Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH FISIOTERAPI GERIATRI

FISIOTERAPI PADA DEMENSIA

AYU FERATYWI
PO714241181009
PRODI D.IV/A TK.III

JURUSAN FISIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah akhirnya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Fisioterapi pada Demensia” ini dengan baik tepat pada waktunya.

Tidak lupa saya sampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam
proses penyusunan makalah ini.

Meskipun sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan makalah ini, namun saya menyadari bahwa di dalam makalah yang
telah disusun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga
saya mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, saya berharap agar makalah ini bisa
memberikan banyak manfaat bagi pembaca.

Makassar, 26 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.LATAR BELAKANG......................................................................................1
B.RUMUSAN MASALAH..................................................................................2
C.TUJUAN...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A.DEFINISI DEMENSIA....................................................................................3
B.KLASIFIKASI DEMENSIA............................................................................3
C.ETIOLOGI DEMENSIA..................................................................................4
D.TANDA DAN GEJALA DEMENSIA.............................................................5
E.PATOFISIOLOGI DEMENSIA.......................................................................6
F.PATOGENESIS DEMENSIA..........................................................................6
G.PEMERIKSAAN DEMENSIA........................................................................7
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................................8
I.DIAGNOSIS DEMENSIA................................................................................9
J.TINDAKAN/TATALAKSANA PADA PASIEN DENGAN DEMENSIA...10
BAB III PENUTUP...............................................................................................20
A.KESIMPULAN..............................................................................................20
B.SARAN...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kelompok lanjut usia (lansia) dipandang sebagai kelompok masyarakat
yang berisiko mengalami gangguan kesehatan. Masalah yang menonjol pada
kelompok tersebut adalah menurunnya respon lansia terhadap kemampuan
aktivitas fungsional fisik. Hal ini terjadi sejalan dengan bertambahnya usia
seseorang dan proses kemunduran yang diikuti dengan munculnya gangguan
fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif dan psikososial.
Meningkatnya gangguan penyakit pada lansia dapat menyebabkan perubahan
pada kualitas hidup. Namun, hal ini juga menyebabkan meningkatnya penderita
penyakit gangguan komunikasi, termasuk demensia.

Demensia merupakan sindrom neurodegeneratif yang timbul karena


adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan
fungsi luhur multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil
keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif
pada penyakit demensia biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi,
perilaku, dan motivasi. Fungsi kognitif yang terganggu dapat seperti daya ingat,
kemampuan berbicara, kemampuan memahami informasi, kemampuan
memahami ruang gerak,menilai dan memberi perhatian. Orang yang
menderitademensia mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengatasi
persoalandan mengendalikan emosi mereka. Mereka juga dapat mengalami
perubahan kepribadian.

Angka kejadian demensia meningkat seiring meningkatnya usia. Setelah


usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan
usia 5 tahun. Beberapa faktor resiko yang berkaitan dengan demensia adalah
aktivitas kognitif, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat penyakit
(hipertensi, diabetes mellitus), riwayat demensia keluarga, dan aktivitas fisik.
Beberapa faktor yang dapat menurunkan angka kejadian demensia salah satunya

1
merupakan aktivitas fisik secara rutin. Atau latihan fisik yang teratur. Dimana
latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Dapat
membantu pembentukan sel sel otak yang baru dapat mencegah putusnya
sambungan pada sel-sel otak.

Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memahami
mengenai fisioterapi pada demensia, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai
literatur mengenai penyakit demensia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud demensia?


2. Bagaimana klasifikasi demensia?
3. Bagaimana etiologi demensia?
4. Bagaimana tanda dan gejala demensia?
5. Bagaimana patofisiologi demensia?
6. Bagaimana patogenesis demensia?
7. Bagaimana pemeriksaan demensia?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari demensia?
9. Bagaimana diagnosis dari demensia?
10. Bagaimana tindakan/tatalaksana fisioterapi pada demensia?

