungsi kognitif
buruk sebesar 2 kali lipat.

Berdasarkan latar belakang diatas, kami membuat sebuah program yang diberi
nama “Grandpop Cooks” dimana aktivitas utama dalam kegiatan ini menggunakan
metode pengulangan (rehearsal) yaitu penyelenggara acara memberikan informasi
terkait makanan yang akan dimasak, yaitu bahan masakan yang akan dimasak, yang
akan diberikan kode angka pada setiap bahan makanan (contohnya daun selada
kodenya 3, tauge kodenya 4, dst) dan diulangi sampai peserta dapat mengingatnya.
Setelah itu penyelenggara meminta peserta untuk mengambil undian yang terdapat
kode angka di dalamnya. Lalu peserta diminta untuk mengambil bahan makanan yang
cocok dengan kode angka yang sebelumnya sudah dijelaskan. Selain itu, pada akhir
acara peserta diminta untuk memasak sendiri dengan bahan makanan yang sudah
diundi sebelumnya.

B. Tujuan Pembuatan Aktivitas

Aktivitas ini bertujuan untuk membantu meningkatkan short-term memory lansia, dan
membantu mengurangi penurunan fungsi kognitif lansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Lansia

Azizah (dalam Intani, 2013) menyatakan lansia merupakan suatu bagian dari
tumbuh kembang dari mulai bayi, anak-anak, dewasa, dan tua. Lansia mengalami
perubahan yang bersifat norrmal meliputi perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
secara bertahap, lalu Utomo dkk (dalam Farahnaz, 2016) menyatakan ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stress dengan lingkungan
dan bukan merupakan suatu penyakit. Proses penuaan akan terlihat sejak umur 45
tahun dan timbul masalah pada umur 60 tahun.

1.1. Kategori Lansia

WHO (dalam Intani, 2013) menyatakan lansia dapat dikategorikan


menjadi empat berdasarkan usia kronologis atau biologis yang meliputi:

1. Usia pertengahan (middle age) yang berkisar antara umur 45-59 tahun
2. Lanjut usia (erderly) yang berkisar antara 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) yang berkisar antara 75-90
4. Usia sangat tua (very old) yang berkisar diatas 90 tahun

1.2. Karakteristik Lansia

Hurlock (2012) menjelaskan secara lebih khusus bahwa masa lansia


memiliki ciri- ciri:

1) Terjadi nya bebagai macam kemunduran (fisik dan mental)


2) Terjadi perbedaan individual pada efek menua
3) Usia lanjut di nilai dengan kriteria yang berbeda
4) Muncul nya berbagai stereotip yang di berikan pada lansia (sering nya
bersifat negatif)
5) Sikap sosial terhadap lansia yang sering tidak menyenangkan
6) Lansia mempunyai status kelompok yang minoritas
7) Belajar menerima perubahan peran sebagai lansia
8) Lansia sering memiliki penyesuaian diri yang buruk akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan
9) Memiliki keinginan untuk kembali muda

2. Kognitif

Gagne (dalam Naimah, 2012) mengatakan bahwa kognitif adalah proses yang
terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang
berpikir.

2.1. Kognitif pada Lansia

Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologi juga terjadi


kemunduran beberapa aspek kognitif seperti kemunduran daya ingat terutama
memori kerja (working memory) yang amat berperan dalam aktifitas hidup
sehari- hari, hal ini menjelaskan mengapa pada sebagian lanjut usia menjadi
pelupa. Selain itu fungsi belahan otak sisi kanan sebagai pusat intelegensi
dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak sisi kiri
sebagai pusat inteligensi kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari
kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain adalah
kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian. Penurunan kognitif pada
lansia juga bergantung pada faktor usia dan jenis kelamin terutama pada
wanita hal ini dikarenakan adanya peranan hormon seks endogen dalam
perubahan fungsi kognitif serta reseptor esterogen di otak yang berperan
dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Status kesehatan juga
merupakan satu faktor penting yang memperburuk fungsi kognitif lansia.
Salah satunya adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat
meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, penurunan hipokampus
(Coresa, 2014)
3. Ingatan

Ingatan merupakan suatu proses biologi, yakni informasi diberi kode dan
dipanggil kembali. Pada dasarnya ingatan adalah sasuatu yang membentuk diri
manusia dan membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Ingatan memberi
manusia kemampuan mengingat masa lalu, dan perkiraan pada masa depan (Lestari,
2010). Syahrani (dalam Lestari, 2010) menuliskan bahwa mengingat itu adalah
proses kerja otak menyimpan informasi dan memunculkannya kembali.
3.1. Jenis-jenis Ingatan

