Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH

KESEHATAN DAN REPRODUKSI LANJUT USIA

“GANGGUAN SYARAF & MEMORI LANSIA : DEMENSIA ALZHEIMER”

ALFIAH RAHMA

NPM. 2006505215

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaah, Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas ridha dan rahmat-

Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Gangguan Syaraf & Memori

Lansia : Demensia Alzheimer”. Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas dalam

Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Lansia.

Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa ridha-Nya,

dukungan, bantuan baik secara materil maupun moril, dan bimbingan dari berbagai pihak.

Maka dari itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso S.KM. selaku dosen mata kuliah Kesehatan

Reproduksi Lansia.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih

jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan koreksi, saran, dan kritik yang

bersifat membangun demi perbaikan makalah di masa yang akan datang. Penulis berharap

semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi

kita semua dan bagi penulis sendiri khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang, 1 Desember 2020

(Alfiah Rahma)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 4
1.2 Tujuan Umum ................................................................................... 5
1.3 Tujuan Khusus .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Demensia ............................................................................................ 6
2.2 Demensia Alzheimer ........................................................................... 7
2.3 Faktor Resiko Demensia Alzheimer ................................................. 9
2.4 Tanda Dan Gejala .............................................................................. 12
2.5 Upaya Menunda Demensia Alzheimer .............................................. 14
2.6 Perawatan/Penanganan Dalam Keluarga ........................................... 15
2.7 Dampak/Akibat Demensia Alzheimer ............................................... 16
2.8 Penilaian Demensia dan Gangguan Perilaku pasien Lanjut Usia ...... 17
2.9 Upaya Pemerintah Indonesia ............................................................. 23
2.10 Tanggapan WHO ............................................................................. 24

BAB III PENUTUP


Kesimpulan .............................................................................................. 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan akan menyebabkan peningkatan
harapan hidup manusia. Peningkatan harapan hidup ini akan membawa beberapa
problema baru yaitu makin bertambahnya usia lanjut sehingga masalah yang berkaitan
dengan usia lanjut ini makin banyak dan kemungkinan kejadian penyakit yang sering kita
jumpai pada usia lanjut seperti stroke, demensia, osteoporosis, ganguan jantung coroner,
dan penyakit degeneratif lainnya akan semakin banyak.
Penurunan kemampuan mental secara gradual adalah sesuatu proses yang wajar
pada orang tua. Umumnya proses ini berlanjut secara lambat laun dalam batas yang layak
disebut normal. Pada sebagian orang penurunan bisa terjadi sedemikian drastis sehingga
mengganggu hubungan anata keluarga dan dengan orang sekitarnya.
Demensia adalah penyakit global dan lebih dari 60% dari prevalensi demensia
diperkirakan anatar 2,4 dan 4,9% dari orang berusia diatas 60 tahun di India (Alladi
et.al,2011). Diperkirakan sekitar 30% dari orang yang berusia diatas 80 tahun adalah
demensia. Biasanya demensia mulai ditemukan pada usia diatas 60 tahun, setiap 4 tahun
penambahan usia terjadi pelipatan jumlah pasien demensia, pada usia 80 tahun sekitar
30% dari populasi ini pikun. sekitar 25% pasien yang menderita stroke juga menjadi
demensia (Budiarto, 2008). Demensia yang menyertai stroke lazimnya disebut sebagai
vascular demensiaia atau multi infrarct demensiaia. Life expectancy rata-rata penduduk
dunia secara bertahap mengingsut ke kurun usia lebih tua, bersamaan dengan ini jumlah
mereka yang menjadi demensia pasti juga akan secara proportional ikut meningkat
(Budiarto, 2008).
Di seluruh dunia, sekitar 50 juta orang menderita demensia, dengan hampir 60%
tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Setiap tahun, ada hampir 10 juta
kasus baru. Proporsi penduduk umum yang berusia 60 tahun ke atas dengan demensia
pada waktu tertentu diperkirakan adalah antara 5-8%. Jumlah total penderita demensia
diproyeksikan mencapai 82 juta pada tahun 2030 dan 152 pada tahun 2050. Sebagian
besar peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita demensia yang
tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. (WHO, 2020)

4
Sekitar tahun 1970 diupayakan untuk menarik batasan anatara demensia pada
penyakit Alzheimer dengan demensia yang menyertai stroke. Faktor risiko pada penyakit
kardiovaskular dan demensia Alzheimer banyak persamaannya. Karena timbul
pemikiran bahwa gangguan vascular sendiri bisa merupakan salah satu faktor yang ikut
memicu terjadinya kerusakan neuropatologik seperti yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer. Persamaan faktor risiko untuk penyakit Alzheimer, demensia vascular dan
stroke dimulai dengan terjadinya insufisiensi aliran darah ke otak. Hasil penelitian pada
hewan maupun pengamatan pada manusia agaknya condong untuk menyokong gagasan
bahwa insufiensi pembuluh darah dan faktor resiko vaskular (hipertensi) memegang
peranan penting terhadap kejadian demensia vaskular maupun demensia Alzheimer.

1.2 Tujuan Umum


Memahami permasalahan gangguan syaraf dan memori (demensia alzheimer) pada
lansia serta upaya mengatasinya.

1.3 Tujuan Khusus


1. Dapat menjelaskan gangguan syaraf dan memori (demensia alzheimer) yang sering
terdapat pada lansia serta data epidemiologinya
2. Dapat menjelaskan faktor resiko serta data epidemiologi demensia alzheimer
3. Dapat menjelaskan upaya pencegahan, penanganan serta rehabilitasinya

