Anda di halaman 1dari 12

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

MELATIH STIMULASI KONGNITIF PADA LANSIA

DI SUSUN
OLEH :
Juwita Wabula Sarwin Santoso
Wirdayasah Yanti latif
Saleha Tasane Hasniah
Fifi febrianti Puspita iksan
Widiawati larasidi Nurismawati akmal
Nona salma Badariah kilwait
Nur fatimah Ramlah Tomanussa
Surni Majid

CI-Lahan CI-Institusi

( ………………………….) (…………………….)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia

merupakan istilah dari tahap akhir proses kehidupan. Menjadi tua adalah

proses alamiah yang terjadi sejak permulaan kehidupan dan telah melalui tiga

tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan lansia. Saat memasuki masa tua,

seseorang akan mengalami berbagai kemunduran fisik, mental dan sosial

sedikit demi sedikit hingga mereka tidak dapat lagi melakukan aktivitas

ataupun tugas sehari- hari lagi. Menua atau proses menjadi tua adalah suatu

proses atau keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia (Nugroho,

2008).

Lanjut usia merupakan proses yang harus dijalani dan bertumbuh kembang.

Kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi

normalnya akan menurun secara perlahan. Selain penurunan pada jaringan

tubuh, proses penuaan juga menyebabkan perubahan pada status kesehatan.

Masalah kesehatan yang terdapat pada lansia berupa kemunduran dan

kelemahan yang salah satunya terjadi yaitu intellectual impairment (gangguan

inttelektual/ demensia) (Kane & Ouslander Stanley &Patricia). Sedangkan

menurut Azizah (2011), perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

diantaranya terjadi perubahan pada fisik, perubahan pada kognitif, perubahan

pada spiritual dan psikososial.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), terdapat sebanyak

46 juta orang penderita demensia dengan hampir 60% berasal dari negara

berkembang. Terjadi peningkatan hampir 10 juta kasus per tahunnya, dengan

perkiraan sekitar 5 hingga 8 kasus per 100 orang (WHO, 2019). Jumlah
penderita demensia diperkirakan akan mencapai angka 75 juta pada tahun 2030

dan akan bertambah 3 kali lipat menjadi 132 juta pada tahun 2050 (Vami,

2018). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2016,

Indonesia pada tahun 2010-2035 akan memasuki fase usia lanjut dengan 10%

penduduknya terdiri atas usia 60 tahun ke atas (Depkes, 2016). Jumlah

penduduk berusia lanjut yang ada di Indonesia diprediksi pada tahun 2020

akan mencapai 28,8 juta jiwa dan akan bertambah menjadi 30,1 juta jiwa pada

tahun 2021, yang mana jumlah ini merupakan jumlah penduduk dengan urutan

ke 4 di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Di Indonesia, jumlah Orang Dengan Demensia (ODD) ditaksir akan

mengalami peningkatan yang serupa seiring dengan bertambahnya penduduk .

Pada tahun 2013 terdapat 960.000 jiwa, kemudian menjadi 1.890.000 jiwa di

tahun 2030, dan semakin meningkat menjadi 3.980.000 jiwa ODD di tahun

2050 (World Alzheimer Report, 2012; Kemenkes, 2015). Prevalensi lansia di

Sumatera Barat juga tak luput dari peningkatan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data dari BPS Sumatera Barat, jumlah penduduk usia 65 tahun ke

atas mengalami kenaikan sebesar 5,42% dari total populasi lansia yang ada dan

17,6% mengalami gangguan kognitif (Vami, 2018).

Penurunan fungsi kognitif dalam rentang masih ringan merupakan kondisi

yang masih normal terjadi pada lansia. Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi fungsi kognitif dari lansia yaitu usia, kemampuan regenerasi

pada otak, ketidakadekuatan vaskularisasi ke otak dan hormon. Akibat lanjut

dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup lansia, ketidakoptimalan status

fungsional, dan juga dapat berpengaruh pada perasaan bahagia serta kreativitas

(Santoso & Rohmah, 2011). Hal ini bisa disebabkan karena pertambahan usia

pada lansia sehingga menyebabkan penurunan pada kecepatan belajar,

kecepatan dalam memproses informasi baru dan kecepatan bereaksi terhadap


rangsangan sekitar. Lansia yang sering mulai kelupaan sering dianggap

memasuki masa pikun atau juga disebut dengan demensia (Putri, dkk, 2012).

Fungsi kognitif meliputi proses belajar, orientasi, pemahaman, pengertian

dan perhatian. Jika fungsi kognitif tidak diasah sedari sebelum memasuki usia

lanjut, dapat menyebabkan reaksi dan perilaku lansia cenderung makin lambat.

Berdasarkann beberapa penelitian, penurunan kognitif pada usia lanjut yang

berumur kurang lebih 75 tahun terjadi penurunan fungsi kognitif sebanyak

25% (Silvia, 2008 dalam Ah. Yusus, dkk, 2010).

Pada lansia daya ingat sering kali membuat seseorang mengalami

penurunan dalam fungsi kognitif. Salah satu perubahan kognitif yang terjadi

pada lansia yaitu perubahan memori atau daya ingat. Pada lansia, daya ingat

merupakan salah satu fungsi kognitif yang paling awal mengalami penurunan.