Syahrani (dalam Lestari, 2010) menyatakan terdapat lima jenis ingatan,


yaitu:

a) Ingatan jangka pendek-segera


Tempat dalam otak yang menampung informasi baru yang masuk.
Ingatan ini terletak di bagian depan otak yang disebut lobe depan
cerebral korteks. Ingatan ini hanya dapat menangani tujuh bit informasi
(plus atau minus 2) sebelum ingatan itu menyalurkan informasi ke
memori kerja atau memori perantara. Jadi, informasi apapun yang kita
terima pertama kali melalui panca indera kita akan masuk dalam
ingatan jangka pendek-segera ini.
b) Ingatan jangka pendek-kerja

Dapat diandaikan seperti buku catatan yang terbuka di meja kerja kita.
Informasi ditulis, dibaca, atau dicatat dalam ingatan ini. Yang
terpenting, memori ini merupakan apa yang difokuskan saat ini.

c) Ingatan jangka pendek-perantara

Buku catatan yang dieletakkan di sudut ruangan. Kita dapat


mengambilnya jika perlu, tetapi saat ini ingatan itu tidak penting.
Ingatan jangka pendek- perantara dapat kita umpamakan sebagai
“recycle bin” atau tempat sampah dalam computer, hanya bedanya
computer dapat mengkosongkannya akan tetapi ingatan kita akan
selalu tersimpan. Pada malam hari ketika tidur, semua informasi
jangka pendek dimasukkan ke dalam ingatan jangka panjang. Akan
menjadi ingatan apakah ingatan jangka pendek itu selanjutnya, apakah
ingatan jangka panjang-kerja, atau ingatan jangka panjang-arsip
tergantung pada pertanyaan apakah informasi ini akan kita perlukan
besok atau dalam waktu dekat ? jika jawabannya ya, maka informasi
tersebut disimpan dalam ingatan jangka panjang-kerja. Jika
jawabannya tidak, maka informasi tersebut disimpan dalam ingatan
jangka panjang-arsip.

d) Ingatan jangka panjang-kerja

Pengetahuan yang diperlukan sehari-hari, kita perlu tahu dimana kita


tinggal, berapa nomor telepon kita dan sebagainya.

e) Ingatan jangka panjang-arsip

Pengetahuan yang tidak kita gunakan saat ini atau tidak akan
digunakan untuk waktu lama.

3.2. Tahapan Mengingat

Dalam proses mengingat informasi, memori memakai tiga tahap yaitu:

1) Penyandian (encoding) adalah pemasukan pesan dalam ingatan, dibagi


menjadi tiga macam:

a) Penyandian akustik, informasi yang disandikan dalam memori,


memasuki penyandian tertentu dan informasi yang diterima terdiri
dari butiran- betiran verbal seperti angka, huruf dan kata.
b) Penyandian visual, yakni informasi yang disandikan dalam memori
berdasarkan apa yang dilihat.
c) Penyandian makna, dalam penyandian ini materi verbal didasarkan
pada makna disetiap kata. Penyandian ini terjadi jika butir itu
adalah kata yang terisolasi, tetapi akan lebih jelas jika butir-butir
itu adalah kalimat. Dengan begitu ingatan disimpan dalam bentuk
jaringan-jaringan diseluruh bagian otak sesuai dengan
pengkodeannya.

2) Penyimpanan (storage), yaitu penyimpanan informasi dalam ingatan,


diperkirakan proses ini berjalan dengan sendirinya tanpa pengarahan
langsung dari subjek dan biasanya sangat sukar untuk melupakannya.
3) Pemanggilan (retrieval), memanggil kembali apa yang telah disimpan atau
proses mendapatkan informasi yang disimpan, seperti membawa kembali
pengalaman masa lalu.

B. Teori Pendukung

1. Lansia

World Health Organisation (WHO) mengatakan bahwa lansia adalah


seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas (Sirait, 2015).

1.1.Batasan Usia Lanjut

World Health Organitation (WHO) (dalam Sirait, 2015) menyebutkan


batasan usia lanjut meliputi :

a) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun


b) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, Departemen Kesehatan RI (2006)


pengelompokkan lansia menjadi :

a) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang


menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif
(usia >65 tahun)
1.2. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia yaitu perubahan


fisik, perubahan kognitif, perubahan psikososial, dan perubahan asperk
kepribadian. Perubahan fisik yaitu pada sistem indra, sistem musculoskeletal,
sistem kardiovaskuler dan respirasi, sistem perkemihan, sistem
reproduksi, dan pada sistem susunan saraf mengalami perubahan
anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Penuaan
menyebabkan penurunan persepsi, sensori dan respon motorik pada
susunan saraf pusat (SSP) dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini
terjadi karena SSP pada lansia mengalami perubahan morfologis
dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi
kognitif (Ningsih, 2016).

2. Kognitif

Dalam arti yang luas cognitive (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif
menjadi popular sebagai salah satu domain psikologis manusia yang meliputi
setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan
(Mussa’diyah, 2014).

