D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga kami bisa menyusun
dan menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PENYAKIT DEMENSIA” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan
sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih
baik lagi. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
A. Latar Belakang
Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang sering
kali paling awal mengalami penurunan. Kerusakan kognitif pada lansia yang berupa
penurunan daya ingat biasa disebut dengan demensia. Demensia merupakan suatu
sindrom yang biasanya bersifat kronis atau progresif dimana ada kerusakan fungsi
kognitif yaitu kemampuan untuk memproses pikiran di luar apa yang mungkin
diharapkan dari penuaan normal. Hal ini mempengaruhi ingatan,pemikiran, orientasi,
pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa,dan penilaian. Namun tidak
mempengaruhi status kesadaran. Gangguan dalam fungsi kognitif biasanya disertai,
dan kadang-kadang didahului olehpenurunan kontrol emosi, perilaku sosial, atau
motivasi (WHO, 2016).
Demensia adalah salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan
di antara orang dengan lanjut usia di seluruh dunia. Hal ini luar biasa tidak hanya
untuk orang-orang yang mengalami demensia, tetapi juga untuk pengasuh dan
keluarga mereka. Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang demensia
mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan untuk diagnosis dan perawatan. Dampak
demensia pada pengasuh,keluarga dan masyarakat dapat bersifat fisik, psikologis,
sosial danekonomi (WHO, 2016).
Pada tahun 2015 Kemenkes RI telah berupaya dalam menanggulangi
penderita Demensia dengan membuat strategi nasional penanggulangan penyakit
alzheimer dan demensia berupa 7 langkah aksi menanggulangi penyakit alzheimer
dan demensia: lainnya menuju lanjut usia sehat dan produktif. Salah satu langkah
aksi penanggulangan alzheimer dan demensia tersebut ialah kampanye kesadaran
publik dan promosi gaya hidup sehat. Dalam aksi tersebut pemerintah berupaya
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa demensi “pikun” bukan
merupakan bagian dari penuaan normal sehingga diperlukan berbagai upaya dan
kegiatan gaya hidup otak sehat (brain healthy lifestyle),sepanjang hayat yang
meliputi aktivitas fisik, mental, sosial, dan konsumsi gizi seimbang. Namun, upaya
pemerintah belum terlihat dalam menanggulangi kasus demensia. Hal ini terlihat
masyarakat masih menganggap demensia adalah suatu hal yang wajar dialami oleh
lanjut usia sehingga masyarakat kurang peduli terhadap pencegahan demensia.
Sementara menurut Agus (2002), penurunan fungsi kognitif atau demensia jika tidak
diatasi maka akan menimbulkan berbagai macam masalah seperti ketidakmandirian
lansia, inaktif yang total, tidak mengenal lagi anggota keluarganya, sukar memahami
dan menilai peristiwa, tidak mampu mengenal jalan disekitar Penelitian mengenai
terapi senam otak (brain gym) yang telah dilakukan oleh Yuliati dan Nur Hidayah
(2017) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kognitif dan intelektual pada
lansia demensia sebelum dan setelah di berikan terapi brain gym dengan hasil
sebelum dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) mengalami gangguan fungsi
kognitif sedang dan setelah dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) tidak
mengalami gangguan fungsi kognitif yang dilakukan selama 10-15 menit, sebanyak
2-3 kali dalam sehari selama 2 minggu berturut-turut.
Pernyataan tersebut juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Cancela, Suárez, Vasconcelos, Lima, & Ayán, (2015) bahwa brain gym mampu
meningkatkan kebugaran dan tingkat kognitif pada lansia.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Demensia ?
2. Bagaimana Patofisiloginya Demensia?
3. Apa Penyebab Demensia ?
4. Bagaimana Uji diagnostic Demensia ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan medis Demensia ?
6. Bagaimana Asuhan keperawatan Demensia?
7.
C. Tujuan
1. Mengetahui Asuhan Keperawatan DEMENSIA
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan DEMENSIA
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif
Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian,
dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari
(Nugroho, 2008).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom)
yang menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer. L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E.1998).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit
yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan
maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia,
namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.
B. Etiologi
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya
kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak
mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di
dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang
ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark.
Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark.
Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata
atau cerita yang sama berkali-kali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
D. KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena
penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
a) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
c) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e) Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual :
Stadium I (amnesia)
- Berlangsung 2-4 tahun
- Amnesia menonjol
- Perubahan emosi ringan
- Memori jangka panjang baik
- Keluarga biasanya tidak terganggu
Stadium II (Bingung)
- Berlangsung 2 – 10 tahun
- Episode psikotik
- Agresif
- Salah mengenali keluarga
Stadium III (Akhir)
- Setelah 6 - 12 tahun
- Memori dan intelektual lebih terganggu
- Membisu dan gangguan berjalan
- Inkontinensia urin
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di
otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensiareversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium
rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan
antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium
darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel
mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe
sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda
semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas
sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi
kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi
sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan
proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan
neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003
;Boustani, 2003; Houx, 2002; Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau
penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap
abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling
rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini
mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor
MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80
tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk
yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4
tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum
pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode
yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.
