Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

DENGAN PENYAKIT DEMENSIA

Disusun oleh kelompok 11:


1. Putri Halimah Ramadhani (1150019009)

2. Ristin Hidayati Solikah (1150019033)


3. Linda Faizatul Mahmudah (1150019050)

4. Saudia Putri Roy Riyanti (1150019060)

5. Echa Citra Kartika (115001968)

D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga kami bisa menyusun
dan menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PENYAKIT DEMENSIA” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan
sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih
baik lagi. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Surabaya, 29 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN TEORI DEMENSIA ................................................................ 3

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN DEMENSIA ............................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang sering
kali paling awal mengalami penurunan. Kerusakan kognitif pada lansia yang berupa
penurunan daya ingat biasa disebut dengan demensia. Demensia merupakan suatu
sindrom yang biasanya bersifat kronis atau progresif dimana ada kerusakan fungsi
kognitif yaitu kemampuan untuk memproses pikiran di luar apa yang mungkin
diharapkan dari penuaan normal. Hal ini mempengaruhi ingatan,pemikiran, orientasi,
pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa,dan penilaian. Namun tidak
mempengaruhi status kesadaran. Gangguan dalam fungsi kognitif biasanya disertai,
dan kadang-kadang didahului olehpenurunan kontrol emosi, perilaku sosial, atau
motivasi (WHO, 2016).
Demensia adalah salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan
di antara orang dengan lanjut usia di seluruh dunia. Hal ini luar biasa tidak hanya
untuk orang-orang yang mengalami demensia, tetapi juga untuk pengasuh dan
keluarga mereka. Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang demensia
mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan untuk diagnosis dan perawatan. Dampak
demensia pada pengasuh,keluarga dan masyarakat dapat bersifat fisik, psikologis,
sosial danekonomi (WHO, 2016).
Pada tahun 2015 Kemenkes RI telah berupaya dalam menanggulangi
penderita Demensia dengan membuat strategi nasional penanggulangan penyakit
alzheimer dan demensia berupa 7 langkah aksi menanggulangi penyakit alzheimer
dan demensia: lainnya menuju lanjut usia sehat dan produktif. Salah satu langkah
aksi penanggulangan alzheimer dan demensia tersebut ialah kampanye kesadaran
publik dan promosi gaya hidup sehat. Dalam aksi tersebut pemerintah berupaya
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa demensi “pikun” bukan
merupakan bagian dari penuaan normal sehingga diperlukan berbagai upaya dan
kegiatan gaya hidup otak sehat (brain healthy lifestyle),sepanjang hayat yang
meliputi aktivitas fisik, mental, sosial, dan konsumsi gizi seimbang. Namun, upaya
pemerintah belum terlihat dalam menanggulangi kasus demensia. Hal ini terlihat
masyarakat masih menganggap demensia adalah suatu hal yang wajar dialami oleh
lanjut usia sehingga masyarakat kurang peduli terhadap pencegahan demensia.
Sementara menurut Agus (2002), penurunan fungsi kognitif atau demensia jika tidak
diatasi maka akan menimbulkan berbagai macam masalah seperti ketidakmandirian
lansia, inaktif yang total, tidak mengenal lagi anggota keluarganya, sukar memahami
dan menilai peristiwa, tidak mampu mengenal jalan disekitar Penelitian mengenai
terapi senam otak (brain gym) yang telah dilakukan oleh Yuliati dan Nur Hidayah
(2017) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kognitif dan intelektual pada
lansia demensia sebelum dan setelah di berikan terapi brain gym dengan hasil
sebelum dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) mengalami gangguan fungsi
kognitif sedang dan setelah dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) tidak
mengalami gangguan fungsi kognitif yang dilakukan selama 10-15 menit, sebanyak
2-3 kali dalam sehari selama 2 minggu berturut-turut.
Pernyataan tersebut juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Cancela, Suárez, Vasconcelos, Lima, & Ayán, (2015) bahwa brain gym mampu
meningkatkan kebugaran dan tingkat kognitif pada lansia.