Kerusakan kognitif berupa penurunan daya ingat inilah yang biasa kita sebut

dengan demensia (Azizah, 2011).

Demensia adalah salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan

pada orang lanjut usia di seluruh dunia. Kurangnya kesadaran dan pemahaman

tentang demensia, mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan untuk diagnosis

dan perawatan pada orang dengan demensia (WHO, 2019). Penurunan fungsi

kognitif pada lansia khususnya dengan demensia kerapkali mempengaruhi

lansia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Tidak hanya itu,

kemampuan lansia dalam berinteraksi juga dapat menurun (Putri, dkk, 2012).

Demensia merupakan suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual

progressif yang menyebabkan penurunan kualitas kognitif dan fungsional yang

dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas

sehari-hari (Siahaan, 2008). Sedangkan Department of Helath (DH) di Britania

Raya menyebutkan defenisi dari demensia sebagai sebuah sindrom yang

disebabkan oleh banyak penyakit di mana ada proses kemunduran di beberapa


area, termasuk menurunnya daya ingat, daya nalar, kemampuan berkomunikasi

dan kemampuan melakukan tugas sehari-hari (DH, 2009 dalam Barker dan

Board, 2012).

Demensia biasanya timbul secara perlahan dan dapat menyerang pada usia

diatas 60 tahun (Irianto, 2017). Stanley dan Beare (2007) mengatakan bahwa

penyakit vaskuler adalah penyebab kedua terbesar dari munculnya gejala

demensia setelah penyakit Alzheimer. Munculnya gejala demensia berbeda-

beda pada tiap tahapannya. Pada tahap awal lansia akan mengalami hilangnya

memori terbaru yang menyebabkan kesulitan dalam menerima informasi baru

dan disorientasi waktu dan tempat.

Upaya yang dilakukan untuk menangani klien halusinasi adalah dengan


memberikan tidakan keperawatan yaitu membantu pasien mengenali
halusinasi, isi halusinasi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat
halusinasi muncul. Kemuadian dengan melatih klien mengontrol halusinasi
dengan menggunakan strategi pelaksanaanya itu dengan cara menghardik
halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas yang
terjadwal dan menggunakan obat secara teratur. Terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sensori,
upaya memusatkan perhatian, kesegaran jasmani dan mengekspresikan
perasaan. Penggunaan terapi kelompok dalam praktek keperawatan jiwa akan
memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi
serta pemulihan kesehatan. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi ini
sebagai upaya untuk memotivasi proses berpikir, mengenal halusinasi, melatih
pasien mengontrol halusinasi serta mengurangi perilaku mal adaptif (Sutinah,
et al, 2020).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Terapi aktivitas kelompok sudah sejak lama dimasukkan dalam
program terapi keperawatan di dunia yang merupakan salah satu dari
interpensi keperawatan yang diprogramkan terhadap pasien lansia dengan
demensia. tetapi yang menjadi subjek di dalam pelaksanaan Terapi Aktivitas
Kelompok adalah 10 lansai dengan demensia.
1.2 Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan ini Pasien dapat lebih menerapkan strategi


pelaksanaan melatih kongnitif lansia secara fisik dan sosial dalam mengontrol
dan meminimalisir nya.
1.3 Tujuan Khusus
strategi pelaksanaan (SP)
1. Pasien dapat mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus
dan respon demensia.
2. Pasien dapat mengontrol demensia dengan menghardik
3. Pasien dapat mengontrol dan melatih kongnitif nya dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
BAB 2

STANDAR PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS

KELOMPOK STIMULASI PRESEPSI KONGNITIF


PADA LANSIA

2.1 Metode Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)


Metode yang digunakan pada terapi aktifitas kelompok (TAK) ini adalah
metode :
1. Perkenalan diri pada seluruh perawat
2. Menanyakan perasaan klien pada saat terapi berjalan

2.2 Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Sabtu, 6 Maret Agustus

Jam : 09: 30 WITA


Tempat : Sentra Gau Mabaji

2.3 Peserta TAK


Pasien yang mengikuti kegiatan berjumlah 10 orang dari pasien Yayasan
Sentral terdiri dari:
1. Ny. S (85 th, asrama 1)
2. Ny. Y (62 th, asrama 2)
3. Tn. A ( th ,Asrama 2)
4. Tn. H (69 th, asrama 2)
5. Tn. L (55 th, asrama Sakura)
6. Tn.K ( 56 tn, asrama 3)
7. Ny. M ( 51 tn, asrama 3)
8. Tn.I ( 77 tn, asrama 5)
9. Tn.I ( 67 tn, asrama 5)
10. Tn. J ( 81 tn, asrama 2)

2.4 Media dan Alat


1. Handphone
2. Speaker
3. Music/lagu
4. Buku catatan dan pulpen
5. bola
2.5 Susunan Pelaksanaan
Yang bertugas dalam TAK kali ini di sesuaikan dengan mahasiswa setiap sesi
yang telah disepakati sebagai berikut :
 Leader : Sarwin Santoso
 Co.Leader : Nurismawati Akmal
 Observer : Yanti Latif
 Fasilitator : Mahasiswa Praktek Kep. Gerontik