(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori
antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas
sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat
pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif
yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5,
untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia
ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,
menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003, Golomb,2001)
G. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet
seperti Aspirin ,Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang
efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif
diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu
penderita tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
2. Genogram
(Klien tidak ingat keluarga klien, klien dibawa oleh tukang becak ke panti
dan tidak membawa Kartu Identitas)
5. Riwayat Kesehatan
a. Status Kesehatan Klien Saat Ini
Klien tidak mampu mengungkapkan status kesehatannya secara verbal,
dari segi fisik mengalami kyphosis dan saat ini klien mengalami
kepikunan atau demensia
b. Status Kesehatan Masa Lalu Klien
Saat ditanyakan, klien menyatakan sudah lupa atau tidak tahu.
7. Pola nutrisi
Klien makan sehari 3 kali dan menghabiskan lebih dari ½ porsi yang
disediakan. Pada sore harinya klien ngemil (kue atau gorengan) tidak tentu
jumlahnya. Minum kira-kira 4 gelas besar perhari.
Jenis : Nasi, lauk nabati, sayur, tidak ada alergi makanan, pantangan tidak
ada. Jenis minuman : air putih
8. Pola eliminasi
BAB : teratur 1 kali dalam sehari
BAK : Teratur 3-4 kali sehari, tidak ada keluhan.
Keterangan :
0 : mandiri,
1 : alat bantu,
2 : dibantu orang lain,
3 : dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total.
INDEKS KATZ
1. Bathing : Mandiri
2. Dressing : Mandiri
3. Toileting : Mandiri
4. Transferring : Mandiri
5. Continence : Mandiri
6. Feeding : Tergantung
Indeks Katz = B ( mandiri untuk 5 aktivitas)
B. Analisa Data
Data analisis yang didapatkan setelah dilakukan pengkajian pada Ny. U seperti
yang tertulis pada tabel dibawah ini.
N Tanggal Data Problem Etiology
o
2. Ds : “-” Hambatan
28 Do : Klien tidak bisa mendengar komunikasi Perubahan
September dengan jelas, klien tidak tahu hari dan verbal persepsi
2021 tanggal saat ini, susah mengingat
orang. Dalam komunikasi sehari-hari
mengalami hambatan karena hanya
bisa menggunakan bahasa jawa, dan
kurang tahu bahasa indonesia
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel)
2. Hambatan komunikasi verbal b.d perubahan persepsi.
D. Intervensi
N Diagnosa Tujuan Intervensi
o.
1. Perubahan proses pikir b.d perubahan Setelah dilakukan 1. Lakukan
fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) tindakan pendekatan
keperawatan selama kepada klien
3 x pertemuan secara verbal dan
diharapkan pasien tindakan
mampu menunjukan 2. Panggil klien
proses pikir yang dengan namanya.
baik dengan kriteria 3. Tatap wajah klien
hasil : ketika berbicara
- Klien mampu 4. Tuliskan nama
mengingat perawat di sebuah
nama perawat kertas dan di
dengan kriteria tempelkan pada
tidak salah satu tempat
menanyakan yang mudah
nama perawat dilihat klien.
setelah tindakan 5. Sebutkan nama
keperawatan. perawat tiap
bertemu dan
menanyakan
kembali ketika
akan berpisah
6. Lakukan senam
otak
7. Lakukan terapi
validasi
( misalnya
memvalidasi
kegiatan-kegiatan
yang sudah
dilakukan dengan
pihak ketiga )
8. Lakukan terapi
kenangan
( mengajak cerita
klien tentang
masa lalu )
2. Hambatan komunikasi verbal b.d Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan
perubahan persepsi. tindakan klien untuk
keperawatan selama berkomunikasi.
3 x pertemuan 2. Gunakan
diharapkan pasien komunikasi non-
tidak menunjukan verbal.
hambatan dalam 3. Gunakan bahasa
komunikasi dengan tubuh untuk
kriteria hasil : menyampaikan
- Klien dapat sesuatu.
berkomunikasi 4. Gunakan bahasa
dengan baik Indonesia yang
setelah tindakan baik dan baku
keperawatan (mudah
dimengerti)
E. Implementasi
Tanggal Dx Implementasi
1 1. Melakukan pendekatan pada Ny. U
28 2. Memanggil nama klien pada saat berbincang.
September 3. Menatap wajah klien saat berbicara.
2021 4. Menuliskan nama perawat di kertas dan
menempelkannya di meja samping tempat tidur
klien.
5. Menyebutkan nama perawat dan menanyakan
kembali ketika akan berpisah.
6. Melakukan latihan senam otak
7. Melakukan terapi validasi ( memvalidasi
kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan dengan
klien bersama pihak ketiga )
8. Lakukan terapi kenangan ( mengajak cerita klien
tentang masa lalu )
F. Evaluasi
Tanggal D Catatan Perkembangan
x
28 1 S : “siapa kamu?”.
September O : klien belum mampu menyebutkan nama perawat tanpa
2021 mengingatkan nya lagi.
A : masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi
- Lakukan senam otak
- Lakukan terapi kenangan
28 2 S:-
September O : klien masih belum dapat berkomunikasi dengan baik,
2021 klien tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
mudah dijawab.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
- Lakukan pendekatan kepada klien secara verbal dan
tindakan
DAFTAR PUSTAKA