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Demensia
Salah satu hal yang paling dikhawatirkan seseorang ketika usianya mulai menua adalah
menjadi pikun dan sulit mengingat memori baru. Demensia atau kepikunan, dewasa ini
bukan hanya terjadi pada usia lanjut, namun juga usia muda. Seseorang yang mengalami
demensia, akan terjadi penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan deteriorasi
(kemunduran) kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial,
pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, oleh karena itu aktivitas sosialnya juga akan
terganggu. Orang dengan demensia juga akan kehilangan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dan menjaga emosi.
Demensia adalah sindrom - biasanya bersifat kronis atau progresif - di mana terjadi
penurunan fungsi kognitif (yaitu kemampuan memproses pikiran) melebihi apa yang
diharapkan dari penuaan normal. Ini mempengaruhi memori, pemikiran, orientasi,
pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa, dan penilaian. Kesadaran tidak
terpengaruh. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai, dan kadang-kadang didahului,
oleh penurunan kontrol emosional, perilaku sosial, atau motivasi. (Kemkes, 2018)
Demensia adalah salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan di kalangan
lansia di seluruh dunia. Ini bisa sangat melelahkan, tidak hanya untuk orang yang
memilikinya, tetapi juga untuk pengasuh dan keluarga mereka. Seringkali kurangnya
kesadaran dan pemahaman tentang demensia, yang mengakibatkan stigmatisasi dan
hambatan dalam diagnosis dan perawatan. Dampak demensia pada pengasuh, keluarga, dan
masyarakat pada umumnya dapat berupa fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi.
Demensia adalah istilah umum untuk beberapa penyakit yang memengaruhi memori,
kemampuan kognitif, dan perilaku lainnya yang secara signifikan mengganggu
kemampuan seseorang untuk mempertahankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Meskipun
usia adalah faktor risiko terkuat yang diketahui untuk demensia, itu bukanlah bagian normal
dari penuaan. Demensia diakibatkan oleh berbagai penyakit dan cedera yang terutama atau
sekunder mempengaruhi otak, seperti penyakit Alzheimer atau stroke. (WHO, 2020)
Ada banyak jenis demensia. Penyakit Alzheimer adalah bentuk yang paling umum dan
dapat menyebabkan 60-70% kasus. Bentuk utama lainnya termasuk demensia vaskular,
demensia dengan badan Lewy (kumpulan protein abnormal yang berkembang di dalam sel
saraf), dan sekelompok penyakit yang berkontribusi pada demensia frontotemporal

6
(degenerasi lobus frontal otak). Batas antara berbagai bentuk demensia tidak jelas dan
bentuk campuran sering kali hidup berdampingan.
2.2 Demensia Alzheimer
Kepedulian terhadap Alzheimer dimulai dari Konferensi Alzheimer's Disease
International (ADI) di Edinburgh pada tahun 1994 dengan mencanangkan tanggal 21
september sebagai hari Alzheimer sedunia. Pencanangan ini sebagai bentuk dukungan pada
perkumpulan Alzheimer baik nasional maupun local dalam upaya meningkatkan kesadaran
akan pentingnya penanganan yang serius terhadap gangguan Alzheimer, dengan
pendekatan pada pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat agar mampu
menghilangkan paradigma yang salah mengenai Alzheimer yang beredar saat ini. Pada
tahun 2004, Alzheimer’s Disease International telah menyepakati sebuah deklarasi yang
berisi 10 rekomendasi tentang kebutuhan aksi minimal untuk perawatan orang dengan
demensia yang dihasilkan di Kyoto Jepang dan dikenal dengan Kyoto Declaration.
Pada tahun 2012, WHO dan Alzheimer‘s Disease International (ADI) melaporkan di
seluruh dunia diperkirakan 35,6 juta orang hidup dengan Demensia. Jumlah ini
diperkirakan menjadi dua kali pada tahun 2030 dan tiga kali atau sekitar 115 juta orang
pada tahun 2050. Biaya global untuk demensia ini diperkirakan sebesar 604 USD per
tahunnya. Atas dasar laporan ini, WHO dan ADI menghimbau semua Negara untuk
meningkatkan kesadaran bahwa demesia saat ini merupakan “prioritas kesehatan
masyarakat”, untuk itu diperlukan advokasi “pendekatan kesehatan masyarakat” sebagai
upaya untuk mengatasi masalah demensia ini dengan memberikan prioritas pada penguatan
Negara mempersiapkan kesiapsiagaan terhadap demensia, mengembangkan sistem
kesehatan dan sosial, dukungan bagi perawatan informal dan caregiver serta meningkatkan
kesadaran dan advokasi terhadap masalah demensia.
WHO memperkirakan jumlah kasus Alzheimer di Indonesia berjumlah 1 juta orang
pada tahun 2011, namun kondisi ini dapat terus bertambah seiring berjalannya waktu serta
makin meningkatnya umur harapan hidup masyarakat Indonesia. Jumlah ini juga seperti
fenomena gunung es, banyak masyarakat yang tidak melaporkan kondisinya karena
ketidaktahuan bahwa Alzheimer atau Demensia adalah penyakit. Kurangnya informasi
mengenai tanda, gejala dan penanganan Alzheimer di Indonesia masih sangat memprihatin.
Pelayanan kesehatan untuk orang dengan demensia ini hanya terbatas pada pelayanan
kesehatan rujukan yang ditangani oleh dokter spesialis, sementara pelayanan primer masih
belum memiliki kemampuan untuk melakukan upaya penanganan masalah demensia ini.

7
Angka prevalensi demensia dari survei demensia di DI Yogyakarta menunjukan nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka prevalensi pada tingkat internasional. Survei
tidak hanya mewawancarai lanjut usia tetapi juga pendamping/caregiver, masing-masing
berjumlah 1.976 lanjut usia dan 1.415 pendamping/caregiver. Mereka bertempat tinggal di
1.500 rumah tangga yang tersebar di 100 desa/kelurahan, disemua kabupaten/kota DI
Yogyakarta. Studi ini mengumpulan berbagai pengukuran untuk mendeteksi dini demensia.
Perhitungan prevalensi demensia secara spesifik dengan menggunakan tiga alat ukur.
Ketiga alat ukur tersebut adalah: Mini Mental State Examination (MMSE), pengukuran
mini keadaan mental untuk mengetahui secara objektif keadaan kognitif seseorang, kedua,
AD8, delapan pertanyaan tentang kondisi dari lanjut usia terkait dengan penurunan memori,
emosi, pengambilan keputusan, tingkah laku dan fungsi otak lainnya yang dilaporkan oleh
pendamping/caregiver, Ketiga Instrumental Activity Daily Livining (IADL), enam
pertanyaan terkait dengan kemampuan melakukan aktivitas keseharian diantara nya:
berbelanja untuk keper luan sendiri, menyiapkan makanan untuk diri sendiri, minum obat
dengan dosis dan waktu yang tepat, melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari,
berbelanja kebutuhan sehari-hari dan mengelola keuangan sendiri.
Prevalensi demensia lanjut usia umur 60 tahun atau lebih di DI Yogyakarta mencapai
20.1%. Semakin meningkatnya umur maka tingkat prevalensi demensia juga meningkat.
Pada umur 60 tahun 1 dari 10 lanjut usia DI Yogyakarta mengalami demensia. Memasuki
usia 70an tahun 2 dari 10 lanjut usia yang terkena demensia. Ketika memasuki usia 80an
tahun 4-5 dari 10 lanjut usia yang terkena demensia dan akhirnya saat memasuki usia 90an
tahun 7 dari 10 lanjut usia mengalami demensia. Jika dibandingkan dengan prevalensi pada
tingkat global prevalensi demensia di DI Yogyakarta jauh lebih tinggi.

