Kelompok 3
Oleh
Alifia Nanda Putri S (P17220194066)
Alda Chumaidah (P17220194067)
Ageng Patuh Pranata (P17220194068)
Ezra Chandra Satya K. S. P (P17220194069)
Ismatuz Zuhriyah (P17220194070)
Rahil Salsabilahning D (P17220194071)
Fajar Yudith A (P17220194072)
Siti Nurdiana (P17220194073)
Dian Nimas Dwi R (P17220194074)
Haris Widya Ningrum (P17220194075)
DAFTAR ISI...................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................................11
3.2 Saran.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Demensia adalah gangguan yang menyerang bagian otak. Seorang
penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan
menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan
orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk
memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami
perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan
berhalusinasi (Abdillah, Awaludin Jahid, 2018).Dimensia lebih merupakan
gejala dan bukannya suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat
progresif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses
penuaan Sekitar 15% dari jumlah lansia di Indonesia, diantaranya mengalami
dimensia (kepikunan).
Peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini,
yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan pelayanan
keperawatan. Salah satu bentuk perawatan untuk meningkatkan daya ingat lansia
bisa dengan brain gym atau senam otak adalah suatu metode yang dilakukan
untuk mengoptimalkan fungsi otak. senam otak dilakukan dengan gerak tubuh
tertentu sehingga menimbulkan rangsangan pada saraf dan sel-sel otak. Manfaat
senam otak akan dapat diperoleh apabila dilakukan secara teratur. Latihan
kognitif merupakan salah satu bentuk terapi non farmakologis yang sangat
penting dilakukan dalam rangka peningkatan daya ingat dan konsentrasi,
mengurangi gangguan psikologis sepertti depresi, ansietas, agitasi, delusi,
halusinasi dan insomnia. Latihan kognitif yakni memberikan stimulasi kognitif,
seperti berdiskusi tentang topic aktual, mengisi teka-teki. Latihan tersebut dapat
membantu daya ingat dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Selain itu,
pemberian latihan juga dapat membantu
mempertahankan kualitas hidup dimensia dengan memanfaatkan kemampuan
yang masih ada seoptimal mungkin (Adawiyah and Sasmita, 2012).
2
2. Apa Penyebab Demensia ?
3. Bagaimana Tanda dan Gejala Demensia ?
4. Apa Dampak dari Demensia ?
5. Apa Definisi Teka-Teki Silang ?
6. Apa saja Manfaat Bermain Teka-Teki Silang?
7. Berapa Waktu yang Dibutuhkan Dalam Mengisi Teka-Teki Silang ?
8. Bagaimana Hubungan Terapi Teka-Teki Silang Terhadap Fungsi Kognitif
Lansia Demensia ?
1.3. TUJUAN
Mengetahui cara membangkitkan memori lansia dengan terapi
aktivitas permainan teka-teka silang dan menambah pengetahuan penulisa.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat (SSP) dan penurunan
reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena SSP pada lansia mengalami
perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan
penurunan fungsi kognitif (Azizah, 2011).
2.2 Penyebab Demensia
Etiologi demensia terkait infeksi adalah semua agen penyebab infeksi pada
SSP, yaitu dapat berupa bakteri, virus, protozoa, spirochaeta, maupun fungi, yang
dapat secara tunggal atau bersama-sama menyebabkan terjadinya infeksi otak
sebelum berkembangnya demensia. Mycobacterium tuberculosa merupakan
penyebab penting meningoensefalitis atau tuberkuloma, terutama pada pasien
dengan kondisi imunosupresi, misalnya pasien dengan infeksi HIV(Wahyuni &
Nisa, 2016)
Secara umum, etiologi terjadinya demensia adalah (Tampubolon, 2010) :
1. Degeneratif : misalnya pada demensia Alzheimer.
2. Non degeneratif : faktor genetik, gangguan vaskular, dan lain-lain.
3. Campuran :
Penyebab terjadinya demensia vaskuler, dalam hal ini demensia pasca
stroke,
adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak. Gangguan yang terutama
dalam menyebabkan terjadinya demensia pasca stroke adalah arterosklerosis.
Arterosklerosis pada pembuluh darah otak dikaitkan dengan berbagai faktor
risiko terjadinya stroke. Berbagai faktor risiko stroke tersebut terbagi menjadi
yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Yang tidak dapat diubah
antara lain antara lain usia, jenis kelamin, dan faktor genetik. Yang dapat
diubah antara lain kadar lemak atau kolesterol dalam darah, tekanan darah
tinggi, perokok, kencing manis, penyakit jantung, obesitas, aktifitas fisik yang
kurang, dan stres
2.3 Tanda dan Gejala Demensia
5
Menurut John (1994) dalam buku yang berjudul Keperawatan Lanjut Usia
oleh Azizah (2011), gejala yang sering menyertai demensia dibagi menjadi tiga
yaitu gejala awal, lanjut, dan umum antara lain :
(1) Gejala awal: kinerja mental menurun, mudah lupa, fatique, gagal dalam tugas
(2) Gejala lanjut: gangguan kognitif, gangguan afektif, gangguan perilaku
(3) Gejala umum: disorientasi, mudah lupa, aktivitas sehari-hari terganggu, cepat
marah, kurang konsentrasi, resiko jatuh
2.4 Dampak Demensia
Gangguan kognitif yang sering ditemukan antara lain adalah demesia.
Demensia adalah jenis gangguan kognitif yang paling berat karena sangat
menggangu fungsi sosial, ekonomi dan psikologis (Hanna, Santoso, & Ismail,
2009). Demensia memiliki berbagai dampak lain yaitu masalah-masalah dengan
orientasi, informasi dan pengetahuan umum, memori saat ini atau masa yang lalu,
kognisi (perhitungan, pertimbangan dan abstraksi), memberikan alasan
(reasoning) atau gangguan penggunaan bahasa (Scanlon & C, 2006).
2.5 Definisi Teka-Teki Silang
Menurut (Hidayati, 2010) teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang
cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan
huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk. Selain
itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh
sangat mengasikan dan berguna untuk menambah pengetahuan yang bersifat
umum dengan cara santai. Catatan sejarah menyatakan bahwa format TTS seperti
sekarang sudah ada sejak zaman kuno. Bentuknya masih cukup sederhana, yaitu
sebuah bujur sangkar berisi kata-kata, huruf-huruf yang sama pada bujur sangkar
itu menghubungkan kata-kata secara vertikal dan horizontal. Hampir serupa
dengan TTS yang kita kenal sekarang.
Teka teki silang (TTS) merupakan salah satu cara untuk menghambat
terjadinya penurunan fungsi kognitif. Teka teki silang merupakan media rekreasi
otak karena selain mengasah kemampuan kognitif, meningkatkan daya ingat, serta
menambah wawasan (Triatmono, 2011). TTS bisa dilakukan dimana saja, kapan
6
saja dan oleh siapa saja, serta dapat dilakukan oleh para lansia untuk mengisi
waktu senggang. Teka-teki silang bekerja pada otak dengan proses membaca
(persepsi), memahami petunjuk (pemahaman), menganalisis petunjuk (analisis),
merangsang otak untuk mencoba lagi jawaban yang mungkin (retreival), dan
memutuskan mana jawaban yang benar (eksekusi), teka-teki silang kemudian
mengaktifkan bagian otak yaitu di hipokampus dan korteks entrohinal dengan
menghasilkan neurontransmiter asetilkolin (Shankle dan Amen, 2004 dalam
(Ningsih, 2016)). Penurunan asetilkolin menimbulkan terjadinya peningkatan
demensia, sehingga dengan pengaktifan hipokampus menyebabkan
neurotransmiter asetilkolin bertambah dan menurunkan resiko terjadinya
demensia (Liza, 2011).
2.6 Manfaat Bermain Teka-Teki Silang
Menurut (Triatmono, 2011 dalam (Ningsih, 2016)) manfaat teka teki silang
yaitu:
1. Memberikan stimulasi kognitif
2. Memperlambat penurunan kognitif
3. Menjaga fungsi kognitif otak pada penderita demensia
4. Meningkatkan daya ingat
5. Menambah wawasan
6. Mengurangi stres
Sedangkan menfaat bermain teka-teki silang untuk kesehatan otak lansia
menurut (Safitri, 2021) antara lain:
1. Melatih kinerja otak
Permainan TTS melibatkan kedua sisi otak, baik kiri maupun kanan, sehingga
membantu lansia melatih kerja otak secara menyeluruh. Otak kanan akan
memproses kreativitas, sementara otak kiri memproses logika. Sehingga,
bermain TTS membantu lansia meningkatkan kemampuan kognitif secara
menyeluruh.
2. Mempertahankan keterampilan kognitif
7
Bermain TTS setidaknya selama 90 menit dalam seminggu dapat membantu
meningkatkan kemampuan seseorang, termasuk pada lansia, dalam berpikir
sekaligus meningkatkan kadar kecerdasannya. Pasalnya, saat memainkannya,
lansia akan menggunakan otaknya untuk memproses banyak hal.
