Anda di halaman 1dari 21

Makalah Keperawatan Gerontik

Pengkajian pada lansia

Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Jeany Rahmadhani Nim : 17181440100


Sindi Dewinda Nim : 17181440100
Vani Oktavia Nim : 17181440100
Rizki Herlina Nim : 1718144010050

Stikes Yarsi Sumbar Bukittinggi


Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Terima kasih kepada Ibuk Ns. Dian Anggraini S.Kep.M.Kep,S.KMB ,
selaku dosen matakuliah keperawatan gerontik yang telah memberikan materi
sebelumnya dan terima kasih kepada teman yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas matakuliah keperawatan
gerontik. Kami mengetahui bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekeliruan dan kesalahan, oleh sebab itu kami kelompok 8 mengharapkan saran dan
kritik untuk perbaikan selanjutnya.

Bukittinggi, 21 Oktober 2019

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian demensia ………………………………………………….. 3
B. Eidemologi demensia …………………………………………………. 3
C. Klasifikasi demensia ………………………………………………….. 3
D. Gejala klinis demensia ………………………………………………… 5
E. Asuhan keperawatan demensia ……………………………………….. 11

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………… 19
B. Saran ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk
memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan
penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai,
kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial,
atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular
dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan
Barlow, 2006)
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru sajaterjadi, tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara,
penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang
tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat.Ketidakmampuan
mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan.
Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Sebagian
besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yanghanya diderita oleh para
Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan
jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih
sejak dini disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. &
Rossor, M. N, 2003).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika
masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak
yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan
holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi
organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas.

3
2. Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan-rumusan masalah sebagai


berikut :

1. Apa yang dimaksud demensia ?


2. Apa saja epidemiologi demensia ?
3. Apa saja klasifikas demensia ?
4. Apa saja gejala klinis demensia ?
5. Apa saja tanda dan gejala demensia ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia ?

3. Tujuan umum
1. Memahami pengertian demensia
2. Mengetahui epidemiologi demensia
3. Mengetahui klasifikas demensia
4. Memahami gejala klinis demensia
5. Mengetahui tanda dan gejala demensia
6. mengetahui asuhan keperawatan pada lansia

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia
bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas
bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh
diperolehi.

2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun
adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian
kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi .
Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali
lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri
kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15%
atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju
Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20%
sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler
50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.

3. Klasifikasi
a. Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)

5
2. Demensia prasenilis (<65th)
b. Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb).
c. Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non-Alzheimer
1. Demensia vaskular
2. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
3. Demensia Lobus frontal-temporal
4. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
5. Morbus Parkinson
6. Morbus Huntington
7. Morbus Pick
8. Morbus Jakob-Creutzfeldt
9. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
10. Prion disease
11. Palsi Supranuklear progresif
12. Multiple sklerosis
13. Neurosifilis
14. Tipe campuran
d. Menurut sifat klinis:
1. Demensia proprius
2. Pseudo-demensia
4. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins,
P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson,

6
C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
5. Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.
a. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat
gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana
akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian
sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu
menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya
tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan
adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan
(curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau
penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan
gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
▪ Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan
memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang
terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
▪ Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan. Gejalanya antara lain,
 Disorientasi
 gangguan bahasa (afasia)
 penderita mudah bingung
 penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi.
 Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah
tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
▪ Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12
7
tahun.Gejala klinisnya antara lain:
 Penderita menjadi vegetatif
 tidak bergerak dan membisu
 daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri
 tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
 kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
 kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
b. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan
sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler.
Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal
ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap
stabil pada demensia vaskuler. Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia
vaskuker, diantaranya:
1. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
 penyakit degenaratif
 penyakit serebrovaskuler
 keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
 trauma otak
 infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
 Hidrosefaulus normotensif
 Tumor primer atau metastasis
 Autoimun, vaskulitif
 Multiple sclerosis
 Toksik
 kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
2. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
a. Gangguan psiatrik : Depresi, Anxietas, Psikosis
b. Obat-obatan : Psikofarmaka, Antiaritmia, Antihipertensi
c. Antikonvulsan : Digitalis

8
d. Gangguan nutrisi : Defisiensi B6 (Pelagra), Defisiensi B12, Defisiensi asam
folat, Marchiava-bignami disease
e. Gangguan metabolisme : Hiper/hipotiroidi, Hiperkalsemia,
Hiper/hiponatremia, Hiopoglikemia, Hiperlipidemia, Hipercapnia, Gagal
ginjal, Sindrom Cushing, Addison’s disesse, Hippotituitaria, Efek remote
penyakit kanker
6. Tanda dan Gejala Demensia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit
di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian
syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes

9
laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka.
Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita
demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan
kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
7. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
▪ Pembedaan antara delirium dan demensia
▪ Bagian otak yang terkena
▪ Penyebab yang potensial reversibel
▪ Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
▪ Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
▪ Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
▪ Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
▪ Pencitraan otak amat penting CT atau MRI

10
8. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal
yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar.
Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses
perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur.
Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami
penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota
keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin
melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat
mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun
setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan
pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih
setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa
penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia
dengan demensia.
9. Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya
dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman.
Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang
yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan
Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk
menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak

11
memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun
orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja.
Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin
mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan
pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu
yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang
sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda
tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh
Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari
Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan
demensia di rumahnya.
10. Pencegahan & Perawatan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak,
seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif, seperti
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
5. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

11. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA


Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60
tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia
mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah
alzeimer.
Berdasarkan hasil pengkajian pada daerah paska bencana alam tsunami
ternyata ditemukan kasus lansia dengan alzeimer.
a. Pengkajian

12
Demensia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi
pada usia lanjut yang telah berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan
sekitar 500.000 penderita demensia di indonesia.
b. Tanda dan Gejala
 Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
 Pelupa
 Sering mengulang kata-kata
 Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
 Cepat marah dan sulit di atur.
 Kehilangan daya ingat
 kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
 kurang konsentrasi
 kurang kebersihan diri
 Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
 Mudah terangsang
 Tremor
 Kurang koordinasi gerakan.
c. Cara melakukan pengkajian
1. Membina hubunga saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama
saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk
dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore
/ malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk
menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.

13
6) Bersikap empati dengan cara:
7) Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti
(hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
8) Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya
tunggu respon pasien
9) Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan
kata-kata yang sama.
10) Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume
ditingkatkan, nada harus direndahkan.
2. Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
3. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan
terbuka
4. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien
seperti :
 Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
 Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
 Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
 Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada
klien.
5. Tidak berisik atau ribut
6. Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup
7. Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia
dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien
dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara
lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi
prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
▪ Kurang konsentrasi
▪ Kurang kebersihan diri
▪ Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
▪ Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
▪ Tremor
14
▪ Kurang kordinasi gerak
▪ Aktiftas terbatas
▪ Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah
lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar
atau tidak sesuai.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan
melalui wawancara:

12 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan
diagnosa keperawatan:
1. Gangguan Proses Pikir
2. Risiko Cedera: jatuh

12. Tindakan Keperawatan


1. Diagnosa I “Lansia depresi dengan gangguan proses pikir; pikun/pelupa.”
▪ Tindakan keperawatan untuk pasien:
Tujuan agar pasien mampu:
1. Mengenal/berorientasi terhadap waktu orang dan temapat
2. Meklakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.
Tindakan
1. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya
tempat tidur, lemari, pakaian dll.
2. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam
besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.
3. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga
terdekat
4. Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
5. Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.
6. Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
7. Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
8. Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
9. Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
10. Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.

15
11. Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
▪ Tindakan untuk keluarga
Tujuan
b.Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat
1. c. Menyediakan saran yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas
d.Membantu pasien dalam melakukan aktiftas sehari-hari.
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat
pada pasien
2. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
3. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
4. Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
5. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap
kemampauan yang masih dimiliki oleh pasien
6. Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki
7. Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat.
8. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih
dimiliki pasien
9. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki
10. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
11. Diagnosa II “Lansia demensia dengan risiko cedera”
▪ Tindakan pada pasien.
Tujuan
1. Pasien terhindar dari cedera
2. Pasien mampu mengontrol aktifitas yang dapat mencegah cedera.
Tindakan:
1. Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang
sederhana
2. Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak
minta tolong

16
3. Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
Tindakan untuk keluarga
Tujuan: Keluarga mampu:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien
2. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah cedera
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada
pasien
2. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti: lantai rumah
tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan
penerangan yang cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan
dan awasi jika pasien merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan
plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari jangkauan klien, sediakan tempat
tidur yang rendah
3. Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah serta memantau
aktivitas harian yang dilakukan
13 Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
a. Gangguan proses pikir: bingung
Kemampuan pasien:
1. Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar
2. Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal
3. Mampu menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini
4. Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadual
5. Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan
Kemampuan keluarga
1. Mampu membantu pasien mengenal waktu temapt dan orang
2. Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar
dan jam besar
3. Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
4. Memberikan pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian

b. Resiko cedera

17
Kemampuan pasien:
1. Menyebutkan dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera
2. Menggunakan cara yang tepat untuk mencegah cedera
3. Mengontrol aktivitas sesuai kemampuan
Kemampuan keluarga
1. Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera
pada pasien
2. Menyediakan pengaman di dalam rumah
3. Menjauhkan alat-alat listrik dari jangkauan pasien
4. Selalu menemani pasien di rumah
5. Memantau kegiatan harian yang dilakukan pasien

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu.
Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah,
sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan,
kemampuan untuk mengenali kemampuanuntuk mengenali orang, tempat dan benda.
Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan
dalam pemikiran abstrak, bahkan sering terjadi perubahan kepribadian.
Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimlai secara samar, gejala awal
biasanya lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bias juga bermula sebagai
depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya.

B. Saran
Sebagaimana yang kita ketahui gangguan jiwa termasuk demensia ini dapat
menyebabkan hal yang tidak diinginkan, maka dari itu mulai sekarang belajarlah
memilah-milah pikiran, perkataan maupun perbuatan kita supaya terhindar dari penyakit
demensia

19
DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/45670456/makalah-demensia-revisi
http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/

20

Anda mungkin juga menyukai