Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASKEP DELIRIUM

Disusun oleh :

AMELIA PUTRI

1914401001

POGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2021

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
sertahidayah-Nya, sehingga penyusunan ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa kendala.
Kami menyadari sepanuhnaya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan dan kemampuan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demekian
kata pengantar ini kami buat, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi diri pribadi kami
sendiri dan pembaca pada umunya.

Pekanbaru, 9 november 2021

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUN PUSTAKA..................................................................................... 3
2.1 Definisi...................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi...................................................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi/WOC.................................................................................................... 4
2.4 Manifestasi klinik...................................................................................................... 5
2.5 Pemeriksaan penunjang dan laboratoruim................................................................ 6
2.6 Terapi/obat-obatan.................................................................................................... 6
BAB III ASUHAN PERAWATAN.............................................................................. 8
3.1 Pengkajian................................................................................................................. 8
3.2 Diagnosa.................................................................................................................... 9
3.3 Intervensi...................................................................................................................10
3.4 Implementasi.............................................................................................................10
3.5 Evaluasi.....................................................................................................................10
BAB IV KESIMPULAN............................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................12

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


 
Delirium sering terjadi, kadang-kadang tidak dikenali, suatu sindrom pada 30% pasien
yang dirawat rumah sakit, dengan resiko besar pada usia tua. Delirium mungkin bias sebagai
diagonasis atau komplikasi perawatan di rumah sakit untuk berabagi kondisi. Dalam DSM-V
terdapat kriteria untuk diagnosis delirium (acute confusional state). Hal ini penting untuk
mengenali dan merawat pasien secara tapat, karena para pasien yang dirawat di rumah sakit
mempunyai rasiko untuk terjadi komplikasi, seperti dehidrasi, malnutrisi, aspirasi,
ulkus,jatuh, dan perawat di rumah sakit yang lebih lama. Tingkat mortalitas juga tinggi (kira-
kira 8%), yang terhubung dengan kondisi medis yang mendasari.

Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan kesadaran, berkabut yang
dimanifestasikan dengan lama, konsentrasi yang rendah. Insiden delirium terjadi sekitar 50%
dari seluruh jumlah pasien yang menjalani perawatan diruang ICU dan jumlah ini dapat
semakin meningkat hingga mencapai 80% atau lebih pada pasien pasien perawatan intensif
dan pasien-pasien usia lanjut.

Delirium merupakan penyakit yang umum dan ditemukan pada lebih dari 10% pasien
berusia 65 tahun yang dirujuk ke rumah sakit. Delirium dapat terjadi sebagaiakibat kondisi
otak yang akut atau kronis. Ada empat penyebab delirium yaitu penyakit otak, penyakit atau
infeksi dari bagian tubuh lain yang mempengaruhi otak,intoksikasi, putus dari zat yang
menjadi ketergantungan individu. Kejadian deliriumsangat tinggi pada orang-orang yang
sudah tua dan tidak diketahui apa sebabnyamereka mengalami delirium yang sangat tinggi
selain hanya di ketahui bahwafrekuensi penyakit otak organic dan penyakit sistemik
meningkat pada usia tua.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan delirium?


2. Bagaimana etiologi delirium?
3. Bagaimana patofisiologi delirium?
4. Bagaimana manifestasi klinis delirium?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic delirium?
6. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis dari delirium?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada delirium?

1.3 Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan kepada pasiendengan delirium

2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi delirium
2. Mengetahui dan memahami etiologi delirium
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi delirium
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis delirium
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik delirium
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dan prognosis dari delirium
7. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan delirium

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Denifisi
Definisi Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang
dikarasteristikkan dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai
oleh gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif
secara global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum;
tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala
neurologis yang umum.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab
diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat
bervariasi pada pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia
namun tersering pada usia diatas 60 tahun. Menggigau merupakan gejala sementara dan
dapat berfluktuasi intensitasnya, kebanyakan kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu
atau kurang. Akan tetapi jika delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan
sangat jarang dan dapat menjadi progresif kearah dementia.