2.6 Uraian Tugas Pelaksana


1. Leader :
a) Menyampaikan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas
kelompok menyiapkan proposal kegiatan TAK
b) Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya
c) Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan tertib
Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
2. Co.Leader :
a) Mendampingi Leader
b) Menjelaskan aturan permaian
c) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas
klien
d) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang dari perencanaan
yang telah di buat
e) Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami blocking dalam
proses terapi
3. Fasilitator :
a) Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung Ikut serta dalam
kegiatan kelompok

4. Memfasilitasi dan memberikan stimulus dan motivator pada anggota


kelompok untuk aktif mengikuti jalannya terapi

5. Observer :

a) Mengobservasi jalannya proses kegitan


b) Mengamati serta mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien
selama kegiatanberlangsung (dicatat pada format yang tersedia)
c) Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses ,
hingga penutupan
d) Memberikan hadiah (reward) bagi pasien yang menang dalam
permainan.

2.7 Kriteria Pasien


1. Pasien dengan kooperatif
2. Pasien yang tidak mengalami gangguan komunikasi verbal
3. Pasien bisa tulis dan baca
4. Pasien yang bersedia mengikuti TAK

2.8 Antisipasi masalah


1. Sebelum kegiatan dilaksanakan, perawat memberi kesempatan kepada
setiap peserta untuk ke toilet
2. Fasilitator memotivasi peserta yang tidak berpartisipasi
3. Menjaga pintu keluar unuk mengantisipasi klien melarikan diri dari tempat
kegiatan
2.9 Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a) Membuat kontrak dengan anggota kelompok
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuaan
2. Orientasi
a) Salam teraupetik
Salam dari leader kepada klien. Leader/Co Leader
memperkenalkan diri dan tim terapis lainnya. Evaluasi/Vasilidasi

Leader menanyakan perasaan dan keadaan klien saat ini.


b) Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan
2) Menjelaskan aturan main yaitu :
a. Berkenalan dengan anggota kelompok
b. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus
minta izin pada pemimpin TAK
c. Lama Kegiatan 45 menit
d. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap Kerja
a) Seluruh klien dibuat berbentuk lingkaran
b) Hidupkan music dan edarkan bola sesuai dengan arah jarum jam
c) Pada saat musik berhenti, anggota kelompok yang memegang
bola, mendapat giliran untuk perkenalan dengan anggota
kelompok yang ada di sebelah kanan dan kiri dengan cara:
1) Memberi salam
2) Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan
hobby.
3) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobby d
4) Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
d) Setelah memperkenalkan diri klien menebak Huruf.

4. Ulangi musik kembali, dan klien kembali mengoper bola ketika musik
berhenti, klien yang memegan bola, kembali memperagakan point c dan d.

5. Tahap Terminasi

a) Leader atau Co.Leader memberikan pujian atas keberhasilan dan


kerjasama kelompok
b) Leader atau Co.Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
kegiatan TAK
c) Fasilitator membagikan Snack
d) Leader atau Co.Leader menganjurkan klien untuk sering
bersosialisasi, selalu bekerjasama, dan memasukkan kegiatan
e) Observer mengumumkan pemenang
f) Fasilitator membagikan hadiah kepada pemenang
6. Evaluasi
a) Klien mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir kegiatan
b) Kerja sama klien dalam kegiatan
c) Klien merasa senang selama mengikuti kegiatan

2.10 Setting Tempat


a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Ruangan yang nyaman dan tenang

2.11 Setting Tempat


a) Terapis dan klien duduk bersama/berdiri dalam lingkaran
b) Ruangan yang nyaman dan tenang
L Co. L

K O
K

K
F

F
K

Keterangan Gambar:

L L : Leader : Klien
K
CL
CL : Co Leader

F F : Fasilitator

O
O : Observe

2.12 Tata Tertib dan Antisipasi Masalah


1. Tata tertib pelaksanaan TAK Terapi Kongnitif
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK sampai dengan selesai
b. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAK dimulai
c. Peserta berpakaian rapi, bersih, dan sudah mandi
d. Peserta tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama
kegiatan TAK berlangsung
e. Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat
tangan kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin
f. Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari
permainan
g. Peserta dilarang meninggalkan tempat sebelum acara TAK selesai
h. Apabila waktu yang ditentukan untuk melaksanakan TAK telah
habis, sedangkan permainan belum selesai, maka pemimpin akan
meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu TAK

2. Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada proses TAK


Penanganan klien yang tidak efektif saat aktifitas kelompok
a. Memanggil klien
b. Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab
sapaan perawat atau klienyang lain

c. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit:

a. Panggil nama klien


b. Tanya alasan klien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan
penjelasan pada klien bahwaklien dapat melaksanakan
keperluannya setelah itu klien boleh kembali lagi
3. Bila ada klien lain ingin ikut
a. Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien
yang telah dipilih
b. Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin
dapat diikuti oleh klien tersebut
c. Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak
memberi peran pada permainan tersebut

Anda mungkin juga menyukai