C. TUJUAN

1. Dapat memahami dan mengetahui deifinisi demensia.


2. Dapat memahami dan mengetahui klasifikasi demensia.
3. Dapat memahami dan mengetahui etiologi demensia.
4. Dapat memahami dan mengetahui tanda dan gejala demensia.
5. Dapat memahami dan mengetahui patofisiologi demensia.
6. Dapat memahami dan mengetahui patogenesis demensia.
7. Dapat memahami dan mengetahui pemeriksaan demensia.
8. Dapat memahami dan mengetahui pemeriksaan penunjang dari demensia.
9. Dapat memahami dan mengetahui diagnosis demensia.

2
10. Dapat memahami dan mengetahui tindakan/tatalaksana fisioterapi pada
demensia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI DEMENSIA
Demensia adalah istilah medis untuk penurunan kemampuan otak,
terutama dalam hal kognisi dan memori secara bertahap yang mengganggu
aktivitas sehari-hari. Orang awam biasa menyebutnya “pikun”.

Demensia merupakan suatu sindrom/kumpulan gejala akibat kelainan


fungsi otak bersifat kronik dan progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur
yaitu: daya ingat, daya fikir, orientasi, pemahaman, berhitung, kemampuan
belajar, berbahasa, dan kemampuan menilai, dimana lebih lanjut dapat berakibat
pada gangguan aktivitas harian dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain.

Demensia adalah penyakit global dan lebih dari 60% dari prevalensi
demensia diperkirakan anatara 2,4 dan 4,9% dari orang berusia 60 tahun di India
(Alladi et.al.,2011). Diperkirakan sekitar 30% dari orang yang berusia diatas 80
tahun adalah demensia. Biasanya demensia mulai ditemukan pada usia diatas 60
tahun, setiap 4 tahun penambahan usia terjadi pelipatan jumlah pasien demensia:
pada usia 80 tahun sekitar 30% dari populasi ini pikun.

Demensia timbul pada kesadaran yang utuh (Kaplan & Sadock, 1989)
atau demensia adalah suatu keadaan dimana terjadi deteriorasi yang progresif dari
kemampuan intelektual, perilaku dan kepribadian sebagai konsekuensi dari
penyakit hemisfer serebral yang menyeluruh, terutama mengenai korteks serebral
dan hipokampus.

B. KLASIFIKASI DEMENSIA

Klasifikasi demensia antara lain :

1. Demensia karena kerusakan struktur otak


Demensia ini ditandai dengan gejala:

4
 Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan
progresif
 Daya ingat terganggu, ditemukan adanya: afasia, apraksia,
agnosia, gangguan fungsi eksekutif.
 Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru
 Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan)
 Kehilangan inisiatif

2. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di
otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat
terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vascular. Tanda-tanda neurologis fokal
seperti:
 Peningkatan reflek tendon dalam
 Kelainan gaya berjalan
 Kelemahan anggota gerak

3. Demensia menurut perjalanan penyakit:


a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,
vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb). Pada demensia
tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya
cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya:
 Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret)
 Inkontinensia urin

C. ETIOLOGI DEMENSIA

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi


3 golongan besar yaitu :

5
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu: terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada system enzim, atau pada metabolism
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya:

1. Penyakit degenerasi spino – serebelar

2. Subakut leuko-esefalitis sklerotik fan bogaert

3. Khorea Hungtington

c. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam


golongan ini seperti penyakit cerrebro kardiovaskuler

 Kerusakan struktur otak pada demensia dapat diakibatkan oleh:


1. Proses degenerasi
2. Gangguan pembuluh darah otak, seperti penyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah pada cerebro vascular accident (stroke) pada demensia
vascular
3. Gangguan metabolisme
4. Adanya infeksi, trauma maupun konsumsi obat-obatan seperti alcohol,
radiasi, logam berat, dan gas karbonmonoksida
5. Gangguan psikiatri dari adanya depresi dan gangguan kognitif.

D. TANDA DAN GEJALA DEMENSIA

Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien


dengan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala
klinik dari demensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara umum tanda
dan gejala demensia adalah:

1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

6
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti: acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.