2.1. Fungsi Kognitif pada Lansia

Ningsih (2016) mengatakan bahwa proses menua merupakan


penyebab terjadinya gangguan fungsi kognitif. Santoso dan Ismail (dalam
Ningsih, 2016) mengelaskan bahwa fungsi kognitif tersebut merupakan
proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau kemampuan
kecerdasan, yang meliputi cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan,
dan pelaksanaan. Copel (dalam Ningsih, 2016) mengatakan bahwa gangguan
fungsi kognitif berhubungan dengan fungsi otak, karena kemampuan lansia
untuk berpikir akan dipengerahui oleh keadaan otak.
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Fungsi Kognitif pada
Lansia

Ningsih (2016) mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi


penurunan fungsi kognitif pada lansia yaitu proses penuaan pada otak dan
pertambahan usia. Proses penuaan pada otak yaitu terdapat perubahan pada
otak yang berhubungan dengan usia. Setiap tahun ditemukan terjadinya
pengurangan volume pada masing-masing area seperti lobus frontalis
(0,55%), dan lobus temporal (0,28%). Uinarni (dalam Ningsih, 2016)
mengatakan bahwa pengurangan volume otak juga akan disertai dengan
penurunan kognitif. Lucas (dalam Ningsih, 2016) juga menjelaskan bahwa
sebagian besar bagian otak termasuk lobus frontal mempunyai peranan
penting dalam penyimpanan ingatan di otak. Faktor pertambahan usia
yaitu bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak terjadi
perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh yang cenderung mengarah
pada penurunan fungsi. Pranarka (dalam Ningsih, 2016) mengatakan
bahwa pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan fungsi
intelektual, berkurangnya kemampuan transmisi saraf di otak yang
menyebabkan proses informasi menjadi lambat, banyak informasi hilang
selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi
baru dan mengambil informasi dari memori.

2.3. Perubahan Fungsi Kognitif pada Lansia

Azizah (dalam Ningsih, 2016) menyebutkan perubahan fungsi kognitif pada


lansia, antara lain :

a) Memory (daya ingat atau ingatan)

Pada lanjut usia daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif
yang paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang
kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek
seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam
mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu
menarik perhatiannya, dan informasi baru seperti TV dan film.

b) IQ (Intellegent Quocient)

IQ merupakan suatu skor pada suatu tes yang bertujuan untuk


mengukur kemampuan verbal dan kuantitatif (Semiun, 2006). Fungsi
intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent
seperti mengingat daftar, memori bentuk geometri, kecepatan
menemukan kata, menyelesaikan masalah, keceptan berespon, dan
perhatian yang cepat teralih.

c) Kemampuan belajar (learning)

Para lansia tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkan


wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience). Implikasi
praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia baik
bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah
memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang
sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang
dilayani.

d) Kemampuan pemahaman

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada


lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi
dan fungsi pendengaran lansia mengalami penurunan. Dalam
memberikan pelayanan terhadap lansia sebaiknya berkomunikasi
dilakukan kontak mata atau saling memandang. Dengan kontak mata
lansia dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan
pendengaran dapatdiatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud
orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan
menimbulkan rasa aman danditerima, sehingga lansia lebih tenang,
senang dan merasa dihormati.

e) Pemecahan masalah
Pada lansia masalah-masalah yang dihadapi semakin banyak.
Banyak hal dengan mudah dapat dipecahkan pada zaman dahulu,
tetapi sekarang menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra
pada lansia. Hambatan yang lain berasal dari penurunan daya ingat,
pemahaman, dan lain-lain yang berakibat pemecahan masalah menjadi
lebih lama.

f) Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau


seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, lansia
membutuhkan petugas atau pembimbing yang dengan sabar
mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil tanpa membicarakan
dengan mereka para lansia, akan menimbulkan kekecewaan dan
mungkin dapat memperburuk kondisinya. Dalam pengambilan
keputusan sebaiknya lansiatetap dalam posisi yangdihormati (Ebersole
& Hess, 2001)

g) Motivasi

Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi


afektif. Motif kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia
akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif afektif
lebih menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk
mencapai tingkat emosional tertentu. Pada lansia, motivasi baik
kognitif maupun afektif untuk memperoleh sesuatu cukup besar,
namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan
kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal yang diinginkan
banyakterhenti ditengah jalan.
BAB III

PROSES PEMBUATAN KEGIATAN

Program ini berjenis workshop, karna workshop adalah Suatu metode pembelajaran
yang menekankan pada pemahaman yang lebih mendalam terhadap suatu topik tertentu
dengan melakukan pertukaran informasi dan interaksi antar peserta dengan pembahasan
yang bersifat tutorial dan cenderung teknis sehingga diharapkan adanya hasil atau kerja nyata
dalam bentuk laporan (Rahayu & Riyanto, 2014). Workshop ini bertemakan bermain dan
memasak dan diberi judul “Grandpop Cooks”. Peserta dari kegiatan ini adalah individu yang
berusia 60-75 tahun tinggal di panti jompo. Tempat dan workshop Grandpop Cooks ini
dirancang kurang lebih dalam 3 bulan yaitu pada bulan agustus hingga oktober 2017 di
Universitas Pembangunan Jaya. Kegiatan pelatihan ini akan akan dilaksanakan di Panti
Werdha Berdikari yang berada didaerah Tangerang Selatan dengan durasi kurang lebih 3 jam
30 menit yaitu dari pukul 09.00 sampai 12.30.

Tahap awal dari dari kegiatan kami adalah perencanaan yang meliputi, pencarian data
dari beberapa sumber seperti buku, jurnal dan skripsi yang berkaitan dengan topik pelatihan
kami. Tahap kedua, kami akan mencari subjek yang akan mengikuti Grandpop Cooks dan
subjek kami adalah lansia yang usianya berkisar 60-75 tahun. Tahap ketiga, kami akan
mencari masalah pada tugas perkembangan yang terjadi pada lansia dan kami telah
menemukan masalah yang terjadi pada lansia adalah melambatnya proses pikir, kurang
menggunakan strategi memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih
pada hal yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang
baru. Tahap keempat, kami membuat proposal yang berisi kegiatan dan penyampaian materi
yang nantinya akan kami sampaikan kepada para lansia. Tahap kelima, kami akan
menentukan isi dari pelatihan yang kami akan adakan serta menentukan waktu, tanggal,
tempat serta jumlah peserta yang akan dituju.

Setelah menjalankan tahap perencanaan, kami kemudian melanjutkan ketahap


pelaksanaan. Pada tahap ini kami akan mengumpulkan dan mendata seluruh peserta
Grandpop Cooks, lalu peserta diarahkan ke sebuah ruangan yang telah dipersiapkan oleh
penulis. Proses selanjutnya para peserta kemudian diberikan penjelasan tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan.

Pada proses ini peserta akan diperkenalkan dengan beberapa macam makanan dan
minuman seperti jus buah melon, buah naga, salad buah, salad sayur, salad macaroni dan roti
lapis, serta manfaat yang terkandung didalamnya. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan
yang telah disiapkan oleh penyelenggara termasuk perebusan, pengkukusan dan peserta
hanya akan diberikan tugas seperti mancampur bahan, mengkreasikan bahan, membuat jus
serta memberikan kreasi lainnya sekreatif mereka. Adapula bahan yang disediakan sebagai
berikut:

Alat dan bahan Kategori manfaat Jumlah alat dan


bahan

Melon Buah 1 buah


Buah naga Buah 3 buah
Apel Buah 3 buah
Selada air Sayuran 1 ikat
Kubis Sayuran 1 ikat
Bayam Sayuran 1 ikat
Wortel Sayuran 4 buah
Thousand Island Mayonaise 1 botol
Makaroni Pasta 1 pack
Ayam suir Daging ½ ekor
Ikan tuna cincang Daging 1 ekor
Daging asap Daging 3 pcs
Roti tawar Roti 1 pack
Telur rebus Telur 3 buah
Saus sambal Penyedap rasa 1 botol
Blender Alat 1 buah
Pisau Alat 2 buah
Mangkuk besar Alat 3 buah
Piring Alat 12 buah
Sendok Alat 15 buah
Gelas Alat 10 buah
Meja Fasilitas 9 buah
Kursi Fasilitas 10 buah

dari bahan yang telah dijelaskan diatas, lalu penyelenggara akan menjelaskan manfaat dari
bahan makanan yang telah disediakan, kemudian penyelenggara akan memberikan simbol
angka pada setiap bahan masakan yang akan diberikan kepada peserta melalui undian.

Kemudian penyelenggara memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan


selanjutnya.