2.2 Etiologi
Etiologi Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai
pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien.
Penyebab utama adalah berasal dari penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy),
penyakit sistemik (seperti gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun
zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal
ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin,
serta glutamat. Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:


• Usia
• Kerusakan otak
• Riwayat delirium
• Ketergantungan alkohol
3
• Diabetes
• Kanker
• Gangguan panca indera
• Malnutrisi
• Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
• Efek toksik dari pengobatan
• Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium) yang
tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu
• Infeksi Akut disertai demam
• Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang membantali
otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak
• Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak yang dapat
menekan otak.
• Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak)
• Kekurangan tiamin dan vitamin B12
• Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme
• Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan gangguan
ingatan)
• Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang
• Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar oksigen
atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah
• Stroke

2.3 patofisiologi/WOC
Patofisiologi Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru menunjukkan
defisiensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu faktor penyebab delirium.
Delirium yang diakibatkan oleh penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin,
atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain. Pada delirium akibat
penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan eksitasi pada
system

4
neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor
NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A (gammaaminobutyric
acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan perubahan neurotransmitter yang
memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik, adapun perubahan ini
memberikan manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan
kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepine
menyebabkan delirium melalui jalur penurunan transmisi GABA-ergik dan dapat timbul
kejang epileptik. Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul
melalui berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik.
Perubahan transmisi neuronal yang dijumpaipada delirium melibatkan berbagai
mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu:
1. Efek Langsung Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem
neurotransmiter, khususnya agen antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut,
gangguan metabolik seperti hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung
mengganggu fungsi neuronal dan mengurangi pembentukan atau pelepasan
neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada wanita dengan kanker payudara
merupakan penyebab utama delirium.
2. Inflamasi Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti
penyakit infl amasi, trauma, atau prosedur bedah. Padabeberapa kasus, respons infl
amasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi
mikroglia untuk memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan efeknya
yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu pembentukan dan pelepasan
neurotransmiter. Proses infl amasi berperan menyebabkan delirium pada pasien
dengan penyakit utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).
3. Stres Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan lebih banyak
noradrenalin, dan aksis hipotalamuspituitari- adrenokortikal untuk melepaskan lebih
banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan menyebab kan
kerusakan neuron.

2.4 Manifestasi klinis


Gambaran utama adalah gangguan kesadaran berupa kesadaran yang berkabut
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mencamtumkan dan mengalihkan
perhatian. Keadan ini berlangsung beberapa hari, dengan berkembangnya ansientas
mengantuk, insomnia, halusinasi yang transien, mimpi buruk dan kegelisahan.

5
Pasien delirium yang berhungan dengan sindrom putus zat merupakan jenis hiperatif
yang dapat dikaitkan dengan tanda-tanda otonom, seperti flushing, berkeringat, takikardi,
dilatasi pupil, nausea, muntah, dan hipertamia. Orientasi waktu sering kali hilang,
sedangkan orientasi tempat dan orang mungkin terganggu pada kasus yang berat. Pasien
sering kali mengalami abnormalitas dalam berbahasa, seperti pembicaraan bertele-tele,
tidak relavan dan inkheren.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik 


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan sesegera mungkinditentukan
penyebabnya. Kriteria diagnostik untuk delirium yaitu :

1. Kemampuan terbatas untuk mempertahankan daya perhatian terhadap rangsangdari


luar (misalnya pertanyaan harus diulang karena daya perhatian melantur)dan secara
wajar dapat mengalihkan ke arah rangsang eksternal yang baru.
2. Alam pikiran yang kacau, yang ditujukan oleh cara bicara yang ngawur dan
tak  jelas( asal bersuara), soalnya tidak relevan, atau daya bicara inkoheren.
3. Sedikitnya dua dari yang tercantum di bawah ini :
a.Kesadaran yang menurun (contoh : sulit mempertahankan kesadaran saat
pemeriksaan.
b.Gangguan persepsi: misinterpretasi, ilusi, atau halusinasi
c.Gangguan siklus tidur dengan insomnia atau mengantuk di siang hari
d.Kegiatan psikomotor meningkat atau menurun
e.Disorientasi terhadap waktu, tempat atau orang
f.Gangguan daya ingat (contoh : tidak mampu belajar materi baru, seperti nama
beraneka ragam benda yang tak terkait setelah 5 menit, atau untuk mengingat
peristiwa yang telah lalu, seperti riwayat dari episode gangguan sekarang)

4. Gambaran klinis yang timbul yang berkembang dalam waktu yang


singkat(biasanyadalam jam atau hari) dan cenderung untuk naik turun dalam sehari.
5. Salah satu dari poin di bawah ini :
a.Terbukti dari riwayat, pemeriksan fisik, atau uji laboratorik tentang
satuataubeberapa faktor organik yang khas yang dapat diduga sebagai
penyebabyangterkait dengan gangguan itu.
b.Bila tidak adanya bukti ini, faktor penyebab organik yang dapat
diduga bilagangguannya
tidak dapat diperkirakan adalah disebabkan oleh gangguanmental nonorganik
(contoh : episode manik yang merupakan sebab untuk menjadi agitatif dan gangguan
tidur).

6
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan
delirium.Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik,
sensorik,dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan
pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk
psikosis adalahhaloperidol ( Haldol ), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis
awal antara 2- 10 mg IM, diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera
setelah pasientenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat
dimulai, dosisoral kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis
harian efektif total haloperidol 5 - 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (Inapsine)adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternatif,monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini. Insomnia
diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnya,
hidroksizine (Vistaril)dosis 25 - 100 mg.
7

BAB III

ASUAHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Riwayat

Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis,alcohol, atau obat
lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhanarea ini. Perawat mungkin perlu
mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan
data yang akurat terganggu.
Informasi tentang obat-obatan harus mencakup obat yangdiresepkan, alcohol, obat
terlarang, dan obat bebas. Meskipun banyak individu mungkin menganggap obat ynag
diresepkan dan obat bebasrelative aman, kombinasi obat atau dosis standar obat
dapatmengakibatkan delirium, terutama pada lansia (Mentes, 1995). Jenis obatyang dapat
menyebabkan delirium terdapat pada Kotak 15-2. Kombinasiobat-obatan ini secara
signifikan meningkatkan resiko delirium.

2. Penampilan Umum dan Perilaku Motorik 


Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor.Klien mungkin
gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai
atau berupaya bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak terkoordinasi.
Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yanglambat, tampak lesu, dan
letargi dengan sedikit gerakan.
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren danlebih sulit
dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapatmengulang-ulang satu topic atau
bahasan, berbicara melantur, dan sulituntuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat,
terpaksa, dan biasanyalebih keras dari normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak
ataumenjerit, terutama pada malam hari (Burney-Puckett, 1996).

3. Mood dan Afek 


Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dantidak dapat
diperkirakan. Rentang respons emosional yang luas mungkinterjadi, seperti ansietas,
takut, iritabilitas, marah, euphoria, dan apati.Perubahan mood dan emosi ini biasanya
tidak terkait dengan lingkunganklien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa
terancam, klienmungkin melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.

4. Proses dan Isi Pikir


Meskipun klien delirium mengalami perubahan kognisi,
sulit bagi perawat untuk mengkaji perubahan ini secara akurat dan menyeluruh.Ketidakm
ampuan klien yang nyata untuk mempertahankan perhatianmenyebabkan kesuitan dalam
mengkaji proses dan isi pikir klien. Isi pikir klien sering tidak terkait dengan
situasi, atau bicaranya tidak logisdan sulit dimengerti. Perawat dapat menanyakan
bagaimana perasaanklien dank lien akan bergumam tentang cuaca. Proses pikir
seringmengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran dapat jugaterpecah (tidak
berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapatmemperlihatkan pikiran waham yang
meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.

5. Sensorium dan Proses Intelektual


Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium
adalah perubahan tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berflukstuasi sepanja
ng  hari. Klien biasanya terorientasi pada orang,tetapi sering kali terdisorientasi terhadap
waktu dan tempat. Klien menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau
situasi dandapat berfokus pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna sepraiatau
ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara, orang, atau mispersepsi
sensorinya.Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan, atau mengubah
perhatiannya secara efektif, dan terdapat kerusakan memoriyang baru dan yang sangat
baru (DSM-IV-TR, 2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus dapat menanyakan atau
memberikan arahan secara berulang-
ulang; meskipun kemudian, klien mungkin tidak mampu melakukan hal-hal yang
diminta.
Klien sering mengalami salah interpretasi, ilusi, dan halusinasi.Mispersepsi dan
ilusi, keduanya berdasarkan pada beberapa stimulusactual di lingkungan: klien dapat
mendengar bantingan pintu dan.
menginterpretasikannya sebagai suara tembakan, atau melihat perawatmengambil
kantong intravena dan beranggapan bahwa perawat akanmenyerangnya. Contoh ilusi
yang umum mencakup pikiran klien bahwaslang intravena atau kabel listrik adalah
seekor ular, atau salah mengira perawat sebagai salah satu anggota keluarganya.
Halusinasi yang paling
sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien “melihat” benda-benda yang tidak ada
stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang
di atas tempat tidur. Ketika mampu lebih berpikir jernih, beberapa klien dapat menyadari
bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi, klien lainnya benar-
benar meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dantidak dapat
diyakinkan hal yang sebaliknya.