Dengan begitu, akan ada banyak pula kemampuan kognitif yang terlatih saat
bermain TTS. Sebagai contoh, kemampuan mempelajari kosakata yang baru,
mempertajam ingatan, hingga meningkatkan kemampuan lansia dalam
melakukan negosiasi.
3. Meningkatkan kemampuan berpikir secara menyeluruh
Lansia yang melakukan permainan TTS menunjukkan kemampuan
berkonsentrasi yang lebih tinggi. Selain itu, lansia yang bermain TTS huruf
memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menggunakan tata bahasa yang
baik. Sementara itu, lansia yang bermain TTS angka memiliki kemampuan
mengatur dan merencakan sesuatu dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa
bermain permainan untuk mengasah kemampuan otak seperti TTS, baik angka
maupun huruf, secara rutin mampu meningkatkan kemampuan otak dalam
berpikir secara menyeluruh.
4. Mencegah lansia cepat pikun
Lansia yang sering melakukan kegiatan yang merangsang kesehatan mental
dan mengasah otak dapat mengurangi risiko mengalami gangguan kognitif
dan penyakit Demensia. Jadi, agar otak selalu terasah, lansia sebaiknya
melakukan berbagai kegiatan yang baik untuk otak, salah satunya adalah
bermain TTS.
5. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
Bermain TTS membutuhkan pemikiran yang kritis dan solusi yang kreatif.
Jika lansia memainkan teka-teki silang secara rutin, kemampuannya dalam
menyelesaikan masalah akan meningkat. Pasalnya, seiring berjalannya waktu,
lansia akan melihat permainan ini sebagai suatu masalah yang harus ia
selesaikan.
8
Setiap teka-teki silang tentu memiliki pendekatan yang berbeda sampai
akhirnya berhasil terselesaikan. Sehingga lansia harus memikirkan cara yang
berbeda-beda pula setiap hendak menyelesaikannya. Proses berpikir ini
membantu lansia untuk memiliki kemampuan perhitungan yang kuat. Proses
mengevaluasi masing-masing TTS untuk mendapatkan hasil terbaik
menjadikan lansia semakin ahli dalam menyelesaikan berbagai masalah yang
sesungguhnya.
2.7 Waktu Yang Dibutuhkan Dalam Mengisi Teka-Teki Silang
Menurut (Clark dan Chambers, 2009 dalam (Ningsih, 2016)) dalam mengisi
atau melakukan teka-teki silang dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan
dapat dilakukan semua kalangan dari anak-anak, remaja, dewasa, khususnya
lansia. Waktu latihan yang tepat yaitu 15-30 menit, 3-5 kali seminggu (Kirkwood
dan Yeates, 2012 dalam (Ningsih, 2016)).
Pemberian latihan otak seperti teka-teki silang, bermain catur, memainkan
musik, membaca dan menari setiap 2 hari selama 4 minggu, hasil tes MMSE
menunjukkan skor sebelum dan setelah diberikan terapi mengalami peningkatan.
Dapat disimpulkan pemberian terapi atau latihan otak selama empat minggu (satu
bulan) memiliki efek peningkatan fungsi kognitif (Kanthamalee dan Sripankaew,
2013 dalam (Ningsih, 2016)).
2.8 Hubungan Terapi Teka-Teki Silang Terhadap Fungsi Kognitif Lansia
Demensia
Menurut (Shankle dan Amen, 2004 dalam (Ningsih, 2016)) Aktivitas
kehidupan yang berkurang mengakibatkan semakin bertambahnya
ketidakmampuan tubuh dalam melakukan berbagai hal. Bagian tubuh salah
satunya yang mengalami penurunan kemampuan yaitu pada otak. Teka teki silang
dapat merangsang bagian otak yaitu di oksipital temporal, lobus parietal, lobus
midfrontal, lobus frontal, lobus midfrontal, hipokampus, dan korteks entrohinal.
Langkah awal ketika melakukan atau mengisi teka teki silang yaitu dengan
membaca, ketika membaca dapat mempelajari suatu yang baru (encoding) dan
usaha untuk mengingat (retrieval). Dalam aktivitas membaca yaitu oksipital,
9
temporal, lobus parietal untuk memproses dan menafsirkan apa yang telah di baca
(persepsi), lobus midfrontal mengikuti dan mengerti materi (understanding), lobus
frontal menganalisa materi (analysis), lobus midfrontal mengambil informasi
yang relevan yang siap disimpan di otak (retreival). Dari proses membaca, otak
mulai memahami petunjuk (analysis), merangsang otak untuk mencoba lagi
jawaban yang mungkin (retreival), kemudian memutuskan mana jawaban yang
benar, kemudian teka teki silang mengaktifkan otak pada bagian hipokampus dan
korteks entrohinal (Shankle&Amen, 2004 dalam (Ningsih, 2016)).