B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Demensia ?
2. Bagaimana Patofisiloginya Demensia?
3. Apa Penyebab Demensia ?
4. Bagaimana Uji diagnostic Demensia ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan medis Demensia ?
6. Bagaimana Asuhan keperawatan Demensia?
7.
C. Tujuan
1. Mengetahui Asuhan Keperawatan DEMENSIA
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan DEMENSIA
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif
Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian,
dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari
(Nugroho, 2008).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom)
yang menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer. L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E.1998).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit
yang  dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan
maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia,
namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.

B.  Etiologi
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya
kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak
mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di
dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang
ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark.
Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark.
Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d.  Akibat intoksikasi menahun

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata
atau cerita yang sama berkali-kali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

D.    KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a.    Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena
penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
a) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
c) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e) Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual :
  Stadium I (amnesia)
-       Berlangsung 2-4 tahun
-       Amnesia menonjol
-       Perubahan emosi ringan
-       Memori jangka panjang baik
-       Keluarga biasanya tidak terganggu
  Stadium II (Bingung)
-       Berlangsung 2 – 10 tahun
-       Episode psikotik
-       Agresif
-       Salah mengenali keluarga
  Stadium III (Akhir)
-       Setelah 6 - 12 tahun
-       Memori dan intelektual lebih terganggu
-       Membisu dan gangguan berjalan
-       Inkontinensia urin
b.    Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di
otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2)      Kelainan gaya berjalan
3)      Kelemahan anggota gerak

2.    Menurut Umur:
a.    Demensia senilis ( usia >65tahun)
b.    Demensia prasenilis (usia <65tahun)

3.    Menurut perjalanan penyakit :


a.    Reversibel (mengalami perbaikan)
b.    Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya
cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.

4.    Menurut sifat klinis:


a.  Demensia proprius
b.  Pseudo-demensia
E. Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang
menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan
meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama
mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah
besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji
oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk
dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum
sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit
intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan
pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang
bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala.
Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami
gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek
kognitifnya akan menghilang.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensiareversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium
rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan
antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium
darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel
mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe
sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda
semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas
sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi
kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi
sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan
proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan
neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003
;Boustani, 2003; Houx, 2002; Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau
penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap
abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling
rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini
mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor
MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80
tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk
yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4
tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum
pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode
yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.
(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori
antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas
sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat
pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif
yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5,
untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia
ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,
menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003, Golomb,2001)

G.    Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet
seperti Aspirin ,Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang
efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif
diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu
penderita tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu.

3.  Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c.  Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah

H.    Pencegahan dan Perawatan Dimensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
4. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
5.  Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
6. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama
Tempat, tanggal lahir
Usia
Pendidikan terakhir
Agama
Suku, Bangsa
Status perkawinan
Alamat
Orang yang dapat dihubungi

2. Genogram
(Klien tidak ingat keluarga klien, klien dibawa oleh tukang becak ke panti
dan tidak membawa Kartu Identitas)

3. Riwayat Lingkungan Hidup Klien


Klien berasal dari kebumen (informasi didapatkan dari pertugas panti
werdha) dan sudah lupa mengenai lingkungan tempat hidupnya dulu

4. Sistem Pendukung Yang Digunakan Klien


Sistem pendukung yang digunakan klien hanyalah pegawai dan teman-
teman panti werdha yang selalu membantunya dalam kegiatan sehari-hari.

5. Riwayat Kesehatan
a. Status Kesehatan Klien Saat Ini
Klien tidak mampu mengungkapkan status kesehatannya secara verbal,
dari segi fisik mengalami kyphosis dan saat ini klien mengalami
kepikunan atau demensia
b. Status Kesehatan Masa Lalu Klien
Saat ditanyakan, klien menyatakan sudah lupa atau tidak tahu.

6. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Klien mengatakan sehat itu adalah bila kondisi klien mampu melakukan
kegiatan sehari-hari, dan keadaan sakit bila klien sudah tidak bisa bangun.
Bila merasa sakit akan mengeluhkan pada petugas panti

7. Pola nutrisi
Klien makan sehari 3 kali dan menghabiskan lebih dari ½ porsi yang
disediakan. Pada sore harinya klien ngemil (kue atau gorengan) tidak tentu
jumlahnya. Minum kira-kira 4 gelas besar perhari.
Jenis : Nasi, lauk nabati, sayur, tidak ada alergi makanan, pantangan tidak
ada. Jenis minuman : air putih

8. Pola eliminasi
BAB : teratur 1 kali dalam sehari
BAK : Teratur 3-4 kali sehari, tidak ada keluhan.

9. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat tidur V
Berpindah / berjalan V
Ambulasi / ROM V

Keterangan :
0 : mandiri,
1 : alat bantu,
2 : dibantu orang lain,
3 : dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total.

10. Pola tidur dan istirahat


Klien mengatakan bisa tidur, terbiasa tidur mulai pukul 08.00-05.00 WIB,
tidur siang dari jam 13.00-14.00 . namun kadang tidak menentu.

11. Pola perceptual


a. Penglihatan
Klien tidak bisa melihat dengan jelas karena mengalami katarak, tidak
pakai kaca mata.
b. Pendengaran
Masih dapat mendengar namun kurang jelas, tidak menggunakan alat
bantu dengar.
c. Pengecap
Masih dapat membedakan rasa antara manis, pahit, asam dan asin.
d. Sensasi
Klien kurang dapat membedakan panas, dingin, sakit maupun nyeri.
12. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri
Klien tidak merasa terganggu dengan keadaannya / penampilan sekarang
ini.
b. Ideal diri
Klien merasa tidak puas apa yang didapatkannya selama ini.
c. Harga diri
Klien masih merasa bisa mandiri dengan keadaannya sekarang ini.
d. Identitas diri
Klien merasa senang dengan keadaannya saat ini dan merasa percaya
diri, walaupun saat berpakaian memilih-milih pakaian yang cocok dan
terkadang memakai baju yang tertumpuk-tumpuk.
e. Peran diri
Klien sudah tidak dapat lagi menjalankan perannya sebagai ibu rumah
tangga, anak maupun sebagai seorang nenek.
f. Pola peran hubungan
Di dalam komunikasi sehari-hari klien sedikit mengalami hambatan,
karena dalam berkomunikasi hanya bisa menggunakan Bahasa Jawa
( Banyumasan ). Jika ditanya selalu berubah-ubah dan sering lupa apa saja
kejadian yang baru saja dilakukan. Apabila diajak komunikasi klien
tampak sulit berkonsentrasi, tampak kesulitan mengungkapkan kata-kata
(5-6 kata) yang ingin disampaikan dan tampak bingung untuk
menyebutkan sesuatu.
g. Pola managemen koping stress
Klien hanya bisa pasrah menjalani semua ini, hanya melalukan apa yang
seharusnya diakukan. Dan tidak menuntut hal-hal yang lain.
h. Sistem nilai dan keyakinan
Klien beragama Islam, melaksanakan kewajibannya dan jarang
mengikuti kegiatan pengajian yang diadakan di Panti Werdha Budi Pertiwi
setiap hari jum’at.