Berikut ini adalah rundown acara workshop grandpop cooks

Sesi Waktu Kegiatan Keterangan


Sambutan, perkenalan, memberitahu peserta
09.00 - 09.15 Pembukaan Workshop memgenai tujuan, proses, dan manfaat dari
Grandpop Cooks
Menjelaskan mengenai masakan yang akan
dibuat oleh para peserta dan panitia
09.15 - 09.30 Pengantar materi
menjelaskan mengenai manfaat dari masakan
tersebut
Panitia memberikan kertas yang tertulis bahan
09.30 - 09.50 makanan beserta angka sebagai kode makanan
(cont: Melon=1, Apel=2) dan meminta peserta
untuk menghafalkannya.
Setelah menghafalkan kode angka pada setiap
1 Bermain bahan masakan, panitia meminta peserta untuk
09-50 - 10.00
mengambil undian bernomor yang menjadi
simbol untuk bahan makanan yang akan dibuat
Peserta mencocokkan nomor yang didapat dari
10.00 - 10.20 undian dengan bahan-bahan makanan yang
tersedia
Setelah peserta berhasil mencocokan nomor
10.20 - 10.40 Memasak dengan bahan makanan, peserta diminta untuk
memasak dengan bahan masakan yang dibuat
Panitia memberikan kertas yang tertulis bahan
makanan beserta angka sebagai kode makanan
2 10.40 - 11.00 Bermain
(cont: Melon=1, Apel=2) dan meminta peserta
untuk menghafalkannya.
Setelah menghafalkan kode angka pada setiap
bahan masakan, panitia meminta peserta untuk
11.00 – 11.10
mengambil undian bernomor yang menjadi
simbol untuk bahan makanan yang akan dibuat
Peserta mencocokkan nomor yang didapat dari
11.10 – 11.30 undian dengan bahan-bahan makanan yang
tersedia
Setelah peserta berhasil mencocokan nomor
11.30 – 11.50 Memasak dengan bahan makanan, peserta diminta untuk
memasak dengan bahan masakan yang dibuat
Para peserta memakan masakan yang telah
11.50 – 12.10 Makan bersama dibuat secara bersama-sama dengan peserta
lainnya
Ucapan terimakasih dan foto bersama
12.10-12.30 Penutup

Setelah penyeleggara memberikan pengarahan pada peserta, kemudian peserta akan


diberikan kegiatan sejumlah games yang megharuskan peserta mengingat berbagai macam
bahan masakan yang telah diberikan simbol dengan angka yang telah diberikan oleh
penyeleggara sebelumnya. Misal untuk bahan masakan melon diberikan angka 1, buah naga
diberikan angka 2, apel diberikann angka 3, selada air diberikan angka 4 dan terus mengikuti
bahan lainnya. Ketika peserta menghafal simbol angka, penyeleggara membantu mereka
dengan membaca dan memberikan pengulangan sampai peserta hafal. Setelah peserta
menghafal penyeleggara meminta peserta mencocokkan dengan bahan masakan yang telah
disiapkan penyelenggara dengan simbol resep yang telah diundi. Setelah mendapatkan bahan
yang cocok dengan simbol resep yang diundi, penyeleggara membantu peserta dalam mencari
bahan. Lalu peserta membagikan hasil makanan mereka dan memakannya bersama para
lansia di Panti Werdha Berdikari. Setelah Grandpop Cooks selesai, penyelenggara melakukan
penutupan acara, yaitu mengucapkan terimakasih pada peserta dan perawat yang ada di Panti
Werdha Berdikari serta melakukan foto bersama.
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1.1. Tahap Pelaksanaan


Selama sesi Grandpop Cooks, penulis membutuhkan ruangan dan beberapa
kursi. Adapun tahapan dari Grandpop Cooks ini antaralain: 1) Penyelenggara
mengujungi Panti Werdha Berdikari. 2) Penyelenggara memperkenalkan diri pada
peserta. 3) Penyelenggara menjelaskan mengenai Grandpop Cooks serta tujuan dan
manfaat dari Grandpop Cooks ini. 4) Penyelenggara menjelaskan mengenai manfaat
dari makanan yang akan dibuat. 5) Peserta menjalani sesi 1, yaitu peserta di berikan
kerta hafalan berisi bahan masakan yang akan dibuat yang dilengkapi dengan simbol
angka. 6) Penyelenggara meminta para peserta untuk menghafal dan mengingat
bahan makanan yang ada di kertas tersebut beserta simbol angkanya. 7) Masing-
masing penyelenggara membantu peserta untuk menghafal dan mengingat bahan
makanan tersebut serta simbol angkanya. 8) Setelah peserta hafal dan ingat,
penyelenggara meminta peserta untuk mengambil undian yang berisi resep makanan
yang akan dibuat, namun resep tersebut hanya berupa simbol angka. 9) Peserta
diminta mencocokkan resep yang berisi simbol angka dengan bahan makanan yang
sudah disiapkan. 10) Jika peserta tidak dapat mengambil bahan makanan tersebut,
penyelenggara membantu untuk mengambil dan menyiapkan bahan makanan
tersebut. 11) Setelah peserta berhasil mencocokkan bahan makanan dengan resep
yang berisi simbol angka, penyelenggara meminta peserta untuk memasak dengan
bahan makanan yang telah dicocokkan dengan bantuan dan arahan dari
penyelenggara. 12) Setelah selesai memasak bahan makanan tersebut, peserta
diminta untuk memakan makanan tersebut serta membagikannya pada peserta lain.
14) Peserta menjalani sesi 2, yaitu peserta di berikan kerta hafalan berisi bahan
masakan yang akan dibuat yang dilengkapi dengan simbol angka. 15) Penyelenggara
meminta para peserta untuk menghafal dan mengingat bahan makanan yang ada di
kertas tersebut beserta simbol angkanya. 16) Masing-masing penyelenggara
membantu peserta untuk menghafal dan mengingat bahan makanan tersebut serta
simbol angkanya. 17) Setelah peserta hafal dan ingat, penyelenggara meminta
peserta untuk mengambil undian yang berisi resep makanan yang akan dbuat, namun
resep tersebut hanya berupa simbol angka. 18) Peserta diminta mencocokkan resep
yang berisi simbol angka dengan bahan makanan yang sudah disiapkan. 19) Jika
peserta tidak dapat mengambil bahan makanan tersebut, penyelenggara membantu
untuk mengambil dan menyiapkan bahan makanan tersebut. 20) Setelah peserta
berhasil mencocokkan bahan makanan dengan resep yang berisi simbol angka,
penyelenggara meminta peserta untuk memasak dengan bahan makanan yang telah
dicocokkan dengan bantuan dan arahan dari penyelenggara. 21) Setelah selesai
memasak bahan makanan tersebut, peserta diminta untuk memakan makanan
tersebut serta membagikannya pada peserta lain. 22) Setelah acara selesai,
penyelenggara mengucapkan terima kasih kepada peserta serta perawat yang ada di
Panti Werdha Berdikari dan menjalankan sesi foto bersama.

4.2. Tahap Pasca-pelaksanaan


Terdapat beberapa tahap dalam pasca-pelaksanaan Granpop Cooks, yaitu:
a. Penulis mencari Panti Werdha untuk melaksanakan Grandpop Cooks
b. Penulis mencari resep makanan dan cara pembuatannya di internet.
c. Penulis mempersiapkan bahan masakan dan mengolahnya, sehingga saat
workshop Granpop Cooks berlangsung, peserta hanya harus mencapur bahan
makanan tersebut.
d. Penulis mempersiapkan kertas undian dan kertas hafalan yang berisi bahan
makanan yang diberi simbol.
e. Penulis membuat modul untuk kegiatan ini.
BAB V

KESIMPULAN

Hidayati dkk (2013) mengatakan, lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Sirait,
2015). Proses penuaan (aging process) merupakan suatu proses yang alami ditandai dengan
adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial dalam berinteraksi
dengan orang lain. Proses menua dapat menurunkan kemampuan kognitif dan kepikunan,
masalah kesehatan kronis dan penurunan fungsi kognitif serta memori (Putra et a el.,2013).
Selain itu penelitian yang dilakukan Lumbantobing (2006) yang menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara lain fungsi penyimpanan
informasi (storage) mengalami sedikit perubahan. Menurut Suprenant, seseorang yang lebih
tua cenderung memiliki kemampuan mengingat yang kurang dibandingkan orang yang lebih
muda. Semakin bertambahnya usia maka sel-sel otak akan semakin kelelahan dalam
menjalankan fungsinya yang menyebabkan tidak bisa bekerja secara optimal seperti saat
masih muda (Putra, dkk, 2014).

Terdapat berbagai cara agar ingatan yang diterima dari luar dapat melakukan recall
atau pemanggilan informasi dan diharapkan tidak mengalami forgetting atau lupa. Beberapa
cara dalam mempertahankan memori yaitu melakukan pengulangan (rehearsall), elaborative
rehersall, deep processing, dan mnemonic (Lathifah et a el., 2015). Selain itu, berdasarkan
penelitian yang dilakukan Wreksoatmodjo pada tahun 2013, lansia yang tidak pernah masak
sendiri meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk sebesar 2 kali lipat.