E. PATOFISIOLOGI DEMENSIA

Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya


demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi
di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada
penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor penyebab merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.

Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya,


serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak
langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui
mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah
neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.

Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk


proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan
fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium
(perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan

7
patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-
Darmojo, 2009).

F. PATOGENESIS DEMENSIA

Patogenesis demensia dapat berupa faktor genetik. Bila permulaan


demensia terjadi sebelum umur 60 tahun maka resiko untuk anak-anaknya adalah
50%. Bila demensia alzhemer terjadi setelah usia 70 tahun, maka resiko untuk
anak-anaknya seperti penduduk biasa.

Penurunan memori adalah gejala utama dari demensia dan mungkin


terjadi bersamaan dengan penyakit yang luas pada beberapa bagian yang berbeda
di cerebrum. Demensia biasanya berhubungan dengan penyakit struktural yang
jelas terutama pada cortex serebral tetapi juga dapat terjadi pada diencephalon.
Degenerasi thalamus secara murni jarang dijumpai dan kemungkinan menjadi
dasar dari terjadinya demensia karena terdapatnya hubungan antara thalamus
dengan cortex serebral khususnya yang berkaitan dengan memori, bahkan ketika
penyakit tertentu mempengaruhi satu bagian dari cerebrum, area tambahan juga
sering ikut terlibat dan berkonstribusi terhadap terjadinya penurunan mental.

G. PEMERIKSAAN DEMENSIA

Dalam pemeriksaan dilakukan sejumlah tahapan diantaranya yaitu:

a. Anamnesis
Selain melakukan anamnesis umum seperti menanyakan nama,
usia, pekerjaan pasien juga penting sekali melakukan anamnesis khusus berkaitan
dengan demensia, hal yang penting untuk diperhatikan pada saat melakukan
anamnesis adalah riwayat penurunan fungsi terutama fungsi kognitif pada pasien
dibandingkan sebelumnya, mendadak atau progresif lama dan adanya perubahan
perilaku kepribadian.
b. Pemeriksaan Fisik

8
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, pemeriksaan
neurologis dan pemeriksaan neuropsikologis.
 Pemeriksaan umum, pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan medis umum
atau status interna seperti yang dilakukan dalam praktek klinis. Seperti
tanda-tanda vital pasien apakah normal atau tidak.
 Pemeriksaan neurologis, pemeriksaan ini penting dilakukan untuk
membedakan proses degeneratif primer atau sekunder dan kondisi
komorbid lainnya. Pasien Demensia Alzheimer onset awal pada umunya
memiliki pemeriksaan neurologis yang normal. Pemeriksaan neurologis
dapat juga digunakan untuk mengetahui adanya tekanan tinggi
intrakranial, gangguan neurologis fokal misalnya: gangguan berjalan,
gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, tonus otot, gerakan abnormal/apraksia dan
adanya refleks patologis dan primitif.
 Pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan neuropsikologis meliputi
evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial dan
visuoperceptual. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah
pemeriksaan awal yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi
kognisi, menilai efektivitas pengobatan dan untuk menentukan
progresivitas penyakit.
Mini Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan demensia dapat menggunakan Mini Mental State
Examination (MMSE) yang merupakan gold standar untuk diagnosis demensia.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan dan membutuhkan waktu yang relatif singkat
yaitu antara lima sampai sepuluh menit yang mencakup penilaian orientasi,
registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Pasien dinilai
secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut dengan nilai sempurna adalah 30.
Pemeriksaan MMSE dapat digunakan secara luas sebagai pemeriksaan yang
sederhana dan cepat untuk mencari kemungkinan munculnya defisit kognitif
sebagai tanda demensia
Menurut Folstein (1990), interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang
diperoleh pada saat pemeriksaan:

9
1. Skor 27-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal
2. Skor 21-26 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif ringan
3. Skor 10-20 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif sedang
4. Skor < 10 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif berat.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk penegakkan demensia meliputi


pemeriksaan laboratorium, pencitraan otak, dan elektro ensefalografi.

 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati,
hormon tiroid dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis
pada penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaan cairan otak bila terdapat
indikasi.
 Pemeriksaan pencitraan otak
Pemeriksaan ini berperan untuk menunjang diagnosis, menentukan
beratnya penyakit serta prognosis. Computed Tomography (CT) – Scan
atau Metabolic Resonance Imaging (MRI) dapat mendeteksi adanya
kelainan struktural sedangkan Positron Emission Tomography (PET) dan
Single Photon Emission Tomography (SPECT) digunakan untuk
mendeteksi pemeriksaan fungsional. MRI menunjukkan kelainan struktur
hipokampus secara jelas dan berguna untuk membedakan demensia
alzheimer dengan demensia vaskular pada stadium awal.
 Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak menunjukkan adanya kelainan yang spesifik. Pada
stadium lanjut ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks secara
periodik.

I. DIAGNOSIS DEMENSIA

Kriteria diagnosis demensia adalah sebagai berikut:

10
1. Harus dapat dibuktikan secara nyata adanya penurunan dalam daya ingat
yang memengaruhi registrasi, retensi, dan recall yang konstan minimal
selama 6 bulan
2. Kesadaran harus normal
3. Adanya gejala tambahan sebagai berikut:
a. Penurunan kemampuan mengendalikan emosi
b. Berkurangnya kemampuan memusatkan dan mempertahankan
konsentrasi
c. Miskinnya alur gagasan dan penurunan daya pikir
d. Penurunan visuospasial yang dapat dibuktikan dengan penurunan
kecermatan, ketepatan, dan kecepatan dalam
bertindak/mengerjakan sesuatu
e. Gangguan orientasi
f. Penurunan fungsi kecerdasan lain seperti berhitung, kemampuan
mencari perbedaan dan persamaan, dan daya abstraksi
g. Gangguan dalam komunikasi yang ditandai dengan kelambanan
berbicara, sukar memahami pesan-pesan, merosotnya kosa kata
bahkan miskin kata-kata.

J. TINDAKAN/TATALAKSANA PADA PASIEN DENGAN


DEMENSIA

Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :

1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

11
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-
psikotik (misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone).

2. Terapi Nonfarmakologik
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap
pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit
dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi:
 Program Harian Penderita
a. Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk
memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain-gym)
b. Asupan gizi berimbang, cukup serat, menngandung antioksidan,
mudah dicerna, penyajian menarik dan praktis
c. Mencegah /mengelola faktor risiko yang dapat memperberat
penyakit, misalnya hipertensi, gangguan vascular, diabetes, dan
merokok
d. Melaksanakan hobi dan aktifitas social sesuai kemampuan
e. Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi)
f. Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang
mendapatkan cahaya cukup
 Orientasi Realitas
a. Penderita diingatkan akan waktu dan tempat
b. Beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar
mandi

12
c. Pemberian stimulasi melalui latihan permainan, misalnya
permainan monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang,
sudoku, dan lain-lain.

3. Dukungan atau Peran Keluarga


Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar

4. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,
meliputi:
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas

5. Pencegahan dan Perawatan Demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti:
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif:
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

 Tindakan Fisioterapi pada Demensia:

13
Cara ini dapat membantu pengidap untuk mengatasi kesulitan
bergerak. Fisioterapi dapat memulihkan gerakan dan fungsi tubuh yang
mengalami cedera, sakit, atau, cacat. Hal ini juga dapat membantu kamu untuk
mengurangi risiko cedera atau sakit di masa depan. Bentuk latihan yang dapat
diberikan dapat berupa single task exercise dan dual task exercise.

Single Task Exercise berupa latihan fisik yang tepat memiliki dampak
positif terhadap fungsi kognitif karena dapat menjaga fungsi otak
termasuk meningkatkan aliran darah dan pengiriman oksigen ke cerebral,
serta menginduksi faktor pertumbuhan fibroblast di hippocampus.