13. Observasi dan Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
c. Skala koma Glasgow : 15 (E=6, M=4, V=5)
d. Tanda-tanda vital : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/m
Suhu : 37ºC Respirasi : 18x/m
e. TB dan BB : 154 cm dan 39 kg
f. Kulit : Sawo matang, kulit keriput
g. Kepala : Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan,
tidak ada memar dan tidak ada lesi
h. Rambut dan kuku: rambut berminyak dan beruban, kuku bersih
i. Mata : Simetris, ada katarak dan konjunktiva normal
j. Telinga : Simetris, tak tampak kotor
k. Hidung : Simetris, tampak bersih
l. Mulut dan gigi : Jumlah gigi 2 buah, ada karies.
m. Leher : Tak ada pembesaran kelenjar tyroid dan
kelenjar getah
bening, dan tidak ada peningkatan tekanan
vena jugularis, simetris.
n. Sistem Kardiovaskuler : TD= 120/80 mmHg, N= 80 x/m, tidak nyeri
tekan.
o. Sistem Pernafasan : Pernafasan normal, R= 18 x/m,
bronkovesikular,
resonan
p. Sistem Gastrointestinal : tak ada nyeri tekan, bising usus : 9 x/menit
q. Anus dan genitalia : Ada sedikit kotoran dan sedikit bau
r. Sistem Perkemihan : Tidak nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih
3 - 4 x/hari, tidak mengalami inkontinensia
s. Sistem Muskuloskeletal : Bentuk tulang belakang khiposis.
t. Sistem Endokrin : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan
kelenjar getah bening

14. Riwayat Psikososial


Klien tidak dapat menceritakan dengan jelas riwayat psikososialnya. Dari
informasi yang didapatkan, Ny. U hanya di bawa oleh seorang tukang becak
yang menemukannya di jalan dan membawanya ke panti werdha, pada saat itu
keadaan Ny. U sudah mengalami demensia.
Keterangan :
Klien terlihat bingung dan pandangan mata kosong, kontak mata kurang saat
dilakukan pengkajian, dan jawaban yang diberikan klien tidak cocok dengan
pertanyaan yang diberikan

15. Diagnostik Test


Depresi Beck
N Aspek yang
0 1 2 3 NILAI
o. dikaji
1 Kesedihan  1
2 Pesimisme  0
3 Rasa kegagalan  3
4 Ketidakpuasan  0
5 Rasa bersalah  0
6 Tidak  1
menyukai diri
sendiri
7 Membahayakan  0
diri sendiri
8 Menarik diri  1
dari social
9 Keragu-raguan  2
1 Perubahan  2
0 gambaran diri
1 Kesulitan kerja  0
1
1 Keletihan  0
2
1 Anoreksia  0
3
JUMLAH TOTAL 8

NORMAL BECK DEPRESSION INVENTORY


Nilai Total Tingkatan Depresi
1 – 10 Naik turunnya perasaan ini tergolong wajar
11 – 16 Gangguan “mood” atau perasaan murung yang ringan
17 – 20 Garis batas murung yang ringan
21 – 30 Depresi sedang
31 – 40 Depresi parah
40 Ke atas Depresi ekstrim

SPMSQ (Short Poertable Mental Status Queastionaire)


1. Tanggal berapa hari ini? = Salah
2. Sekarang hari apa ? = salah
3. Apa nama tempat ini? = Tidak tahu
4. Apakah nomor telepon anda? = Tidak ada
5. Apa nama alamat jalan anda? = Tidak ingat
6. Berapa umur anda? = salah
7. Kapan anda lahir? = salah
8. Siapa Presiden Indonesia sekarang?= Tidak tahu
9. Siapa nama gadis ibu ? = Tidak tahu
10. 20-3 berapa? = Tidak tahu
Jumlah Kesalahan = 10 Scoring : 0

INDEKS KATZ
1. Bathing : Mandiri
2. Dressing : Mandiri
3. Toileting : Mandiri
4. Transferring : Mandiri
5. Continence : Mandiri
6. Feeding : Tergantung
Indeks Katz = B ( mandiri untuk 5 aktivitas)

B. Analisa Data
Data analisis yang didapatkan setelah dilakukan pengkajian pada Ny. U seperti
yang tertulis pada tabel dibawah ini.
N Tanggal Data Problem Etiology
o

1 28 Ds : “siapa kamu ? (dalam bahasa Perubahan perubahan


September jawa) ?” proses pikir fisiologis
2021 Do : Jika ditanya selalu berubah- (degenerasi
ubah dan sering lupa apa saja kejadian neuron
yang baru saja dilakukan. Jika ireversibel)
berkomunikasi klien tampak sulit
berkonsentrasi, tampak kesulitan
mengungkapkan kata-kata (5-6 kata)
yang ingin disampaikan dan tampak
bingung untuk menyebutkan sesuatu.