Melalui proses membaca, memahami, menganalisis, mencoba kembali,
kemudian memutuskan yang benar, telah meliputi berbagai aspek fungsi kognitif
yaitu orientasi, bahasa, atensi (perhatian), memori, fungsi konstruksi, kalkulasi
dan penalaran (Goldman, 2000 dalam (Ningsih, 2016)). Sehingga dengan
pengaktifan hipokampus menyebabkan neurotransmiter asetilkolin di otak
bertambah dan menurunkan resiko terjadinya demensia (Liza, 2011).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (lanjut usia),
menyatakan bahwa lansia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Usia 60
tahun merupakan usia yang rawan terjadi pada manusia karena dapat
menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan kognitif (Satriyo, 2009). Salah
satu penyakit kognitif yang dapat menyerang lansia adalah demensia. Demensia
adalah suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau progresif
serta terdapat gangguan fungsi luhur . Gejala umum penyakit demensia adalah
disorientasi, mudah lupa, aktivitas sehari-hari terganggu, cepat marah, kurang
konsentrasi, resiko jatuh.
Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk membangkitkan memori lansia
adalah dengan mengisi teka-teki silang. Teka teki silang (TTS) merupakan media
rekreasi otak karena selain mengasah kemampuan kognitif, meningkatkan daya
ingat, serta menambah wawasan (Triatmono, 2011). Melalui proses membaca,
memahami, menganalisis, mencoba kembali, kemudian memutuskan yang benar,
telah meliputi berbagai aspek fungsi kognitif yaitu orientasi, bahasa, atensi
(perhatian), memori, fungsi konstruksi, kalkulasi dan penalaran (Goldman, 2000
dalam (Ningsih, 2016)). Sehingga dengan pengaktifan hipokampus menyebabkan
neurotransmiter asetilkolin di otak bertambah dan menurunkan resiko terjadinya
demensia (Liza, 2011).
3.2 Saran
Dengan penyusunan makalah ini diharapan dapat menambah wawasan
masyarakat mengenai penyakit demensia serta terapi yang dapat dilakukan untuk
membantu membangkitkan memori lansia yang terkena demensia.
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, N. (2010). Manfaat Teka Teki Silang Sebagai Penambah Wawasan dan
Mengasah Kemampuan. Menulis Itu Energi.
Liza, D. (2011). OTAK MANUSIA, NEUROTRANSMITER , DAN STRESS. Dinkes
Kabupaten Cirebon.
Ningsih, M. A. D. (2016). Pengaruh Terapi Teka Teki Silang Terhadap Fungsi
Kognitif Pada Lansia Dengan Kecurigaan Demensia Di Banjar Muding
Klod (Doctoral Dissertation, Universitas Udayana) [Universitas Udayana].
https://www.unud.ac.id/in/tugas-akhir1102106077.html
Safitri, dr. T. (2021). Mengisi Teka-teki Silang (TTS), Cara Sederhana Agar Lansia
Tidak Cepat Pikun. Hello Sehat. https://hellosehat.com/lansia/mental-
lansia/tts-untuk-lansia/
Triatmono, H. (2011). TTS Obat Manjur Anti-pikun, Stress, dan Darah Tinggi.
Kompas Media Nusantara.
Abdillah, Awaludin Jahid, A. P. O. (2018) ‘PENGARUH SENAM OTAK
TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEMENSIA’, JURNAL
KESEHATAN Vol. 9 No. 2 Tahun 2018, 9(2).
Wahyuni, A., & Nisa, K. (2016). Pengaruh Aktivitas dan Latihan Fisik terhadap
Fungsi Kognitif pada Penderita Demensia. Majority, 5(4), 12–16.
Basri, Siti Hardiyanti. GAMBARAN KARAKTERISTIK DEMENSIA DAN TINGKAT
KEMANDIRIAN PASIEN DEMENSIA DI RS WAHIDIN
SUDIROHUSODO. Diss. Universitas Hasanuddin, 2020.
Basri, S. H. (2020). GAMBARAN KARAKTERISTIK DEMENSIA DAN TINGKAT
KEMANDIRIAN PASIEN DEMENSIA DI RS WAHIDIN
SUDIROHUSODO (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
BASRI, Siti Hardiyanti. GAMBARAN KARAKTERISTIK DEMENSIA DAN
TINGKAT KEMANDIRIAN PASIEN DEMENSIA DI RS WAHIDIN
SUDIROHUSODO. 2020. PhD Thesis. Universitas Hasanuddin.