Dual Task Exercise bermanfaat untuk membantu mengoptimalkan fungsi


otak manusia dengan melatih tugas motorik dan kognitif lansia secara
bersamaan. Dengan menambahkan tugas tambahan, dapat memperlancar
aliran darah otak sehingga menyebakan peningkan nutrisi dan memicu
neurogenesis di hippocampus.

Adapun latihan lain yang bisa diberikan kepada penderita


demensia, yakni :

1) Latihan Keseimbangan
Berikut adalah sederet latihan yang aman dilakukan oleh para lansia:
 Berdiri dengan Satu Kaki

Berdiri dengan satu kaki tidak hanya akan melatih keseimbangan, tapi
juga kekuatan otot kaki lansia. Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan:

14
 Berdirilah menghadap dinding, lalu ulurkan tangan Anda dan
sentuh dinding dengan ujung jari Anda. Jadikan jari Anda sebagai
tumpuan.
 Angkat kaki kiri hingga setinggi pinggul. Biarkan kaki kanan
sedikit menekuk dengan nyaman.
 Tahan selama 5-10 detik, lalu turunkan kaki secara perlahan.
Ulangi sebanyak 3 kali. Kemudian, lakukan langkah yang sama
pada kaki kanan.

 Berjalan dengan Tumit Menyentuh Jari Kaki

Berjalan dengan tumit menyentuh jari kaki akan membantu lansia


melatih kestabilan tubuhnya. Berikut caranya:

 Berdirilah dengan tegak, lalu langkahkan kaki kanan ke depan.


Pastikan tumit kanan bersentuhan dengan ibu jari kaki kiri.
 Kini, langkahkan kaki kiri dan pastikan tumit kiri Anda
bersentuhan dengan ibu jari kaki kanan.
 Lanjutkan langkah Anda sambil terus menatap ke depan.
Berjalanlah setidaknya sebanyak 5 langkah.

 Mengangkat Kaki ke Belakang

15
Latihan ini bermanfaat untuk menjaga keseimbangan serta
memperkuat otot punggung dan bokong lansia. Sebelum melakukan gerakan,
siapkan sebuah bangku untuk dijadikan tumpuan. Pastikan bangku cukup kokoh
untuk dijadikan pegangan. Kemudian, ikuti langkah-langkah berikut:
 Berdirilah dengan tegak di belakang bangku, lalu peganglah
sandarannya.
 Angkat kaki kiri Anda dan luruskan ke belakang. Usahakan agar
lutut kiri Anda tidak ikut menekuk.
 Selama mengangkat kaki kiri, jagalah kaki kanan Anda agar tetap
lurus. Anda dapat mencondongkan badan ke depan agar posisi
badan lebih nyaman.
 Tahan posisi ini selama satu detik, lalu kembalilah ke posisi
semula. Ulangi sebanyak 15 kali, kemudian lakukan kembali
dengan kaki kanan Anda.

 Berjinjit

Latihan berjinjit bermanfaat untuk menjaga keseimbangan lansia saat


berjalan dan menaiki tangga. Gerakan ini juga dapat memperkuat otot kaki, betis,

16
dan pergelangan kaki. Agar lebih aman, gunakanlah bangku atau meja sebagai
tumpuan. Berikut langkah-langkahnya:
 Berdirilah dengan tegak sambil berpegangan pada tumpuan.
 Angkat tumit Anda secara perlahan hingga Anda berada dalam
posisi berjinjit. Usahakan agar tumit terangkat setinggi mungkin.
 Kembalilah ke posisi semula, lalu ulangi kembali seluruh langkah
sebanyak 20 kali.

 Push-up Dinding

Push-up dinding adalah latihan yang sesuai untuk menjaga


keseimbangan dan kekuatan otot inti lansia. Berikut langkah-langkahnya:
 Berdirilah menghadap dinding dengan kedua kaki sedikit melebar.
 Ulurkan tangan Anda dan sentuh dinding dengan kedua telapak
tangan. Pastikan kedua tangan Anda sejajar dengan bahu.
 Condongkan sedikit badan Anda ke depan hingga tangan Anda
menekuk. Saat mencondongkan badan, jaga kedua kaki Anda agar
tetap diam.
 Mulailah mendorong badan secara perlahan hingga kedua tangan
Anda lurus.
 Condongkan lagi badan Anda, lalu dorong kembali. Ulangi
sebanyak 20 kali.

2) Latihan Stretching

17
 Rotasi Peregangan Dalam
Memegang ujung handuk atau item pakaian dengan masing-masing
tangan, dengan siku ditekuk kiri, telapak belakang kepala dan tangan kanan lurus,
dengan handuk sesuai dengan tulang belakang; Kemudian, menggunakan
kekuatan tangan kiri untuk menarik handuk up, membawa tangan kanan atas juga;
mempertahankan posisi selama 30-60 detik; sekali pada setiap sisi adalah satu set,
ulangi 5-10 kali. Catatan: Orang yang menderita bahu kaku serius mungkin tidak
dapat mengangkat lengan mereka; ini adalah kasus melakukan satu peregangan
sisi, dengan tangan yang memiliki kekuatan memindahkan terluka sisi.

 Peregangan Paha
Dengan kedua kaki kuat di tanah, tekuk lutut kanan dan mengangkat
mundur, ambil bagian atas kaki kanan di tangan kanan dan kemudian tarik paha
lembut mundur sampai Anda merasa sakit sedikit di depan paha. Tahan posisi
selama 30-60 detik; sekali pada setiap sisi adalah satu set dan melakukan 5-10 set.

 Peregangan otot lutut


Duduk di tanah atau kursi yang tidak akan meluncur, dengan kaki
kiri ringan di lantai, lutut kanan lurus dan punggung lurus; memperpanjang
lengan Anda di depan Anda dan salib mereka, bersandar tubuh bagian

18
atas Anda sejauh ke depan yang Anda bisa sampai Anda merasa sakit sedikit di
belakang kanan thigh. Hold posisi untuk 30-90 detik. Setelah di setiap sisi adalah
salah satu set, lakukan 5-10 set.

 Peregangan dorsofleksi pergelangan ankle kaki


Angkat kaki kanan kemudian letakkan di kaki kiri; memegang jari-jari
kaki di tangan kanan dan ringan menarik, mempertahankan posisi selama 30-60
detik. Sekali pada setiap sisi set, lakukan 5-10 set. Ketika peregangan tidak
menyala pergelangan kaki ke dalam ke arah bawah fleksi plantar karena hal ini
akan mengurangi efek peregangan.

3) Latihan Aerobik
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya
selama 30 menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam
seminggu. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti berjalan, berkebun,
melakukan pekerjaan rumah, dan naik turun tangga
Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun disarankan melakukan
olahraga yang tidak terlalu membebani tulang, seperti berjalan, latihan

19
dalam air, bersepeda statis, dan dilakukan dengan cara yang
menyenangkan. Bagi Lansia yang tidak terlatih harus mulai dengan
intensitas rendah dan peningkatan dilakukan secara individual
berdasarkan toleransi terhadap latihan fisik.
Olahraga yang bersifat aerobik adalah olahraga yang membuat
jantung dan paru bekerja lebih keras untuk memenuhi meningkatnya
kebutuhan oksigen, misalnya berjalan, berenang, bersepeda, dan lain-
lain. Latihan fisik dilakukan sekurangnya 30 menit dengan intensitas
sedang, 5 hari dalam seminggu atau 20 menit dengan intensitas tinggi, 3
hari dalam seminggu, atau kombinasi 20 menit intensitas tinggi 2 hari
dalam seminggu dan 30 menit dengan intensitas sedang 2 hari dalam
seminggu.