Perempuan memiliki angka prevalensi demensia lebih tinggi dibandingkan dengan


laki-laki karena pengaruh dari hormon estrogen dan usia perempuan lebih panjang
dibandingan dengan laki-laki. Dari sisi tempat tinggal, lanjut usia yang tinggal di

8
perkotaan lebih rendah prevalensi demensianya dibandingkan dengan yang tinggal di
perdesaan. Hal ini terjadi karena faktor pendidikan dan aktivitas yang menstimuli
penggunaan otak lebih banyak di perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan.

2.3 Faktor Risiko Demensia/Alzheimer


Saat ini dikenal ada dua jenis demensia yakni demensia vaskuler dan non vaskuler.
Demensia vaskuler yang disebut sebagai Alzheimer merupakan kepikunan yang
disebabkan adanya sumbatan di pembuluh darah otak dan diperkirakan 75 persen demensia
vaskuler (Alzheimer) disebabkan oleh stroke sumbatan. Sumbatan tersebut bisa total dan
bisa sebagian. Kalau sumbatannya sedikit maka orang dengan demensia kadang-kadang
berperilaku baik dan kadang-kadang perasaan dan perilakunya jelek. Kalau daerah yang
tersumbat di bagian otak yang berhubungan dengan memori, budaya, bicara, etika, moral,
maka fungsi yang berhubungan dengan ingatan, budaya, bicara, etika, moral ini akan
terganggu atau tidak berfungsi. Stroke sumbatan ini panyebab paling banyak adalah
hipertensi, kolesterol, diabetes mellitus, asam urat tinggi, kurang minum, kurang olah raga.
Sedangkan demensia non vaskuler disebabkan oleh tumor otak, kanker otak, kekurangan
vitamin, mineral, antioksidan, karena kebanyakan mengonsumsi alkohol, karena infeksi
meningitis, encephalitis, pikiran kecewa, depresi dan obat-obatan. Beberapa yang berisiko
terkena Demensia Alzheimer adalah orang lanjut usia (lebih dari 60 tahun), punya riwayat
keluarga terkena Alzheimer, penderita stroke, gangguan jantung, diabetes, dan cedera
kepala/otak. (Kemkes, 2018)
Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer dan demensia lainnya adalah
bertambahnya usia. Meskipun usia meningkatkan risiko, demensia bukanlah bagian normal
dari penuaan. Ada lebih dari 20 gen yang memengaruhi risiko seseorang terkena demensia.
Gen APOE adalah yang pertama diketahui meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit
Alzheimer, dan gen itu masih merupakan gen risiko terkuat yang diketahui. Ada juga gen
yang secara langsung menyebabkan demensia, tetapi gen deterministik ini jarang terjadi -

9
gen tersebut diperkirakan menyebabkan kurang dari 1% kasus demensia, dan menyebabkan
onset muda di mana gejala biasanya berkembang sebelum usia 60 tahun.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat diubah. Meskipun kita tidak dapat mengubah
gen atau menghentikan penuaan, ada perubahan yang dapat kita lakukan untuk mengurangi
risiko demensia, baik perubahan gaya hidup sebagai individu atau perubahan yang lebih
luas di seluruh masyarakat. Bukti penelitian yang berkembang ada untuk 12 faktor risiko
yang berpotensi dapat dimodifikasi. Dapat mencegah atau menunda hingga 40% kasus
demensia, jika kami dapat mengubah semua faktor risiko.
Perubahan perilaku sulit dilakukan dan beberapa asosiasi mungkin tidak bersifat kausal,
individu memiliki potensi besar untuk mengurangi risiko demensia. Banyak faktor risiko
yang juga dimiliki oleh penyakit tidak menular lainnya seperti penyakit jantung, kanker,
diabetes, dan penyakit pernapasan kronis. Tetap aktif, makan dengan baik, dan terlibat
dalam aktivitas sosial semuanya meningkatkan kesehatan otak yang baik, dan dapat
mengurangi risiko terkena demensia. Menjaga kesehatan jantung Anda, termasuk dengan
menghindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan, dapat menurunkan risiko
demensia dan penyakit lainnya juga. Berikut ini adalah daftar faktor risiko demensia beserta
saran tentang cara menangkal dan mengurangi risiko.
1. Ketidakaktifan fisik
Aktivitas fisik secara teratur adalah salah satu cara terbaik untuk mengurangi risiko
demensia. Itu baik untuk jantung, sirkulasi, berat badan, dan kesehatan mental Anda.
Orang dewasa disarankan untuk melakukan aktivitas aerobik sedang selama 150 menit
atau aktivitas aerobik berat selama 75 menit setiap minggu.
2. Merokok
Merokok sangat meningkatkan risiko terkena demensia. Anda juga meningkatkan
risiko kondisi lain, termasuk diabetes tipe 2, stroke, dan kanker paru-paru dan lainnya.
Tidak ada kata terlambat berhenti merokok di kemudian hari juga mengurangi risiko
demensia.
3. Konsumsi alkohol yang berlebihan
Penyalahgunaan alkohol dan minum lebih dari 21 unit setiap minggu meningkatkan
risiko demensia. Penggunaan alkohol yang berbahaya merupakan faktor penyebab di
lebih dari 200 penyakit dan kondisi cedera. Ada hubungan sebab akibat antara
penggunaan alkohol yang berbahaya dan berbagai gangguan mental dan perilaku,
penyakit tidak menular lainnya serta cedera.