6. Penilaian dan Daya Tilik 


Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapatmenyadari situasi
yang potensial membahayakan dan tidak
dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya, klienmungkin
mencoba mencabut slang intravena atau kateter urine secara berulang-
ulangs sehingga menyebabkan nyeri dan menganggu terapiyang penting.Daya tilik
bergantung pada keparahan delirium. Klien yangmengalami delirium ringan dapat
mengenali bahwa ia sedang bingung,sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan
sembuh. Akan tetapiklien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya
tilik dalam situasi saat ini.

3.2 Diagnosa

Pada tahap diagnose ini sudah didukung dengan daftar identifikasi masalah maupun
analisa prioritas masalah yang sudah didapatkan dalam tahap pengkajian. Diagnose disini
bukanlah diagnose medis, melainkan diagnose keperawatan yang sudah disusun dalam
beberapa referensi seperti Nanda, maupun SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia). Tidak menutup kemungkinan adanya diagnose keperawatan lebih dari satu,
karena diagnose keperawatan tentunya sangat berkaitan dengan analisis data yang sudah
diperoleh sebelumnya. Diagnose keperawatan hasrus bersifat actual. Adanya diagnose
keperawatan dapat mendukung tahap intervensi atau perencanaan.

3.3 Intervensi

Intervensi merupakan tahap perencanaan tindakan-tindakan keperawatan yang


mungkin dilakukan berdasarkan dengan proritas diagnose keperawatan. Pada tahap
perencanaan perlu menentukan tujuan, kriteria hasil, perencanaan, dan rasional. Jadi
tahap intervensi merupakan tahap perencanaan yang juga disertai dengan target. Tercapai
tidaknya target dapat ditinjau pada tahap evaluasi.
3.4 Implementasi

Pada tahap implementasi ini, perawat melakukan tindakan keperawatan yang


dilakukan berdasarkan pada intervensi yang sudah ditentukan sebelumnya. Tahap
implementasi atau pelaksanaan harus bersifat independen, dependen, dan interdepend.

3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap merefleksikan seluruh rangkaian semua tahapan. Evaluasi


mencakup proses dan hasil dari proses asuhan keperawatan. Tingkat keberhasilan asuhan
keperawatan bisa ditinjau dari evaluasi asuhan keperawatan.

10

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset akut.Dengan onset
yang mendadak dan durasi yang pendek, delirium terjadi
dari jam sampai hari dan berfluktiatif. Delirium dapat disebabkan oleh berbagai penyakit 
susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat
toksik.
Delirium hampir selalu merupakan kondisi sementara yang sembuh apabila
penyebab yang mendasarinya berhasil diatasi. Akan tetapi,
pada beberapa kasus yang penyebab deliriumnya, seperti cedera kepala atauensefalitis,
dapat menyebabkan klien mengalami gangguan
kognitif, perilaku, atau emosional, bahkan setelah penyebab yang mendasarinya diatasi.

4.2 Saran
Penulis menyarankan agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan kognitif terutama delirium dengan baik sehingga klien
mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Perawat juga mampu
memberikan hubungan saling percaya kepada klien(pasien dankeluarga) sehingga
memudahkan tercapainya asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kognitif
delirium.
11

DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. Dr. Satyanegara, SpBS dkk, 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara.


PT Gramedia Pustaka Utama. Edisi IV : Jakarta
Yustinus Semiun, OFM, 2006.
 Kesehatan Mental 3. Penerbit Kasinus : YogyakartaKurt J. Isselbacher, 1999.
Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Vol I. 
Edisi13. EGC: Jakarta
Videbeck. Sheila L. 2001. Buku Ajar : Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta.
12

Anda mungkin juga menyukai