4) Latihan Penguatan Otot


Bagi Lansia disarankan untuk menambah latihan penguatan otot
disamping latihan aerobik. Kebugaran otot memungkinkan melakukan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Latihan fisik untuk penguatan otot
adalah aktivitas yang memperkuat dan menyokong otot dan jaringan ikat.
Latihan dirancang supaya otot mampu membentuk kekuatan untuk
mengerakkan atau menahan beban, misalnya aktivitas yang melawan 6
gravitasi seperti gerakan berdiri dari kursi, ditahan beberapa detik,
berulang-ulang atau aktivitas dengan tahanan tertentu misalnya latihan
dengan tali elastik. Latihan penguatan otot dilakukan setidaknya 2 hari
dalam seminggu dengan istirahat diantara sesi untuk masing-masing
kelompok otot. Intensitas untuk membentuk kekuatan otot menggunakan
tahanan atau beban dengan 10-12 repetisi untuk masing-masing latihan.

20
Intensitas latihan meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan
individu. Jumlah repetisi harus ditingkatkan sebelum beban ditambah.
Waktu yang dibutuhkan adalah satu set latihan dengan 10-15 repetisi.

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Demensia merupakan sindrom neurodegeneratif yang timbul karena
adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan
fungsi luhur multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil
keputusan. Demensia dapat disebabkan karena adanya proses degenerasi,
gangguan metabolism dan adanya depresi.

Tanda dan gejala demensia dapat berupa menurunnya daya ingat, adanya
gangguan orientasi waktu dan tempat, penurunan dan ketidakmampuan Menyusun
kata menjadi kalimat yang benar serta lain sebagainya. Adapun pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada kasus demensia dapat berupa pemeriksaan
laboratorium, pencitraan otak, dan elektro ensefalografi.

Tatalaksan pada penerita dimensia dapat berupa farmakoterapi dan terapi


norfarmakologik (aktifitas fisik/orientasi realitas), dukungan dan peran keluarga
juga dibutuhkan dalam pencegahan dan perawatan dimensia.

B. SARAN

Diharapkan makalah ini dapat membantu dan menjadi literatur dalam


menambah ilmu pengetahuan kita mengenai fisoterapi pada demensia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bahruddin, Moch. 2017. Neurologi Klinis. Cetakan Ketiga. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

Cardoba, Marisza. 2017. Autoimmun The True Story. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum.

Darmabrata, Wahjadi, dkk. 2003. Psikiatri Forensik. Cetakan I. Jakarta: EGC.

Handayani, Samsriyaningsih, dkk. 2020. Buku Ajar Asepk Sosial Kedokteran


Edisi 2. Jawa Timur: Airlangga University Press.

Husmiati, H., 2016. Demensia Pada Lanjut Usia Dan Intervensi Sosial. Sosio
Informa, 2(3).

Lolo, A.N.H.A., Bachtiar, F. and Leksonowati, S.S., 2019. Pemberian Brain Gym
Exercise Dapat Meningkatkan Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia. Jurnal
Vokasi Indonesia, 7(2).

Mulyadi, A., Fitriana, L.A. and Rohaedi, S., 2017. Gambaran Aktivitas Fisik Pada
Lansia Demensia Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Wreda Ciparay
Bandung. Jurnal Kepelatihan Olahraga, 9(1).

Putri, D.M.P., 2017. Pengaruh Latihan Senam Otak dan Art Therapy Terhadap
Fungsi kognitif Lansia Dengan Demensia di PSTW Yogyakarta Unit
Budi Luhur dan Abiyoso.

Pratiwi, Annisa Wahyu. 2019. Perbedaan Pengaruh Single Task dan Dual Task
Exercise Terhadap Keseimbangan pada Lansia dengan Kondisi Mild
Dementia. Program Studi Fisioterapi S1 Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Asyiyah Yogyakarta.

Setiati, Siti, Indrus Alwi, dkk, ed. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
Keenam. Jilid I. Jakarta Pusat: Interna Publishing.

23
Suwarni, S., Setiawan, S. and Syatibi, M.M., 2017. Hubungan usia demensia dan
kemampuan fungsional pada lansia. Jurnal Keterapian Fisik, 2(1).

24

Anda mungkin juga menyukai