10
4. Polusi udara
Semakin banyak bukti penelitian menunjukkan bahwa polusi udara meningkatkan
risiko demensia. Para pembuat kebijakan harus mempercepat peningkatan kualitas
udara, terutama di daerah dengan polusi udara yang tinggi.
5. Cedera kepala
Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan mobil, sepeda motor, dan
sepeda; eksposur militer; tinju, sepak bola, hoki, dan olahraga lainnya; senjata api dan
serangan kekerasan; dan jatuh. Pembuat kebijakan harus menggunakan kesehatan
masyarakat dan langkah-langkah kebijakan lainnya untuk mengurangi cedera kepala.
6. Kontak sosial yang jarang
Sudah terbukti bahwa keterhubungan sosial mengurangi risiko demensia. Kontak sosial
meningkatkan cadangan kognitif atau mendorong perilaku yang bermanfaat. Tidak
banyak bukti untuk aktivitas tertentu yang melindungi dari demensia. Bergabung
dengan klub atau kelompok komunitas adalah cara yang baik untuk tetap aktif secara
sosial.
7. Pendidikan kurang
Tingkat pendidikan yang rendah pada awal kehidupan memengaruhi cadangan kognitif
dan merupakan salah satu faktor risiko paling signifikan untuk demensia. Kebijakan
harus memprioritaskan pendidikan anak-anak untuk semua.
8. Kegemukan
Khususnya di usia paruh baya, obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia.
Obesitas juga dikaitkan dengan NCD lain dan umumnya dapat diatasi melalui
perubahan gaya hidup seperti pola makan dan olahraga.
9. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di usia paruh baya meningkatkan risiko seseorang
terkena demensia, serta menyebabkan masalah kesehatan lainnya. Obat untuk
hipertensi adalah satu-satunya obat pencegahan yang efektif untuk demensia.
10. Diabetes
Diabetes tipe 2 adalah faktor risiko yang jelas untuk perkembangan demensia di masa
depan. Tidak jelas apakah obat tertentu dapat membantu mengatasi masalah ini, namun
pengobatan diabetes penting untuk alasan kesehatan lainnya.
11. Depresi
Depresi berhubungan dengan kejadian demensia. Depresi adalah bagian dari prodrome
demensia (gejala yang muncul sebelum gejala yang digunakan untuk diagnosis). Tidak

11
jelas sejauh mana demensia dapat disebabkan oleh depresi atau sebaliknya, dan
keduanya mungkin merupakan kasusnya. Bagaimanapun, penting untuk mengelola dan
mengobati depresi karena dikaitkan dengan peningkatan kecacatan, penyakit fisik, dan
hasil yang lebih buruk bagi penderita demensia.
12. Gangguan pendengaran
Orang dengan gangguan pendengaran memiliki risiko demensia yang meningkat secara
signifikan. Menggunakan alat bantu dengar tampaknya bisa mengurangi risiko. Karena
gangguan pendengaran adalah salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kebanyakan
orang, mengatasinya dapat berdampak besar pada jumlah orang yang mengembangkan
demensia.
Meskipun usia adalah faktor risiko terkuat yang diketahui untuk demensia, itu bukanlah
konsekuensi penuaan yang tak terhindarkan. Lebih lanjut, demensia tidak secara eksklusif
menyerang orang tua - demensia onset muda (didefinisikan sebagai timbulnya gejala
sebelum usia 65 tahun) mencapai hingga 9% kasus. Studi menunjukkan bahwa orang dapat
mengurangi risiko demensia dengan berolahraga teratur, tidak merokok, menghindari
penggunaan alkohol yang berbahaya, mengontrol berat badan, makan makanan yang sehat,
dan menjaga tekanan darah, kolesterol, dan kadar gula darah yang sehat. Faktor risiko
tambahan termasuk depresi, pencapaian pendidikan rendah, isolasi sosial, dan
ketidakaktifan kognitif.
2.4 Tanda dan Gejala
Gejala awal demensia seperti mudah lupa, gangguan dalam berbahasa, disorientasi
(waktu, tempat, orang), kesulitan mengambil keputusan, kemunduran (motivasi, inisiatif,
minat), serta adanya tanda-tanda depresi. Jika penyakit demensia sudah parah maka akan
terjadi ketergantungan pada orang lain dalam hal penderita mengalami sulit makan, tidak
kenal anggota keluarga, sulit menahan buang air kecil dan besar, serta gangguan perilaku
yang sangat berat. Ada 10 (sepuluh) tanda-tanda dini demensia/alzheimer yang dapat
dikenali sebelum pikun menjadi tahap lanjut yakni:
1. Penurunan daya ingat misalnya lupa nama, lupa tempat menaruh benda
2. Kebingungan. Penderita penyakit Alzheimer dapat tersesat ketika keluar rumah
sendirian dan kadang tidak dapat mengingat dimana dia atau bagaimana dia bisa sampai
disana.
3. Kesulitan melakukan tugas-tugas yang lazim
4. Kesulitan mengerjakan kebiasaan sehari-hari, seperti makan, mandi, berpakaian, dll.

12
5. Memburuknya kemampuan visual dan spasial, seperti menilai bentuk dan ukuran suatu
benda.
6. Adanya masalah dengan bahasa dan komunikasi, seperti tidak dapat mengingat kata-
kata, nama benda-benda, atau memahami arti kata-kata umum.
7. Perubahan kepribadian dan perilaku penderita penyakit Alzheimer. Menjadi mudah
marah, tersinggung, gelisah, atau jadi pendiam. Kadang-kadang, menjadi bingung,
paranoid, atau ketakutan.
8. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
9. Kehilangan motivasi atau inisiatif.
10. Kehilangan pola tidur normal.
Demensia memengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda, bergantung pada
dampak penyakit dan kepribadian orang tersebut sebelum jatuh sakit. Tanda dan gejala
yang terkait dengan demensia dapat dipahami dalam tiga tahap.
1. Tahap awal: tahap awal demensia sering diabaikan, karena onsetnya bertahap. Gejala
umum termasuk:
a. Kelupaan
b. Kehilangan jejak waktu
c. Tersesat di tempat yang sudah dikenal.
2. Tahap tengah: saat demensia berlanjut ke stadium tengah, tanda dan gejala menjadi
lebih jelas dan lebih membatasi. Ini termasuk:
a. Menjadi pelupa peristiwa terkini dan nama orang
b. Tersesat di rumah
c. Mengalami kesulitan yang meningkat dengan komunikasi
d. Membutuhkan bantuan dengan perawatan pribadi
e. Mengalami perubahan perilaku, termasuk mengembara dan bertanya berulang kali.
3. Tahap akhir: tahap akhir demensia adalah salah satu dari hampir total ketergantungan
dan ketidakaktifan. Gangguan ingatan serius dan tanda serta gejala fisik menjadi lebih
jelas. Gejalanya meliputi:
a. Menjadi tidak sadar akan waktu dan tempat
b. Mengalami kesulitan mengenali kerabat dan teman
c. Memiliki kebutuhan yang meningkat untuk perawatan diri terbantu
d. Mengalami kesulitan berjalan
e. Mengalami perubahan perilaku yang mungkin meningkat dan termasuk agresi.
(WHO, 2020)

13
Hasil survei di DI Yogyakarta Pengetahuan lanjut usia yang tidak demensia dan
pendamping/caregiver tentang sepuluh gejala Alzheimer sangat rendah. Tidak ada Lanjut
usia yang menyatakan kesepuluh gejala tersebut adalah gejala penyakit. Sedangkan untuk
pendam ping yang mengetahuinya kurang dari 1%. Untuk setiap gejala demensia
pengetahuan pendamping dan lanjut usia hanya berkisar 4-16%. Pengetahuan lanjut usia
umumnya lebih rendah dari pengasuh/caregivernya. Di antara pendamping/caregiver
pengetahuan dari pendamping/caregiver dari lanjut usia yang tidak ada demensia lebih
tinggi.

2.5 Upaya Menunda Demensia/Alzheimer


Meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap gangguan Demensia/Alzheimer,
menumbuhkan kesadaran akan bahaya Demensia/Alzheimer, melakukan penanganan yang
tepat pada penderita Demensia, dan mempromosikan pola hidup sehat terutama bagi
mereka yang berusia 40 tahun keatas. Untuk memperlambat timbulnya
Demensia/Alzheimer maka beberapa hal dapat dilakukan yakni:
1. Menurunkan/menjaga kadar kolesterol dalam darah
2. Menurunkan/menjaga tekanan darah
3. Mengendalikan diabetes
4. Berolahraga secara teratur
5. Terlibat dalam kegiatan yang merangsang pikiran
6. Peningkatan kualitas hidup.
7. Diet sehat dan gizi seimbang.
Selain itu disarankan beberapa diet berikut:
1. Buah dan sayuran berwarna oranye dan hijau seperti wortel terbukti bermanfaat untuk
penundaan penurunan kognitif hingga 13 tahun lamanya. Dimana antioksidan

14
karotenoid yang dikandung buah dan sayur berwarna oranye dan hijau yang
menghasilkan pigmen berwarna cerah pada buah dan sayur tertentu ini dapat membantu
menetralkan radikal bebas (molekul-molekul yang bisa merusak sel-sel tubuh), termasuk
melindungi tubuh dari berbagai gangguan, misalnya kanker, diabetes. Sayuran berdaun
hijau, wortel, labu dan ubi jalar sarat akan karotenoid.
2. Mengajak otak agar terus aktif, misalnya dengan mengerjakan teka-teki silang akan
mempertahankan ingatan hingga usia senja.
2.6 Perawatan/ Penanganan Dalam Keluarga
Saat ini tidak ada pengobatan yang tersedia untuk menyembuhkan demensia atau untuk
mengubah perjalanan progresifnya. Banyak perawatan baru sedang diselidiki dalam
berbagai tahap uji klinis. Namun, banyak yang dapat ditawarkan untuk mendukung dan
meningkatkan kehidupan penderita demensia dan pengasuh serta keluarga mereka. (WHO,
2020)
Orang dengan demensia akan mengalami kemunduran otak. Memori yang baru hilang,
tetapi memori yang lama diingat, misalnya memori masa kecilnya. Penampilan orang
dengan demensia bisa macam-macam, bisa menjadi agitasi atau marah-marah, mengumpat,
melempar, mengamuk dan kadang bisa membunuh orang dan ada juga yang diam. Dimana
orang demensia yang cenderung diam ini berbahaya. Oleh karena itu, orang dengan
demensia harus dijaga jangan sampai berperasaan sedih. Orang dengan demensia tidak
membutuhkan rasionalitas. Orang dengan demensia harus dibuat senang, dipuji bila
melakukan tindakan yang baik dan diusahakan memanfaatkan yang masih bisa difungsikan
pada dirinya misalnya dengan mengisi kegiatan yang bermanfaat seperti menyanyi,
membaca atau membuat puisi, menggambar dan lain-lain sesuai kemampuan yang ada saat
ini. Buatlah orang dengan demensia menjadi bermartabat dan orang yang mendampinginya
(caregiver) harus tabah, sabar dan bisa mengerti agar orang dengan demensia tidak
melakukan hal-hal yang berbahaya. Dalam penanganannya belum ada obat yang dapat
menyembuhkan Demensia/Alzheimer, namun perlu mendapatkan perhatian yang serius
dan komitmen semua pihak dalam membantu keberhasilan penanganan penyakit
Demensia/Alzheimer. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pihak keluarga yang berperan dalam merawat pasien demensia, hendaknya
menghindari perbedaan pendapat.
2. Latihlah otak dengan permainan (interaksi sosial, pengembangan hobi).
3. Pantau kesehatan secara berkala.
4. Jauhi sikap (mengkritik, komentar negatif, berdebat, memaksa keinginan).

15
5. Merawat pasien demensia hendaknya memiliki sikap tenang dan memaklumi.
6. Berilah penghargaan dan pujian.
7. Perlakukan penderita demensia sebagai orang dewasa terbatas bukan sebagai anak
kecil.
8. Berilah kegiatan yang bersifat rekreatif, humor dan menyenangkan.
9. Ciptakan lingkungan yang nyaman (tidak bising, penerangan cukup, lingkungan yang
bersahabat).
Selain itu, konseling intensif bagi anggota keluarga dan caregiver sangat diperlukan
untuk mengatasi stress bagi penderita dan keluarga serta mencari solusi atas masalah-
masalah yang dihadapi. (Kemkes, 2018)
Tujuan utama perawatan demensia adalah:
1. diagnosis dini untuk mempromosikan manajemen dini dan optimal
2. mengoptimalkan kesehatan fisik, kognisi, aktivitas dan kesejahteraan
3. mengidentifikasi dan mengobati penyakit fisik yang menyertai
4. mendeteksi dan mengobati gejala perilaku dan psikologis yang menantang
5. memberikan informasi dan dukungan jangka panjang kepada pengasuh. (WHO, 2020)
2.7 Dampak/ Akibat Demensia Alzheimer
1. Dampak Sosial Ekonomi
Sebagaimana kita ketahui orang dengan Demensia/Alzheimer akan mengalami
gangguan dalam beberapa hal seperti telah disebutkan diatas. Oleh karena itu dalam
kehidupannya sehari-hari orang dengan Demensia/Alzheimer tidak mampu menjalan-
kan aktifitas ekonominya secara maksimal bahkan tidak mampu sama sekali. Hal ini
akan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan untuk penderita sendiri maupun
keluarganya. Penderita sendiri tidak mampu bekerja sehingga tidak mempunyai
pengha-silan dan penghidupannya tergantung kepada orang disekitarnya terutama
keluarganya, sedangkan keluarganya akan mengalami kerugian ekonomi karena harus
mengeluar biaya caregiver atau perawat atau bahkan keluarganya sendiri yang akan
berhenti bekerja untuk menjaga orang dengan demensia. Kerugian ekonomi yang
timbul diakibatkan hilangnya penghasilan bagi orang dengan demensia itu sendiri dan
biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus orang dengan demensia meliputi biaya
obat-obatan dan pendamping-nya (caregiver). Dan apabila pendampingnya adalah
anggota keluarganya maka kerugian ekonomi yang timbul berupa hilangnya
penghasilan dari anggota keluarga yang berubah fungsi dari pekerja menjadi caregiver.

16
Sedangkan menurut laporan Alzheimers Disease International pada tahun 2010,
diperkirakan biaya perawatan penderita Alzheimer dan Demensia di Asia Tenggara
mencapai US$4 miliar, mencakup biaya obat-obatan dan fasilitas sosial yang
dibutuhkan untuk mendukung penderita Demensia/Alzheimer. (Kemkes, 2018)
Demensia memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang signifikan dalam hal biaya
perawatan medis dan sosial langsung, dan biaya perawatan informal. Pada tahun 2015,
total biaya sosial demensia global diperkirakan mencapai US $ 818 miliar, setara
dengan 1,1% dari produk domestik bruto (PDB) global. Total biaya sebagai proporsi
PDB bervariasi dari 0,2% di negara berpenghasilan rendah dan menengah hingga 1,4%
di negara berpenghasilan tinggi. (WHO, 2020)
2. Dampak pada keluarga dan pengasuh
Demensia bisa sangat membebani keluarga penderita dan pengasuh mereka.
Tekanan fisik, emosional dan finansial dapat menyebabkan stres yang besar bagi
keluarga dan pengasuh, dan dukungan dari sistem kesehatan, sosial, keuangan dan
hukum diperlukan.
3. Hak asasi Manusia
Orang dengan demensia sering kali tidak diberikan hak dan kebebasan dasar yang
tersedia bagi orang lain. Di banyak negara, pengekangan fisik dan kimiawi digunakan
secara luas di panti jompo dan dalam rangkaian perawatan akut, bahkan ketika ada
peraturan untuk menegakkan hak-hak orang atas kebebasan dan pilihan. Lingkungan
legislatif yang sesuai dan mendukung berdasarkan standar hak asasi manusia yang
diterima secara internasional diperlukan untuk memastikan kualitas perawatan tertinggi
untuk orang dengan demensia dan pengasuhnya. (WHO, 2020)
2.8 Penilaian Demensia dan Gangguan Perilaku Pasien Lanjut Usia
Penurunan daya ingat jangka pendek (recent memory), daya pikir, daya nilai,
kemampuan orientasi, kemampuan berbahasa dan fungsi kognitif lainnya, seperti :
a. Pasien sering tampak apatis atau acuh tak acuh, tetapi bisa tampak siaga dan wajar,
walaupun daya ingatnya buruk.
b. Penurunan fungsi aktivitas kegiatan dasar sehari-hari (berpakaian, mandi, memasak,
dan lain-lain).
c. Kehilangan kendali emosional: mudah bingung, mudah menangis atau mudah
tersinggung (marah).

17
Pemeriksaan daya ingat dan daya pikir, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
adalah :

a. Mini Cog: kemampuan untuk mengingat kembali nama tiga benda segera setelah
disebutkan dan sesudah beberapa saat (kira-kira 3 menit)
Cara Pemeriksaan :
1. Mintalah pasien untuk mendengarkan dengan cermat, mengingat, dan kemudian
mengulangi menyebutkan tiga kata yang tidak berhubungan (contoh: bola, melati,
kursi) yang disebutkan oleh pemeriksa.
2. Instruksikan pasien untuk menggambar jam pada selembar kertas kosong atau
berikan pasien dengan lingkaran yang telah disediakan pada selembar kertas
3. Pasien diminta untuk menggambar jam yang menunjukkan pukul sebelas lewat
sepuluh menit (pukul 11.10).
4. Minta pasien untuk menyebutkan kembali tiga kata yang telah disebutkan di awal
pemeriksaan.
5. Bila pasien tidak mampu menyebutkan kata-kata pada awal pemeriksaan, maka
tidak perlu ditanyakan kembali. Karena hal tersebut telah menunjukkan hendaya
kognitif.
b. Pemeriksaan tes menggambar jam atau clock drawing test (CDT)
Cara pemeriksaan Clock Drawing Test:
1. Mintalah responden untuk menggambar sebuah jam bundar lengkap dengan angka-
angkanya dan jarum jamnya yang menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit.
2. Siapkan bahan:
a) Selembar kertas putih kosong, atau selembar kertas dengan gambar lingkaran,
untuk pasien yang tidak mampu menggambar lingkaran
b) Pensil tanpa penghapus
Penilaian Skor penilaian Clock Drawing Test Skor 4 (modifiksi) (CDT4) :
a) Beri Skor 1 (satu) untuk masing –masing poin di bawah ini jika benar :

b) Jika poin tersebut dilakukan tidak sesuai maka diberikan skor 0

18
Interpretasi hasil pemeriksaan Mini Cog dan Clock Drawing Test (CDT4)
1) Dikatakan curiga fungsi kognitifnya menurun apabila tidak dapat mengingat satu atau
lebih kata yang diberikan sebelumnya dan atau tidak mampu menggambar jam dengan
sempurna (skor 4)
2) Tetapi apabila dapat mengingat tiga kata yang diberikan sebelumnya dan atau mampu
menggambar jam dengan sempurna (skor 4) : kemungkinan fungsi kognitif dalam batas
normal.
Contoh :
1. Penilaian Mini Cog :
Pasien mampu menyebutkan kembali 3 kata yang diberikan dengan benar.
2. Penilaian Clock Drawing Test Skor 4 (modifikasi) – CDT
Tanggal : 3 Januari 2017
Nama : Aminah Umur/Jenis Kelamin : 71 tahun / Perempuan

Hasil Interpretasi :

Interpretasi Mini Cog dan CD

19
c. Pemeriksaan tes AMT

d. Pemeriksaan MMSE
Cara pelaksanaan :
Berikan Skor 1 pada setiap jawaban pertanyaan yang benar.
Pertanyaan meliputi :
1) Orientasi
a) Tanyalah tanggal, bulan dan tahun. Kemudian tanyalah juga hari dan musim. Satu
angka untuk tiap jawaban yang benar.
b) Tanyalah berturut-turut sebagai berikut: "Dapatkah Anda menyebut nama rumah
sakit/institusi ini?" Kemudian tanyalah lantai/ tingkat/nomor; kota, kabupaten dan
propinsi tempat rumah sakit/ institusi tersebut terletak.
2) Registrasi
Tanyalah responden bila Saudara dapat menguji ingatannya. Katakan 3 nama
benda yang satu sama lain tidak ada kaitan, dengan terang dan perlahan, kira-kira
1 detik untuk tiap nama benda. Sesudah menyebut ketiga nama benda tersebut,
mintalah responden mengulangnya. Pengulangan penyebutan ketiga nama benda
tersebut yang pertama kali diberi skor 0-3. Bila responden tidak dapat menyebutnya
dengan benar, ulanglah sampai responden dapat melakukannya. Jumlah maksimal
pengulangan 6 kali. Bila responden masih tidak dapat menghapalnya, maka fungsi
mengingat di bawah tidak dapat diukur secara bermakna.