2. Ds : “-” Hambatan
28 Do : Klien tidak bisa mendengar komunikasi Perubahan
September dengan jelas, klien tidak tahu hari dan verbal persepsi
2021 tanggal saat ini, susah mengingat
orang. Dalam komunikasi sehari-hari
mengalami hambatan karena hanya
bisa menggunakan bahasa jawa, dan
kurang tahu bahasa indonesia

C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel)
2. Hambatan komunikasi verbal b.d perubahan persepsi.
D. Intervensi
N Diagnosa Tujuan Intervensi
o.
1. Perubahan proses pikir b.d perubahan Setelah dilakukan 1. Lakukan
fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) tindakan pendekatan
keperawatan selama kepada klien
3 x pertemuan secara verbal dan
diharapkan pasien tindakan
mampu menunjukan 2. Panggil klien
proses pikir yang dengan namanya.
baik dengan kriteria 3. Tatap wajah klien
hasil : ketika berbicara
- Klien mampu 4. Tuliskan nama
mengingat perawat di sebuah
nama perawat kertas dan di
dengan kriteria tempelkan pada
tidak salah satu tempat
menanyakan yang mudah
nama perawat dilihat klien.
setelah tindakan 5. Sebutkan nama
keperawatan. perawat tiap
bertemu dan
menanyakan
kembali ketika
akan berpisah
6. Lakukan senam
otak
7. Lakukan terapi
validasi
( misalnya
memvalidasi
kegiatan-kegiatan
yang sudah
dilakukan dengan
pihak ketiga )
8. Lakukan terapi
kenangan
( mengajak cerita
klien tentang
masa lalu )
2. Hambatan komunikasi verbal b.d Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan
perubahan persepsi. tindakan klien untuk
keperawatan selama berkomunikasi.
3 x pertemuan 2. Gunakan
diharapkan pasien komunikasi non-
tidak menunjukan verbal.
hambatan dalam 3. Gunakan bahasa
komunikasi dengan tubuh untuk
kriteria hasil : menyampaikan
- Klien dapat sesuatu.
berkomunikasi 4. Gunakan bahasa
dengan baik Indonesia yang
setelah tindakan baik dan baku
keperawatan (mudah
dimengerti)

E. Implementasi
Tanggal Dx Implementasi
1 1. Melakukan pendekatan pada Ny. U
28 2. Memanggil nama klien pada saat berbincang.
September 3. Menatap wajah klien saat berbicara.
2021 4. Menuliskan nama perawat di kertas dan
menempelkannya di meja samping tempat tidur
klien.
5. Menyebutkan nama perawat dan menanyakan
kembali ketika akan berpisah.
6. Melakukan latihan senam otak
7. Melakukan terapi validasi ( memvalidasi
kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan dengan
klien bersama pihak ketiga )
8. Lakukan terapi kenangan ( mengajak cerita klien
tentang masa lalu )

2 1. Mengkaji kemampuan berkomuniakasi klien.


28 2. Menggunakan komunikasi non verbal dengan
September menuliskan di buku hal-hal yang ingin
2021 diperbincangkan agar dapat dibaca klien.
3. Menggunakan bahasa tubuh seperti pergerakan
bibir, dan tangan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
baku

F. Evaluasi
Tanggal D Catatan Perkembangan
x
28 1 S : “siapa kamu?”.
September O : klien belum mampu menyebutkan nama perawat tanpa
2021 mengingatkan nya lagi.
A : masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi
- Lakukan senam otak
- Lakukan terapi kenangan
28 2 S:-
September O : klien masih belum dapat berkomunikasi dengan baik,
2021 klien tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
mudah dijawab.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
- Lakukan pendekatan kepada klien secara verbal dan
tindakan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2.


EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran.EGC :
Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai