DEMENSIA
Disusun Oleh:
Fadillah Raisyah Mersey, S.Ked
H1AP14030
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
BAB II DEMENSIA................................................................................................7
2.1 Definisi...............................................................................................................7
2.2 Epidemiologi......................................................................................................7
2.3 Etiologi...............................................................................................................7
2.4 Diagnosis..........................................................................................................14
2.5 Gambaran Klinis..................................................................................15
2.6 Tatalaksana...........................................................................................17
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NPM : H1AP14030
Fakultas : Kedokteran
Judul : Demensia
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Psikiatri RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu,
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat
berharap agar referat/tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
iv
BAB I PENDAHULUAN
Demensia adalah sebuah penyakit otak yang bersifat kronis dan progresif,
dimana terjadi gangguan fungsi kortikal termasuk hendaya memori, fungsi
berpikir, disorientasi, gangguan mood, dan gangguan kepribadian, namun tidak
terjadi gangguan kesadaran. Demensia sering didapatkan pada pasien usia lanjut.
Namun tidak hanya itu, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia
kurang dari #0 tahun yang disebut sebagai demensia awitan dini. Insiden
demensia meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Alzheimer’s Disease International memperkirakan bahwa ada sekitar 30
juta jiwa di dunia yang mengalami demensia dengan 4,6 juta yang memiliki
kasus-kasus baru di setiap tahunnya. Jumlahnya akan terus meningkat lebih dari
100 juta jiwa pada tahun 2050. Perkiraan ini diperoleh berdasarkan pada populasi
yang terperinci terhadap prevalensi demensia di negara-negara yang berbeda.
Hasil data epidemiologi mengungkapkan bahwa prevalensi terhadap
kecenderungan demensia pada negara berkembang lebih rendah dibanding pada
negara maju. Perbedaan ini bisa disebabkan karena kemampuan bertahan hidup
orang-orang di negara berkembang lebih rendah sehingga lebih sedikit orang-
orang yang mampu bertahan hidup sampai usia lanjut.
Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa usia harapan hidup akan
meningkatkan pula populasi demensia. Pengaruh lain dari meningkatnya usia
harapan hidup adalah meningkat pula penyakit kardiovaskuler yang telah
disepakati sebagai penyebab demensia vaskuler. Sebagian besar peneliti sepakat
bahwa penyebab demensia yang utama adalah penyakit Alzheimer dan demensia
vaskular. Demensia tipe Alzheimer dan vaskular bersama-sama mencakup
hingga 2 persen kasus. Penyebab lain demensia antara lain penyakit pick,
penyakit jisim lewy, penyakit huntington, penyakit creuzfeldt-jacob, Parkinson,
dan HIV serta cedera kepala.
Oleh karena tingginya angka kejadian demensia dan kemungkinan untuk
terus meningkat, terutama seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup,
maka diperlukan tatalaksana yang tepat untuk mencegah dan mengobati demensia
5
ini. Hal ini juga didukung oleh keinginan manusia untuk tidak hanya memiliki
kuantitas hidup yang panjang namun juga kualitas hidup yang baik.
6
BAB II DEMENSIA
2.1 Definisi
Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
kronik/progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel,
termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, dan kemampuan menilai. Kesadaran tidak
berkabut. Biasanya ada hendaya fungsi kognitif dan diawali kemerosotan
pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Berdasarkan PERDOSSI Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang
disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya
daya ingat jangka pendek dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi
bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri,
perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat,
tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga
menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.
2.2 Epidemiologi
Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang
menggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktiitas harian seseorang. Penyakit
Alzheimer merupakan penyebab yang paling sering, ditemukan pada 50-60%
pasien demensia. Penderitanya diperkirakan berjumlah 35,6 juta di seluruh dunia
yang akan meningkat mencapai 65,7 juta di tahun 2030, sehingga diantara
penduduk usia lanjut dunia, penyakit Alzheimer diidap oleh setidaknya 5%
populasi. Demensia vaskular merupakan jenis demensia terbanyak ke-2 setelah
demensia Alzheimer, dengan angka kejadian 47% dari populasi demensia secara
keseluruhan. Sisanya disebabkan oleh demensia lainnya.
2.3 Etiologi
7
Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi dan
penyakti HIV.
b. Penyakit yang berhubungan dengan sindrom neurologi: kelompok ini
meliputi korea Huntington dan proses demielinasi lainnya yaitu penyakit
Creutzfeldt-Jacob, tumor otak, trauma otak dan infeksi otak.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau gejala yang
mecolok seperti penyakit Alzheimer dan penyakit Pick.
8
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
9
a. Demensia Alzheimer
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron
secara progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir
dan berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok
yang menderita pada usia kurang dari 65 tahun disebut sebagai early onset
sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65tahun disebut sebagai
late onset. Faktor resiko penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti,
tetapi beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah:
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit
Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada
semua usia. 96% diderita pada orang yang berusia 40 tahun keatas.
b. Genetik
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita
beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer.
c. Jenis kelamin
10
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer
lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria.
d. Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung
dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset
manifestasi klinis.
11
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan
kognitif yang terus menerus.
D. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan oleh salah satu
berikut ini:
1. kondisi sistem saraf lainnya yang menyebakan defisit memori dan
kognitif progresif (misalnya, penyakit serebrovaskuler, penyakit
Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus
tekanan normal, tumor otak)
2. kondisi sitemik yang diketahui menyebabkan demensia (misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin,
hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV)
3. kondisi induksi zat
E. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu delirum.
F. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan Aksis I lainnya
(misalnya, Gangguan Depresi Mayor, Skizofrenia).
B. Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang
meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau
hipoksik otak dengan penurunan fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai
paling berat dan tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol.
Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah
serebral. Adanya infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi,
leukoaraiosis, infark komplit, dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya
kelainan kognitif. Sindrom demensia yang terjadi pada demensia vaskular
merupakan konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia, atau adanya perdarahan di
otak. Tingkat prevalensi demensia 9 kali lebih tinggi pada pasien yang telah
mengalami stroke.
Tabel 3. Demensia Vaskular
12
Satu tahun setelah stroke, 25% pasien masuk dengan onset baru dari
demensia. Prevalensi demensia vaskular akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah
penelitian di Swedia menunjukkan resiko terjadinya demensia vaskular pada laki-
laki (khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau
faktor risiko kardiovaskular lainnya sebesar 34,5% dan perempuan sebesar 19,4%.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil
dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang
menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal
yang jauh sebagai contohnya katup jantung.
13
• Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini:
- Demensia yang progresif merusak
- Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
- Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
3. Penyakit Huntington
• Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform (Choreiform), demensia,
dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington.
• Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan, bahu,
atau cara berjalan yang khas, merupakan manifestasi dini dari gangguan
ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia, dan jarang sekali
gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia menjadi sangat lanjut.
• Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada
tahap dini, dengan daya ingat relatif masih terpelihara, sampai saat
selanjutnya.
4. Penyakit Parkinson
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang
sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan.
5. Penyakit HIV
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak
ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu.
2.4 Diagnosis
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan neuropsikologis.
a. Anamnesis
Sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari
berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting
diperhatikan kan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan
dengan sebelumnya, mendadak atau progresif lambat dan adanya perubahan
perilaku dan kepribadian.
b. Pemeriksaan Fisik
14
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan neuropsikologis.
• Pemeriksaan fisik umum terdiri dari pemeriksaan medis umum
sebagaimana yang dilakukan dalam praktek klinis.
• Pemeriksaan neurologis adanya tekanan intra kranial, gangguan neurologis
fokal, gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi,
gangguan penglihatan, pendengaran, keseimbangan, tonus otot, gerakan
abnormal, apraksia, dan adanya refleks patologis dan primitif.
c. Status Mental
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis,
visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination dan Clock
Drawing Test adalah pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui
adanya disfungsi kognisi, menilai efektifitas pengobatan, dan untuk menentukan
progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia
perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kuurang dari 27,
terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu pula dilakukan
pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan ADL dan Instrumental Activity
of daily living. Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
sosial dan budaya.
a. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal baru, atau
lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari.
sebagian penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori
15
tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa
sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan
merasa asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan
memori menjadi sedemikian berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan,
sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan terhadap namanya
sendiri.
b. Gangguan Orientasi
Gangguan orientasi karena daya ingat adalah penting untuk orientasi
terhadap orang, tempat, dan waktu. orientasi dapat terganggu secara
progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai contohnya, pasien
dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi.
c. Gangguan Bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan
dan atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita
menggunakan kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa
digunakan. Contohnya jika penderita sulit menemukan sikat giginya, maka
ia akan bertanya “sesuatu untuk mulut saya”.
d. Apraksia
Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat
mereka ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah
untuk menyiapkan makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot
rumah tangga.
e. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali
kursi, pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal
lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada
cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak
16
mampu mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang
disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
f. Gangguan fungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,
ditandai dengan& sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan
keputusan dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa
mempertimbangkan memakai beberapa kaos di hari yang panas, memakai
pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin.
g. Perubahan kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia
juga mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan
tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang
mempunyai waham paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan
terhadap anggota keluarga dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan
frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan kepribadian
yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak. Selain itu
penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga
mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk
gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
berlebihan dan tidak selaras, wandering (mondar-mandir, mencari-cari/
membututi pengasuh ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi
rumah, keluyuran dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku
yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya
fungsi pengendalian diri individu).
2.6 Tatalaksana
1. Modifikasi dari faktor risiko sehingga memperlambat penyebab demensia
atau mengkoreksi penyebab demensia yang bersifat reversibel.
2. Terapi terhadap gejala-gejala kognitif.
3. Terapi terhadap gejala-gejala dan perilaku yang terjadi, contoh: perilaku
agitasi
17
Farmakoterapi:
• Antipsikotik:
– Haloperidol, dosis awal 0,5 mg/hari dosis efektif 1-3mg/hari dalam
dosis terbagi
– Risperidone, dosis awal 0,25 mg/hari dosis efektif 1–2 mg/hari
dalam dosis terbagi
– Olanzapine, dosis awal 2,5 mg tiap malam dosis efektif 5–10 mg
tiap malam.
• Antidepresan:
– Antidepresan golongan SSRIs
– Antidepresan golongan TCA: Trazodone dosis awal 25–50 mg/hari
tiap malam, dosis efektif 50–250 mg/hari dalam dosis terbagi.
• Mood stabilizer:
– Carbamazepine dosis awal 200 mg/hari tiap malam, dosis efektif
300 mg/hari
– Valproic acid dosis awal 125 mg/hari tiap malam, dosis efektif
250–1000 mg/hari dalam dosis terbagi.
– Gabapentin dosis awal 100 mg/hari, dosis efektif 300–2400 mg/
hari dalam dosis terbagi.
• Cholinesterase inhibitor:
– Donepezil 5–10 mg/ hari
– Rivastigmine 6–12 mg/hari dibagi dalam 2 dosis.
– Galantamine 24–32 mg/hari dibagi dalam 2 dosis
Penatalaksanaan non farmakologis ditujukan untuk keluarga, lingkungan,
dan penderita dengan tujuan
– Menetapkan program aktivitas harian penderita
– Orientasi realitas
– Modifikasi perilaku
– Memberikan informasi dan pelatihan yang benar pada keluarga, pengasuh
dan penderita.
18
– Mepertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi.
Orientasi realitas
– Penderita diingatkan akan waktu dan tempat.
– Beri tanda khusus untuk tempat tertentu, misalnya kamar mandi.
– Pemberian stimulasi melalui latihan permainan, misalnya permainan
monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dll.
– Hal ini member manfaat yang baik pada predemensia (Mild cognitive
Impairment)
– Menciptakan lingkungan yang familiar, aman, dan tenang. Hindari keadaan
yang membingungkan dan menimbulkan stress. Memberikan keleluasaan
bergerak.
19
BAB III KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Shirdev, E.B & Levely, D.A. 2004. Cross Cultural Psychology, Critical
Thinking and Contemporary Application, Boston: Person Education, Inc
2. Asosiasi Alzheimer Indonesia. Konsesnus Nasioanl Pengenalan dan
Penatalksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Ed 1,
Asosiasi Alzheimer Indonesia, Jakarta. 2003.
3. Alzheimer’s Disease International. World Alzheimer Report 2010
Exevutive Summary. London, 2010.
4. A.Price, Sylvia.. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC. 2011
5. Sadock, BJ., Sadock, V.A. dan Kaplan & Sadock’s., 2014. Demensia :
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta : EGC
21