20
3) Atensi dan Kalkulasi
Mintalah responden menghitung selang 7 mulai dari 100 ke bawah. Hentikanlah
setelah 5 kali pengurangan (93, 86, 79, 72, 65). Hitunglah skor dari jumlah jawaban
yang benar. Bila responden tidak dapat melakukan hal ini, mintalah responden
untuk mengeja kata "dunia" dari akhir ke awal. Skor dihitung dari jumlah huruf
dalam urutan terbalik yang benar. Contoh: ainud = 5, aiund = 3.
4) Mengingat
Tanyalah responden apakah responden dapat mengingat dan menyebut 3 nama
benda yang sebelumnya telah diminta padanya untuk dihapal. Skor antara 0-3.
5) Bahasa
a) Penamaan: Perlihatkan pada responden arloji dan tanyalah padanya nama benda
tersebut. Ulangi untuk pensil. Skor antara 0-2.
b) Pengulangan: Mintalah responden mengulang kalimat tersebut setelah Saudara
mengucapkannya. Percobaan pengulangan tersebut hanya boleh 1 kali. Skor 0
atau 1.
c) Perintah 3 tahap: Berilah responden selembar kertas putih dan berikan perintah
3 tahap tersebut. Skor 1 angka untuk tiap tahap yang dilaksanakan dengan benar.
d) Membaca: Pada selembar kertas kosong, tulislah dengan huruf balok:
"PEJAMKAN MATA ANDA". Huruf-huruf tersebut harus cukup besar bagi
responden, sehingga terlihat dengan jelas. Mintalah responden untuk
membacanya dan melaksanakan perintah tersebut. Skor 1 angka hanya jika
responden memejamkan matanya.
e) Menulis: Berilah pasien sepotong kertas kosong dan mintalah responden
menulis sebuah kalimat untuk Saudara. Jangan mendiktekan kalimat, karena hal
ini harus dikerjakan responden dengan spontan. Kalimat tersebut haras
mengandung subyek, kata kerja dan mempunyai arti. Tata bahasa dan tanda baca
yang benar tidak perlu diperhatikan.
f) Meniru: Pada sepotong kertas yang bersih, gambarlah 2 segi lima yang
berpotongan, panjang tiap sisi 2,5 cm (berikan contoh gambar sesuai ukuran)
dan mintalah responden untuk menirunya setepat mungkin. Ke 10 sudut harus
tergambar dan 2 sudut harus berpotongan untuk memperoleh skor 1 angka.
Gelombang dan putaran dapat diabaikan.
Nilailah tingkat kesadaran responden pada garis aksis, dari sadar penuh pada ujung
kiri sampai dengan koma pada ujung kanan.

21
Interpretasi :
Dalam melakukan interpretasi hasil penilaian MMSE maka perlu mempertimbangkan
tingkat pendidikan dan kesadaran pasien. Secara umum (sederhana) pengelompokkan
fungsi kognitif global dengan instrumen MMSE dapat dikelompokkan sebagai berikut
a) Skor 0-10 : fungsi kognitif global buruk
b) Skor 11-20: fungsi kognitif global sedang
c) Skor 21 – 30: fungsi kognitif global masih relatif baik
Contoh :
Nama Responden : Aminah Umur : 71 Tahun
Pendidikan : SMA Dominansi hemisfer : kanan / kidal*
Pemeriksa : dr. Wira Tgl: 4 Januari 2017

22
2.9 Upaya Pemerintah Indonesia
Dalam rangka menanggulangi (promotif, preventif dan kuratif) penyakit alzheimer dan
demensia lainnya: menuju lanjut usia sehat dan produktif perlu disusun langkah langkah
aksi dengan memperhatikan nilai-nilai agama, budaya dan norma kemasyarakatan.
Kementerian kesehatan mempunyai tujuh langkah aksi menanggulangi penyakit alzheimer
dan demensia lainnya untuk menuju lanjut usia sehat dan produktif yakni :
1. Kampanye Kesadaran Publik dan Promosi Gaya Hidup Sehat
Peningkatan kesadaran masyarakat bahwa demensia (pikun) bukan merupakan bagian
dari penuaan normal sehingga diperlukan berbagai upaya dan kegiatan gaya hidup otak
sehat (brain healthy life style) sepanjang hayat yang meliputi aktivitas fisik, mental,
sosial, dan konsumsi gizi seimbang. Upaya ini harus dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan.
2. Advokasi Hak Asasi Manusia Bagi Orang Dengan Demensia (Pikun) dan
Pendampingnya
Peningkatan kesadaran pemangku kebijakan dan masyarakat bahwa demensia
merupakan masalah yang berdampak luas dalam kehidupan agar kualitas hidup ODD
dan pendampingnya lebih baik.
3. Memastikan Adanya Akses Informasi Menuju Layanan Yang Berkualitas
Peningkatan akses dan informasi layanan multidisiplin dan komprehensif berkualitas
yang dapat dijangkau oleh ODD dan pendampingnya.
4. Deteksi Dini, Diagnosis dan Tata Laksana Holistik Masalah Kognitif dan Demensia
Peningkatan kualitas pelayanan yang meliputi deteksi dini, diagnosis sampai tata
laksana holistik di fasilitas pelayanan primer dan sekunder. Dalam kasus yang
memerlukan perawatan jangka panjang diprioritaskan pada homecare dan community
based care.
5. Sistem Penguatan Sumber Daya Manusia yang Dilakukan Secara Professional dan
Berkelanjutan
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan khusus pada semua tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan melalui program pendidikan dan pelatihan di semua tingkat
perawatan (dengan penekanan pada perawatan primer).
6. Sistem Penguatan Program Kesehatan Kognitif Sebagai Faktor Utama Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa Dengan Pendekatan Siklus Kehidupan
Terwujudnya otak sehat dan produktif sebagai bagian rencana strategis terintegrasi
dengan memperhatikan kondisi dan faktor risiko pada setiap tahap kehidupan.

