ASKEP DELIRIUM
Disusun oleh :
AMELIA PUTRI
1914401001
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
sertahidayah-Nya, sehingga penyusunan ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa kendala.
Kami menyadari sepanuhnaya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan dan kemampuan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demekian
kata pengantar ini kami buat, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi diri pribadi kami
sendiri dan pembaca pada umunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUN PUSTAKA..................................................................................... 3
2.1 Definisi...................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi...................................................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi/WOC.................................................................................................... 4
2.4 Manifestasi klinik...................................................................................................... 5
2.5 Pemeriksaan penunjang dan laboratoruim................................................................ 6
2.6 Terapi/obat-obatan.................................................................................................... 6
BAB III ASUHAN PERAWATAN.............................................................................. 8
3.1 Pengkajian................................................................................................................. 8
3.2 Diagnosa.................................................................................................................... 9
3.3 Intervensi...................................................................................................................10
3.4 Implementasi.............................................................................................................10
3.5 Evaluasi.....................................................................................................................10
BAB IV KESIMPULAN............................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan kesadaran, berkabut yang
dimanifestasikan dengan lama, konsentrasi yang rendah. Insiden delirium terjadi sekitar 50%
dari seluruh jumlah pasien yang menjalani perawatan diruang ICU dan jumlah ini dapat
semakin meningkat hingga mencapai 80% atau lebih pada pasien pasien perawatan intensif
dan pasien-pasien usia lanjut.
Delirium merupakan penyakit yang umum dan ditemukan pada lebih dari 10% pasien
berusia 65 tahun yang dirujuk ke rumah sakit. Delirium dapat terjadi sebagaiakibat kondisi
otak yang akut atau kronis. Ada empat penyebab delirium yaitu penyakit otak, penyakit atau
infeksi dari bagian tubuh lain yang mempengaruhi otak,intoksikasi, putus dari zat yang
menjadi ketergantungan individu. Kejadian deliriumsangat tinggi pada orang-orang yang
sudah tua dan tidak diketahui apa sebabnyamereka mengalami delirium yang sangat tinggi
selain hanya di ketahui bahwafrekuensi penyakit otak organic dan penyakit sistemik
meningkat pada usia tua.
1.3 Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan kepada pasiendengan delirium
2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi delirium
2. Mengetahui dan memahami etiologi delirium
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi delirium
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis delirium
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik delirium
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dan prognosis dari delirium
7. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan delirium
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Denifisi
Definisi Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang
dikarasteristikkan dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai
oleh gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif
secara global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum;
tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala
neurologis yang umum.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab
diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat
bervariasi pada pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia
namun tersering pada usia diatas 60 tahun. Menggigau merupakan gejala sementara dan
dapat berfluktuasi intensitasnya, kebanyakan kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu
atau kurang. Akan tetapi jika delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan
sangat jarang dan dapat menjadi progresif kearah dementia.
2.2 Etiologi
Etiologi Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai
pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien.
Penyebab utama adalah berasal dari penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy),
penyakit sistemik (seperti gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun
zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal
ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin,
serta glutamat. Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.
2.3 patofisiologi/WOC
Patofisiologi Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru menunjukkan
defisiensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu faktor penyebab delirium.
Delirium yang diakibatkan oleh penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin,
atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain. Pada delirium akibat
penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan eksitasi pada
system
4
neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor
NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A (gammaaminobutyric
acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan perubahan neurotransmitter yang
memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik, adapun perubahan ini
memberikan manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan
kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepine
menyebabkan delirium melalui jalur penurunan transmisi GABA-ergik dan dapat timbul
kejang epileptik. Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul
melalui berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik.
Perubahan transmisi neuronal yang dijumpaipada delirium melibatkan berbagai
mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu:
1. Efek Langsung Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem
neurotransmiter, khususnya agen antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut,
gangguan metabolik seperti hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung
mengganggu fungsi neuronal dan mengurangi pembentukan atau pelepasan
neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada wanita dengan kanker payudara
merupakan penyebab utama delirium.