Penulis memberi solusi untuk membantu meningkatkan serta mengurangi short-tem


memory pada lansia melalui workshop yang dinamakan Grandpop Cooks. Grandpop Cooks
adalah sebuah workshop dimana para lansia diminta untuk menghafal serta mengingat
kembali bahan makanan serta simbol angkanya, penulis menggunakan metode pengulangan
(rehersall) dalam membantu lansia untuk menghafal serta mengingat kembali bahan makanan
serta simbol angkanya, lalu lansia memasak yang di bantu dan diarahkan oleh penulis.
Dengan adanya hal ini dapat membantu lansia untuk mengurangi penurunan fungsi
kognitifnya. Peran yang penulis butuhkan untuk mewujudkan program ini, yaitu lansia.
Program ini diselenggarakan di Panti Werdha Berdikari, dilaksanakan pada tahun 2017.
Adapun tahapan Grandpop Cooks antara lain: 1) Penyelenggara mengujungi Panti
Werdha Berdikari. 2) Penyelenggara memperkenalkan diri pada peserta. 3) Penyelenggara
menjelaskan mengenai Grandpop Cooks serta tujuan dan manfaat dari Grandpop Cooks ini.
4) Penyelenggara menjelaskan mengenai manfaat dari makanan yang akan dibuat. 5) Peserta
menjalani sesi 1, yaitu peserta di berikan kerta hafalan berisi bahan masakan yang akan
dibuat yang dilengkapi dengan simbol angka. 6) Penyelenggara meminta para peserta untuk
menghafal dan mengingat bahan makanan yang ada di kertas tersebut beserta simbol
angkanya. 7) Masing-masing penyelenggara membantu peserta untuk menghafal dan
mengingat bahan makanan tersebut serta simbol angkanya. 8) Setelah peserta hafal dan ingat,
penyelenggara meminta peserta untuk mengambil undian yang berisi resep makanan yang
akan dibuat, namun resep tersebut hanya berupa simbol angka. 9) Peserta diminta
mencocokkan resep yang berisi simbol angka dengan bahan makanan yang sudah disiapkan.
10) Jika peserta tidak dapat mengambil bahan makanan tersebut, penyelenggara membantu
untuk mengambil dan menyiapkan bahan makanan tersebut. 11) Setelah peserta berhasil
mencocokkan bahan makanan dengan resep yang berisi simbol angka, penyelenggara
meminta peserta untuk memasak dengan bahan makanan yang telah dicocokkan dengan
bantuan dan arahan dari penyelenggara. 12) Setelah selesai memasak bahan makanan
tersebut, peserta diminta untuk memakan makanan tersebut serta membagikannya pada
peserta lain. 14) Peserta menjalani sesi 2, yaitu peserta di berikan kerta hafalan berisi bahan
masakan yang akan dibuat yang dilengkapi dengan simbol angka. 15) Penyelenggara
meminta para peserta untuk menghafal dan mengingat bahan makanan yang ada di kertas
tersebut beserta simbol angkanya. 16) Masing-masing penyelenggara membantu peserta
untuk menghafal dan mengingat bahan makanan tersebut serta simbol angkanya. 17) Setelah
peserta hafal dan ingat, penyelenggara meminta peserta untuk mengambil undian yang berisi
resep makanan yang akan dbuat, namun resep tersebut hanya berupa simbol angka. 18)
Peserta diminta mencocokkan resep yang berisi simbol angka dengan bahan makanan yang
sudah disiapkan. 19) Jika peserta tidak dapat mengambil bahan makanan tersebut,
penyelenggara membantu untuk mengambil dan menyiapkan bahan makanan tersebut. 20)
Setelah peserta berhasil mencocokkan bahan makanan dengan resep yang berisi simbol
angka, penyelenggara meminta peserta untuk memasak dengan bahan makanan yang telah
dicocokkan dengan bantuan dan arahan dari penyelenggara. 21) Setelah selesai memasak
bahan makanan tersebut, peserta diminta untuk memakan makanan tersebut serta
membagikannya pada peserta lain. 22) Setelah acara selesai, penyelenggara mengucapkan
terima kasih kepada peserta serta perawat yang ada di Panti Werdha Berdikari dan
menjalankan sesi foto bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Coresa, T. (2014). Gambaran fungsi kognitif pada lansia di Unit Rehabilitas Social Pucang
Gading Semarang (Skripsi, Universitas Diponegoro). Diakses pada tanggal 12
Oktober 2017 pukul 13.25 dari http://eprints.undip.ac.id/44892/

Farahnaz, A. (2016). Pengaruh latihan isotonic low impact pada otot dorsal dan plantar
flexor terhadap peningkatan keseimbangan dinamis lansia (Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta). Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 13.25 dari
http://eprints.ums.ac.id/44723/

Hanafi, A. (2014). Pengaruh terapi brain gym terhadap peningkatan fungsi kognitif pada
lanjut usia di Posyandu Lanjut Usia Desa Pucungan Kartasura (Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta). Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 13.25 dari
http://eprints.ums.ac.id/32228/

Hanifa, A. (2016). Hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti
Sosial Margaguna Jakarta Selatan (Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta). Diakses pada 14 Oktober 2017 pukul 21.36 dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/33433

Intani, A. C. (2013). Hubungan beban kerja dengan stres pada petani lansia di Kelompok
Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember (Skripsi, Universitas
Jember). Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 13.25 dari
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/3168/Arum%20Cahya%20Int
ani%20-%20092310101003.PDF?sequence=1

Jerry. (2010). Pengaruh kebisingan dan warna terhadap ingatan jangka pendek ditinjau dari
dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert (Skripsi, Universitas Sumatera Utara).
Diakses pada 14 Oktober 2017 pukul 21.19 dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18437.

Lathifah, N.B. & Ramli, A.H. & Faizah. (2015). Pengaruh tayangan humor terhadap short
term memory pada mahasiswa baru. Jurnal Mediapsi, 1(1), 10-16. Diakses pada 14
Oktober 2017 pukul 22.53 dari
http://mediapsi.ub.ac.id/index.php/mediapsi/article/view/2

Legowo, G. (2015). Hipertensi sebagai faktor risiko penurunan fungsi kognitif pada lansia di
Posyandu Lansia Rajabasa Bandar Lampung (Skripsi, Universitas Lampung).
Diakses pada 14 November 2017 pukul 20.29 dari
http://digilib.unila.ac.id/17184/118/BAB%20II.pdf.