23
7. Terlaksana dan Termanfaatkannya Penelitian Tentang Kognitif dan Demensia
Peningkatan kualitas penanggulangan masalah kognitif dan demensia melalui
terlaksananya berbagai penelitian di tingkat nasional (dasar, klinis, epidemiologis dan
sosial).
2.10 Tanggapan WHO
WHO mengakui demensia sebagai prioritas kesehatan masyarakat. Pada Mei 2017,
Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan rencana aksi Global tentang respons kesehatan
masyarakat terhadap demensia 2017-2025. Rencana tersebut memberikan cetak biru
tindakan yang komprehensif - untuk pembuat kebijakan, mitra internasional, regional dan
nasional, dan WHO seperti di bidang-bidang berikut: menangani demensia sebagai
prioritas kesehatan masyarakat; meningkatkan kesadaran akan demensia dan membangun
inisiatif ramah demensia; mengurangi risiko demensia; diagnosis, pengobatan dan
perawatan; sistem informasi untuk demensia; dukungan untuk perawat demensia; dan,
penelitian dan inovasi
Sebuah platform pengawasan internasional, Global Dementia Observatory (GDO),
telah didirikan bagi pembuat kebijakan dan peneliti untuk memfasilitasi pemantauan dan
berbagi informasi tentang kebijakan demensia, pemberian layanan, epidemiologi, dan
penelitian. WHO juga mengembangkan platform pertukaran pengetahuan untuk
memfasilitasi pertukaran praktik terbaik di bidang demensia.
WHO telah mengembangkan Menuju rencana demensia: panduan WHO, yang
memberikan panduan kepada Negara Anggota dalam membuat dan menjalankan rencana
demensia. Panduan ini terkait erat dengan GDO WHO dan mencakup alat terkait seperti
daftar periksa untuk memandu persiapan, pengembangan, dan penerapan rencana
demensia. Ini juga dapat digunakan untuk pemetaan pemangku kepentingan dan
pengaturan prioritas.
Pedoman WHO tentang pengurangan risiko penurunan kognitif dan demensia
memberikan rekomendasi berbasis bukti tentang intervensi untuk mengurangi faktor risiko
demensia yang dapat dimodifikasi, seperti aktivitas fisik dan diet yang tidak sehat, serta
mengendalikan kondisi medis yang terkait dengan demensia, termasuk hipertensi dan
diabetes.
Demensia juga merupakan salah satu kondisi prioritas dalam Program Aksi
Kesenjangan Kesehatan Mental WHO (mhGAP), yang merupakan sumber daya bagi para
generalis, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk

24
membantu mereka memberikan perawatan lini pertama untuk mental, neurologis dan
gangguan penggunaan zat.
WHO telah mengembangkan iSupport, program pelatihan pengetahuan dan
keterampilan untuk pengasuh orang yang hidup dengan demensia. iSupport tersedia
sebagai manual hard copy, dan sudah diterapkan di beberapa negara. Versi online iSupport
akan segera tersedia.
WHO bekerja sangat erat dengan Negara Anggota dan pemangku kepentingan terkait
lainnya untuk meningkatkan kehidupan orang dengan demensia dan pengasuhnya,
sekaligus mengurangi dampak demensia pada komunitas dan negara. Dua dari tiga
penderita demensia tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ini
memberikan cetak biru yang komprehensif untuk tindakan di tujuh bidang:
1. Menjadikan demensia sebagai prioritas kesehatan masyarakat
2. Meningkatkan kesadaran, inklusi dan keramahan terhadap demensia
3. Mengurangi risiko demensia
4. Meningkatkan diagnosis, pengobatan dan perawatan
5. Mendukung penjaga demensia
6. Meningkatkan sistem informasi kesehatan untuk demensia
7. Mendorong penelitian dan inovasi.

25
BAB III
KESIMPULAN

Demensia adalah salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan di kalangan
lansia di seluruh dunia. Ini bisa sangat melelahkan, tidak hanya untuk orang yang
memilikinya, tetapi juga untuk pengasuh dan keluarga mereka. Seringkali kurangnya
kesadaran dan pemahaman tentang demensia, yang mengakibatkan stigmatisasi dan
hambatan dalam diagnosis dan perawatan. Dampak demensia pada pengasuh, keluarga, dan
masyarakat pada umumnya dapat berupa fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi.
Risiko terkena Demensia Alzheimer adalah orang lanjut usia (lebih dari 60 tahun),
punya riwayat keluarga terkena Alzheimer, penderita stroke, gangguan jantung, diabetes,
dan cedera kepala/otak. (Kemkes, 2018) Meskipun usia adalah faktor risiko terkuat yang
diketahui untuk demensia, itu bukanlah konsekuensi penuaan yang tak terhindarkan.
Dalam penanganannya belum ada obat yang dapat menyembuhkan
Demensia/Alzheimer, namun perlu mendapatkan perhatian yang serius dan komitmen
semua pihak dalam membantu keberhasilan penanganan penyakit Demensia/Alzheimer.
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: Pihak keluarga yang berperan dalam
merawat pasien demensia, hendaknya menghindari perbedaan pendapat, latihlah otak
dengan permainan (interaksi sosial, pengembangan hobi), pantau kesehatan secara berkala,
jauhi sikap (mengkritik, komentar negatif, berdebat, memaksa keinginan), merawat pasien
demensia hendaknya memiliki sikap tenang dan memaklumi, berilah penghargaan dan
pujian, perlakukan penderita demensia sebagai orang dewasa terbatas bukan sebagai anak
kecil, berilah kegiatan yang bersifat rekreatif, humor dan menyenangkan, ciptakan
lingkungan yang nyaman (tidak bising, penerangan cukup, lingkungan yang bersahabat).

26
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin Moch. 2017. Neurologi Klinis. Universitas Muhammadiyah Malang : Malang

Alzheimer’s Disease International. Accessed on 2 Desember 2020


https://www.alz.org/media/Documents/ad8-dementia-screening.pdf

Alzheimer Indonesia. Accessed on 1 Desember 2020. https://alzi.or.id/alzheimer-demensia/

Kemenkes RI. 2015. Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia
lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat Dan Produktif. Jakarta
daftar
Kemenkes RI. 2017. Juknis Instrumen Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G). Jakarta

Kemenkes RI. 2018. Selamatkan Otak Peduli gangguan Demensia Alzheimer. Accessed on 1
Desember 2020 http://www.padk.kemkes.go.id/article/read/2018/09/23/1/selamatkan-
otak-peduli-gangguan-demensiaalzheimer-pikun.html

Survey Meter. 2016. Angka Prevalensi Demensia : Perlu Perhatian Kita Semua.

World Health Organization. Dementia. Accessed on 1 Desember 2020


https://www.who.int/health-topics/dementia#tab=tab_1

27

Anda mungkin juga menyukai