2. Inflamasi Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti
penyakit infl amasi, trauma, atau prosedur bedah. Padabeberapa kasus, respons infl
amasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi
mikroglia untuk memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan efeknya
yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu pembentukan dan pelepasan
neurotransmiter. Proses infl amasi berperan menyebabkan delirium pada pasien
dengan penyakit utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).
3. Stres Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan lebih banyak
noradrenalin, dan aksis hipotalamuspituitari- adrenokortikal untuk melepaskan lebih
banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan menyebab kan
kerusakan neuron.
5
Pasien delirium yang berhungan dengan sindrom putus zat merupakan jenis hiperatif
yang dapat dikaitkan dengan tanda-tanda otonom, seperti flushing, berkeringat, takikardi,
dilatasi pupil, nausea, muntah, dan hipertamia. Orientasi waktu sering kali hilang,
sedangkan orientasi tempat dan orang mungkin terganggu pada kasus yang berat. Pasien
sering kali mengalami abnormalitas dalam berbahasa, seperti pembicaraan bertele-tele,
tidak relavan dan inkheren.
6
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan
delirium.Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik,
sensorik,dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan
pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk
psikosis adalahhaloperidol ( Haldol ), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis
awal antara 2- 10 mg IM, diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera
setelah pasientenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat
dimulai, dosisoral kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis
harian efektif total haloperidol 5 - 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (Inapsine)adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternatif,monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini. Insomnia
diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnya,
hidroksizine (Vistaril)dosis 25 - 100 mg.
7
BAB III
ASUAHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis,alcohol, atau obat
lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhanarea ini. Perawat mungkin perlu
mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan
data yang akurat terganggu.
Informasi tentang obat-obatan harus mencakup obat yangdiresepkan, alcohol, obat
terlarang, dan obat bebas. Meskipun banyak individu mungkin menganggap obat ynag
diresepkan dan obat bebasrelative aman, kombinasi obat atau dosis standar obat
dapatmengakibatkan delirium, terutama pada lansia (Mentes, 1995). Jenis obatyang dapat
menyebabkan delirium terdapat pada Kotak 15-2. Kombinasiobat-obatan ini secara
signifikan meningkatkan resiko delirium.
3.2 Diagnosa
Pada tahap diagnose ini sudah didukung dengan daftar identifikasi masalah maupun
analisa prioritas masalah yang sudah didapatkan dalam tahap pengkajian. Diagnose disini
bukanlah diagnose medis, melainkan diagnose keperawatan yang sudah disusun dalam
beberapa referensi seperti Nanda, maupun SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia). Tidak menutup kemungkinan adanya diagnose keperawatan lebih dari satu,
karena diagnose keperawatan tentunya sangat berkaitan dengan analisis data yang sudah
diperoleh sebelumnya. Diagnose keperawatan hasrus bersifat actual. Adanya diagnose
keperawatan dapat mendukung tahap intervensi atau perencanaan.
3.3 Intervensi
3.5 Evaluasi
10
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset akut.Dengan onset
yang mendadak dan durasi yang pendek, delirium terjadi
dari jam sampai hari dan berfluktiatif. Delirium dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat
toksik.
Delirium hampir selalu merupakan kondisi sementara yang sembuh apabila
penyebab yang mendasarinya berhasil diatasi. Akan tetapi,
pada beberapa kasus yang penyebab deliriumnya, seperti cedera kepala atauensefalitis,
dapat menyebabkan klien mengalami gangguan
kognitif, perilaku, atau emosional, bahkan setelah penyebab yang mendasarinya diatasi.
4.2 Saran
Penulis menyarankan agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan kognitif terutama delirium dengan baik sehingga klien
mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Perawat juga mampu
memberikan hubungan saling percaya kepada klien(pasien dankeluarga) sehingga
memudahkan tercapainya asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kognitif
delirium.
11
DAFTAR PUSTAKA