Lestari, Y. A. (2010). Metode mnemonik untuk mengingat dua belas nervus cranialis pada
Mahasiswa Tingkat II Akper Kosgoro Mojokerto (Tesis, Universitas Sebelas Maret).
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 13.25 dari
http://eprints.uns.ac.id/4187/1/153902108201005031.pdf

Mussa’diyah, L. (2014). Perkembangan kognitif Jean Piaget untuk meningkatkan


kemampuan belajar anak diskalkulia (studi kasus pada siswa “X” di MI Pangeran
Diponegoro Surabaya) (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya).
Diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 11.23 dari
http://digilib.uinsby.ac.id/1543/

Naimah, M. (2012). Peran positive deviance guru dalam mendukung perkembangan kognitif
anak berkebutuhan khusus: penelitian tindakan di SDN 04 Krebet Desa Sidowayah
Kecamatan Jambon. Kabupaten Ponorogo (Skripsi, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang). Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 13.25
dari http://etheses.uin-malang.ac.id/2218/

Ningsih, M.A.D. (2016). Pengaruh Terapi Teka Teki Silang terhadap fungsi kognitif pada
lansia dengan kecurigaan demensia di Banjar Muding Klod (Tesis, Universitas
Udayana). Diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 11.56 dari
http://erepo.unud.ac.id/17418/.

Pesik, V. P. (2015). Perbedaan psychological well-being lansia yang tinggal di Pandi Werda
dan di rumah (Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana). Diakses pada tanggal 11
November 2017 pukul 20.14 dari
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1_802007093_Full%20text.p
df

Putra, G.S.M.R.A. & Indarwati, R. & Has, E.M.M. (2014). Reminiscence therapy dengan
metode terapi aktivitas kelompok meningkatkan fungsi kognitif pada lansia (Jurnal).
Diakses pada 14 Oktober 2017 pukul 21.08 dari http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-ijchnb7ed797040full.pdf.

Rahayu, Y., & Riyanto, A. (2014). Pengaruh workshop dan sertifikasi akuntansi terhadap
pemahaman dasar akuntansi dan praktek (studi kasus di Amik BSI Sukabumi). Jurnal
Ecodemica, 2(2), 186-193. Diakses pada tanggal 5 november 2017 dari
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/ecodemica/article/view/94

Siahaan, N.R. (2014). Pelaksanaan program posyandu lansia dan tingkat kepuasaan lansia
pengguna posyandu di Puskesmas Buntu Raja Kecamatan Siempat Nempu Kabupaten
Dairi (Skripsi, Univeristas Sumatera Utara). Diakses pada tanggal 11 November 2017
pukul 23.14 dari http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/39919?show=full

Sirait, F.R.H. (2015). Hubungan status gizi dan hipertensi terhadap kemandirian lansia di
Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton (Skripsi, Univeristas Lampung). Diakses pada
12 Oktober 2017 pukul 16.33 dari http://digilib.unila.ac.id/6613/.
Suputra, A.A.G.S. (2015). Hubungan antara kadar yodium urin dan memori jangka pendek
pada anak sekolah dasar di Daerah Endemis Gaky (Skripsi, Univeritas Diponegoro).
Diakses pada 14 Oktober 2017 pukul 21.40 dari http://eprints.undip.ac.id/46166/

Syayidah, K. (2009). Impementasi metode super memory system dalam meningkatkan daya
ingat siswa pada mata pelajaran fiqih kelas XI Mabilingual Krian Sidoarjo (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya). Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017 dari http://digilib.uinsby.ac.id/7300/

Umam, K. (2016). Pengaruh terapi humor terhadap memori jangka pendek pada lansia di
Panti Sosial Lanjut Usia Bondowoso (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Jember).
Diakses pada 14 November 2017 pukul 20.41 dari
http://digilib.unmuhjember.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=umj-1x-
khoiruluma-3404

Wreksoatmodjo, B.R. (2013). Aktivitas kognitif mempengaruhi fungsi kognitif lanjut usia di
Jakarta. Jurnal CDK-2014, 41(3). Diakses pada 14 Oktober 2017 pukul 22.51 dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_224Aktivitas%20Kognitif%20Mempengaruhi
%20Fungsi%20Kognitif%20Lanjut%20Usia%20di%20Jakarta.pdf.

Zulsita, A. (2010). Gambaran kognitif pada lansia di RSUP H.Adam Malik Medan dan
Puskermas Petisah Medan (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses pada 14
Oktober 2017 pukul 21.01 dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21571.
LAMPIRAN

Foto saat penyelenggaraan Grandpop Cooks

Anda mungkin juga menyukai